You are on page 1of 6

HEMAT AIR UNTUK HARI ESOK YANG LEBIH SEHAT

22 Maret 2011

Hari ini ( 22 Maret ) diperingati sebagai Hari Air Sedunia dengan tema Water for Cities, Responding to
The Urban Challenge dengan tema nasional “Air Perkotaan dan Tantangannya”.

World Water Day sering disebut sebagai World Day for Water diperingati pertama kali pada 1993,
merupakan perayaan dengan tujuan untuk meningkatkan perhatian masyarakat internasional akan
pentingnya air bagi kehidupan serta untuk melindungi sumber daya air secara berkelanjutan.
Hari Air Sedunia dicetuskan pertama kali saat digelar United Nations Conference on Environment and
Development (UNICED) atau Konferensi Bumi oleh PBB di Rio de Janeiro tahun 1992 dan ditetapkan
dalam Sidang Umum PBB ke-47 tanggal 22 Desember 1992 melalui Resolusi No. 147/1993.

Pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi yang pesat memberikan tekanan yang sangat besar
pada sumber air tawar yang langka dan tekanan tersebut terus meningkat. Sumber air tawar terus
berkurang karena pencemaran dari pembuangan kotoran domestik, limbah industri, limbah padat dan
aliran dari limbah pertanian ke sungai-sungai dan danau-danau. Suhu tinggi akibat perubahan iklim dan
curah hujan yang tinggi akan memperburuk kelangkaan air.

Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan tingkat pemakaian air tiap orang per hari di perkotaan sangat tinggi.
40,6 persen penduduk perkotaan mengkonsumsi air >= 100 liter tiap orang per hari. Padahal kebutuhan
normal adalah 60 liter tiap orang per hari dengan rincian 20 liter untuk air minum dan 40 liter untuk
sanitasi. Sementara 34,3 % penduduk perkotaan mengkonsumsi air kemasan/air isi ulang sebagai
sumber air minum, tertinggi dari kelompok pendapatan tinggi yaitu 47,9% penduduk perkotaan. Data
tersebut menunjukkan air sangat berharga untuk kehidupan yang layak namun dengan penggunaan
yang tidak hemat.

Kementerian Kesehatan bersama instansi terkait merespon kebutuhan tersebut dengan melakukan
berbagai program/upaya, inovasi, antara lain melalui upaya penyediaan air minum dan sanitasi berbasis
masyarakat pedesaan dan pinggir perkotaan. Dalam 3 tahun terakhir (2008-2010) telah dibangun sarana
air minum lebih dari 4.500 desa/kelurahan dengan penerima manfaat lebih dari 6 juta jiwa.

Dalam upaya pengendalian pencemaran terhadap sumber air, telah dilakukan upaya-upaya melalui
program percepatan pembangunan sanitasi permukiman (PPSP) yang ditargetkan pada 330 ibu kota
kabupaten/kota selama tahun 2010-2014. Hingga saat ini telah selesai disusun 41 Strategi Sanitasi Kota
(SSK).

Untuk daerah perdesaan dilakukan upaya peningkatan perilaku higienis dan peningkatan akses sanitasi
dasar (Jamban Keluarga) melalui kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Dalam tahun
2011 telah dilaksanakan di 2.510 desa yang memberikan akses kepada 2,9 juta jiwa dan tahun 2011
direncanakan di 5.500 desa.

Dalam upaya perlindungan masyarakat dalam penggunaan air minum yang berkualitas, dilakukan
pengawasan eksternal terhadap air minum yang didistribusikan oleh Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM), Badan Layanan Umum dan Perusahaan Swasta Penyelenggara Air Minum.

Hasil pengawasan tahun 2010 dari 51.000 sampel air yang diperiksa menunjukkan bahwa 86,46% air
minum yang didistribusikan oleh PDAM kepada masyarakat memenuhi syarat kualitas.

Diharapkan momentum memperingati Hari Air Sedunia ini, dapat digunakan untuk melakukan kampanye
hemat air setiap hari dimanapun berada. Jika dapat menghemat air setiap hari, maka akan tersedia air
yang cukup bagi semua orang.

“Mari kita belajar untuk mengurangi – menggunakan kembali/mendaurulang dan menyelamatkan hari ini
untuk hari esok. Mari kita bekerjasama untuk hari esok yang lebih sehat, juga untuk semua makhluk
hidup di dunia ini”.

