You are on page 1of 17

TINJAUAN PUSTAKA

APENDISITIS AKUT

Pembimbing :
dr. Made Agus D Sueta, Sp.B-KBD

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI BAGIAN ILMU BEDAH RSUP SANGLAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2018
Anatomi

Apendiks adalah organ berbentuk tabung dengan panjang kira-kira 10cm


dan berpangkal di bawah sekum tepat dibawah katup ileocaecal. Lumen appendiks
sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Apendiks terletak
intraperitoneal pada 65% kasus. Apendiks dapat bergerak karena posisinya di
intraperitoneal.1 Arah pergerakan appendiks bergantung pada panjang
mesoapendiks. apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di
belakang colon ascendens, atau di tepi lateral colon ascendens. Posisi apendiks
terbanyak adalah retrocaecal (65%), pelvical (30%), patileal (5%), paracaecal
(2%), anteileal (2%) dan preleal (1%). Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh
letak apendiks

Gambar 2.1 Gambaran posisi appendiks

Appendiks tampak pertama kali terlihat saat perkembangan embriologi


minggu ke delapan berupa bagian ujung darri protuberans sekum. