Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
Berdasarkan uraian fenomena yang telah dijelaskan, penulis tertarik untuk
membahas tentang operasi apendiktomi dan instek yang digunakan dalam
operasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
lumen apendiks, hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan
cacing askaris yang dapat menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang
diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks
karena parasit seperti E. histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
apendisitis juga merupakan faktor pencetus terjadinya penyakit ini.
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman
flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah timbulnya apendisitis akut
(Sjamsuhidayat, 2004).
3. Manifestasi Klinis
Menurut Diane C. Baughman dan JiAnn C. Hackley (2000),
manifestasi klinis apendisitis adalah sebagai berikut:
a. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya disertai dengan demam
derajat rendah, mual, dan seringkali muntah
b. Pada titik Mc Burney terdapat nyeri tekan setempat karena tekanan
dan sedikit kaku dari bagian bawah otot rektus kanan
c. Nyeri alih mungkin saja ada; letak apendiks mengakibatkan sejumlah
nueri tekan, spasme otot, dan konstipasi serta diare kambuhan
d. Tanda Rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan
bawah , yang menyebabkan nyeri kuadran kiri bawah)
e. Jika terjadi ruptur apendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar;
terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.
4. Penatalaksamaan
Pembedahan di indikasikan bila diagnosa apendisitis telah
ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan
dilakukan. Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.
Apendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko
perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau
spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang
merupakan metode baru yang sangat efektif (Smeltzer & Bare, 2002).
3
pada anak-anak. Sesudah 72 jam mungkin terdapat massa peradangan
sehingga apendiktomi dilakukan kira-kira 6 minggu kemudian (Thorek,
1992). Apabila penderita dijumpai dalam dua hari pertama mengalami
serangan apendisitis akut, maka tidak diperlukan untuk pengobatan yang lain.
Umumnya dilakukan pengangkatan apendiks atau sering disebut apendiktomi
(Dudley, 1992).
4
5. Tumor abdomen yang sangat besar,sehingga sulit untuk memasukkan
trokar kedalam rongga pelvis oleh karena trokar dapat melukai tumor
tersebut.
6. Hernia abdominalis, dikawatirkan dapat melukai usus pada saat
memasukkan trokar ke dalam rongga pelvis, atau memperberat hernia
pada saat dilakukan pneumoperitonium.
7. Kelainan atau insufisiensi paru, jantung, hepar, atau kelainan pembuluh
darah vena porta, goiter atau kelainan metabolisme lain yang sulit
menyerap gas CO2.
2.6 Komplikasi Appendiktomi
1. Durante Operasi: perdarahan intra peritoneal, dinding perut, robekan
sekum atau usus lain.
2. Pasca bedah dini: perdarahan, infeksi, hamatom, paralitik ileus,
peritonitis, fistel usus, abses intraperitoneal.
5
Pincet Chirurgie :2
Pincet Anatomie :2
Hand vat mes (Knifehandle) :1
Set tambahan :
Arteri klem van pean lurus :8
Arteri klem van pean bengkok (chrorn kiern) :8
Langenbeck :2
Crush klem :1
6
Gunting Verban/ Bandage scissors.
Plat Diatermi.
Mesin Diatermi.
Mesin Suction.
Lampu Operasi.
Meja Operasi.
Meja Mayo.
Meja Instrumen.
Standar Infus.
Tempat sampah
c. Persiapan pasien
Persetujuan operasi.
Alat-alat dan obat-obatan.
Puasa
Lavement
Setelah pasien dilakukan anaesthesi
Mengatur posisi terlentang
Memasang plat diatermi di bawah paha penderita
Beri dan pakaikan baju operasi, sarung tangan pada asisten dan
operator.
7
Berikan klem dan deper desinfektan untuk desinfeksi lapangan
operasi.
Siapkan duk besar 2 biji, duk kecil 5 biji, duk klem 4 buah untuk
draping.
Pasang dan atur selang suction, kabel diathermi, klem dengan duk
klem dan memberitahu operator bahwa instrurnen siap
dipergunakan.
Berikan pincet chirurgie, hand vat mes, mes no.10 pada operator
untuk incisi, arteri klem van pean, kasa dan diathermi untuk
merawat perdarahan.
8
Berikan pinset panjang untuk mengkoter ujung potongan
appendik dan untuk merawat perdarahan.
Jahit lapis demi lapis dengan benang absorbtabel 2/0 , 3/0. dan
tutup dengan kasa & plester.
e. Evaluasi
Kelengkapan instrument
Proses operasi
Bahan pemeriksaan
2. Apendiktomi Laparaskopi
a. Persiapan alat
Satu set lengkap standar peralatan laparoskopi
Sistem optik Laparoskopi (laparoskop)
Kabel serat optik
Endovideocamera
Video monitor
Sumber cahaya Endoskopi
Elektronik insufflator CO2
Koagulasi dan / atau penyegelan perangkat
Sistem aspirasi dan irigasi
Trocars
Tang
Gunting
Jarum pemegang
Clip-aplikator
b. Prosedur
Penderita posisi supine dan dalam narkose
Desinfeksi pada dada bagian bawah dan seluruh abdomen.
Insisi dibawah umbilikalis sepanjang 10-12 mm. Dengan veress
needle dimasukkan CO2 sampai tekanan 10-12 cmHg. Trokar I
(10-12 mm) dimasukkan secara buta → untuk port kamera.
Trokar kedua 5 mm dimasukkan di kwadran kiri bawah disebelah
lateral m. rectus abdominis → untuk port tindakan tangan kanan
9
Trokar ketiga 5 mm dimasukkan pada linea mediana didaerah
supra pubis dengan menghindari kandung kemih → untuk port
tindakan tangan kiri.
Posisi penderita diubah menjadi Trendelenberg dan sedikit miring
kekiri.
Dengan forcep messo apendiks dipegang.
Dengan alat diseksi, messo apendik dibebaskan dari apendiks.
dengan kauter dan klip.
Dilakukan pemasangan 2 buah lasso (endoloop) pada basis
apendiks, kemudian apendiks dipotong di antara kedua lasso
dengan alat diseksi.
Apendiks dipegang dengan grasper pada bagian pangkal dan
dikeluarkan melalui port umbilicus.
Daerah apendik dicuci dan diperiksa keadaan caecum dan ileum.
Port 5 mm dicabut dengan dilihat langsung melalui video scope
untuk meyakinkan tidak terjadi perdarahan dari pembuluh darah
dinding abdomen.
Port umbilicus dicabut dan fascia dijahit kembali.
10
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat, R dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi
8 Volume 2, Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. Jakarta: EGC.
11