You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

Ensefalitis adalah suatu peradangan akut dari jaringan parenkim otak yang

disebabkan oleh infeksi dari berbagai macam mikroorganisme dan ditandai dengan

gejala-gejala umum dan manifestasi neurologis.

Penyakit ini dapat ditegakkan secara pasti dengan pemeriksaan mikroskopik dari

biopsi otak, tetapi dalam prakteknya di klinik, diagnosis ini sering dibuat berdasarkan

manifestasi neurologi, dan temuan epidemiologi, tanpa pemeriksaan histopatologi.

Apabila hanya manifestasi neurologisnya saja yang memberikan kesan adanya

ensefalitis, tetapi tidak ditemukan adanya peradangan otak dari pemeriksaan patologi

anatomi, maka keadaan ini disebut sebagai ensefalopati.

Jika terjadi ensefalitis, biasanya tidak hanya pada daerah otak saja yang terkena,

tapi daerah susunan saraf lainnya juga dapat terkena. Hal ini terbukti dari istilah

diagnostik yang mencerminkan keadaan tersebut, seperti meningoensefalitis.

Mengingat bahwa ensefalitis lebih melibatkan susunan saraf pusat dibandingkan

meningitis yang hanya menimbulkan rangsangan meningeal, seperti kaku kuduk, maka

penanganan penyakit ini harus diketahui secara benar.Karena gejala sisanya pada 20-40%

penderita yang hidup adalah kelainan atau gangguan pada kecerdasan, motoris,

penglihatan, pendengaran secara menetap.


Tentunya keadaan seperti diatas tidak terjadi dengan begitu saja,tetapi hal tersebut

dapat terjadi apabila infeksi pada jaringan otak tersebut mengenai pusat-pusat fungsi

otak. Karena ensefalitis secara difus mengenai anatomi jaringan otak, maka sukar untuk

menentukan secara spesifik dari gejala klinik kira-kira bagian otak mana saja yang

terlibat proses peradangan itu.

Angka kematian untuk ensefalitis masih relatif tinggi berkisar 35-50% dari

seluruh penderita.Sedangkan yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang nyata dalam

perkembangan selanjutnya masih mungkin menderita retardasi mental dan masalah

tingkah laku.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. ETIOLOGI

Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya

bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang terpenting dan

tersering ialah virus.

Infeksi dapat terjadi karena virus langsung menyerang otak atau reaksi radang

akut karena infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.

Berbagai jenis virus dapat menimbulkan ensefalitis, meskipun gejala klinisnya

sama. Sesuai dengan jenis virus, serta epidemiologinya, diketahui berbagai macam

ensefalitis virus.

Klasifikasi yang diajukan oleh Robin ialah :

1. Infeksi virus yang bersifat epidemik

a. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.

Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis,

Eastern equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer

encephalitis, Murray valley encephalitis.

a. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex, Herpes zoster,

Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan jenis lain yang

dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.


b. Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela, pasca

vaksinia, pasca mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi

traktus respiratorius yang tidak spesifik.

Meskipun di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus ensefalitis, tetapi baru

Japanese B encephalitis yang ditemukan.

II. PATOGENESIS

Virus dapat masuk tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna.

Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa

cara :

- Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau

organ tertentu.

- Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah kemudian

menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.

- Penyebaran hematogen sekunder : virus berkembang biak di daerah

pertamakali masuk (permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke organ lain.

- Penyebaran melalui saraf : virus berkembang biak di permukaan selaput

lendir dan menyebar melalui sistem saraf.

Pada keadaan permulaan timbul demam, tetapi belum ada kelainan neurologis.

Virus akan terus berkembang biak, kemudian menyerang susunan saraf pusat dan

akhirnya diikuti kelainan neurologis.

Kelainan neurologis pada ensefalitis disebabkan oleh :

- Invasi dan perusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang

berkembang biak.
- Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan berakibat

demielinisasi, kerusakan vaskular, dan paravaskular. Sedangkan virusnya sendiri

sudah tidak ada dalam jaringan otak.

- Reaksi aktivasi virus neurotropik yang bersifat laten.

Seberapa berat kerusakan yang terjadi pada SSP tergantung dari virulensi virus,

kekuatan teraupetik dari system imun dan agen-agen tubuh yang dapat menghambat

multiplikasi virus.

Banyak virus yang penyebarannya melalui manusia. Nyamuk atau kutu

menginokulasi virus Arbo, sedang virus rabies ditularkan melalui gigitan binatang. Pada

beberapa virus seperti varisella-zoster dan citomegalo virus, pejamu dengan sistem imun

yang lemah, merupakan faktor resiko utama.

Pada umumnya, virus bereplikasi diluar SSP dan menyebar baik melalui peredaran

darah atau melalui sistem neural ( virus herpes simpleks, virus varisella zoster ).

Patofisiologi infeksi virus lambat seperti subakut skelosing panensefalitis (SSPE) sanpai

sekarang ini masih belum jelas.

Setelah melewati sawar darah otak,virus memasuki sel-sel neural yang mengakibatjan

fungsi-fungsi sel menjadi rusak, kongesti perivaskular, dan respons inflamasi yang secara

difus menyebabkan ketidakseimbangan substansia abu-abu (nigra) dengan substansia putih

(alba).

Adanya patologi fokal disebabkan karena terdapat reseptor-reseptor membran sel

saraf yang hanya ditemukan pada bagian-bagian khusus otak. Sebagai contoh, virus herpes

simpleks mempunyai predileksi pada lobus temporal medial dan inferior.


Patogenesis dari ensefalitis herpes simpleks sampai sekarang masih belum jelas

dimengerti. Infeksi otak diperkirakan terjadi karena adanya transmisi neural secara langsung

dari perifer ke otak melaui saraf trigeminus atau olfaktorius.

Virus herpes simpleks tipe I ditransfer melalui jalan nafas dan ludah.Infeksi primer

biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja.Biasanya subklinis atau berupa somatitis,

faringitis atau penyakit saluran nafas.Kelainan neurologis merupakan komplikasi dari

reaktivasi virus.Pada infeksi primer, virus menjadi laten dalam ganglia trigeminal.Beberapa

tahun kemudian,rangsangan non spesifik menyebabkan reaktivasi yang biasanya

bermanifestasi sebagai herpes labialis.

Plasmodium falsiparun menyebabkan eritrosit yang terifeksi menjadi lengket.Sel-sel

darah yang lengket satu sama lainnya dapast menyumbat kapiler-kapiler dalam otak.

Akibatnya timbul daerah-daerah mikro infark. Gejala-gejala neurologist timbul karena

kerusakan jaringan otak yang terjadi. Pada malaria serebral ini, dapat timbul konvulsi dan

koma.

Pada toxoplasmosis kongenital, radang terjadi pada pia-arakhnoid dan tersebar dalam

jaringan otak terutama dalam jaringan korteks.

Sangatlah sukar untuk menentukan etiologi dari ensefalitis, bahkan pada

postmortem.Kecuali pada kasus-kasus non viral seperti malaria falsifarum dan ensefalitis

fungal, dimana dapat ditemukan indentifikasi morfologik.

Pada kasus viral, gambaran khas dapat dijumpai pada rabies (badan negri) atau virus

herpes (badan inklusi intranuklear)

III. MANIFESTASI KLINIS

Trias ensefalitis yang khas ialah : demam, kejang, kesadaran menurun.


Manifestasi klinis tergantung kepada :

1. Berat dan lokasi anatomi susunan saraf yang terlibat, misalnya :

- Virus Herpes simpleks yang kerapkali menyerang korteks serebri,

terutama lobus temporalis

- Virus ARBO cenderung menyerang seluruh otak.

2. Patogenesis agen yang menyerang.

3. Kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita.

Umumnya diawali dengan suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan

hiperpireksia. Kesadaran dengan cepat menurun,. Anak besar, sebelum kesadaran

menurun, sering mengeluh nyeri kepala. Muntah sering ditemukan. Pada bayi, terdapat

jeritan dan perasaan tak enak pada perut.

Kejang-kejang dapat bersifat umum atau fokal atau hanya twitching saja. Kejang

dapat berlangsung berjam-jam.

Gejala serebrum yang beraneka ragam dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-

sama, misalnya paresis atau paralisis, afasia dan sebagainya.

Gejala batang otak meliputi perubahan refleks pupil, defisit saraf kranial dan

perubahan pola pernafasan.

Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan mencapai meningen.

Pada kelompok pasca infeksi, gejala penyakit primer sendiri dapat membantu

diagnosis.

Pada japanese B ensefalitis, semua bagian susunan saraf pusat dapat

meradang.gejalanya yaitu nyeri kepala, kacau mental, tremor lidah bibir dan tangan,

rigiditas pada lengan atau pada seluruh badan, kelumpuhan dan nistagmus.
Rabies memberi gejala pertama yaitu depresi dan gangguan tidur, suhu

meningkat, spastis, koma pada stadium paralisis.

