You are on page 1of 26

Menuju Kebahagiaan Abadi

Minggu, 05 Mei 2013

KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi
perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler,
kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati
cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina
setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan,
hematoma, dan koagulopati obstetri.
Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses kelahirannya. Ancaman
jiwa berupa kamatian tidak dapat diduga secara pasti walaupun denagn bantuan alat-alat medis
modern sekalipun,sering kali memberikan gambaran berbeda tergadap kondisi bayi saat lahir.
Oleh karena itu kemauan dan keterampilan tenaga medis yang menangani kelahiran bayi
mutlak sangat dibutuhkan, tetapi tadak semua tenaga medis memiliki kemampuan dan
keterampilan standart, dalam melakukan resusitasi pada bayi baru lahir yang dapat dihandalkan,
walaupun mereka itu memiliki latar belakang pendidikan sebagai profesional ahli.

B. Masalah
Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah Konsep Dasar Kegawatdarauratan
Maternal dan Neonatal.

C. Tujuan
Tujuan yang ingin di capai dalam penulisan makalah ini adalah untuk
mendeskripsikanKonsep Dasar Kegawatdarauratan Maternal dan Neonatal.

D.Manfaat
Manfaat yang diharapkan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Konsep
Dasar Kegawatdarauratan Maternal dan Neonatal
2. Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Konsep Dasar
Kegawatdarauratan Maternal dan Neonatal

BAB II
PEMBAHASAN

1. Kegawatdaruratan Maternal
a) Definisi Kegawatdaruratan Maternal
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi
perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler,
kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati
cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina
setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan,
hematoma, dan koagulopati obstetri.

b) Jenis-jenis Kegawatdaruratan Obstetri


Yang termasuk kegawatdaruratan obstetrik , yaitu :
1. Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya kurang dari 20
minggu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya amenore, tanda-tanda kehamilan, perdarahan
hebat per vagina, pengeluaran jaringan plasenta dan kemungkinan kematian janin.Pada abortus
septik, perdarahan per vagina yang banyak atau sedang, demam (menggigil), kemungkinan gejala
iritasi peritoneum, dan kemungkinan syok.

Etiologi
Abortus pada wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab diantaranya :
1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah yang paling umum
menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8 minggu. Beberapa
faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan kromoson/genetik,
lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang tidak bagus atau kurang
sempurna dan pengaruh zat zat yang berbahaya bagi janin seperti radiasi, obat obatan,
tembakau, alkohol dan infeksi virus.
2. Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa gangguan pembentukan pembuluh
darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena penyakit darah tinggi yang menahun.
3. Faktor ibu seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu seperti
radang paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus toxoplasma.
4. Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti gangguan pada mulut rahim,
kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya ke belakang (secara umum
rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan kelainan bawaan pada rahim.
Klasifikasi
Abortus pun dibagi bagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain :
a) Abortus Komplet. Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada kehamilan kurang dari 20
minggu.
b) Abortus Inkomplet. Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih ada yang tertinggal.
c) Abortus Insipiens. Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks yang telah
mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di dalam rahim.
d) Abortus Iminens. Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam, sedangkan jalan
lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam rahim.
e) Missed Abortion. Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus terlah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih dalam kandungan.
f) Abortus Habitualis. Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau lebih.
g) Abortus Infeksius. Abortus yang disertai infeksi organ genitalia.
h) Abortus Septik. Abortus yang terinfeksi dengan penyebaran mikroorganisme dan produknya
kedalam sirkulasi sistemik ibu.
Penanganan
Untuk menangani pasien abortus, ada beberapa langkah yang dibedakan menurut jenis
abortus yang dialami, antara lain :
a) Abortus Komplet. Tidak memerlukan penanganan penanganan khusus, hanya apabila menderita
anemia ringan perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya makan makanan yang
mengandung banyak protein, vitamin dan mineral.
b) Abortus Inkomplet. Bila disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien diinfus dan
dilanjutkan transfusi darah. Setelah syok teratasi, dilakukan kuretase, bila perlu pasien dianjurkan
untuk rawat inap.
c) Abortus Insipiens. Biasanya dilakukan tindakan kuretase bila umur kehamilan kurang dari 12
minggu yang disertai dengan perdarahan.
d) Abortus Iminens. Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan
karena cara ini akan mengurangi rangsangan mekanis dan menambah aliran darah ke rahim.
Ditambahkan obat penenang bila pasien gelisah.
e) Missed Abortion. Dilakukan kuretase. harus hati hati karena terkadang plasenta melekat erat pada
rahim.
Terapi
Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah dengan Macrodex,
Haemaccel, Periston, Plasmagel, Plasmafundin (pengekspansi plasma pengganti darah) dan
perawatan di rumah sakit. Terapi untuk perdarahan yang mengancam nyawa (syok hemoragik) dan
memerlukan anestesi, harus dilakukan dengan sangat hati-hati jika kehilangan darah banyak. Pada
syok berat, lebih dipilih kuretase tanpa anestesi kemudian Methergin. Pada abortus pada demam
menggigil, tindakan utamanya dengan penisilin, ampisilin, sefalotin, rebofasin, dan pemberian
infus.

