Professional Documents
Culture Documents
PEMBAHASAN
Pasien Ny. H dirawat di ruang Tulip PDW III bed nomor 6 selama kurang
lebih 8 hari, dengan diagnosa PGK stadium V dengan Leukositosis Ringan pro
Hipoalbuminemia Ringan, dan Hepatitis B Kronik, serta dengan status gizi pasien
adalah Overweight (IMT 25-30 Kg/m2). Diagnosa tersebut didukung dari hasil
dan HbsAg positif), CXR (Kardiomegali, LVH, Efusi Pleura Sinistra Minimal),
dan USG Abdomen (Chronic Kidney Disease), tanpa pemeriksaan pasti untuk
mengetahui etiologi berupa biopsi ginjal yang dinilai bersifat invasif sehingga
jarang dilakukan, dan pemeriksaan urinalisa rutin. Pasien mendapat resep pulang
berupa Bicnat 3x500 mg, CaCO3 3x1 tab oral, Asam Folat 1x3 tab oral, Adalat
Oros (Nifedipin) 3x30 mg oral, Candesartan 1x8 mg oral malam, dan rencana cuci
darah rutin 2x seminggu, yaitu setiap hari Selasa dan Jumat. Kontrol poli
uremia dan azotemia renal, dimana nilai ureum >200 mg/dl yaitu 210 mg/dl,
sehingga diagnosa banding awal pasien tersebut berupa GgGA, Acute on CKD,
dan PGK. Pasien telah membawa data berupa laboratorium kimia darah, CXR, dan
54
USG Abdomen dari RS sebelumnya. Namun, diagnosa PGK stadium V baru dapat
harinya yaitu 8,6 ml/menit/1,73m2. Diagnosa PGK stadium V biasanya baru bisa
serum pasien masih dalam rentang normal, dan tidak ada tanda-tanda hipoksia
seperti sesak napas dan sianosis. Pasien ini mengalami riwayat ensefalopati
peningkatan kadar RFT dan penurunan nilai eGFR, sedangkan nilai GDS pasien
dilakukan hemodialisa cito yang pertama kali, terjadi perbaikan keadaan umum
ml/menit/1,73m2. Hal ini didukung pula oleh adanya jenis sindrom uremikum
yang lain diwaktu yang bersamaan, yaitu gastropati uremikum. Dimana riwayat
maag pada pasien disangkal, Penurunan kesadaran mulai timbul saat pasien tidak
55
lagi memproduksi kencing sama sekali selama >12 jam walau telah diberikan
sebelumnya saat terjadi keadaan agitasi atau gelisah, mengingat gangguan mental
yang terjadi adalah akibat Gangguan Mental Organik (GMO) yang akan hilang
anamnesis, dimana agitasi ini terjadi secara mendadak. Akibat ada riwayat
dalam otak.
kedua kaki kemudian menyebar ke bagian perut, disertai dengan adanya keluhan
kencing dalam jumlah yang sangat sedikit bahkan tidak ada sama sekali dalama 1
hari, berwarna kuning jernih. Gejala ini mendukung adanya gangguan pada fungsi
ginjal yaitu pada sistem filtrasi dan sekresi. Jumlah produksi urin pasien PGK
dapat berbeda-beda, naik atau turun dari waktu ke waktu, namun umumnya
diperlukan jumlah urin yang banyak, agar tidak kembali terjadi retensi urea yang
pasien ini diberikan inj. Furosemid 20 mg 1-1-0 untuk dihari-hari awal perawatan.
Hingga saat hari akhir perawatan masih belum diketahui etiologi jelas pada
pasien ini. Pemeriksaan yang baru dikerjakan berupa laboratoium, EKG, dan USG
56
Abdomen. Pada pasien ini sayangnya tidak pula dilakukan pemeriksaan urinalisa
pasien PGK. Namun umumnya pemeriksaan diatas dilakukan bila ada indikasi
Os juga mengaku sempat mengalami sesak napas, namun sesak napas ini
kurang lebih 1 hari saja. Sesak napas tidak timbul segera walau os telah
evakuasi cairan pleura, mengingat cairan pleura pada pasien masih tergolong efusi
pleura sinistra minimal saat pasien dirawat di rumah sakit sebelumnya. Selain itu,
Pasien ini mengeluh adanya sesak napas atau keadaan lelah setelah hanya
CTR >50% pada chest x-ray, atau pembesaran batas jantung dan bunyi nafas
tambahan berupa ronki di bagian basal lobus kiri bawah yang didapatkan dari
57
pemeriksaan fisik. Adapun kriteria minor Framingham yang didapatkan antara
lain edema tungkai bilateral yang telah membaik pada hari perawatan ke 5 dan
efusi pleura. Diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan bila ditemukan minimal 2
kecuali hipertensi, walau didapatkan berat badan os melebihi berat badan ideal
kemungkinan dari penyebab PGK pada pasien ini adalah akibat hipertensi tak
disebutkan kombinasi terapi pada pasien dengan gagal jantung ditujukan untuk
akibat penggunaan dosis maksimal pada setiap obat. Berdasarkan pedoman tata
mengurangi resiko hospitalisasi atau pada pasien intoleran terhadap ACE-I. Selain
itu ARB tidak menyebabkan batuk seperti ACE-I dimana pada pasien gejala batuk
sempat dibawa ke puskesmas dan didapatkan tekanan darah pasien sempat lebih
dari 140 mmHg. Namun pasien tidak rutin minum obat karena pasien merasa
tidak ada keluhan. Riwayat hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
gagal jantung dimana jantung tidak mampu lagi melakukan kompensasi. Gagal
jantung merupakan komplikasi yang sering terjadi pada jenis hipertensi kronis.
