You are on page 1of 11

IMUNOSEROLOGI (PCR)

Sabtu, 16 Mei 2015


Makalah imunoserologi (PCR)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dunia sekarang sedang mengalami perkembangan teknologi secara besar-besaran. Hal
ini dapat kita rasakan dalam berbagai bidang, salah satunya adalah bidang kedokteran.
Sebagai contoh dari perkembangan teknologi kedokteran adalah ditemukannya ilmu biologi
molekuler. Biologi molekuler merupakan salah satu cabang biologi yang merujuk kepada
pengkajian mengenai kehidupan pada skala molekul. Ini termasuk penyelidikan tentang
interaksi molekul dalam benda hidup dan kesannya, terutama tentang interaksi berbagai
sistem dalam sel, termasuk interaksi DNA, RNA, dan sintesis protein, dan bagaimana
interaksi tersebut diatur. Biologi molekuler memberikan kontribusi yang amat sangat nyata
dalam bidang kedokteran. Dahulu, untuk mengetahui penyakit yang diderita harus dengan
menemukan organisme penyebab penyakit tersebut didalam tubuh. Dan jika tidak ditemukan
pasien dinyatakan negatif dan tidak diberikan tindakan apapun. Padahal kenyataanya tidak
semua penyakit organisme penyebabnya dapat ditemukan dengan mudah. Namun dengan
adanya biologi molekuler dokter dapat memeriksa penyebab sampai dengan pada DNA
pasien.
Sehingga nyata benar ilmu tersebut sangat bermanfaat. Biologi molekuler juga dapat
mendeteksi penyakit-penyakit yang bersifat genetis. Dalam skenario kali ini membahas
tentang penyakit thalassemia. Thalassemia adalah penyakit herediter yang disebabkan oleh
adanya kekurangan rantai globin pembentuk hemoglobin (Hb), baik rantai globin α
(Thalassemia α) maupun rantai globin β (Thalasemia β). Thalassemia termasuk penyakit
akibat gangguan gen tunggal (single gene disorders) dengan pola pewarisan yang menuruti
hukum-hukum Mendel. Gangguan yang berupa kekurangan rantai globin tersebut
menimbulkan serangkaian gejala klinis dan laboratorik, yang dapat ditemukan melalui
pemeriksaan fisik dan laboratorik. Namun pada penderita-penderita tertentu gejala klinis
maupun fisik sangat minim atau bahkan tidak ada. Keadaan seperti ini umumnya didapat
pada penderita heterozygot atau yang bersifat minor. Dalam keadaan ini diagnosa hanya
dapat ditegakkan melalui analisis DNA. Inilah yang dimaksud dengan diagnosis molekuler.
Dahulu bayi yang lahir dengan kelainan darah, meninggal pada usia kurang dari setahun.
Namun sekarang ini sebagian bisa besar selamat dengan diagnosis dan penatalaksanaan lebih
lanjut.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Pengertian PCR
b. Komponen-komponen PCR
c. Penyakit untuk pemeriksaan PCR
d. Kegunaan PCR
e. Prinsip kerja PCR
f. Kelebihan dan kelemahan PCR
g. Pemeriksaan Laboratorium
h. Aplikasi PCR
C. TUJUAN
a. Untuk mengetahui apa pengertian PCR
b. Untuk mengetahui komponen-komponen dari PCR
c. Untuk mengetahui penyakit apa dilakukan pemeriksaan PCR
d. Untuk mengetahui apa kegunaan dari PCR
e. Untuk mengetahui bagaimana prinsip dari PCR
f. Untuk mengetahui apa kelebihan dan kelemahan PCR
g. Untuk mengetahui bagaimana pemeriksaan laboratorium PCR
h. Untuk mengetahui bagaimana aplikasi dari PCR

BAB II
PEMBAHASAN
Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain Reaction(PCR),
merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk melipatgandakan suatu sekuens nukleotida
tertentu secara in vitro. Metode ini dikembangkan pertama kali oleh Kary B. Mulis pada
tahun 1985. Metode ini sekarang telah banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi
dan analisis genetic. Pada awal perkembanganya metode ini hanya digunakan untuk
melipatgandakan molekul DNA, tetapi kemudian dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat
digunakan pula untuk melipatgandakan dan melakukan kuantitas molekul mRNA.