2. Mola hidatidosa (Kista Vesikular)


Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di dalam rahim
yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dimana seluruh
villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola hidatidosa juga dihubungkan dengan
edema vesikular dari vili khorialis plasenta dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara
histologist, ditemukan proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia.
Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah.
Etiologi
Penyebab pasti mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang mungkin dapat
menyebabkan dan mendukung terjadinya mola, antara lain: Faktor ovum, di mana ovum memang
sudah patologik sehingga mati, tetapi
terlambat dikeluarkan, Imunoselektif dari trofoblast, Keadaan sosioekonomi yang rendah, Paritas
tinggi, Kekurangan protein dan Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
Klasifikasi
1. Mola Hidatidosa Sempurna
a. Mola Sempurna Androgenetic
b. Mola Sempurna Biparental
2. Mola Hidatidosa Parsial

Tanda dan gejala


Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya
terjadi pada minggu ke 14 – 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan biasa, pembesaran
rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta keluarnya
materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda dan gejala, yaitu :
a. Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS
b. Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar):
c. Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat
dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab
d. Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan
darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).

Manifestasi Klinis
1. Amenorrhoe dan tanda-tanda kehamilan.
2. Perdarahan pervaginam dari bercak sampai perdarahan berat. merupakan
gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama
berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi.
3. Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya tidak sesuai dengan usia
kehamilan.
4. Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin maupun ballottement.
5. Hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup berat.
6. Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke-24
7. Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti
8. Gejala Tirotoksikosis
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang seperti
laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang komplet terdapat tanda dan gejala
klasik yakni:
1. Perdarahan vaginam
2. Hiperemesis
3. Hipertiroid
Penatalaksanaan
1. Perbaiki keadaan umum.
2. Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila Kanalis
servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan kuret.
3. Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum
penderita.
4. 7 – 10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk membersihkan
sisa-sisa jaringan.
5. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun,
paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih.
Pengawasan Lanjutan
1. Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil.
2. Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun, yaitu setiap minggu pada
Triwulan pertama, setiap 2 minggu pada Triwulan kedua, setiap bulan pada 6 bulan
berikutnya, setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3 bulan.
3. Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
1) Gejala klinis : keadaan umum, perdarahan
2) Pemeriksaan dalam : keadaan serviks, uterus bertambah kecil atau tidak
3) Laboratorium : Reaksi biologis dan imunologis : 1x seminggu sampai hasil negatif, 1x per
2 minggu selama Triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6 bulan selanjutnya, 1x per 3 bulan
selama tahun berikutnya. Kalau hasil reaksi titer masih (+) maka harus dicurigai adanya keganasan
4) Sitostatika Profilaksis : Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari

3. Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)


Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi diluar endometrium
kavum uteri.
Penyebab
Gangguan ini adalah terlambatnya transport ovum karena obstruksi mekanis pada jalan
yang melewati tuba uteri. Kehamilan tuba terutama di ampula, jarang terjadi kehamilan di
ovarium.
Tanda dan Gejala
Nyeri yang terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering unilateral (abortus tuba), hebat
dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan abdomen yang jelas dan menyebar. Kavum douglas
menonjol dan sensitive terhadap tekanan. Jika ada perdarahan intra-abdominal, gejalanya sebagai
berikut:
1. Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih jarang pada abdomen
bagian atas.
2. Abdomen tegang.
3. Mual.
4. Nyeri bahu.
5. Membran mukosa anemis.
Jika terjdi syok, akan ditemukan nadi lemah dan cepat, tekanan darah di bawah 100 mmHg, wajah
tampak kurus dan bentuknya menonjol-terutama hidung, keringat dingin, ekstremitas pucat, kuku
kebiruan, dan mungkin terjadi gangguan kesadaran.
Diagnosis
Ditegakkan melalui adanya amenore 3-10 minggu, jarang lebih lama, perdarahan per
vagina tidak teratur (tidak selalu).
Penanganan
Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
1. Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.
2. Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian
dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan.
3. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak
mungkin dikeluarkan.
Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu :
1. Kondisi penderita pada saat itu,
2. Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya,
3. Lokasi kehamilan ektopik.
4. Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian
tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG
(kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang berlangsung terus menandakan masih adanya
jaringan ektopik yang belum terangkat.
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan :
1. Transfusi, infus, oksigen,
2. Atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-
sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih
cepat dan harus dirawat inap di rumah sakit
Terapi
Terapi untuk gangguan ini adalah dengan infuse ekspander plasma (Haemaccel, Macrodex)
1000 ml atau merujuk ke rumah sakit secepatnya.

4. Perdarahan
1. Plasenta previa
Plasenta Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir
Etiologi
Mengapa Plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat diterangkan,
bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi pada dosidua akibat persalinan
yang lampau dan dapat menyebabkan plasenta previa tidak selalu benar, karena tidak nyata dengan
jelas bahwa plasenta previa didapati untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas fungsi,
memang dapat dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih
banyak seperti pada kehamilan kembar. Plasenta yang letaknya normal sekalipun akan meluaskan
permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan jalan lahir.
Gambaran klinis plasenta previa
a. Perdarahan tanpa nyeri
b. Perdarahan berulang
c. Warna perdarahan merah segar
d. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
e. Timbulnya perlahan-lahan
f. Waktu terjadinya saat hamil
g. His biasanya tidak ada
h. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
i. Denyut jantung janin ada
j. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
k. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
l. Presentasi mungkin abnormal.
Diagnosis
1. Anamnesis.Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung
tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya perdarahan tidak dapat dinilai dari
anamnesis, melainkan dari pada pemeriksaan hematokrit.
2. Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum masuk pintu atas panggul
presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di atas pintu atas panggul mengelak
ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu atas panggul.
3. Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk mengetahui apakah
perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari ostium uteri eksternum,
adanya plasenta previa harus dicurigai.
4. Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan letak plasenta secara tidak
langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope, dan ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi
penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan
bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
5. Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan implantasi
plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta
letak rendah.
6. Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif.. Dilakukan dengan PDMO yaitu
melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks pada perdarahan yang
sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat, tidak dianjurkan melakukan PDMO
sebagai upaya menetukan diagnosis.
Klasifikasi
1. Plasenta Previa otalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan Plasenta
2. Plasenta Previa Parsialis, apabila sebahagian pembukaan tertutup oleh jaringan
Plasenta
3. Plasenta Previa Marginalis, apabila pinggir Plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan.
4. Plasenta Letak Rendah, Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah
uterus tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir
Penatalaksanaan
Tindakan pada plasenta previa :
1. Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan hemoglobin, memberi
oksigen, memasang infuse, member ekspander plasma atau serum yang diawetkan.
Usahakan pemberian darah lengkap yang telah diawetkan dalam jumlah mencukupi.
2. Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera dilakukan setelah
pengobatan syok dimulai.
3. Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta previa totalis atau
parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena plasenta letak rendah (plasenta tidak
terlihat jika lebar mulut serviks sekitar 4-5 cm), pecahkan selaput ketuban dan berikan
infuse oksitosin; jika perdarahan tidak berhenti, lakukan persalinan pervagina dengan
forsep atau ekstraksi vakum; jika perdarahan tidak berhenti lakukan seksio sesaria.
4. Tindakan setelah melahirkan.
1) Cegah syok (syok hemoragik)
2) Pantau urin dengan kateter menetap
3) Pantau sistem koagulasi (koagulopati).
4) Pada bayi, pantau hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit.
Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik. Pada kasus
perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse Macrodex, Periston, Haemaccel,
Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus pasien gelisah, diberikan 10 mg valium (diazepam) IM atau
IV secara perlahan. (Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan : 2009)

