You are on page 1of 3

HEMAPTOE

1. Pengertian
Hemoptisisi atau batuk darah adalah ekspektorasi darah atau mukus yang berdarah. Bila
ditemukan gejala ini, maka pasien harus diawasi dengan ketat karena tidak dapat
dipastikan akan berhenti atau berlanjut, dan dicari serta sebab perdarahan.
2. Etiologi
Tuberkulosis adalah penyebab utama hemoptisis pada negara dengan angka pasien
tuberkulosis yang tinggi, misalnya Indonesia. Penyebab lain adalah bronkiektasis, abses
paru, karsinoma paru, bronkitis kronik dan sebagainya.
3. Tanda dan Gejala
a. Didahului batuk keras yang tidak tertahankan
b. Terdengar adanya gelembung-gelembung udara bercampur darah di dalam
saluran napas
c. Terasa asin / darah dan gatal di tenggorokan
d. Warna darah yang dibatukkan merah segar bercampur buih, beberapa hari
kemudian warna menjadi lebih tua atau kehitaman
e. pH alkalis
f. Bisa berlangsung beberapa hari
g. Penyebabnya : kelainan paru
4. Komplikasi
Asfiksia, syok hemoragik, dan penyebaran penyakit ke sisi paru yang sehat.
5. Penatalaksanaan
Setiap pasien hemoptisis harus dirawat untuk observasi dan evaluasi lebih lanjut. Hal-hal
ini yang perlu dievaluasi adalah :
a. Banyaknya/jumlah perdarahan yang terjadi
Saat terjadinya batuk dicatat dan setiap darah yang dibatukkan harus dikumpulkan
dalam pot pengukur untuk mengetahui jumlah secara tepat dalam suatu periode
tertentu (biasanya 24 jam). Harus diingat bahwa jumlah darah yang dikeluarkan tidak

1
selalu menggambarkan jumlah perdarahan yang terjadi karena mungkin saja sebagian
darah tertinggal atau terjadi aspirasi dalam paru/saluran napas.
b. Pemeriksaan fisik
Diperhatikan adanya insufisiensi pernapasan atau sirkulasi, berupa hipotensi
sistemik/syok, penurunan kesadaran, takikardi, takipnea/sesak napas, sianosis, dan
lain-lain. Bila ditemukan ronki basah difus di lapangan bawah paru perlu dicurigai
telah terjadi aspirasi yang akan mengganggu pernapasan.
Penatalaksanaan pasien hemoptisis bergantung dari beratnya perdarahan yang terjadi
dan keadaan klinis (kecenderungan perdarahan untuk berhenti/bertambah, tanda-tanda
asfiksia/gangguan fungsi paru dan lain-lain). Bila tidak/kurang masif dapat ditangani
secara konservatif yang bertujuan menghentikan perdarahan yang terjadi dan
mengganti darah yang hilang dengan tranfusi atau pemberian cairan pengganti.
Langkah-langkah yang dilakukan adalah :
1. Menenangkan pasien sehingga perdarahan lebih mudah berhenti dan tidak takut-takut
membatukkan darah di saluran napas.
2. Pasien diminta berbaring pada posis bagian paru yang sakit dan sedikit
Trendelenburg, terutama bila refleks batuknya tidak adekuat.
3. Jalan napas dijaga agar tetap terbuka. Bila ada tanda-tanda sumbatan, lakukan
penghisapan. Bila perlu dipasang pipa endotrakeal. Pemberian oksigen hanya berarti
bila jalan napas telah bebas hambatan.
4. Pemasangan jalur intravena untuk penggantian cairan atau pemberian obat intravena.
5. Pemberian obat hemostatik belum jelas manfaatnya, namun dapat diberikan misalnya
asam traneksamat, karbozokrom, atau koagulan lain seperti vitamin K, vitamin C,
baik secara bolus maupun drip intravena.
6. Bila pasien gelisah dapat diberikan obat dengan efek sedasi ringan. Obat penekanan
refleks batuk hanya diberikan bila terjadi batuk yang berlebihan dan merangsang
timbulnya perdarahan yang lebih banyak. Yang dianjurkan oleh kodein sulfat 10-20
mg tiap 3-4 jam.
7. Transfusi darah dilakukan bila Ht turun di bawah nilai 25-30% atau Hb di bawah 10%
sedangkan perdarahan masih berlangsung.
Perdarahan yang masif dan mengancam jiwa memerlukan usaha agresif invasif, berupa
bronkoskopi atau operasi sito. Indikasi pembedahan segera untuk hemoptisi masif adalah:
1. Bila batuk darah lebih dari 600 ml/24 jam dan dalam pengamatan tidak berhenti.

2
2. Bila batuk darah kurang dari 600 ml/24 jam tetapi lebih dari 250 ml.24 jam, kadar Hb
kurang dari 10g% dan berlangsung terus.
3. Bila batuk darah kurang dari 600 ml/24 jam tetapi lebih dari 250 ml/24 jam, Hb lebih
dari 10g% tetapi dalam observasi selama 48 jam perdarahan tidak berhenti.

You might also like