You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

Sistem lakrimal berperan penting dalam memelihara permukaan bola mata.


Mata yang berair seringkali menyebabkan frustasi baik bagi dokter maupun
pasien karena kesulitan menentukan penyebab kelainan di sistem lakrimal.
Gangguan pada sistem lakrimal secara umum disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara produksi dan drainase air mata. Sistem lakrimal terdiri
atas struktur yang terlibat dalam produksi dan drainase air mata. Komponen
sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai bahan cairan air mata,
yang didistribusikan ke permukaan mata dengan berkedip. Kanalikuli, sakus
lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis membentuk elemen sistem ekskretoris,
yang akhirnya mengalir ke hidung. 1

Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem bagian sekresi yang
berupa kelenjar lakrimal dan sistem eksresi yang terdiri dari punctum lakrimal,
kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, dan meatus inferior.
Kelenjar lakrimal terdiri dari kelenjar lakrimal utama dan kelenjar lakrimal
aksesorius (kelenjar Krause dan Wolfring). 2

Keluhan yang sering ditemui pada penderita dengan kelainan sistem


lakrimal ialah mata kering, lakrimasi dan epifora. Mata kering disebabkan oleh
kurangnya produksi air mata atau permukaan okuli yang tidak bisa menahan air
mata dalam jangka lama. Lakrimasi ialah kelebihan produksi air mata yang
disebabkan oleh rangsangan kelenjar lakrimal. Epifora adalah keadaan dimana
terjadi gangguan sistem ekskresi air mata. 2

Sistem eksresi lakrimal cenderung mudah terjadi infeksi dan inflamasi


karena berbagai sebab. Kelainan yang dapat terjadi pada sistem lakrimal dapat
berupa dakriosistitis dan dakrioadenitis. Dakrioadenitis adalah radang akut pada
kelenjar lakrimal. Dakrioadenitis merupakan kejadian langka yang paling sering
terjadi pada anak-anak. Dakrioadenitis secara klinis terbagi menjadi akut dan
kronis. Dakrioadenitis akut dapat disebabkan akibat komplikasi parotitis, infeksi

1
virus Epstein-Barr, campak, influenza, infeksi retrogad konjungtivitis, atau
trauma tembus, pada orang dewasa hubungan dengan gonore. Dakrioadenitis
kronik sekunder dapat terjadi akibat penyakit Hodgkin, tuberkulosis,
mononucleosis infeksiosa, leukimia limfatik dan linfosarkoma. 2

Patofisiologi dakrioadenitis masih belum jelas, namun beberapa ahli


mengemukakan bahwa proses infeksinya dapat terjadi melalui penyebaran
kuman yang berawal di konjungtiva yang menuju duktus lakrimalis dan menuju
ke kelenjar lakrimalis. Pasien dakrioadenitis sering mengeluh nyeri hebat dan
pelebaran pembuluh darah di daerah glandula lakrimal yaitu di bagian
superotemporal rongga orbita disertai dengan edema palpebral dan konjungtiva
kemotik dengan secret. 2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Apparatus Lakrimalis
1. Anatomi dan Fisiologi Ductus Lakrimalis
Sistem lakrimalis mencakup struktur-struktur yang terlibat
dalam produksi dan drainase air mata. Komponen sekresi terdiri atas
kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur pembentuk cairan air
mata, yang disebarkan di atas permukaan mata oleh kedipan mata.
Komponen ekresi yaitu kanalikuli, punctum lakrimal, sakus
lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis yang mengalirkan secret ke
dalam hidung. 2

Gambar 1. Apparatus Lakrimalis (Sumber: Netter's Atlas of Human


Anatomy)
Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimal yang
terletak di fossa glandulae lakrimalis di kuadran temporal atas orbita.
kelenjar yang berbentuk kenari ini dibagi oleh kornu lateral
aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus
palpebra yang lebih kecil, masing-masing dengan sistem duktulusnya
yang bermuara ke forniks temporal superior. Lobus palpebral

