Professional Documents
Culture Documents
PROPOSAL PENELITIAN
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Parasitologi
yang dibina oleh Dr. Endang Suarsini, M.Ked dan Sofia Ery Rahayu, S.Pd, M.Si
Latar Belakang
Cacing sebagai hewan parasit tidak saja mengambil zat-zat gizi dalam usus
anak, tetapi juga merusak dinding usus sehingga mengganggu penyerapan zat-zat
gizi tersebut. Anak–anak yang terinfeksi cacing biasanya mengalami: lesu,
pucat/anemia, berat badan menurun, tidak bergairah, konsentrasi belajar kurang,
kadang disertai batuk–batuk. Meskipun penyakit cacing usus tidak mematikan,
tetapi menggerogoti kesehatan tubuh manusia sehingga berakibat menurunnya
kondisi gizi dan kesehatan masyarakat. Dalam jangka panjang, hal ini akan
berakibat menurunnya kualitas sumber daya manusia (Mardiana, 2008).
Anak usia sekolah dasar merupakan salah satu sasaran yang menjadi
prioritas dalam program pengendalian kecacingan. Dalam program
pengendalian jangka pendek, salah satunya adalah dengan mengurangi prevalensi
infeksi cacing dengan membunuh cacing itu melalui pengobatan, melalui
pengobatan, intensitas infeksi (jumlah cacing perindividu) dapat ditekan,
sehingga dapat dan gangguan kecerdasan. Akan tetapi oleh karena infeksi yang
terjadi sering tanpa gejala, sehingga penyakit ini dianggap bukanlah
merupakan penyakit yang berbahaya (Chandrashekhar,2005).
Menurut Kattula (2014) tinggi rendahnya fekuensi kecacingan
berhubungan erat dengan kebersihan pribadi dan sanitasi lingkungan menjadi
sumber infeksi. Pencemaran tanah merupakan penyebab terjadinya transmisi
telur cacing dari tanah kepada manusia melalui tangan atau kuku yang
mengandung telur cacing, lalu masuk ke mulut bersama makanan. Di Indonesia
prevalensi kecacingan masih tinggi antara 60% – 90% tergantung pada lokasi dan
kondisi sanitasi lingkungan.
Angka prevalensi dan intensitas infeksi biasanya paling tinggi pada anak
antara usia 3 sampai 9 tahun. Penyakit cacingan tersebar luas, baik di perdesaan
maupun di perkotaan. Angka infeksi tinggi, tetapi intensitas infeksi (jumlah
cacing dalam perut) berbeda. Hasil Survei Cacingan di Puskesmas di beberapa
Provinsi pada tahun 1986-1991 menunjukkan prevalensi sekitar 60% - 80%,
sedangkan untuk semua umur berkisar antara 40%-60%. Hasil Survei Subdit Diare
pada tahun 2002 dan 2003 pada 40 Puskesmas di 10 provinsi menunjukkan
prevalensi berkisar antara 2,2% - 96,3% (Walana,2014).
Penyakit kecacingan tersebar luas, baik di pedesaan maupun di perkotaan.
Angka infeksinya tinggi, tetapi intensitas infeksinya (jumlah cacing dalam perut)
berbeda. Diperkirakan lebih dari dua milyar orang terinfeksi cacing di seluruh
dunia dan 300 juta diantaranya menderita infeksi berat dengan 150 ribu kematian
terjadi setiap tahun akibat infeksi cacing usus Soil Transmitted Helmints (STH)
(DepKes RI, 2007).
Mengingat dampak yang ditimbulkan oleh infeksi cacing cukup serius,
maka perlu dilakukan pengendalian penyakit ini secara efektif dan memperbaiki
derajat kesehatan masyarakat. Program pengobatan yang dilakukan sangat
bergantung pada data prevalensi kecacingan, oleh karena itu seluruh kegiatan
harus diawali dengan mendapatkan angka prevalensi kecacingan melalui
pemeriksaan observasi data di Puskesmas mengenai penderita kecacingan.