MENINGKATKAN PROFESIONALISME PNS KESEHATAN MELALUI DIKLAT


BERBASIS KOMPETENSI
MENINGKATKAN PROFESIONALISME PNS KESEHATAN MELALUI DIKLAT BERBASIS
KOMPETENSI

Globalisasi merupakan isu yang akan menjadi kenyataan, karena siap atau tidak, mau atau tidak mau Indonesia akan
memasuki era pasar bebas. Tentunya sumber daya manusia di Indonesia akan bersaing dengan sumber daya manusia
dari Negara luar. Begitupun sumber daya manusia di bidang kesehatan, dituntut untuk terus meningkatkan
kompetensi, sehingga bisa menjadi tenaga yang professional sesuai dengan bidangnya. Terutama tenaga kesehatan
yang memberikan pelayanan secara langsung ke masyarakat,seperti: dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan
penunjang lainnya. Peningkatan kompetensi itu didapatkan melalui pendidikan dan pelatihan yang terus-menerus,
berkaitan dengan keahlian yang dimilikinya. Tulisan ini merupakan artikel ilmiah, yang bertujuan untuk menjelaskan
peranan pendidikan dan pelatihan dan pelatihan yang berbasis kompetensi dalam meningkatkan profesionalisme PNS
Kesehatan. Diharapkan tulisan ini dapat digunakan sebagai masukan bagi penyelenggara diklat dan bagi tenaga
kesehatan.
Key Words : Professionalisme Tenaga Kesehatan, Pelatihan Berbasis Kompetensi

Professional tidak pernah lepas dari kata kompetensi, sesuatu yang mutlak harus dimiliki oleh sumber daya
manusia, terutama bagi aparatur Negara, khususnya aparatur di bidang kesehatan. Di berbagai belahan dunia, saat ini
menghadapi gelombang besar berupa meningkatnya isu globalisasi. Salah satu persyaratan menghadapi tantangan
globalisasi adalah kompetensi. Tentunya sumber daya manusia di Indonesia akan bersaing dengan sumber daya
manusia dari Negara luar, termasuk sumber daya manusia di bidang kesehatan, dituntut untuk terus meningkatkan
kompetensi, sehingga bisa menjadi tenaga yang professional sesuai dengan bidang keahliannya.
Sebagai PNS kesehatan mempunyai tanggung jawab memberikan pelayanan terhadap publik. Tentunya untuk
memberikan pelayanan yang baik, dibutuhkan aparatur yang benar-benar kompeten. Faktor yang memberi
keberhasilan dalam dunia kerja adalah, soft skill (40 %), networking (30%),keahlian di bidangnya (20%),Finansial
(10%). Tentunya 4 (empat ) faktor tersebut harus dimiliki oleh aparatur kesehatan untuk mempersiapkan menghadapi
pasar global. Untuk itu dalam meningkatkan soft skill dan keahlian dibidangnya, didapatkan melalui pendidikan dan
pelatihan yang berkesinambungan. Dan Tentunya pelatihan yang diikuti adalah pelatihan yang berkaitan dengan
kompetensi dan sesuai dengan bidang kerjanya, karena kompetensi adalah standar keahlian seseorang dalam bekerja.
Profesional akan dimiliki apabila memiliki kompetensi.
Saat ini yang terjadi, pelayanan di bidang kesehatan, terutama yang berada dalam tatanan pelayanan kesehatan di
bawah instansi pemerintah, seperti; Rumah Sakit Umum Daerah, Puskesmas dan Rumah Sakit pemerintah lainnya,
belum maksimal dalam pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan kurangnya Kualitas Sumber Daya Manusianya,
sarana dan prasarana, serta alat penunjang kesehatan lainnya Sarana dan prasarana ada, tetapi tidak ditunjang oleh
SDM yang terampil mengoperasionalkan alat-alat canggih, akhirnya terjadi kerusakan pada alat-alat karena ketidak
tahuan. Bukan rahasia lagi dalam suatu instansi ada PNS selama menjadi pegawai belum pernah mengikuti pelatihan,
dan sebaliknya ada PNS yang lebih sering disebut dengan spesialis pelatihan dengan kata lain, selalu dikirim
pelatihan, walaupun pelatihan itu tidak sesuai dengan bidang kerjanya. Kondisi ini yang terjadi pada area kerja PNS
Kesehatan. Tentunya hal ini tidak akan berdampak terhadap peningkatan kualitas kinerja individu tersebut.
Sudah saatnya diklat yang diikuti oleh PNS kesehatan adalah diklat yang berbasis kompetensi, sesuai dengan
bidang keahliannya. Bagaimanakah dengan kegiatan diklat yang ada selama ini. Sedikit sekali diklat yang berkaitan
keahlian dan bidang kerja tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit. Seperti diklat untuk perawat, tenaga rekam
medis, peñata radiologi, ahli gizi,fisioterapi dan lain-lainnya. Diklat – diklat yang ada lebih mengarah kepada diklat
untuk jabatan fungsional. Kesempatan untuk mengikuti diklat pun sangat terbatas.
Untuk itu penulis akan membahas bagaimana meningkatkan profesionalisme kerja PNS kesehatan dengan dengan
mengembangkan diklat-diklat berbasis kompetensi, dimulai dari tujuan diklat berbasis kompetensi, Peran dan fungsi
PNS Kesehatan, keterkaitan diklat berbasis kompetensi dengan peningkatan keahlian dan keterampilan kinerja PNS
Kesehatan, perlunya diklat berbasis kompetensi.