3
kadang-kadang dapat dilihat dengan membalikkan palpebral
superior. Persarafan kelenjar-utama datang dari nukleus lakrimalis di
pons melalui nervus intermedius dan menempuh suatu jaras rumit
cabang maxillaris nervus trigeminus.2
Wolfring identik dengan kelenjar utama, tetapi tidak memiliki
duktulus. Kelenjar kelenjar ini terletak di dalam konjungtiva,
terutama di forniks superior. Sel-sel goblet uniseluler, yang tersebar
di konjungtiva, mensekresi glikoprotein dalam bentuk musin.
Modifikasi kelenjar sebasea meibom dan zeis di tepi palpebral
memberi lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi
kelenjar keringat yang juga ikut membentuk film air mata. Sekresi
kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan
menyebabkan air mata mengalir berlimpah melewati tepian palpebral
(epifora). Kelenjar lakrimal aksesorius dikenal sebagai “pensekresi
dasar’’. Secret yang dihasilkan normalnya cukup untuk memelihara
kesehatan kornea. Hilangnya sel goblet berakibat mengeringnya
kornea meskipun banyak air mata dari kelenjar lakrimal.2
Sistem eksresi terdiri atas punctum, kanalikuli, sakus lakrimalis,
dan duktus nasolakrimalis. Setiap kali berkedip, palpebral menutup
seperti ritsleting mulai dari lateral, menyebarkan air mata secara
merata di atas kornea, dan menyalurkannya ke dalam sistem eksresi
pada aspek medial palpebral. Pada kondisi normal, air mata
dihasilkan dengan kecepatan yang kira-kira sesuai dengan kecepatan
penguapannya.
Dengan demikian, hanya sedikit yang sampai ke sistem eksresi.
Bila sudah memenuhi sakus konjungtivalis, air mata akan memasuki
puncta sebagian karena sedotan kapiler. Dengan, menutup mata,
bagian khusus orbicularis pratarsal yang mengelilingi ampula akan
mengencang untuk mencegahnya keluar. Bersamaan dengan itu,
palpebra ditarik ke arah krista lakrimalis posterior, dan traksi fascia
yang mengelilingi sakus lakrimalis berakibat memendeknya

4
kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif di dalam sakus. Kerja
pompa dinamik ini menarik air mata ke dalam sakus, yang kemudai
berjalan melalui duktus nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat
dan elastisitas jaringan, ke dalam meatus nasi inferior. Lipatan-
lipatan serupa katup milik epitel pelapis sakus cenderung
menghambat aliran balik udara dan air mata. Yang paling
berkembang di antara lipatan ini adalah “katup” Hasner di ujung
distal duktus nasolakrimalis. Struktur ini penting karena bila tidak
berlubang pada bayi, menjadi penyebab obstruksi kongenital dan
dakriosistitis menahun.2
2. Air Mata
Permukaan bola mata yang terpapar dengan lingkungan dijaga
tetap lembab oleh air mata. Air mata tersebut disekresikan oleh
aparatus lakrimalis dan disertai dengan mukus dan lipid oleh organ
sekretori dari sel-sel pada palpebra serta konjungtiva. Sekresi yang
dihasilkan inilah yang disebut sebagai film air mata atau film
prekorneal. Analisis kimia dari air mata menunjukkan bahwa
konsentrasi garam didalamnya mirip dengan komposisi di dalam
plasma darah.1 Selain itu, air mata mengandung lisozim yang
merupakan enzim yang memiliki aktivitas sebagai bakterisidal untuk
melarutkan lapisan luar bakteria. Walaupun air mata mengandung
enzim bakteriostatik dan lisozim,hal ini tidak dianggap sebagai
antimikrobial yang aktif karena dalam mengatasi mikroorganisme
tersebut, air mata lebih cenderung memiliki fungsi mekanik yaitu
membilas mikroorganisme tersebut dan produk-produk yang
dihasilkannya.2,3
K+, Na+, dan Cl- terdapat dalam konsentrasi lebih tinggi dalam
air mata dari dalam plasma. Air mata juga mengandung sedikit
glukosa (5 mg/dL) dan urea (0,04 mg/dL) dan perubahannya dalam
konsentrasi darah akan diikuti perubahan konsentrasi glukosa dan
urea air mata. pH rata-rata air mata adalah 7,35, meski ada variasi