2. Solusio (Abrupsio) Plasenta


Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang
berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak lahir. (Cunningham,
Obstetri Williams: 2004)
Etiologi
Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti. Meskipun demikian ada
beberapa factor yang diduga mempengaruhi nya, antara lain :
1. penyakit hipertensi menahun
2. pre-eklampsia
3. tali pusat yang pendek
4. trauma
5. tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior
uterus yang sangat mengecil ( hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan ganda pada waktu
anak pertama lahir
Di samping hal-hal di atas, ada juga pengaruh dari :
1. umur lanjut
2. multiparitas
3. ketuban pecah sebelum waktunya
4. defisiensi asam folat
5. merokok, alcohol, kokain
6. mioma uteri
Klasifikasi
Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam :
1. solusio placenta ringan
2. solusio placenta sedang
3. solusio placenta berat
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda-tanda klinisnya, sesuai derajat terlepasnya placenta. Pada
solusio placenta, darah dari tempat pelepasan mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding
rahim dan akhirnya keluar dari serviks dan terjadilah solusio placenta dengan perdarahan keluar /
tampak. Kadang-kadang darah tidak keluar tapi berkumpul di belakang placenta membentuk
hematom retroplasenta. Perdarahan ini disebut perdarahan ke dalam/ tersembunyi. Kadang-
kadang darah masuk ke dalam ruang amnion sehingga perdarahan tetap tersembunyi.
Gejala klinis
1. Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his.
2. Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya
darah yang keluar.
3. Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus bertambah dengan
darah yang berkumpul di belakang placenta sehingga uterus teregang (uterus en bois).
4. Palpasi sukar karena rahim keras.
5. Fundus uteri makin lama makin naik
6. Bunyi jantung biasanya tidak ada
7. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi uterus
bertambah
8. Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia

Diagnosis
Diagnosis solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum yang bersifat nyeri,
uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir, ditemukan adanya impresi (cekungan) pada
permukaan maternal plasenta akibat tekanan dari hematom retroplasenta.
Gambaran klinik
1. Solusio plasenta ringan
Ruptura sinus marginalis sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya. Apabila
terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitaman dan jumlahnya sedikit sekali. Perut
mungkin terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang. Uterus yang agak tegang ini harus
diawasi terus menerus apakah akan menjadi lebih tegang karena perdarahan terus menerus. Bagian
bagian janin masih mudah teraba.
2. Solusio plasenta sedang
Plasenta telah lepas lebih dari seperempatnya tapi belum sampai duapertiga luas
permukaannya. Tanda dan gejalanya dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan,
atau mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang disusul dengan perdarahan
pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam tampak sedikit, mungkin perdarahan telah
mencapai 1000ml. Dinding uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-
bagian janin sukar diraba. Bila janin masih hidup, bunyi jantungnya sukar didengar dengan
stetoskop biasa, harus dengan stetoskop ultrasonic. Tanda-tanda persalinan biasanya telah ada dan
akan selesai dalam waktu 2 jam. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah
terjadi, walaupun biasanya terjadi pada solusio plasenta berat.
3. Solusio plasenta berat.
Plasenta telah lepas lebih dari duapertiga permukaannya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya
ibu telah jatuh dalam syok dan janin telah meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan, sangat
nyeri, perdarahan pervaginam tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, malahan mungkin ,
perdarahan pervaginam belum sempat terjadi. Besar kemungkinan telah terjadi kelainan
pembekuan darah dan kelainan ginjal.
Penanganan solusio plasenta
1. Solusio plasenta ringan
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya kemudian berhenti, perutnya
tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang maka penderita dapat dirawat secara
konservatif di rumah sakit dengan observasi ketat.
2. Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta bertambah jelas, atau
dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan
tidak dapat dihindarkan lagi. Apabila janin hidup, dilakukan sectio caesaria. Sectio caesaria
dilakukan bila serviks panjang dan tertutup, setelah pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin
dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila janin mati, ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi
regangan dinding uterus disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 iu dalam 500cc glukosa 5%
untuk mempercepat persalinan.
Pengobatan :
Umum :
1. Transfusi darah.
Transfusi darah harus segera diberikan tidak peduli bagaimana keadaan umum penderita waktu
itu. Karena jika diagnosis solusio placenta dapat ditegakkan itu berarti perdarahan telah terjadi
sekurang-kurangnya 1000ml.
1. Pemberian O2
2. Pemberian antibiotik.
3. Pada syok yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi.
Khusus :
Terhadap hipofibrinogenemi : substitusi dengan human fibrinogen 10 gr atau darah segar dan
menghentikan fibrinolisis dengan trasylol (proteinase inhibitor) 200.000 iu diberikan IV,
selanjutnya jika perlu 100.000 iu / jam dalam infus. Pemberian 1 gram fibrinogen akan
meningkatkan kadar fibrinogen darah 40 mg%.
Jadi apabila kadar fibrinogen sangat rendah atau tidak ada sama sekali, diperlukan sekurangnya 4
gram fibrinogen untuk menaikkan di atas kadar kritis fibrinogen darah 150mg%.
Biasanya diperlukan 4-6 gram fibrinogen yang dilarutkan dalam glucosa 10%, diberikan
IV perlahan-lahan selama 15-30 menit. Apabila tidak ada fibrinogen, transfusikan darah segar
yang mengandung kira-kira 2 gram fibrinogen per 1000ml.Sehingga dengan transfusi darah lebih
dari 2000ml, kekurangan fibrinogen dalam darah dapat diatasi.
Untuk merangsang diuresis : manitol, diuresis yang baik lebih dari 30-40cc/jam.
Pimpinan persalinan pada solusio plasenta bertujuan untuk mempercepat persalinan
sedapat-dapatnya kelahiran terjadi dalam 6 jam. Apabila persalinan tidak selesai atau diharapkan
tidak akan selesai dalam waktu 6 jam setelah pemecahan selaput ketuban dan infus oksitosin, satu-
satunya cara adalah dengan melakukan sectio caesaria.
Histerektomi dilakukan bila ada atonia uteri yang berat yang tidak dapat diatasi dengan
usaha-usaha yang lazim.
Alasan :
1. Bagian placenta yang terlepas meluas
2. Perdarahan bertambah
3. Hipofibrinogenemi menjelma atau bertambah

3. Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)


Adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu 1 jam setelah bayi
lahir. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya plasenta tidak lahir spontan dan tidak yakin
apakah plasenta lengkap.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan
tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta
pembentukan constriction ring.
2. Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan placenta pada uterus.
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang
tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang
tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks
kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan
kontraksi uterus.
Sebab-sebab terjadinya retensio plasenta ini adalah:
1. Plasenta belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat lebih dalam.
Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas sama sekali dan akan terjadi
perdarahan jika lepas sebagian. Hal ini merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi:
1) Plasenta adhesiva, melekat pada endometrium, tidak sampai membran basal.
2) Plasenta inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua
sampai ke miometrium.
3) Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke miometrium tetapi belum
menembus serosa.
4) Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau peritoneum dinding rahim.
Plasenta sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya
usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran
konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (plasenta inkarserata)
Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1. Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter yang
berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida isotonik atau larutan
ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan). Monitor jantung, nadi, tekanan darah
dan saturasi oksigen. Transfusi darah apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil
pemeriksaan darah.
2. Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat atau NaCl
0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3. Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan dengan
drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4. Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi manual
plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc, retensio
plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep
tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat
putus.
5. Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan
dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya
pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di rumah
sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase
pada abortus.
6. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian
obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7. Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan
infeksi sekunder.

Terapi
Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon (oksitosin) IV yang diikuti
oleh usaha pengeluaran secara hati-hati dengan tekanan pada fundus. Jika plasenta tidak lahir,
usahakan pengeluaran secara manual setelah 15 menit. Jika ada keraguan tentang lengkapnya
plasenta,lakukan palpasi sekunder.