Ensefalitis herpes simpleks dapat bermanifestasi sebagai bentuk akut atau

subakut. Pada fase awal, pasien mengalami malaise dan demam yang berlangsung 1-7

hari. Manifestasi ensefalitis dimulai dengan sakit kepala, muntah, perubahan kepribadian

dan gangguan daya ingat. Kemudian pasien mengalami kejang dan penurunan kesadaran.

Kejang dapat berupa fokal atau umum. Kesadaran menurun sampai koma dan letargi.

Koma adalah faktor prognosis yang sangat buruk, pasien yang mengalami koma sering

kali meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang berat. Pemeriksaan neurologis sering

kali menunjukan hemiparesis. Beberapa kasus dapat menunjukan afasia, ataksia, paresis

saraf cranial, kaku kuduk dan papil edema.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu

membantu. Biasanya berwarna jernih, jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfosit.

Kadar protein meningkat, sedangkan glukosamasih dalam batas normal.

Pada fase awal penyakit ensefalitis viral, sel- sel di LCS sering kali

polimorfonuklear, baru kemudian menjadi sel- sel.

LCS sebaiknya dikultur untuk mengetahui adanya infeksi virus, bakteri & jamur.

Pada ensefalitis herpes simpleks, pada pemeriksaan LCS dapat ditemukan

peningkatan dari sel darah merah, mengingat adanya proses perdarahan di parenkim otak.
Disamping itu dapat pula dijumpai peningkatan konsentrasi protein yang

menandakan adanya kerusakan pada jaringan otak.

Pada feses ditemukan hasil yang positif untuk entero virus.

Dengan pemeriksaan pencitraan neorologis (neuroimaging), infeksi virus dapat

diketahui lebih awal dan biasanya pemeriksaan ini secara rutin dilakukan pada pasien

dengan gejala klinis neurologis.

~ MRI (magnetic resonance imaging)

MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang paling dianjurkan pada

kasus ensefalitis. Bila dibandingkan dengan CT-scan, MRI lebih sensitif dan

mampu untuk menampilkan detil yang lebih bila terdapat adanya kelainan-

kelainan.

Pada kasus ensefalitis herpes simpleks, MRI menunjukan adanya

perubahan patologis, yang biasanya bilateral pada lobus temporalis medial dan

frontal inferior.

~ Computed Tomography

Pada kasus ensefalitis herpes simpleks, CT-scan kepala biasanya

menunjukan adanya perubahan pada lobus temporalis atau frontalis, tapi kurang

sensitif dibandingkan MRI. Kira-kira sepertiga pasien ensefalitis herpes simpleks

mempunyai gambaran CT-scan kepala yang normal.

~ Elektroensefalografi (EEG)

Pada ensefalitis herpes simpleks, EEG menunjukan adanya kelainan fokal

seperti spike dan gelombang lambat atau (slow wave) atau gambaran gelombang
tajam (sharp wave) sepanjang daerah lobus temporalis. EEG cukup sensitif untuk

mendeteksi pola gambaran abnormal ensefalitis herpes simpleks, tapi kurang

dalam hal spesifisitas. Sensitifitas EEG kira kira 84 % tetapi spesifisitasnya hanya

32.5%

Gambaran elektroensefalografi (EEG) sering menunjukkan aktifitas listrik

yang merendah yang sesuai dengan kesadaran yang menurun.

V. DIAGNOSIS BANDING

- Meningitis TBC

Radang selaput otak. Ditemukan rangsang meningeal pada pemeriksaan fisik.

- Abses otak

Radang bernanah pada jaringan otak. Dalam otak mula-mula terjadi radang

lokal disertai serbukan leukosit polimorfonuklear. Disekeliiling daerah yang

meradang, berproliferasi jaringan ikat dan astrosit, yang membentuk kapsul. Jaringan

yang rusak, mencair dan terbentuklah abses.

VI. PENATALAKSANAAN

Terapi suportif :

Tujuannya untuk mempertahankan fungsi organ, dengan mengusahakan jalan

nafas tetap terbuka (pembersihan jalan nafas, pemberian oksigen, pemasangan respirator

bila henti nafas, intubasi, trakeostomi) , pemberian makanan enteral atau parenteral,

menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi gangguan asam basa darah.

Untuk pasien dengan gangguan menelan, akumulasi lendir pada tenggorok,

dilakukan drainase postural dan aspirasi mekanis yang periodik.

Terapi kausal :
Pengobatan anti virus diberikan pada ensefalitis yang disebabkan virus, yaitu

dengan memberikan asiklovir 10 mg/kgBB/hari IV setiap 8 jam selama 10-14 hari.