5
normal yang besar (5,20-8,35). Dalam keadaan normal, cairan air
mata adalah isotonik. Osmolalitas film air mata bervariasi dari 295
sampai 309 mosm/L. Berikut adalah ilustrasi dari elektrolit, protein
dan sitokin dalam komposisi air mata.4

Gambar 2. Komposisi Air Mata


Air mata akan disekresikan secara refleks sebagai respon dari
berbagai stimuli. Stimulus tersebut dapat berupa stimuli iritatif pada
kornea, konjungtiva,mukosa hidung, stimulus pedas yang diberikan
pada mulut atau lidah, dan cahaya terang. Selain itu, air mata juga akan
keluar sebagai akibat dari muntah, batuk dan menguap. Sekresi juga
dapat terjadi karena kesedihan emosional. Kerusakan pada nervus
trigeminus akan menyebabkan refleks sekresi air mata menghilang.
Hal ini dapat dibuktikan dengan pemberian kokain pada
permukaan mata menyebabkan penghambatan hantaran pada ujung
nervus sensoris yang mengakibatkan penghambatan refleks sekresi
mata (bahkan ketika mata dipaparkan pada gas air mata yang poten).

6
Jalur aferen pada hal ini adalah nervus trigeminus, sedangkan eferen
oleh saraf autonom, dimana bahagian parasimpatis dari nervus fasialis
yang memberikan pengaruh motorik yang paling dominan. Oleh sebab
itu, pemberian obat yang parasimpatomimetik (seperti asetilkolin)
dapat meningkatkan sekresi sedangkan pemberian obat antikolinergik
(atropin) akan menyebabkan penurunan sekresi. Refleks sekresi air
mata yang berlebihan dapat diinterpretasikan sebagai respon darurat.
Pada saat lahir, inervasi pada aparatus lakrimalis tidak selalu
sempurna, hal ini menyebabkan neonatus sering menangis tanpa
sekresi air mata. 2,3
Air mata mengalir dari lacuna lakrimalis melalui pungtum
superior dan inferior dan kanalikuli ke sakus lakrimalis yang terletak
di dalam fossa lakrimalis. Duktus nasolakrimalis berlanjut ke bawah
dari sakus lakrimasi dan bermuara ke dalam meatus inferior dari
rongga nasal . Air mata diarahkan ke dalam pungtum oleh isapan
kapiler , gaya berat, dan berkedip. Kekuatan gabungan dari isapan
kapiler dalam kanalikuli, gaya berat, dan kerja memompa dari otot
Horner yang merupakan perluasan muskulus orbikularis okuli ke titik
di belakang sakus lakrimalis, semua cenderung meneruskan air mata
ke bawah melalui duktus nasolakrimalis ke dalam hidung. 3,4

7
Gambar 3. Aliran Air Mata. (Sumber: Netter's Atlas of Human
Anatomy)
B. Dakrioadenitis
1. Definisi
Dakrioadenitis adalah peradangan pars sekretorik (kelenjar
lakrimal) yang jarang ditemukan dan bersifat unilateral atau
bilateral.2 Dibagi menjadi dua yaitu dakrioadenitis akut dan kronik,
keduanya dapat disebabkan oleh suatu proses infeksi ataupun dari
penyakit sistemik lainnya.3

