Professional Documents
Culture Documents
KOSEP MEDIS
A. Defenisi
C. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila
sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif
akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas
berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks
hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada
apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena
omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua,perforasi mudah terjadi
karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).
D. Manifestasi Klinik
Menurut Arief Mansjoer (2002), keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di
daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2
12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah yang akan menetap dan diperberat bila
berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise dan demam yang tak terlalu
tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan
muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap
namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif dan
dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal
perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri.
Menurut Suzanne C Smeltzer dan Brenda G Bare (2002), apendisitis akut sering tampil
dengan gejala yang khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang
memberikan tanda setempat. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh
demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi,
nyeri tekan dapat dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada
antara umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan
apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi
apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri tekan terasa di daerah lumbal.
Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan
rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum. Nyeri pada
saat berkemih
menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya
kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tanda rovsing dapat timbul
dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri
yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi
menyebar. Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk.
Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda
tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya.
Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens
perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini
mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda.
Menurut Diane C. Baughman dan JiAnn C. Hackley (2000), manifestasi klinis apendisitis
adalah sebagai berikut:
1. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual,
dan seringkali muntah
2. Pada titik Mc Burney terdapat nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari
bagian bawah otot rektus kanan
3. Nyeri alih mungkin saja ada; letak apendiks mengakibatkan sejumlah nueri tekan,
spasme otot, dan konstipasi serta diare kambuhan
4. Tanda Rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan bawah , yang
menyebabkan nyeri kuadran kiri bawah)
5. Jika terjadi ruptur apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar; terjadi distensi
abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.
E. Pemeriksaan Penunjang
1.Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga appendicitis
akut adalah pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktive(CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap sebagian besar pasien biasanya ditemukan jumlah
leukosit di atas 10.000 dan neutrofil diatas 75 %. Sedangkan pada pemeriksaan CRP
ditemukan jumlah serum yang mulai meningkat pada 6-12 jam setelah inflamasi
jaringan.
2.Pemeriksaan urine
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. pemeriksaan ini sangat
membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu
ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.
3.Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga appendicitis akut
antara lain adalah Ultrasonografi, CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonogarafi ditemukan
bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks. Sedang pada
pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendicalith serta
perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran dari saekum. 4.
Pemeriksaan USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada
wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan
diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
5.
Abdominal X-Ray Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis.
pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.
F.
Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan
IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan
dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi
(pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan
resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal, secara
terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat
efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah.
Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu.
Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih
terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus
meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Smeltzer C.
Suzanne, 2002). Menurut Arief Mansjoer (2000), penatalaksanaan apendisitis adalah
sebagai berikut: 1.
Tindakan medis a.
Observasi terhadap diagnosa Dalam 8
12 jam pertama setelah timbul gejala dan tanda apendisitis, sering tidak terdiagnosa, dalam
hal ini sangat penting dilakukan observasi yang cermat. Penderita dibaringkan ditempat
tidur dan tidak diberi apapun melalui mulut. Bila diperlukan maka dapat diberikan
cairan aperviteral. Hindarkan pemberian narkotik jika memungkinkan, tetapi obat sedatif
seperti barbitural atau penenang tidak karena merupakan kontra indikasi. Pemeriksaan
abdomen dan rektum, sel darah putih dan hitung jenis di ulangi secara periodik. Perlu
dilakukan foto abdomen dan thorak posisi tegak pada semua kasus apendisitis, diagnosa
dapat jadi jelas dari tanda lokalisasi kuadran kanan bawah dalam waktu 24 jam setelah
timbul gejala. b.
Intubasi Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika terjadi peritonitis atau toksitas yang
menandakan bahwa ileus pasca operatif yang sangat menggangu. Pada penderita ini
dilakukan aspirasi kubah lambung jika diperlukan. Penderita dibawa kekamar operasi
dengan pipa tetap terpasang. c.
Terapi bedah Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera setelah
terkontrol ketidakseimbangan cairan dalam tubuh dan gangguan sistematik lainnya.
Biasanya hanya diperlukan sedikit persiapan. Pembedahan yang direncanakan secara dini
baik mempunyai praksi mortalitas 1 % secara primer angka morbiditas dan mortalitas
penyakit ini tampaknya disebabkan oleh komplikasi ganggren dan perforasi yang terjadi
akibat yang tertunda.
Laporan Pendahuluan Apendisitis | 9
Terapi pasca operasi Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan didalam, syok hipertermia, atau gangguan pernapasan angket sonde
lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.
Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak
terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya
pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya diberikan makan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan
lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama
2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari ketujuh
jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
G.
Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi
peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih tinggi
pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri.
Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7
C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu
(Smeltzer dan Barre, 2002).
H.
Pencegahan
1.
Diet tinggi serat akan sangat membantu melancarkan aliran pergerakan makanan dalam
saluran cerna sehingga tidak tertumpuk lama dan mengeras.
2.
Minum air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda buang air besar juga akan
membantu kelancaran pergerakan saluran cerna secara keseluruhan.
I.
Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas
penyakit apendisitis sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas
dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila apendiks tidak
diangkat. Terminologi apendisitis kronis sebenarnya tidak ada (Mansjoer, 2000).
A.
Pengkajian
1.
Biodata Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/
bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register. 2.
Lingkungan Dengan adanya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh penderita akan
lebih baik daripada tinggal di lingkungan yang kotor. 3.
Riwayat kesehatan a.
Keluhan utama Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilikus. b.
Riwayat kesehatan sekarang Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi,
bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul, keadaan apa yang
memperberat dan memperingan. 4.
Pemeriksaan fisik a.
Inspeksi Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada
pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen. b.
Palpasi Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan
dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan
Laporan Pendahuluan Apendisitis | 12
bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan
dirasakan nyeri pada perut kanan bawah, ini disebut tanda Rovsing (
Rovsing sign
). Dan apabila tekanan pada perut kiri dilepas maka juga akan terasa sakit di perut kanan
bawah, ini disebut tanda Blumberg (
Blumberg sign
). c.
Pemeriksaan colok dubur Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukkan
letak apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini terasa
nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang di daerah pelvis. Pemeriksaan ini
merupakan kunci diagnosis apendisitis pelvika. d.
Uji psoas dan uji obturator Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak
apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat
hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang
meradang menempel pada m.psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan
nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan andorotasi sendi panggul
pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus
yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri.
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika. 5.
Perubahan pola fungsi Data yang diperoleh dalam kasus apendisitis menurut Doenges
(2000) adalah sebagai berikut :
Eliminasi Gejala : Konstipasi pada awitan awal. Diare (kadang-kadang) Tanda : Distensi
abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas, kekakuan. Penurunan atau tidak ada bising usus d.
Nyeri / kenyamanan Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.Burney (setengah jarak antara umbilikus
dan tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam (nyeri
berhenti tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada apendiks). Keluhan berbagai rasa nyeri/
gejala tak jelas (berhubungan dengan lokasi apendiks, contoh : retrosekal atau sebelah
ureter) Tanda : Perilaku berhati-hati; berbaring ke samping atau telentang dengan lutut
ditekuk. Meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/
posisi duduk tegak. Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritoneal f.
g.
Keamanan Tanda : Demam (biasanya rendah). 6.
Pemeriksaan Diagnostik a.
Laboratorium Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-20.000/ml
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum
yang meningkat. b.
B.
Diagnosa
Menurut Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern dalam Buku Saku Diagnosis
Keperawatan NANDA NIC NOC (2011), diagnosa keperawatan pre operatif pada penderita
apendisitis akut adalah sebagai berikut: 1.
2.
Hipertermi 3.
Nyeri akut 4.
Ansietas
Penyimpangan KDM
Fekalit, benda asing, jaringan parut, tumor apendiks Obstruksi lumen apendiks
Ketidakseimbangan produksi & ekskresi mucus Migrasi bakteri dari colon ke apendiks
Peningkatan intra lumen Arteri terganggu Terjadi infark pada usus Nekrosis apendiks
Gangren Apendiks gangrenosa Terhambatnya aliran limfe Edema dan ulserasi Nyeri
epigastrium
Nyeri akut
Obstruksi vena Edema & peningkatan tekanan intral umen Peradangan dinding apendiks
Mual dan muntah Absorbsi makanan tidak adekuat, pengeluaran cairan aktif Mekanisme
kompensasi tubuh Peningkatan leukosit dan suhu tubuh
Hipertermi Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Kekurangan volume cairan tubuh
Intervensi
Menurut Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern dalam Buku Saku Diagnosis
Keperawatan NANDA NIC NOC (2011), intervensi yang biasa muncul pada penderita
apendisitis akut pre operatif adalah sebagai berikut: 1.
Batasan Karakteristik
Subjektif
Haus
Objektif
a.
Hematokrit meningkat f.
Kelemahan h.
Peningkatan frekuensi nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume dan tekanan nadi.
a.
a.
b.
Intervensi NIC
a.
Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit, misalnya diare c.
Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan (misalnya kadar
hematokrit, BUN, albumin, protein total, osmolalitas serum, dan berat jenis urine). d.
Pantau status hidrasi misalnya kelembapan membran mukosa, keadekuatan nadi, dan
tekanan darah ortostatik. e.
Membantu dan menyediakan asupan makanan dan cairan dalam diet seimbang i.
Timbang berat badan setiap hari dan pantau kecendrungannya
j.
Tentukan jumlah cairan yang masuk dalm 24 jam, hitung asupan yang diinginkan
sepanjang sif siang, soreh, dan malam k.
Hipertermi
Batasan Karakteristik
Objektif
a.
Kulit merah b.
Takikardi g.
Takipneu
a.
Dehidrasi b.
d.
Intervensi NIC
a.
Pantau TTV b.
Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu lingkungan d.
Regulasi suhu NIC: Pantau suhu minimal setiap dua jam, sesuai kebutuhan Pantau warna
kulit dan suhu e.
Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan selimut saja h.
Nyeri akut
Batasan Karakteristik
Subjektif
Objektif
a.
Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas, tidak bertenaga sampai kaku
c.
Gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur, atau tidak menentu dan
menyeringai)
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
a.
1)
Melaporkan Tingkat Nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5:
sangat berat, berat, sedang, ringan atau tidak ada): 1)
Gelisah
SKALA NYERI
Nilai
Skala Nyeri
0 Tidak nyeri
Laporan Pendahuluan Apendisitis | 21
1 Seperti gatal, tersetrum / nyut-nyut 2 Seperti melilit atau terpukul 3 Seperti perih 4
Seperti keram 5 Seperti tertekan atau tergesek 6 Seperti terbakar atau ditusuk-tusuk 7
–
9 Sangat nyeri tetapi dapat dikontrol oleh klien dengan aktivitas yang biasa dilakukan. 10
Sangat nyeri dan tidak dapat dikontrol oleh klien. Keterangan : 1
–
3 (Nyeri ringan) 4
–
6 (Nyeri sedang) 7
–
9 (Nyeri berat) 10 (Sangat nyeri)
Intervensi NIC
a.
Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri dan respon
pasien c.
Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, imajinasi tebimbing, terapi musik, terapi bermain,
distraksi, kompres hangat atau dingin sebelum, setelah, dan jika memungkinkan , selama
aktivitas yang menimbulkan nyeri, sebelum nyeri terjadi atau meningkat, dan bersama
penggunaan tindakan peredaan nyeri yang lain. d.
Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri dan rasa tidak nyaman
dengan melakukan pengalihan melalui TV, radion, dan interaksi dengan pengunjung g.
Perubahan cara berjalan (misalnya, penurunan aktivitas dan kecepatan berjalan, kesulitan
utnuk memulai berjalan, langkah kecil, berjalan dengan menyeret kaki, pada saat berjalan
badan mengayun ke samping) e.
Pergerakan menyentak f.
Melambatnya pergerakan l.
Gangguan kognitif d.
Keterlambatan perkembangan h.
Ketidaknyamanan i.
Medikasi p.
Gangguan muskuloskeletal q.
Gangguan neuromuskular r.
Nyeri s.
Keseimbangan
Laporan Pendahuluan Apendisitis | 24
Koordinasi Performa posisi tubuh Pergerakan sendi dan otot Berjalan Bergerak dengan
mudah
Aktivitas Keperawatan
Tingkat 1
a.
Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan di rumah dan kebutuhan terhadap
peralatan pengobatan yang tahan lama b.
Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas c.
Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah (misalnya dari tempat tidur ke kursi) d.
Bantu pasien untuk menggunakan alas kaki antiselip yang mendukung untuk berjalan g.
Ajarkan pasien bagaimana menggunakan postur dan mekanika tubuh yang benar saat
melakukan aktivitas 2)
Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan dari lembaga kesehatan di rumah
dan alat kesehatan yang tahan lama c.
Ajarkan dan dukungpasien dalam latihan ROM aktif atau pasif untuk mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
Laporan Pendahuluan Apendisitis | 25
d.
Instruksikan dan dukung pasien untuk menggunakan trapeze atau pemberat untuk
meningkatkan serta memperthanakan kekuatan ekstremitas atas e.
Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi sebagai suatu sumber untuk mengembangkan
perencanaan dan mempertahankan atau meningkatkan mobilitas i.
Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi sebagai sumber dalam perencanaan aktivitas
perawatan pasien c.
Posisi pasien
Laporan Pendahuluan Apendisitis | 26
3)
Peralatan eliminasi yang diperlukan (misal, pispot, urinal, dan pispot fraktur) 6)
Jadwal aktivitas g.