Dengan menggunakan metode PCR dapat meningkatkan jumlah urutan DNA ribuan
bahkan jutaan kali dari jumlah semula, sekitar 106-107 kali. Setiap urutan basa nukleotida
yang diamplifikasi akan menjadi dua kali jumlahnya. Pada setiap siklus PCR akan diperoleh
2n kali banyaknya DNA target. Kunci utama pengembangan PCR adalah menemukan
bagaimana cara amplifikasi hanya pada urutan DNA target dan meminimalkan amplifikasi
urutan non-target. Metode PCR dapat dilakukan dengan menggunakan komponen dalam
jumlah yang sangat sedikit, misalnya DNA cetakan yang diperlukan hanya sekitar 5µg,
oligonukliotida yang digunakan hanya sekitar 1 mM dan reaksi ini biasa dilakukan dalam
volume 50-100 µl. DNA cetakan yang digunakan juga tidak perlu dimurnikan terlebih dahulu
sehingga metode PCR dapat digunakan untuk melipatgandakan suatu sekuens DNA dalam
genom bakteri.
A. PENGERTIAN PCR
PCR adalah reaksi polimerase berantai, yaitu reaksi yang melibatkan enzim
polimerase yang dilakukan secara berulang-ulang. Yang diulang-ulang adalah proses
pemisahan untai ganda DNA menjadi untai tunggal, hibridisasi primer untuk mengawali
replikasi DNA dilanjutkan dengan proses penambahan basa pada cetakan DNA oleh enzim
polimerase, untuk melakukan kegiatan ini dibutuhkan tabung PCR yang bersifat reponsif
dengan perubahan suhu dan mesin thermal cycler, suatu mesin yang mampu menaikkan dan
menurunkan suhu dengan cepat, dan bahan-bahan untuk membuat reaksi PCR.
PCR merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan
(replikasi)DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik ini, DNA
dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga memudahkan
berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Teknik ini dirintis oleh Kary Mullis pada
tahun 1983 dan ia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut.
Penerapan PCR banyak dilakukan di bidangbiokimia dan biologi molekular karena relatif
murah dan hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil. PCR (Polimerase Chain Reaction)
atau reaksi berantai polimerase adalah suatu metode in vitro yang digunakan untuk
mensintesis sekuens tertentu DNA dengan menggunakan dua primer oligonukleotida yang
menghibridisasi pita yang berlawanan dan mengapit dua target DNA. Kesederhanaan dan
tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan teknik
ini semakin luas penggunaannya.
Konsep asli teknologi PCR mensyaratkan bahwa bagian tertentu sekuen DNA yang
akan dilipatgandakan harus diketahui terlebih dahulu sebelum proses pelipatgandaan tersebut
dapat dilakukan. Sekuen yang diketahui tersebut penting untuk menyediakan primer, yaitu
suatu sekuens oligonukleotida pendek yang berfungsi mengawali sintesis rantai DNA dalam
reaksi berantai polimerasi.
B. KOMPONEN - KOMPONEN PCR
Ada beberapa macam komponen utama dalam proses PCR, yaitu antara lain:
1. DNA Cetakan / DNA Target
DNA cetakan, yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan. Fungsi DNA templat di
dalam proses PCR adalah sebagai cetakan untuk pembentukan molekul DNA baru yang
sama. Templat DNA ini dapat berupa DNA kromosom, DNA plasmid ataupun fragmen DNA
apapun asal di dalam DNA templat tersebut mengandung fragmen DNA target yang dituju.
Reaksi pelipatgandaan suatu fragmen DNA dimulai dengan melakukan denaturasi DNA
template (cetakan) sehingga rantai DNA yang berantai ganda (double stranded) akan terpisah
menjadi rantai tunggal (single stranded). Denatirasi DNA dilakukan dengan menggunakan
panas selama 1 – 2 menit, kemudian suhu diturunkan menjadi sekitar sehingga primer akan
“menempel” (annealing) pada cetakan yang telah terpisah menjadi rantai tunggal. Primer
akan membentuk jembatan hydrogen dengan cetakan pada daerah sekuen yang komplementer
dengan dengan sekuen primer. Suhu yang digunakan untuk penempelan primer pada
dasarnya merupakan kompromi. Amplifikasi akan lebih efisien jika dilakukan pada suhu
yang lebih rendah.
2. Oligonukleotida primer
Oligonukleotida primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (15 – 25 basa
nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA. Primer yang digunakan
dalam PCR ada dua yaitu oligonukleotida yang mempunyai sekuen yang identik dengan salah
satu rantai DNA cetakan pada ujung 5’-fosfat, dan oligonukleotida yang kedua identik
dengan sekuen pada ujung 3’OH rantai DNA cetakan yang lain. Proses annealing biasanya
dilakukan selama 1 – 2 menit. Setelah dilakukan annealing oligonukleotida primer dengan
DNA cetakan, suhu inkubasi dinaikkan menjadi selama 1,5 menit. Pada suhu ini DNA
polymerase akan melakukan proses polimerasi rantai DNA yang baru berdasarkan informasi
yang ada pada DNA cetakan. Setelah terjadi polimerasi, rantai DNA yang baru akan
membentuk jembatan hydrogen dengan DNA cetakan. DNA rantai ganda yang terbentuk
dengan adanya ikatan hydrogen antara rantai DNA cetakan dengan rantai DNA yang baru
hasil polimerasi selanjutnya akan didenaturasi lagi dengan menaikkan suhu ingkubasi
menjadi . Rantai DNA yang baru tersebut selanjutnya akan berfungsi sebagai cetakan bagi
reaksi polimerasi berikutnya.