Kompetensi dan Professional


Kompetensi dan Profesional adalah dua kata yang saling berkaitan dan melengkapi. Didalam Profesional ada
unsur kompetensi, karena tampilan kerja yang profesinal karena sesuai dengan standar kompetensi Untuk melihat
keterkaitannya satu sama lain, bisa kita telaah satu persatu tentang pengertian kompetensi dan professional
Kompetensi mutlak harus dimiliki oleh aparatur kesehatan, karena merupakan standar keahlian seseorang dalam
bekerja. Professional akan dimiliki apabila memiliki kompetensi, sesuai dengan Undang-undang nomor: 43 tahun
1999 tentang pokok-pokok kepegawaian ditegaskan bahwa pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam suatu
jabatan berdasarkan prinsip professional sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja dan jenjang pangkat yang
ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama atau
golongan.
Kompetensi merupakan elemen kunci dalam pengelolaan SDM di dunia kerja. Kompetensi, adalah Kemampuan
untuk melaksanakan (secara professional) suatu kegiatan dalam kategori/fungsi praktek keprofesian sesuai dengan
baku-bakuan yang diisyaratkan dalam dunia kerja nyata. Dalam pengertian yang lain, kompetensi adalah bagian
kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai
keadaan dan tugas pekerjaan (Spenser & spencer, 1993, mitrani et all, 1995). Secara general kompetensi dapat
dipahami sebagai sebuah kombinasi antara keterampilan (soft skill), atribut pribadi atau sikap dan pengetahuan
(knowledge) yang tercermin dalam tampilan kinerja seseorang, dapat diukur, diamati dan dievaluasi.
Mengapa kompetensi perlu. Tentunya hal ini didasari oleh:
· UU NO 23, TH 1992, Tentang Kesehatan
· UU N0 8, TH 1999, Tentang Perlindungan Konsumen
· UU NO 20, TH 2003, SPN (SISDIKNAS)
· PP NO. 19 TH 2005, Tentang Standar Nasional Pendidikan