8
2. Etiologi
Dakriodenitis akut dan kronik dapat terjadi karena infeksi:
a. Virus
Mumps (penyebab tersering, terutama pada anak-anak), Epstein-
Barr virus, Herpes zoster, Mononucleosis, Cytomegalovirus,
Echoviruses, Coxsackievirus A Pada anak dapat terlihat sebagai
komplikasi dari kelenjar air liur, campak, influenza.4
b. Bakteri
Staphylococcus aureus and Streptococcus, Neisseria
gonorrhoeae, Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis,
Mycobacterium leprae, Mycobacterium tuberculosis, Borrelia
burgdorferi. Dapat terjadi juga akibat infeksi retrograd
konjungtivitis. Trauma tembus dapat menimbulkan reaksi radang
pada kelenjar lakrimal ini.
c. Jamur
Histoplasmosis, aktinomises, blasmikosis, nokardiosis, dan
sporotrikosis.
d. Sarkoid dan Idiopatik.
Pada penyakit sistemik yang memungkinkan terjadinya
dakrioadenitis adalah :
 Sarcoidosis
 Graves disease
 Sjogren syndrome
 Orbital inflammatory syndrome
 Benign lymphoepithelial lesion5
3. Klasifikasi
Dakrioadenitis dapat berjalan akut maupun kronis.
a. Dakrioadenitis Akut
Pada dakrioadenitis akut sering ditemukan pembesaran kelenjar
air mata di dalam palpebra superior, hal ini dapat ditemukan
apabila kelopak mata atas dieversi, maka akan kelihatan tonjolan

9
dari kelenjar air mata yang mengalami proses inflamasi. Pada
perabaan karena ini merupakan suatu proses yang akut maka
biasanya akan sangat nyeri dan dapat diikuti oleh gejala klinis
lainnya yaitu kemosis (pembengkakan konjungtiva),
konjungtival injeksi, mukopurulen secret, eritema dari kelopak
mata, lymphadenopati (submandibular), pembengkakan dari 1/3
lateral atas palpebra mata (S-shape), proptosis, pergerakan bila
mata yang terbatas.5

Gambar 2.3 Kurva S-shape pada akut dakrioadenitis (Sumber


DJO, 2016)

10
Gambar 2.3 Edema kelenjar lakrimal pada akut dakrioadenitis
(Sumber DJO, 2016)
b. Dakrioadenitis Kronik
Pada dakrioadenitis kronik gejala klinisnya lebih baik dari
dakrioadenitis akut. Umumnya tidak ditemukan nyeri, ada
pembesaran kelenjar namun mobile, tanda-tanda ocular
minimal, ptosis bisa ditemukan, dapat ditemukan sindroma mata
kering.6

Gambar 2.4 Dakrioadenitis kronik dengan edema kelenjar


lakrimal bilateral (DJO, 2016)
4. Patofisiologi
Patofisiologi masih belum jelas, namun beberapa ahli
mengemukakan bahwa proses infeksinya dapat terjadi melalui
penyebaran kuman yang berawal di konjungtiva yang menuju ke
duktus lakrimalis dan menuju ke kelenjar lakrimalis.6
5. Manifestasi Klinis
a. Dakrioadenitis Akut
Pasien dakrioadenitis akut umumnya mengeluh nyeri di
daerah glandula lakrimal (di superotemporal rongga orbita)
disertai edema palpebral, konjungtiva kemotik dengan sekret.