Reaksi-reaksi seperti yang sudah dijelaskan tersebut diulangi lagi sampai 25 – 30 klai
(siklus) sehingga pada akhir siklus akan didapatkan molekul-molekul DNA rantai ganda yang
baru hasil polimerasi dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah DNA
cetakan yang digunakan. Banyaknya siklus amplifikasi tergantung pada kosentrasi DNA
target di dalam campuran reaksi. Paling tidak, diperlukan 25 siklus untuk melipatgandakan
satu kopin sekuen DNA target di dalam genom mamalia agar hasilnya dapat dilihat secara
langsung, misalnya dengan elektroforosis gel agarose. Akan tetapi, pada umumnya kosentrasi
DNA polimerasi Taq menjadi terbatas setelah 25 – 30 siklus amplikasi.
3. Deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP)
Shanghai ShineGene Molecular Biotech,Inc. (2009) menyatakan bahwa campuran
dNTP adalah larutan air pada pH 7,0 yang mengandung dATP, dCTP, dGTP dan dTTP,
masing-masing pada konsentrasi akhir baik 10mm atau 25mm. dNTP yang siap digunakan
merupakan solusi yang dirancang untuk menghemat waktu dan untuk menyediakan
reproduktifitas yang lebih tinggi dalam aplikasi PCR dan lainnya.
4. DNA Polimerase
Pada awal perkembangannya, DNA polymerase yang digunakan dalam PCR adalah
fragmen Klenow DNA polymerase I yang berasal dari Escherichia coli (Mullis dan Fallona,
1989). Fragmen Klenow adalah DNA polymerase yang telah dihilangkan aktivitas
eksonuklease (5’ → 3’)-nya. Beberapa kelemahan fragmen Klenow antara lain adalah bahwa
enzim ini tidak tahan panas, laju polemerase untuk menggabungkan nukleotida dengan suatu
primer secara terus-menerus tanpa terdisosiasi dari komplek primer-DNA cetakan. Hampir
semua DNA polymerase mempunyai prosesivitas yang rendah sehingga akan terdisosiasi dari
komplek primer-DNA cetakan setelah menggabungkan kurang dari 10 nukleotida. Salah satu
perkecualian adalah T7 DNA polymerase yang mampu menggabungkan ribuan nukleotida
tanpa terdisosiasi dari komplek primer-DNA cetakan.
5. PCR buffer dan konsentrasi Mg2+
Buffer standar untuk PCR tersusun atas 50mM KCl, 10mM Tris-Cl (pH8.3) dan
1.5mM MgCl2. Buffer standard ini akan bekerja dengan baik untuk DNA template dan
primer dengan kondisi tertentu, tetapi mungkin tidak optimum dengan kombinasi yang
lain. Produk PCR buffer ini terkadang dijual dalam bentuk tanpa atau dengan MgCl2.
Konsentrasi ion magnesium dalam PCR buffer merupakan faktor yang sangat kritikal,
karena kemungkinan dapat mempengaruhi proses annealing primer, temperatur dissosiasi
untai DNA template, dan produk PCR. Hal ini disebabkan konsentrasi optimal ion Mg2+ itu
sangat rendah. Hal ini penting untuk preparasi DNA template yang tidak mengandung
konsentrasi chelating agent yang tinggi, seperti EDTA atau phosphat. Ion Mg2+ yang bebas
bila terlalu rendah atau tidak ada, maka biasanya tidak menghasilkan produk akhir PCR,
sedang bila terlalu banyak ion Mg2+yang bebas akan menghasilkan produk PCR yang tidak
diinginkan.