Selain adanya Undang-undang yang mengatur tentang kompetensi, tuntutan lain tentang kompetensi adalah
tuntutan persaigan yang ketat di dunia kerja, adanya pasar bebas, merespon perkembangan IPTEK, merespon
perubahan social dan budaya di masyarakat.
Kompetensi dibedakan dalam 2(dua) tipe :
Pertama adalah berkaitan dengan soft competency adalah kemampuan untuk mengelola proses pekerjaan,
hubungan antar manusia serta membangun interaksi dengan orang lain, contoh : Leadership, komunikasi, hubungan
interpersonal. Kedua, kompetensi berkaitan dengan kemampuan fungsional atau teknis pekerjaan, contoh: pekerjaan
dokter mendiagnosa penyakit, kegiatan keperawatan, kemampuan tenaga radiologist dalam mengoperasikan
Rontgen, dll.
Kompetensi dipengaruhi oleh faktor-faktor, seperti ; pelatihan, pengembangan karir, imbalan berdasarkan
kompetensi, pengukuran kinerja dan evaluasi.
Hubungan kompetensi dengan professional? Karena kompetensi mengukur standar kinerja seseorang dan
menunjukkan tampilan kompetennya seseorang bekerja, secara otomatis dengan adanya kompetensi, maka akan
meningkatkan profesionalisme kinerja seseorang. Tentunya hal ini sesuai dengan pengertian dari profesional. Namun
sebelum membahas pengertian profesional, dimulai dari profesi itu sendiri adalah pekerjaan yang mensyaratkan
latihan dan pendidikan tinggi kepada penyandangnya. Dalam kamus bahasa Indonesia, bidang pekerjaan yang
dilandasi pendidikan dan keahlian sesuai bidangnya. Profesional adalah orang yang menyandang suatu jabatan atau
pekerjaan yang menuntut keahlian dan keterampilan dari pelakunya. Profesionalisme sendiri adalah tampilan
tindakan dan kelakuan yang dihargai sebagai standar yang tinggi dari dan oleh suatu profesi.
Melihat pengertian di atas setiap orang harus bekerja secara profesional dan untuk profesional seseorang mutlak
memiliki kompetensi. Bagaimana kaitannya profesional dengan pendidikan dan latihan. Tentunya pendidikan dan
pelatihan mutlak diperlukan dalam rangka meningkatkan profesionalime dalam bekerja.

Pendidikan dan pelatihan


Sumber Daya Manusia dalam suatu organisasi sangat dibutuhkan, terutama di bidang kesehatan, pelayanan
terhadap publik sangat ditentukan oleh SDM yang bekerja didalamnya. Untuk dapat meningkatkan pelayanan,
tentunya diperlukan suatu pengembangan bagi SDM nya. Pengembangan SDM merupakan sebagai upaya
manajemen yang terencana dan dilakukan secara berkesinambungan untuk meningkatkan kompetensi pekerja dan
unjuk kerja organisasi melalui program pelatihan, pendidikan dan pengembangan.

Pelatihan (training) meliputi aktivitas-aktivitas yang berfungsi meningkatkan unjuk kerja seseorang dalam
pekerjaan yang sedang dijalani atau yang terkait dengan pekerjaannya ini.

Pendidikan (education) mencakup kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan untuk meningkatkan kompetensi


menyeluruh seseorang dalam arah tertentu dan berada di luar lingkup pekerjaan yang ditanganinya saat ini.
Pengembangan (development) meliputi pemberian kesempatan belajar yang bertujuan untuk mengembangkan
individu.
PP No.101 tahun 2000.Dalam pasal 2 PP tersebut disebutkan bahwa diklat bertujuan untuk: 1. Meningkatkan
pengetahuan, keahlian, kete-rampilan dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara profesional dengan
dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansi; 2. Menciptakan aparatur yang mampu
berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa; 3. Memantapkan sikap dan semangat
pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman dan pem-berdayaan masyarakat. 4. Menciptakan
kesamaan visi dan dina-mika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi
terwujudnya kepemerintahan yang baik. Adapun sasaran diklat adalah terwujudnya PNS yang memiliki kompetensi
sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing.

Jenis-jenis dan jenjang diklat menurut PP tersebut adalah:


1. Diklat Prajabatan
2. Diklat dalam Jabatan
3. Diklat kepemimpinan
4. Diklat Fungsional
5. Diklat Teknis
Sehingga dapat dikatakan setiap individu yang bekerja dalam tatanan organisasi, mempunyai hak untuk
mendapatkan kesempatan pendidikan, pelatihan dan pengembangan. Dan semua karyawan mempunyai hak yang
sama untuk mengikuti diklat. Tentunya kebutuhan diklat bagi setiap SDM, tidak sama, karena masing-masing profesi
mempunyai standar kompetensi yang ada. Saat ini minim sekali diklat yang didapatkan SDM kesehatan berkaitan
dengan keahlian bidangnya. Seperti tenaga perawat, dengan berkembangnya IPTEK, selalu mengalami
perkembangan, sehingga mereka membutuhkan informasi baru, melalui diklat teknis. Begitu pun dokter, tenaga
apoteker, nutrisionis yang tidak hanya berfokus pada petugas gizi yang ada di puskesmas, tetapi petugas gizi di
Rumah sakit pun membutuhkan diklat teknis sesuai dengan keahliannya.