11
Pada infeksi akan terlihat bila mata bergerak akan terasa
nyeri dengan pembesaran kelenjar preaurikuler. Dakrioadenitis
akut perlu dibedakan dengan selulitisorbita, dengan melakukan
biopsy kelenjar lakrimal. Bila kelopak mata di balik tampak
pembengkakan berwarna merah di bawah palpebra
superotemporal.
Pada dakrioadenitis akut sering ditemukan pembesaran
kelenjar air mata di dalam palpebra superior, hal ini dapat
ditemukan apabila kelopak mata atas dieversi, maka akan
kelihatan tonjolan dari kelenjar air mata yang mengalami proses
inflamasi. Gejala klinis :
Pada perabaan karena ini merupakan suatu proses yang akut
maka biasanya akan ditemukan skit di daerah glandula lakrimal
yaitu di bagian depan temporall atas
rongga orbita disertai dengan kelopak atas yang bengkak,
konjungtiva kemotik dengan belek. Pada infeksi akan terlihat
bila mata bergerak akan memberikan sakit dengan pembesaran
kelenjar preaurikel .7,8
Bila kelopak mata dibalik tampak pembengkakan berwarna
merah, diagnosis banding:
 Hordeolum internum, biasanya lebih kecil dan melingkar
 Abses kelopak mata , terdapat fluktuasi
 Selulitis orbita, biasanya berkaitan dengan penurunan
pergerakan mata.
b. Dakriosdenitis Kronik
Pada keadaan kronik terdapat gambaran yang hampir sama
dengan keadaan akut tetapi tidak disertai nyeri. Apabila
pembengkakan cukup besar, bola mata terdorong ke bawah nasal
tetapi jarang terjadi proptosis. 6
Umumnya tidak ditemukan nyeri , ada pembesaran kelenjar
namun mobil, tanda-tanda ocular minimal, ptosis bisa

12
ditemukan, dapat ditemukan sindroma mata kering.7,8 Diagnosis
bandingnya :
 Periostitis dari kelopak mata atas, sangat jarang terjadi
 Lipodermoid, tidak ada tanda-tanda inflamasi
6. Diagnosis
Darioadenitis dapat didiagnosis dari anamnesa, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis :
 Akut
Pasien dengan dakrioadenitis akut akan merasa nyeri dan
terdapat pembengkakan pada kelopak mata.
 Kronik
Terdapat pembengkakan tanpa rasa nyeri pada pasien dengan
dakrioadenitis kronik.
b. Pemeriksaan Fsisk
 Akut
Bila kelopak mata dibalik tampak pembengkakan berwarna
merah di bawah kelopak mata atas temporal.
 Kronik
Pada pemeriksaan fisik dakrioadenitis kronik didapatkan
gambaran hampir sama dengan akut, namun tanpa rasa nyeri.
Bila pembengkakan cukup besar, bola mata terdorong ke
bawah nasal tetapi jarang terjadi proptosis.7,8
c. Pemeriksaan Penunjang
Terdapat gambaran radang kelenjar tergantung etiologinya, bisa
muncul radang granulomatosa atau non granulomatosa.8
7. Diagnosis Banding
a. Sindroma Mata Kering ( Dry Eye Syndrome)
b. Hordeolum interna
c. Selulitis interna
d. Chalazion

13
e. Selulitis orbital
f. Selulitis preseptal 8
8. Penatalaksanaan
Terapi pada dakrioadenitis bergantung dari onset dan etiologinya.
a. Virus
Self-limiting, terapi supportive seperti kompres air hangat,
NSAID oral.
b. Bakteri
Dapat diberikan cephalosporin generasi pertama seperti
Cephalexin 500 mg.
c. Jamur
Dapat diberikan antiamoebic atau antifungal.
d. Inflammatory
Dapat dicari etologi sistemiknya dan diterapi berdasarkan
causanya.
e. Dakrioadenitis kronis
Diterapi berdasarkan penyakit penyebabnya, apabila pembesaran
tidak hilang dalam 2 minggu, dapat dilakukan biopsy glandula
lakrimalis.7,8
9. Komplikasi
Dakrioadenitis akut dapat menyebabkan fistula pada kelenjar
lakrimal.9
10. Prognosis
Prognosis dari akut dakrioadenitis adalah baik karena pada
kebanyakan kasus merupakan self-limiting disease. Pada
dakrioadenitis kronis, prognosis tergantung dari manajement terapi
yang berhubungan dengan penyakit yang mendasari terjadinya
dakrioadenitis.
11. Edukasi
a. Menjelaskan kepada pasien bahwa pasiean mengalamai
dakrioadenitis yaitu suatu proses inflamasi pada kelenjar air mata