58
Pasien dengan hipertensi kronis dapat menunjukkan gejala-gejala gagal jantung
namun dapat juga bersifat asimtomatis sementara. Prevalensi gagal jantung berupa
kronik dan hipertrofi ventrikel kiri dapat mempengaruhi fase relaksasi dan
disertai hipertrofi ventrikel kiri (LVH). Hal ini disebabkan oleh peningkatan
tekanan afterload, penyakit arteri koroner, penuaan, disfungsi sistolik dan fibrosis.
sehingga meretensi garam dan air dan meningkatkan vasokonstriksi perifer, yang
Terdapat hubungan antara gagal jantung dengan PGK pada pasien yang
yang tercantum pada tinjauan pustaka sebelumnya. Pasien dengan gagal jantung
kronis dapat menyebabkan gagal ginjal kronis yang diklasifikasikan sebagai CRS
oleh jantung sedang regulasi cairan tubuh dan elektrolit dilakukan oleh ginjal.
Kedua sistem ini saling membantu dalam autoregulasi tekanan darah. Bila oleh
59
suatu sebab curah jantung meningkat atau menurun, maka volume cairan tubuh
akan meningkat atau menurun pula. Peningkatan atau penurunan volume cairan
darah dan volume cairan tubuh serta sistim hemodinamik dipertahankan dalam
batas normal.
Pada CRS, pompa jantung menjadi lebih lemah (pump failure) dan stroke
(volume overload). Bila fungsi ginjal masih baik, maka ginjal akan membantu
dengan meningkatkan diuresis dan ekskresi natrium. Tetapi pada kondisi klinik ini
telah terjadi juga gangguan fungsi ginjal sehingga mekanisme normal tidak
seperti yang dikeluhkan pasien. Inilah yang disebut CRS yaitu kondisi klinik
pasien dengan sesak nafas yang bertambah berat dan resisten terhadap pengobatan
diuretik.
16 November 2016 saat pertama kali MRS didapatkan Hb 10,5 mg/dl disertai
jumlah eritrosit yang rendah 4,80 juta/uL. Adapun kadar MCV 81,5 fl, MCH 28,5
60
pg dan MCHC 33,7%. Dari data tersebut dapat diperkirakan bahwa pasien
pasien dapat merupakan komplikasi pada pasien dengan PGK. Faktor-faktor yang
kehilangan darah, pemendekan masa hidup sel darah merah, defisiensi vitamin,
“uremic milieu”, defisiensi besi dan inflamasi. Dikarenakan Hb pasien masih >10
g/dl tidak perlu sampai transfusi PRC selama HD cito. Namun masih tetap
diperlukan pemeriksaan monitoring lebih lanjut. Nilai Hb yang rendah ini juga
pasien ini adalah dari dialisis, terutama hemodialisis dan nantinya menyebabkan
defisiensi besi juga. Pasien-pasien hemodialisis dapat kehilangan 3-5 gr besi per
tahun. Normalnya, kita kehilangan besi 1-2 mg per hari, sehingga kehilangan besi
pada pasien-pasien dialisis 10-20 kali lebih banyak. Massa hidup eritrosit
kasus ini pasien diberikan preparat yang berperan dalam eritropoiesis berupa asam
adanya leukositosis ringan. Pada pasien dengan penyakit ginjal memiliki risiko
61
terjadinya infeksi yang disebabkan depresi imun dan anemia. Pada hitung jenis
rusak melalui fagositosis. Peningkatan jumlah granulosit pada kasus ini dapat
sehingga pada kasus ini diberikan antibiotik tambahan berupa inj. Seftriakson
sejak hari pertama perawatan selama 7 hari hingga kadar leukosit kembali normal.
Kadar natrium pada pasien 124 mmol/L. Kadar ini diklasifikasikan sebagai
dengan penyakit ginjal, keadaan fungsi ginjal yang terganggu berperan terhadap
osmolalitas dan kadar natrium urin sudah tidak lagi menggambarkan pengaruh
aksis hormonal.
penyakit hepatitis B dengan PGK yang diderita pasien, seperti pengaruh penyakit
62
penyakit glomerulonefritis, diluar dari kebiasaan mengonsumsi jamu dan minum
63