Letakkan tombol pengubah posisi tempat tidur dan lampu pemanggil dalam jangkauan
pasien 7)
Kram abdomen b.
Nyeri abdomen c.
Menolak makan d.
Intoleransi makanan c.
Faktor ekonomi d.
Selera makan: Keinginan untuk makan ketika dalam keadaan sakit atau sedang menjalani
pengobatan b.
c.
d.
1)
Ajarkan orang tua dan anak tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal
f.
Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya
g.
Berikan makanan dalam porsi sedikit tetapi sering dengan makanan yang bervariasi
h.
i.
Kolaborasi pemberian obat antiemetik dan atau analgesik sebelum makan atau sesuai
dengan jadwal yang dianjurkan.
6.
Ansietas
Batasana Karakteristik
Perilaku
a.
Penurunan produktivitas b.
Gelisah e.
Memandang sekilas f.
Insomnia g.
Resah i.
Gelisah b.
Distres d.
Ketakutan e.
Peningkatan kekhawatiran h.
Iritabilitas i.
Gugup j.
Gembira berlebihan k.
Marah m.
Menyesal n.
Perasaan takut o.
Ketidakpastian p.
Khawatir
Fisiologis
a.
Wajah tegang
Laporan Pendahuluan Apendisitis | 30
b.
Insomnia c.
Peningkatan keringat d.
Peningkatan ketegangan e.
Terguncang f.
Suara bergetar
Parasimpatis
a.
Nyeri abdomen b.
Penurunan nadi d.
Diare e.
Pingsan f.
Keletihan g.
Mual h.
Gangguan tidur i.
Sering berkemih k.
Urgensi berkemih
Simpatis
a.
Anoreksia b.
Eksitasi kardiovaskuler c.
Diare d.
Mulut kering e.
Wajah kemerahan f.
Jantung berdebar-debar
Laporan Pendahuluan Apendisitis | 31
g.
Peningkatan nadi i.
Peningkatan refleks j.
Peningkatan pernapasan k.
Dilatasi pupil l.
Kesulitan bernapas m.
Vasokontriksi superfisial n.
Kedutan otot o.
Kelemahan
Kognitif
a.
Blocking pikiran c.
Konfusi d.
Mudah lupa k.
Gangguan perhatian l.
Melamun n.
Terpajan toksin
Laporan Pendahuluan Apendisitis | 32
b.
Hubungan keluarga/hereditas c.
Stres f.
Penyalahgunaan zat g.
Ancaman kematian h.
Ancaman atau perubahan pada status peran, fungsi peran, lingkungan, status kesehatan,
status ekonomi, atau pola interaksi i.
Konflik yang tidak disadari tentang nilai dan tujuan hidup yang esensial k.
Ansietas berkurang b.
Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung. 2)
Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri dan takut pada
binatang besar.
Gangguan tidur sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak pulas dan
mimpi buruk. 5)
Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit konsentrasi. 6)
Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hoby, sedih, perasaan
tidak menyenangkan sepanjang hari. 7)
Gejala somatik : nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak stabil dan kedutan
otot. 8)
Gejala sensorik : perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan pucat serta
merasa lemah. 9)
Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras dan detak jantung
hilang sekejap. 10)
Gejala pernapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik napas panjang
dan merasa napas pendek. 11)
Gejala
gastrointestinal
: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual dan muntah, nyeri lambung sebelum
dan sesudah makan, perasaan panas di perut. 12)
Gejala urogenital : sering keneing, tidak dapat menahan keneing, aminorea, ereksi lemah
atau impotensi. 13)
Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma berdiri, pusing
atau sakit kepala. 14)
Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi atau kening,
muka tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek dan cepat. Cara Penilaian kecemasan
adalah dengan memberikan nilai dengan kategori:
Skor 21
–
27 = kecemasan sedang. 4)
Skor 28
–
41 = kecemasan berat. 5)
Skor 42
–
56 = panik. b.
Gali bersama pasien tentang teknik yang berhasil dan tidak berhasil menurunkan ansietas di
masa lalu c.
Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran dan aperasaan
untuk mengeksternalisasikan ansietas e.
Yakinakan kembali pasien melalui sentuhan, dan sikap empatik secara verbal dan
nonverbal secara bergantian f.
Dorong pasien untuk mengekspresikan kemarahan dan iritasi serta izinkan pasien untuk
menangis g.
Bermain dengan anak atau bawa anak ke tempat bermain anak di rumah sakit dan libatkan
anak dalam permainan h.