4. Ruptur Uteri
Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat meluas ke seluruh dinding uterus dan isi
uterus tumpah ke seluruh rongga abdomen (komplet), atau dapat pula ruptur hanya meluas ke
endometrium dan miometrium, tetapi peritoneum di sekitar uterus tetap utuh (inkomplet).
Klasifikasi
Menurut waktu terjadinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
1. Ruptur Uteri Gravidarum. Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpus.
2. Ruptur Uteri Durante Partum. Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR. Jenis
inilah yang terbanyak.
Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
1. Korpus Uteri. Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti seksio
sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
2. Segmen Bawah Rahim. Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR
tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri.
3. Serviks Uteri. Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi dan ekstraksi,
sedang pembukaan belum lengkap.
4. Kolpoporeksis-Kolporeksis. Robekan – robekan di antara serviks dan vagina.
Menurut robeknya peritoneum, ruptur uteri dapat dibedakan:
1. Ruptur Uteri Kompleta. Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya (perimetrium),
sehingga terdapat hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya
peritonitis.
2. Ruptur Uteri Inkompleta. Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek. Perdarahan
terjadi subperitoneal dan bisa meluas sampai ke ligamentum latum.
Etiologi
Penyebab kejadian ruptur uteri, yakni:
1. tindakan obstetri,
2. ketidakseimbangan fetopelvik,
3. letak lintang yang diabaikan
4. kelebihan dosis obat bagi nyeri persalinan atau induksi persalinan,
5. jaringan parut pada uterus,
6. kecelakaan.

Penatalaksanaan
Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan umum penderita
dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah, kardiotinika, antibiotika, dsb. Bila keadaan
umum mulai baik, tindakan selanjutnya adalah melakukan laparatomi dengan tindakan jenis
operasi:
1. Histerektomi baik total maupun sub total
2. Histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaik-baiknya
3. Konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian antibiotika yang cukup.
Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adala :
1. Keadaan umum penderita
2. Jenis ruptur incompleta atau completa
3. Jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata dan sudah
banyak nekrosis
4. Tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah rahim
5. Perdarahan dari luka : sedikit, banyak
6. Umur dan jumlah anak hidup
7. Kemampuan dan ketrampilan penolong

Manajemen
1. Segera hubungi dokter, konsultan, ahli anestesi, dan staff kamar operasi
2. Buat dua jalur infus intravena dengan intra kateter no 16 : satu oleh larutan
elektrolit, misalnya oleh larutan rimger laktat dan yang lain oleh tranfusi darah. ( jaga
agar jalur ini tetap tebuka dengan mengalirkan saline normal, sampai darah didapatkan
).
3. HUBUNGI bank darah untuk kebutuhan tranfusi darah cito, perkiraan jumlah unit
dan plasma beku segar yang diperlukan
4. Berikan oksigen
5. Buatlah persiapan untuk pembedahan abdomen segera ( laparatomi dan
histerektomi )
6. Pada situasi yang mengkhawatirkan berikan kompresi aorta dan tambahkan
oksitosin dalam cairan intra vena.

5. Preeklampsia Berat
Definisi
Suatu komplikasi pada kehamilan lebih dari 22 minggu dijumpai :
1. Tekanan darah sistolik > 160 mmhg, diasnolis > 110 mmhg
2. Proteinuri lebih dari 5 gram /24 jam
3. Gangguan selebral atau visual
4. Edema pulmonum
5. Nyeri epigastrik atau kwadran atas kanan
6. Gangguan fungsi hati tanpa sebab yang jelas
7. Trobosisfeni
8. Pertumbuhan janin terhambat
9. Peningkatan serum creatinin

Preeklampsia Berat Dan Eklampsia


Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan harus
berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.
Pengelolaan kejang:
1. Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
2. Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir, masker
oksigen, oksigen)
3. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
4. Aspirasi mulut dan tenggorokan
5. Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi risiko
aspirasi
6. Berikan O2 4-6 liter/menit

Pengelolaan umum
1. Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan diastolik
antara 90-100 mmHg
2. Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih
3. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
4. Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan proteinuria
5. Infus cairan dipertahankan 1.5 – 2 liter/24 jam
6. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan
kematian ibu dan janin
7. Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam
8. Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi merupakan
tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan pemberian cairan dan berikan
diuretik (mis. Furosemide 40 mg IV)
9. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi
setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati
Anti konvulsan
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada
preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah Diasepam, dengan risiko terjadinya depresi
neonatal.
Salah satu penyebab kedawat daruratan pada bayi baru lahir adalah sbb:
1. Hipotermia
2. Hipertermia
3. Hiperglikemia
4. Tetanus Neonaturum
5. Penyakit-penyakit pada ibu hamil