C. PENYAKIT
Penyakit Thalassemia
Thalassemia termasuk penyakit akibat gen tunggal (single gene disorders) dengan
pola pewarisan yang mengikuti hukum Mendel. Walaupun kelainan genetik penyebab
thalassemia sangat beragam, namun hanya ada dua mekanisme saja yang dapat
menimbulkannya :
1. Mutasi
2. Persilangan yang tidak berimbang ( unequal crossover )
Penyakit thalassemia disebabkan oleh adanya kelainan/perubahan/mutasi pada gen
globin alpha atau gen globin beta sehingga produksi rantai globin tersebut berkurang atau
tidak ada. Akibatnya produksi Hb berkurang dan sel darah merah mudah sekali rusak atau
umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Bila kelainan pada gen globin alpha
maka penyakitnya disebut thalassemia alpha, sedangkan kelainan pada gen globin beta akan
menyebabkan penyakit thalassemia beta. Thalassemia adalah penyakit keturunan dengan
gejala utama pucat, perut tampak membesar karena pembengkakan limpa dan
hati.Thalassemia ditandai oleh penurunan produksi satu atau lebih rantai globin. Namun
semua rantai menunjukkan rantai yang normal. Hal inilah yang membedakan thalassemia
dengan hemoglobinopati.

D. KEGUNAAN PCR
PCR banyak digunakan untuk berbagai tujuan, misalnya mendiagnosis penyakit
keturunan (penyakit genetik), mendeteksi keberadaan penyebab penyakit infeksi seperti
bakteri dan virus, mempelajari evolusi manusia, forensik dan lain sebagainya. Polymerase
Chain Reaction atau sering disingkat sebagai PCR adalah suatu teknik perbanyakan materi
genetik baik DNA yang terdapat pada kebanyakan mikroorganisme penyebab penyakit
maupun RNA yang terdapat pada virus tertentu seperti virus imunodefisiensi manusia (HIV,
penyebab AIDS) dan virus hepatitis C (HCV, penyebab hepatitis C). Karena kemampuan
PCR untuk memperbanyak jumlah materi genetik sangat tinggi, maka PCR dapat digunakan
untuk mendeteksi keberadaan materi genetik dengan jumlah sangat rendah dalam suatu
spesimen atau sampel. PCR terdiri atas beberapa siklus dimana pada setiap siklus terjadi
penggandaan materi genetik dan jika siklus ini dilakukan berulang-ulang, maka materi
genetik yang diperoleh akan menjadi banyak sehingga mempermudah deteksi keberadaannya.
Secara umum, PCR dilakukan sebanyak 25 – 35 siklus.
E. PRINSIP KERJA PCR
Prinsip PCR adalah bila DNA dicampur dengan oligonukleotid yang komplementer
dan diberi kondisi yang sesuai, maka oligonukleotid tadi akan berperan sebagai titik awal
(primer) sintesis copy dari DNA target. Dengan menggunakan dua primer, satu disebelah
hulu (5’) dan satu disebelah hiir (3’) (reverse primer, segmen DNA yang terletak di antara
kedua primer tadi akan digandakan. Dalam sati siklus reaksi, satu untai DNA tunggal akan
tergandakan menjadi 2 untai dengan n siklus, dari satu DNA untai tunggal teoritis akan
dihasilkan 2n copy dengan 25 siklus dari satu DNA untai tunggal teoritis akan dihasilkan
lebih dari 30 juta copy.
Dengan enzim Taq yang tahan panas sampai 1000C, dapat dicapai otomatisasi
pengerjaan dan segmen DNA berukuran sampai beberapa kilo base pair (kb) dapat
digandakan dalam waktu kurang dari3 jam. Metode ini sangat sensitif, DNA sejumlah 1 µg
telah cukup untuk sampel. Dari single copy genes dapat diperoleh sejumlah copy DNA
cukup untuk dianalisis. Setetes darah kering pada kertas saringcukup untuk mendeteksi
mutasi gen globin.
Sensitifitas yang amat tinggi dari PCR justru menyebabkan berbagai masalah: DNA
kontaminan yang amat sedikitpun (misalnya dari sel dalam ludah, serpih kulit dari pemeriksa)
akan ikut tergandakan sehingga terbentuk sejumlah copy DNA kontaminan. Penempelan
primer secara non spesifik pada segmen DNA non target akan menghasilkan sejumlah
copy DNA non target. Hal ini dapat dihindari dengan membuat primer sespesifik mungkin,
mislanya dengan menggunakan primer sespesifik mungkin, misalnya dengan menggunakan
primer oligonukleotid yang tak terlalu panjang meupun terlalu pendek, memasukkan
mismatched nucleotide yaitu pada -4 dari ujung 3’ untuk mempertinggi spesifisitas primer.
Pada PCR dengan jumlah siklus yang amat banyak, misalnya kalau sampel DNA terlalu
sedikit, dapat terbentuk dimer dari primer; dimer akan terlihat sebagai DNA dengan ukuran
kira-kira 40 bp (base pair), biasanya mudah dikenalai sehingga tidak terlalu mwngganggu.
Kekurangan aktivitas polimerase dari taq akan menyebabkan terjadinya salanh baca dan salah
penggabungan basa (misincorporation); penanganan cermat sangat diperlukan.