Kota Malang merupakan salah satu kota yang ada di Jawa Timur,
sebagian besar wilayahnya berupa dataran tinggi dan terdapat hutan dengan iklim
tropis yang sangat mendukung terjadinya perkembangbiakan dan penularan
cacing usus. Dalam menanggulangi adanya penyebaran penyakit cacingan
terutama pada anak yang tinggal di perkotaan maka perlu dilakukan survei
pemeriksaan data di Puskesmas mengenai adanya infeksi cacingan di daerah
Lowokwaru atau puskesmas yang berada di Lowokwaru salah satunya yaitu
Puskesmas Ciptomulyo.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah proposal penelitian tersebut sebagai berikut:
1. Bagaimanakah prevalensi penyakit yang diakibatkan parasit di Puskesmas
Ciptomulyo Kota Malang?
2. Apakah terdapat hubungan tingkat pendidikan dengan adanya penyakit
yang diakibatkan parasit di Puskesmas Ciptomulyo Kota Malang?
Tujuan
Tujuan proposal penelitian tersebut sebagai berikut:
1. Mengetahui prevalensi penyakit yang diakibatkan parasit di Puskesmas
Ciptomulyo Kota Malang.
3. Mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan penyakit yang
diakibatkan parasit di Puskesmas Ciptomulyo Kota Malang.
Manfaat
a. Bagi Instansi
Memberikan informasi bagi instansi terkait khususnya Puskesmas
Ciptomulyo tentang prevalensi penyakit yang diakibatkan parasit sehingga
dapat dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan dan penanggulangan
kecacingan atau penyakit akibat parasit di Puskesmas Ciptomulyo Malang.
a. Bagi institusi pendidikan
Menambah daftar kepustakaan penelitian dalam perkembangan Ilmu
Parasitologi dan Ilmu Kesehatan.
b. Bagi peneliti
Menambah pengalaman serta wawasan mengenai teori yang didapat dari
penelitian.
KAJIAN PUSTAKA
Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga
memperberat keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini
menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan
tertentu, cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, apendiks, atau bronkus
dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang perlu tindakan
operatif (Sutanto, 2008).
Pemeriksaan yang umumnya dilakukan dalam mendiagnosis infeksi
nematoda usus berupa mendeteksi telur cacing atau larva pada feses manusia
(Suali, 2009; Maguire, 2010; WHO, 2012). Pemeriksaan rutin feses dilakukan
secara makroskopis dan mikroskopis. Pemeriksaan makroskopis dilakukan untuk
menilai warna, konsistensi, jumlah, bentuk, bau, dan ada-tidaknya mukus. Pada
pemeriksaan ini juga dinilai ada-tidaknya gumpalan darah yang tersembunyi,
lemak, serat daging, empedu, sel darah putih, dan gula sedangkan pemeriksaan
mikroskopis bertujuan untuk memeriksa parasit dan telur cacing (Swierczynski,
2010).
Pemeriksaan mikroskop telur-telur cacing dari feses terdiri dari dua
macam cara pemeriksaan, yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Pemeriksaan
kuantitatif dilakukan dengan metode Kato dan Metode Stoll. Pemeriksaan
kualitatif dilakukan dengan metode natif (direct slide) , Metode Apung (Flotation
method), Metode Selotif dan Metode Modifikasi Kato Katz.
Pemeriksaan kuantitatif diperlukan untuk menentukan intensitas infeksi
atau berat ringannya penyakit dengan mengetahui jumlah telur per gram tinja
(EPG) pada setiap jenis cacing. Hasil pemeriksaan tinja kualitatif berupa positif
atau negatif cacingan. Prevalensi cacingan dapat berupa prevalensi seluruh jenis
cacing atau per jenis cacing. .