2. Kegawatdaruratan Neonatus
a. Definisi
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28 hari,
dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim.
Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua system. Neonatus bukanlah miniatur
orang dewasa, bahkan bukan pula miniatur anak. Neonatus mengalami masa perubahan dari
kehidupan didalam rahim yang serba tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim yang
serba mandiri. Masa perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama. Transisi
ini hampir meliputi semua sistem organ tapi yang terpenting bagi anestesi adalah system
pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari itu sangatlah diperlukan penataan dan persiapan
yang matang untuk melakukan suatu tindakan anestesi terhadap neonatus.
b. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kegawatdaruratan pada Neonatus
1) Faktor Kehamilan
a) Kehamilan kurang bulan
b) Kehamilan dengan penyakit DM
c) Kehamilan dengn gawat janin
d) Kehamilan dengan penyakit kronis ibu
e) Kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat
f) Infertilitas

a. Faktor pada Partus


1. Partus dengan infeksi intrapartum
2. Partus dengan penggunaan obat sedative

b. Faktor pada Bayi


1. Skor apgar yang rendah
2. BBLR
3. Bayi kurang bulan
4. Berat lahir lebih dari 4000gr
5. Cacat bawaan
6. Frekuensi pernafasan dengan 2x observasi lebih dari 60/menit

c. Kondisi-Kondisi Yang Menyebabkan Kegawatdaruratan Neonatus


1. Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba
dingin.
Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low
reading termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan
awal penyakit yang berakhir dengan kematian.
Akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya
metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen
dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat
ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.
Etiologi dan factor presipitasi dari hipotermia antara lain : prematuritas, asfiksia, sepsis, kondisi
neurologik seperti meningitis dan perdarahan cerebral, pengeringan yang tidak adekuat setelah
kelahiran dan eksposure suhu lingkungan yang dingin.
Penanganan hipotermia ditujukan pada:
1) Mencegah hipotermia,
2) Mengenal bayi dengan hipotermia,
3) Mengenal resiko hipotermia,
4) Tindakan pada hipotermia.

Tanda-tanda klinis hipotermia:


a. Hipotermia sedang (suhu tubuh 320C - <360C ), tanda-tandanya antara lain : kaki teraba dingin,
kemampuan menghisap lemah, tangisan lemah dan kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis
marmorata.
b. Hipotermia berat (suhu tubuh < 320C ), tanda-tandanya antara lain : sama dengan hipotermia
sedang, dan disertai dengan pernafasan lambat tidak teratur, bunyi jantung lambat, terkadang
disertai hipoglikemi dan asidosisi metabolik.
c. Stadium lanjut hipotermia, tanda-tandanya antara lain : muka, ujung kaki dan tangan berwarna
merah terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada
punggung, kaki dan tangan (sklerema)

2. Hipertermia
Hipertermia adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan termoregulasi. Hipertermia
terjadi ketika tubuh menghasilkan atau menyerap lebih banyak panas daripada mengeluarkan
panas. Ketika suhu tubuh cukup tinggi, hipertermia menjadi keadaan darurat medis dan
membutuhkan perawatan segera untuk mencegah kecacatan dan kematian.
Penyebab paling umum adalah heat stroke dan reaksi negatif obat. Heat stroke adalah
kondisi akut hipertermia yang disebabkan oleh kontak yang terlalu lama dengan benda yang
mempunyai panas berlebihan. Sehingga mekanisme penganturan panas tubuh menjadi tidak
terkendali dan menyebabkan suhu tubuh naik tak terkendali. Hipertermia karena reaksi negative
obat jarang terjadi. Salah satu hipertermia karena reaksi negatif obat yaitu hipertensi maligna yang
merupakan komplikasi yang terjadi karena beberapa jenis anestesi umum.
Tanda dan gejala : panas, kulit kering, kulit menjadi merah dan teraba panas, pelebaran
pembuluh darah dalam upaya untuk meningkatkan pembuangan panas, bibir bengkak. Tanda-
tanda dan gejala bervariasi tergantung pada penyebabnya. Dehidrasi yang terkait dengan serangan
panas dapat menghasilkan mual, muntah, sakit kepala, dan tekanan darah rendah. Hal ini dapat
menyebabkan pingsan atau pusing, terutama jika orang berdiri tiba-tiba. Tachycardia dan
tachypnea dapat juga muncul sebagai akibat penurunan tekanan darah dan jantung. Penurunan
tekanan darah dapat menyebabkan pembuluh darah menyempit, mengakibatkan kulit pucat atau
warna kebiru-biruan dalam kasus-kasus lanjutan stroke panas. Beberapa korban, terutama anak-
anak kecil, mungkin kejang-kejang. Akhirnya, sebagai organ tubuh mulai gagal, ketidaksadaran
dan koma akan menghasilkan.

3. Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi dimana jumlah glukosa dalam
plasma darah berlebihan.
Hiperglikemia disebabkan oleh diabetes mellitus. Pada diabetes melitus, hiperglikemia
biasanya disebabkan karena kadar insulin yang rendah dan / atau oleh resistensi insulin pada sel.
Kadar insulin rendah dan / atau resistensi insulin tubuh disebabkan karena kegagalan tubuh
mengkonversi glukosa menjadi glikogen, pada akhirnyanya membuat sulit atau tidak mungkin
untuk menghilangkan kelebihan glukosa dari darah.
Gejala hiperglikemia antara lain : polifagi (sering kelaparan), polidipsi (sering haus),
poliuri (sering buang air kecil), penglihatan kabur, kelelahan, berat badan menurun, sulit terjadi
penyembuhan luka, mulut kering, kulit kering atau gatal, impotensi (pria), infeksi berulang,
kussmaul hiperventilasi, arrhythmia, pingsan, koma.

4. Tetanus neonaturum
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi baru lahir yang
disebabkan karena basil klostridium tetani.
Tanda-tanda klinis antara laian : bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum, mulut mencucu
seperti mulut ikan, mudah terangsang, gelisah (kadang-kadang menangis) dan sering kejang
disertai sianosis, kaku kuduk sampai opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi berkerut, alis
mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus sardonikus.

Penatalaksanaan yang dapat diberikan :


a. bersihkan jalan napas,
b. longgarkan atau buka pakaian bayi,
c. masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus kasa ke dalam mulut bayi,
d. ciptakan lingkungan yang tenang dan
e. berikan ASI sedikit demi sedikit saat bayi tidak kejang.

5. Penyakit-penyakit pada ibu hamil


Kehamilan Trimester I dan II, yaitu : anemia kehamilan, hiperemesis gravidarum, abortus,
kehamilan ektopik terganggu (implantasi diluar rongga uterus), molahidatidosa (proliferasi
abnormal dari vili khorialis).
Kehamilan Trimester III, yaitu : kehamilan dengan hipertensi (hipertensi essensial, pre
eklampsi, eklampsi), perdarahan antepartum (solusio plasenta (lepasnya plasenta dari tempat
implantasi), plasenta previa (implantasi plasenta terletak antara atau pada daerah serviks), insertio
velamentosa, ruptur sinus marginalis, plasenta sirkumvalata).

6. Sindrom Gawat Nafas Neonatus


Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau
hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis, merintih, waktu
ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, interkostal pada saat inspirasi
Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ
vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi
yang adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat
terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler.
kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang
singkat (sekitar 4 – 6 menit).
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya
untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami
gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang kompeten. Perawat
harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan
penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang unik pada situasi kritis dan mampu
menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan meliputi
perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler,
kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati
cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina
setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan,
hematoma, dan koagulopati obstetri.
Neonatus adalah organisme yang berada pada periode adaptasi kehidupan intrauterin ke
ekstrauterin. Masa neonatus adalah periode selama satu bulan tepat 4 minggu atau 28 hari setelah
lahir)
Penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia dan perdarahan.
Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Akibat jangka
panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika gangguan ini diketahui sebelum
kelahiran (misal, pada keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi /
oksigenasi janin intrauterin atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia
janin yang terjadi.

B. Saran
Mengingat tingginya AKI dan AKB di Indonesia, maka kegawatdaruratan maternal dan
neonatal haruslah ditangani dengan cepat dan tepat. Penanganan yang tepat dapat meningkatkan
kesejahteraan keluarga di Indonesia. Maka, dengan mempelajari dan memahami kegawatdaruratan
maternal dan neonatal, diharapkan bidan dapat memberikan penanganan yang maksimal dan sesuai
standar demi kesehatan ibu dan anak.

You might also like