Dengan PCR, delesi gen atau sejumlah nukleotid dapat terdeteksi sacar langsung dari
gambaran elektroforesis secara langsnung dari gambaran elektroforesis DNA produk PCR
berupa pita segmen DNA yang sekian bp lebih pendek daripada normal. Pada hidrop fetalis
Hb Bart tidak terbentuk copy dari gen-α sebagai produk PCR karena penderita sama sekali
tidak mempunyai gen-α yang bertindak sebagai cetakan (template). Winichagoon (1989)
melaporkan bahwa dengan PCR mampu dideteksi delesi sepanjang hanya 4 bp pada kodon
41/42 (CTTT) dari gen-β.
F. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN PCR
Kelebihan
1. Memiliki spesifisitas tinggi
2. Sangat cepat, dapat memberikan hasil yang sama pada hari yang sama
3. Dapat membedakan varian mikroorganisme
4. Mikroorganisme yang dideteksi tidak harus hidup
5. Mudah di set up
Kelemahan
1. Sangat mudah terkontaminasi
2. Biaya peralatan dan reagen mahal
3. Interpretasi hasil PCR yang positif belum tervalidasi untuk semua penyakit infeksi
(misalnya infeksi pasif atau laten)
4. Teknik prosedur yang kompleks dan bertahap membutuhkan keahlian khusus untuk
melakukannya.
G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Merupakan pemeriksaan dengan menggunakan teknologi amplifikasi asam nukleat
virus, untuk mengetahui ada tidaknya virus/DNA virus, untuk memperkirakan jumlah virus
dalam tubuh, untuk mengetahui jenis virus (genotipe atau subgenotipe) yang menginfeksi.
Tujuan pemeriksaan PCR sebagai Pemantauan terapi obat anti – viral , melihat respon
terapi dan menentukan lama terapi yang dibutuhkan. Jenis pemeriksaan : HBV – DNA, HCV
Genotipe, HCV-RNA kualitatif, HCV-RNA kuantitatif, HPV-DNA ( High-Risk Type )
PCR merupakan tehnik amplifikasi DNA selektif in vitro yang meniru fenommena
replikasi DNA in vivo. Komponen reaksi yang diperlukan dalam teknik ini adalah untai
tunggal DNA sebagai cetakan, primer (sekuens oligonukleotida yang
mengkomplementeri akhiran sekuens cetakan DNA yang sudah ditentukan), dNTPs
(deoxynucleotide triphosphates), dan enzim TAQ polimerase yaitu enzim dari bakteri
Termovilus aquatikus.
Sejak ditemukannya struktur DNA untai ganda, kita mulai memahami prinsip
replikasi DNA terutama kaitannya dengan mekanisme transfer materi genetik. Seperti yang
telah dijelaskan dalam materi Asam Nukleat dalam struktur DNA untai ganda tersebut, basa
A dan T , juga C dan G , memiliki ikatan hidgrogen yang mudah dirusak dan mudah dibentuk
kembali. Untuk melakukan replikasi, mula-mula ikatan hidrogen tersebut harus dirusak
dahulu agar DNA untai ganda berubah menjadi untai tunggal. Kemudian karena A selalu
berpasangan dengan T, dan C selalu berpasangan dengan G, maka jika kita memiliki satu
untai DNA dengan sequens ACTAG, misalnya, maka kita dapat mencetak untai
komplementernya, yaitu TGATC, begitu juga sebaliknya.
Pada prinsipnya, reaksi PCR ( protokol PCR konvensional ) membutuhkan tiga tahap
:
1. Denaturasi
Denaturasi merupakan proses memisahkan DNA menjadi utas tunggal. Tahap
denaturasi DNA biasanya dilakukan pada kisaran suhu 92 – 95 oC. Denaturasi awal dilakukan
selama 1 – 3 menit diperlukan untuk meyakinkan bahwa DNA telah terdenaturasi menjadi
untai tunggal. Denaturasi yang tidak berlangsung secara sempurna dapat menyebabkan utas
DNA terputus. Tahap denaturasi yang terlalu lama dapat mengakibatkan hilangnya aktivitas
enzim polimerase.
2. Annealing
Annealing merupakan proses penempelan primer. Tahap annealing primer merupakan
tahap terpenting dalam PCR, karena jika ada sedikit saja kesalahan pada tahap ini maka akan
mempengaruhi kemurnian dan hasil akhir produk DNA yang diinginkan. Faktor yang
mempengaruhi tahap ini antara lain suhu annealing dan primer. Suhu annealing yang terlalu
rendah dapat mengakibatkan timbulnya pita elektroforesis yang tidak spesifik, sedangkan
suhu yang tinggi dapat meningkatkan kespesifikan amplifikasi. Kenaikan suhu setelah tahap
annealing hingga mencapai 70–74oC bertujuan untuk mengaktifkan enzim TaqDNA
polimerase. Proses pemanjangan primer (tahap extension) biasanya dilakukan pada suhu
72oC, yaitu suhu optimal untuk TaqDNA polimerase. Selain itu, pada masa peralihan suhu
dari suhu annealing ke suhu extension sampai 70 oC juga menyebabkan terputusnya ikatan-
ikatan tidak spesifik antara DNA cetakan dengan primer karena ikatan ini bersifat lemah.