Diklat-diklat yang dikembangkan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan KemKes, lebih berfokus pada program
seperti Poskestren dan Poskesdes dan diklat-diklat yang berhubungan dengan jabatan fungsional. Padahal tanaga-
tenaga kesehatan di dalam tatanan pelayan sangat membutuhkan diklat yang berkaitan dengan keahliannya. Hal ini
disebabkan karena di berbagai lembaga diklat, TNA nya tidak berjalan, sehingga diklat yang dikelola kadang tidak
sesuai dengan kebutuhan yang ada di lapangan.
Kondisi yang lebih buruk lagi, terkadang orang yang dikirim diklat bukan orang yang memang membutuhkan
pelatihan tersebut, tetapi dikirim berdasarkan karena kedekatan seseorang dengan atasan yang berwenang atau
sebaliknya karena atasan lebih memperhatikan salah satu bawahan. Bukan lagi karena reward dan penghargaan atas
prestasi kinerja individu.
Diklat-diklat teknis, karena kurang dikembangkan oleh Lembaga-lembaga diklat pemerintah, dalam hal ini untuk
Aparatur Kesehatan dikelola oleh Lembaga Diklat dibawah naungan Pusdiklat PPSDM Kesehatan, akhirnya banyak
dikembangkan dalam organisasi profesi, seperti perawat melalui PPNI, dokter oleh IDI. Hal tersebut terjadi karena
untuk menjawab tantangan gobal menghadapi pasar bebas di bidang kesehatan dan dalam meningkatkan kemampuan
SDM kesehatan tersebut. Sehingga bisa menghasilkan Aparatur PNS yang profesional sesuai dengan tuntutan
pelayanan dan profesi.
Kompetensi dan Profesionalime merupakan dua kata yang saling berkaitan. Menjawab tuntutan Globalisasi
kompetensi mutlak harus dimiliki oleh individu yang berada dalam suatu organisasi bekerja. Kompetensi merupakan
gabungan dari keterampilan, sikap dan pengetahuan. Tentunya kompetensi harus terus menerus ditingkatkan karena
Ilmu pengetahuan setiap saat selalu berkembang. Dengan terus meningkatkan kompetensi, secara otomatis
menghasilkan tampilan kerja yang profesional
Sebagai PNS Kesehatan, merupakan ujung tombak dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tentunya
mereka perlu mendapatkan perhatian, karena pelayanan yang baik sangat ditunjang oleh tenaga yang kompeten dan
handal, sehingga bisa memberikan pelayanan yang profesional kepada masyarakat. Untuk menghasilkan tenaga yang
handal dan kompeten harus disertai dengan pengembangan bagi PNS kesehatan, yaitu diberikan pendidikan dan
pelatihan sesuai dengan keahlian dan keterampilan yang harus dimiliki oleh SDM tersebut.

Setiap PNS kesehatan mempunyai hak dan kesempatan yang sama didalam pengembangan dirinya. Lembaga-
lembaga diklat yang berada dibawah naungan Kemkes, perlu mengembangkan diklat-diklat teknis yang dibutuhkan
oleh tenaga-tenaga teknis yang berhubungan langsung dengan keahlian dan keterampilannya. Tidak hanya berfokus
pada diklat jabatan fungsional dan yang berorientasi kepada program. Dan yang paling utama, individu yang dikirim
pelatihan memang individu yang sesuai dengan latar belakang keahlian yang dilaksanakan, bukan karena unsur
kedekatan dengan pimpinan, bahkan terkadang yang sudah menduduki jabatan struktural mengikuti pelatihan teknis
yang pada dasarnya pelatihan tersebut lebih tapat untuk staffnya yang langsung berada dalam bidang tersebut. Sudah
saatnya dibuat diklat berbasis kompetensi

Setiap profesi harus bisa menyesuaikan diri dengan permintaan masyarakat dan dalam pelayanan harus secara jujur
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dengan kata lain setiap orang harus profesionalitas dalam melakukan
pekerjaan. Dan kesadaran diri harus ada dalam diri setiap Aparatur Kesehatan. Sesuatu yang bukan bidangnya atau
kompetensinya sebaiknya ditinggalkan, berikan kepada yang memang mebutuhkannya. Semoga tulisan ini bisa
menjadi renungan untuk semua pihak.

Ditulis oleh : Yulia

You might also like