14
pars sekretorik. Dibagi menjadi dua yaitu dakrioadenitis akut dan
kronik, keduanya dapat disebabkan oleh suatu proses infeksi
ataupun dari penyakit sistemik lainnya.
b. Menjelaskan pada pasien bahwa untuk pengobatan akan
dilakukan beberapa kemungkinan yaitu kompres hangat,
antibiotic sistemik dan bila terlihat abses makan dilakukan insisi.
Untuk antibiotik harus dihabiskan agar tidak terjadi resistensi.7,9

15
BAB III

KESIMPULAN

Dakrioadenitis ialah suatu proses inflamasi pada kelenjar air mata pars
sekretorik. Dibagi menjadi dua yaitu dakrioadenitis akut dan kronik, keduanya
dapat disebabkan oleh suatu proses infeksi ataupun dari penyakit sistemik
lainnya.
Patofisiologinya masih belum jelas, namun beberapa ahli mengemukakan
bahwa proses infeksinya dapat terjadi melalui penyebaran kuman yang berawal
di konjungtiva yang menuju ke ductus lakrimalis dan menuju ke kelenjar
lakrimalis.
Pada dakrioadenitis akut sering ditemukan pembesaran kelenjar air mata di
dalam palpebra superior, hal ini dapat ditemukan apabila kelopak mata atas
dieversi, maka akan kelihatan tonjolan dari kelenjar air mata yang mengalami
proses inflamasi.
Pada kronis darkrioadenitis gejala klinisnya lebih baik daripada yang akut.
Gejala hampir sama dengan fase akut hanya pada fase ini tidak didapatkan nyeri.
Umumnya tidak ditemukan nyeri , ada pembesaran kelenjar namun mobil, tanda-
tanda ocular minimal, ptosis bisa ditemukan, dapat ditemukan sindroma mata
kering .
Pengobatan dakrioadenitis aka dilakukan beberapa kemungkinan yaitu
kompres hangat, antibiotik sistemik dan bila terlihat abses maka dilakukan insisi.
Jika dilakukan pengobatan yang baik, cepat, dan tepat umunya prognosisnya
dubia ad bonam. Bila disebabkan oleh radang menahun maka diberikan
pengobatan yang sesuai. Prognosis dari akut dakrioadenitis adalah baik karena
pada kebanyakan kasus merupakan self-limiting disease. Pada dakrioadenitis
kronis, prognosis tergantung dari manajemen terapi yang berhubungan dengan
penyakit yang mendasari terjadinya dakrioadenitis.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Budiono, Sjamsu dkk. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata.


Surabaya: Airlangga University Press.
2. Vaughan dan Asburys. 2012. Apparatus Lakrimalis. Dalam:
Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.: 89-99.
3. Kanski JJ, Bowling B. 2011. Lacrimal Drainage System. Clinical
Ophtalmology. Seventh edition. Philadelphia: Elsevier Saunders.
4. Scott, Clifford A., etc. Care of the Patient with Occular Surrface
Disorders. USA: American Optometric Association. Pp 4-10.
5. D. Nancy Kim M. 2005. Orbit or Oculoplastics. Digital Journal of
Ophtalmology. Diakses tanggal 24 Juli 2016.
<http://www.djo.harvard.edu/>.
6. Srivastava, VK. 2000. Acute Suppurative Dacryoadenitis. MJAFI.
Classified Specialist (Ophtalmology), Military Hospital, Jabalpur.
Volume 56. Pp 151-152.
7. Thanc Foundation. 2016. Orbital Tumors. Head and Neck Cancer
Guide. Diakses tanggal 31 Januari 2018.
http://www.headandneckcancerguide.org/
8. Singh, Gagan J, etc. 2015. Dacryoadenitis. Medscape. Diakses
tanggal 31 Januari Januari 2018.
http://emedicine.medscape.com/article/1210342-overview.
9. Ilyas, Sidharta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

17

You might also like