Selain suhu, semakin lama waktu extension maka jumlah DNA yang tidak spesifik semakin
banyak.
3. Elongasi
Elongasi merupakan proses pemanjangan DNA. Dalam tahap extension atau sintesis
DNA, enzim polimerase bergabung bersama dengan nukleotida dan pemanjangan primer
lengkap untuk sintesis sebuah DNA utas ganda. Reaksi ini akan berubah dari satu siklus ke
siklus selanjutnya mengikuti perubahan konsentrasi DNA.
Hasil sintesa DNA dalam satu siklus dapat berperan sebagai cetakan (template) pada
siklus berikutnya sehingga jumlah DNA target menjadi berlipat dua pada setiap akhir siklus.
Dengan kata lain DNA target meningkat secara eksponensial, sehingga setelah 30 siklus akan
menjadi milyaran amplifikasi DNA target.
Ketiga tahap siklus tersebut diulang sesuai dengan jumlah siklus amplifikasi. Pada
siklus pertama dua untai tunggal DNA cetakan akan disalin menjadi 2 DNA untai ganda.
Pada siklus kedua, 2 DNA cetakan untai ganda masing-masing akan bertindak sebagai
cetakan sehingga pada siklus kedua dihasilkan jumlah 4 DNA untai ganda. Pada siklus
berikutnya akan dihasilkan jumlah DNA secara eksponensial, dimana pada siklus ketiga
DNA akan disalin menjadi 8 kali, siklus ke 10 menjadi 1.024 kali, siklus 30 menjadi
1.073.741.824 dan seterusnya. Pada akhir siklus, DNA cetakan akan digandakan secara
eksponensial sehingga dihasilkan DNA dalam jumlah yang berlipat ganda hanya dalam
waktu yang relatif singkat sekitar 3-4 jam.
H. APLIKASI PCR
Aplikasi PCR utama dibidang klinis adalah untuk diagnosis, dan kloning. Yang paling
sering dipakai di bidang klinis saat ini adalah untuk diagnosis, yaitu untuk deteksi patogen
infeksius dan identifikasi mutasi pada gen yang berkaitan dengan faktor resiko penyakit.
Untuk aplikasi PCR dibidang klinis tersebut, telah dikembangkan berbagai macam
teknis berbasis PCR, antara lain :
1. RFLP-PCR (restriction fragment lenght polymorphisms), pada prinsipnya, teknik ini
dimanfaatkan untuk deteksi polimorfisme. Secara umum teknik ini menggunakan enzim
restriksi untuk mengetahui adanya polimorfisme (RFLP), dan produk hasil digesti tersebut
diamplifikasi dengan PCR (RFLP-PCR).
Teknik PCR yang mirip dengan teknik diatas AFLP-PCR (amplification fragment
lenght polymorphisme) yang digunakan untuk membedakan isolat atau spesies yang berbeda
berdasarkan daerah enzim restriksi (polimorfisme daerah restriksi)
2. VNTR-PCR (variable number of tandem repeat sequence), dan STR-PCR (short tandem
repeats). Teknik ini sering digunakan untuk tujuan forensi. Dengan menggunakan primer
yang tepat, variasi sekuens pengulangan berurutan yang terdapat pada DNA sampel dapat
diketahui.
3. Skreening / deteksi mutasi berbasis PCR, dahulu skreening/ deteksi mutasi dapat dilakukan
dengan PCR konvensional (misalnya dengan BESS-T-Scan (Base Excision Sequence
Scanning)) untuk mendeteksi mutasi T/A atau T / A, atau Amplification refractory mutation
system (ARMS) untuk mendeteksi point mutation melalui priming oligonukleotida
kompetitif.
4. PCR kuantitatif, untuk keperluan diagnosis dan penilaian kemajuan tetapi kadang
membutuhkan pemeriksaan yang bersifat kuantitatif.
PCR konvensional dapat digunakan untuk mendapatkan data kuantitatif tersebut
dengan menggunakan kompetitor (internal exogenous standard) atau dengan housekeeping
gene(internal endogenous standard). Namun saat ini, penggunaan PCR konvensional untuk
PCR kuantitatif telah digantikan real-time PCR.