Pemberian antibiotik polifragmasi untuk kemungkinan infeksi sekunder.

Terapi Ganciklovir merupakan pilihan utama untuk infeksi citomegali virus.

Dosis Ganciklovir 5 mg/kgBB dua kali sehari.kemudian dosis diturunkan menjadi satu

kali, lalu dengan terapi maintenance.

Preparat sulfa (sulfadiasin) untuk ensefalitis karena toxoplasmosis.

Vaksin anti rabies.

Semua penyakit yang disebabkan arbovirus sampai saat ini tidak ada terapi yang

spesifik,sehingga terapi yang digunakan hanyalah terapi suportif dan simtomatis.

Terapi Simptomatik :

Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Tergantung dari

kebutuhan obat diberikan IM atau IV. Obat yang diberikan ialah valium dan luminal.

Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan surface cooling dengan menempatkan

es pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan

kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan diatas kepala.

Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4

mg/kgBB/hari IV atau IM dibagi dalam 3 kali pemberian.

Diberikan antipiretikum seperti parasetamol, bila keadaan telah memungkinkan

pemberian obat peroral. Untuk mengurangi edema serebri dengan deksametason 0,2

mg/kgBB/hari IM dibagi 3 dosis dengan cairan rendah natrium.

Bila terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial, dapat diberikan manitol

0,5-2 g/kgBB IV dalam periode 8-12 jam.


VIII. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

Angka kematian untuk ensefalitis masih tinggi, dan mempunyai

Komplikasi atau gejala sisa berupa paresis/paralisis, gangguan penglihatan atau

gejala neurologis lain. Penderita yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang nyata

dalam perkembangan selanjutnya masih mungkin retardasi mental, masalah tingkah laku.

You might also like

  • Hipo
    Hipo
    Document17 pages
    Hipo
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • Peranan Progesteron Sebagai Penunjang Fase Luteal
    Peranan Progesteron Sebagai Penunjang Fase Luteal
    Document23 pages
    Peranan Progesteron Sebagai Penunjang Fase Luteal
    fujimeister
    No ratings yet
  • Ganja
    Ganja
    Document2 pages
    Ganja
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • Rise
    Rise
    Document15 pages
    Rise
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • Cover
    Cover
    Document5 pages
    Cover
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • Bab I
    Bab I
    Document2 pages
    Bab I
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • Sistem Akuisisi Data Jantung
    Sistem Akuisisi Data Jantung
    Document7 pages
    Sistem Akuisisi Data Jantung
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • Infudasi Dan Glikosida
    Infudasi Dan Glikosida
    Document16 pages
    Infudasi Dan Glikosida
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • Bab V
    Bab V
    Document1 page
    Bab V
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • Daun Salam
    Daun Salam
    Document35 pages
    Daun Salam
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Document17 pages
    Bab Iii
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • ARti Bimekanik 1
    ARti Bimekanik 1
    Document10 pages
    ARti Bimekanik 1
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Document1 page
    Daftar Isi
    ThieFeezae
    No ratings yet
  • Bab V
    Bab V
    Document1 page
    Bab V
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Document14 pages
    Bab Ii
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Document35 pages
    Bab Ii
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • Keluhan Utama Lapsus
    Keluhan Utama Lapsus
    Document31 pages
    Keluhan Utama Lapsus
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Document14 pages
    Bab Ii
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Document1 page
    Daftar Isi
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document2 pages
    Daftar Pustaka
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Document2 pages
    Daftar Pustaka
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • Bab II Tinjauan Pustaka
    Bab II Tinjauan Pustaka
    Document25 pages
    Bab II Tinjauan Pustaka
    Hayati Rizki Putri
    100% (1)
  • Hipo
    Hipo
    Document17 pages
    Hipo
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • Masalah Dan Data Pendukung
    Masalah Dan Data Pendukung
    Document5 pages
    Masalah Dan Data Pendukung
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • Bab V Penutup
    Bab V Penutup
    Document1 page
    Bab V Penutup
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • Bab III Laporan Kasus
    Bab III Laporan Kasus
    Document18 pages
    Bab III Laporan Kasus
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • Bab IV Pembahasan
    Bab IV Pembahasan
    Document10 pages
    Bab IV Pembahasan
    Hayati Rizki Putri
    No ratings yet
  • Diagnosis Epilepsi
    Diagnosis Epilepsi
    Document12 pages
    Diagnosis Epilepsi
    Fihmi Amy
    No ratings yet
  • Chapter II
    Chapter II
    Document27 pages
    Chapter II
    Chacha Ntu Ya Melyza
    No ratings yet