Teknik Kato-Katz merupakan metode yang dipergunakan secara luas
dalam survei epidemiologi terhadap infeksi cacing yang terdapat di dalam usus
manusia (intestinal helminth) (Glinz et al., 2010; World Heatlh Organization,
2012). Teknik ini dipilih karena mudah, murah, dan mempergunakan sistem yang
dapat mengelompokkan intensitas infeksi menjadi beberapa kelas berbeda
berdasarkan perhitungan telur cacing.
Cacing yang menginfeksi manusia membutuhkan makanan untuk
hidupnya, semakin banyak cacing yang ada semakin banyak makanan yang
dibutuhkan. Dengan demikian, adanya cacing dalam perut mengakibatkan
berkurangnya zat gizi yang diserap oleh usus untuk kebutuhan hidup manusia,
sehingga mengakibatkan seseorang mengalami kekurangan gizi. Dengan
menurunnya status gizi seseorang, akan mengakibatkan menurunnya daya tahan
sehingga lebih mudah untuk terserang penyakit (Hadidjaja, 2005).
2.8.2. Dampak terhadap Intelektual dan Produktivitas Menurut penelitian
Rukwono (1972), infeksi cacing menurunkan prestasi kerja dan daya tahan tubuh.
Selain itu, infeksi cacing dapat mengganggu proses kognitif manusia sehingga
dapat menurunkan produktifitas penderita dan menurunkan sumber daya manusia
(WHO, 2010; Depkes RI, 2006).
Pencegahan dan pemberantasan penyakit kecacingan pada umumnya
adalah dengan pemutusan rantai penularan. Pemberian obat-obatan hanya bersifat
mengobati tetapi tidak memutuskan mata rantai penularan yang antara lain
dilakukan dengan pengobatan massal, perbaikan sanitasi di lingkungan dan
hygiene perorangan serta pendidikan kesehatan (Soedarto, 1991).
Upaya Pencegahan
Hal-hal yang perlu dibiasakan agar tercegahnya dari penyakit kecacingan
adalah sebagai berikut.
1. Memutuskan rantai daur hidup dengan menjaga kebersihan dengan cuci
tangan dan menggunting kuku secara rutin.
2. Hindari makanan yang akan dijajakan terbuka dengan dunia luar dan
kurangi intensitas memegang makanan dengan menggunakan tangan.
3. Mencuci sayuran mentah atau lalapan dengan air bersih yang mengalir
terlebih dahulu.
4. Berdefekasi di jamban dan mencuci tangan setelah defekasi dengan
menggunakan sabun.
5. Pencegahan infeksi cacing tambang dengan membiasakan masyarakat untuk
memakai alas kaki.
METODE
Tempat dan waktu
Penelitian dilakukan di Puskesmas Ciptomulyo Kota Malang yang terletak
di Jl. Kol. Sugiono VIII No. 54, Ciptomulyo, Sukun, Kota Malang, Jawa
Timur 65148. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan November sampai
dengan bulan Desember 2017.
Prosedur Penelitian
Teknik pengambilan data dalam penelitian ini adalah:
1) Pedoman Observasi.
Pedoman observasi atau sering disebut pengamatan terstuktur. Penelitian
dilakukan dengan menentukan terlebih dahulu lokasi, waktu, tempat dan
sampel yang digunakan kemudian dilakukan penelitian sesuai dengan
pedoman observasi.
2) Wawancara
Pedoman wawancara dilakukan melalui tanya jawab dengan narasumber
puskesmas dengan panduan kuesioner.
Kattula, D. et al. 2014. Prevalence & risk factors for soil transmitted helminth
infection among school children in south India. Indian J Med Res 139: 6-82.
Mardiana dan Djarismawati. 2008. Prevalensi Cacing Usus Pada Murid Sekolah
Dasar Wajib Belajar Pelayanan Gerakan Terpadu Pengentasan
Kemiskinan Daerah Kumuh Di Wilayah DKI Jakarta. Jurnal Ekologi
Kesehatan Vol. 7 No. 2 : 769 – 774.