PCR dirancang pada tahun 1985 dab telah memberikan dampak besar pada penelitian
biologis dan bioteknologi. PCR telah digunakan untuk memperkuat DNA dari berbagai
macam sumber misalnya fragmen DNA kuno dari gajah purba (mammoth) berbulu yang telah
membeku selama 40.000 tahun; DNA dari sedikit darah;, jaringan, atau air mani yang
ditemukan di tempat kejadian perkara kriminal; DNA dari sel embrionik tunggal untuk
diagnosis kelainan genetik sebelum kelahiran dan DNA gen virus dari sel yang diinfeksi oleh
virus yang sulit terdeteksi seperti HIV.
Menurut Darmo dan Ari (2000), teknik PCR dapat didayagunakan (kadang dengan
modifikasi) guna fasilitasi analisis gen. Selain itu telah dikembangkan banyak sekali aplikasi
praktis. Sebagai contoh teknik dan aplikasi PCR dapat disebutkan sebagai berikut: kloning
hasil PCR; sekuensing hasil PCR; kajian evolusi molekular; deteksi mutasi ( penyakit
genetik; determinasi seks pada sel prenatal; kajian forensik (tersangka kriminal, tersangka
ayah pada kasus paternal); dan masih banyak lainnya.
Pendapat lain mengenai manfaat dan aplikasi PCR juga dikemukakan oleh Sunarto
(1996) yang menyebutkan bahwa PCR dapat digunakan sebagai alat diagnosis penyakit
thalesemia. Menurut Sunarto sebelum cara PCR ditemukan analisis DNA dilakukan dengan
prosedur yang panjang dan rumit, yaitu pertama-tama membentuk perpustakaan (library
construction) melalui digesti dengan endonuklease restriktif dan kloning, kemudian skrining,
mapping, subkloning dan terakhir sekuensing. Tetapi dengan adanya PCR dalam waktu 24
jam sejak pencuplikan vili korialis (chorionic villous sampling) diagnosis prenatal sudah
dapat ditegakkan dan berdasarkan prinsip PCR telah dikembangkan cara diagnostik
molekular yang terbukti sangat akurat.
Saat ini PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam kebutuhan,
diantaranya:
a. Isolasi Gen
DNA makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat besar, DNA manusia panjangnya
sekitar 3 miliar basa, dan di dalamnya mengandung ribuan gen. Sebagaimana fungsi utama
DNA adalah sebagai sandi genetik, yaitu sebagai panduan sel dalam memproduksi protein,
DNA ditranskrip menghasilkan RNA, RNA kemudian diterjemahkan untuk menghasilkan
rantai asam amino alias protein. Dari sekian panjang DNA genome, bagian yang
menyandikan protein inilah yang disebut gen, sisanya tidak menyandikan protein atau disebut
‘junk DNA’, DNA ‘sampah’ yang fungsinya belum diketahui dengan baik. Kembali ke
pembahasan isolasi gen, para ahli seringkali membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi.
Contoh, sebelumnya mengekstrak insulin langsung dari pankreas sapi atau babi, kemudian
menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan tentu saja mahal serta memiliki efek
samping karena insulin dari sapi atau babi tidak benar-benar sama dengan insulin manusia.
Berkat teknologi rekayasa genetik, kini mereka dapat mengisolasi gen penghasil insulin dari
DNA genome manusia, lalu menyisipkannya ke sel bakteri (dalam hal ini E. coli) agar bakteri
dapat memproduksi insulin juga. Hasilnya insulin yang sama persis dengan yang dihasilkan
dalam tubuh manusia, dan sekarang insulin tinggal diekstrak dari bakteri, lebih cepat, mudah,
dan tentunya lebih murah ketimbang cara konvensional yang harus ‘mengorbankan’ sapi atau
babi. Untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan nama ‘probe’
yang memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen yang kita inginkan. Probe ini bisa
dibuat dengan teknik PCR menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut.
b. DNA Sequencing
Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing, metode
yang umum digunakan saat ini adalah metode Sanger (chain termination method) yang sudah
dimodifikasi menggunakan dye-dideoxy terminator, dimana proses awalnya adalah reaksi
PCR dengan pereaksi yang agak berbeda, yaitu hanya menggunakan satu primer (PCR biasa
menggunakan 2 primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang dilabel fluorescent.
Karena warna fluorescent untuk setiap basa berbeda, maka urutan basa suatu DNA yang tidak
diketahui bisa ditentukan.
c. Forensik
Identifikasi seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun korban), atau
korban kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika identifikasi secara fisik sulit atau
tidak mungkin lagi dilakukan, maka pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA dapat
diambil dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi
bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints alias DNA sidik jari, yaitu bagian yang
unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan dengan DNA sidik jari keluarganya yang
memiliki pertalian darah, misalnya ibu atau bapak kandung. Jika memiliki kecocokan yang
sangat tinggi maka bisa dipastikan identitas orang yang dimaksud. Konon banyak kalangan
tertentu yang memanfaatkan pengujian ini untuk menelusuri orang tua ‘sesungguhnya’ dari
seorang anak jika sang orang tua merasa ragu.
d. Diagnosa Penyakit
Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi sedang mewabah saat
ini, bahkan satu fase lagi dari fase pandemi. Penyakit berbahaya seperti ini memerlukan
diagnosa yang cepat dan akurat. PCR merupakan teknik yang sering digunakan. Teknologi
saat ini memungkinkan diagnosa dalam hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut akurat
karena PCR mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan ciri khas virus Influenza
A (H1N1) yang tidak dimiliki oleh virus atau makhluk lainnya.
Berdasarkan uraian diatas penemuan dan manfaat teknik PCR ini berdampak sangat
luas terhadap kemajuan sains dan teknologi secara umum yaitu antara lain sebagai berikut:
1. Memperkuat gen spesifik sebelum diklon.
2. Membuat fragmen gen DNA secara berlimpah
3. Dapat mendeteksi DNA gen virus yang sulit untuk dideteksi
4. Dapat mendeteksi/ mendiagnosis DNA sel embrionik yang mengalami kelainan
sebelum dilahirkan.
5. Bidang kedokteran forensik. Contohnya mendeteksi penyakit yang dapat menginfeksi,
variasi dan mutasi dari gen.
6. Mengetahui hubungan kekerabatan antar spesies atau untuk mengetahui dari mana
spesies tersebut berasal.
7. Melacak asal usul seseorang dengan membandingkan “finger print”

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Reaksi Polimerase Berantai atau dikenal sebagai Polymerase Chain Reaction (PCR),
merupakan suatu proses sintesis enzimatik untuk melipatgandakan suatu sekuens
nukleotida tertentu secara in vitro. PCR merupakan suatu teknik atau metode
perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme.
2. Adapun komponen dari PCR yaitu DNA cetakan, Oligonukleutida primer, DNA
polymerase, Larutan Buffer, dan Deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP)
3. Prinsip dasar dari proses PCR yaitu Tahap pertama Denaturasi. Tahap 2 penempelan.
Tahap 3 elongasi. Ketiga tahap siklus tersebut diulang sesuai dengan jumlah siklus
amplifikasi. Pada siklus pertama dua untai tunggal DNA cetakan akan disalin menjadi 2
DNA untai ganda. Pada siklus kedua, 2 DNA cetakan untai ganda masing-masing akan
bertindak sebagai cetakan sehingga pada siklus kedua dihasilkan jumlah 4 DNA untai
ganda. Pada siklus berikutnya akan dihasilkan jumlah DNA secara eksponensial, dimana
pada siklus ketiga DNA akan disalin menjadi 8 kali, siklus ke 10 menjadi 1.024 kali,
siklus 30 menjadi 1.073.741.824 dan seterusnya
4. Contoh aplikasi PCR antara lain yaitu proses Isolasi Gen, DNA Sequencing, Forensik
dan Diagnosa penyakit.
SARAN
Semoga mahasiswa dapat mengerti dan memahami isi dari makalah ini, agar
mahasiswa dapat lebih tahu tentang pemeriksaan PCR itu sendiri, agar suatu pemeriksaan
yang dilakukan menjadi baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. “Makalah Genetika
PCR”. (Online). http://apikdewefppundip2011.wordpress.com /2012/06/29/makalah-
genetika-pcr-polimerase-chain-reaction/. diakses tgl 13 desember 2013
Budi, Siska. 2012. “PCR ( Polymerase Chain Reaction )” (Online).http://siska-
theanalyst.blogspot.com/2012/06/pcr-polymerase-chain-reaction.html. diakses tgl 13
desember 2013
Yudha. 2012. “Polymerase Chain Reaction (PCR)”. (Online). http://biologi-yudha. blogspot
.com /2012/ 06/ polymerase-chain-reaction-pcr.html. diakses tgl 13 desember 2013
Permono, Bambang,dkk.2005.Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak.Jakarta:
Badan Penerbit IDAI

Diposting oleh Imatelki Dpwsulsel di 12.54


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mengenai Saya

Imatelki Dpwsulsel
Lihat profil lengkapku

Arsip Blog
 ▼ 2015 (1)
o ▼ Mei (1)
 Makalah imunoserologi (PCR)
Tema PT Keren Sekali. Diberdayakan oleh Blogger.

You might also like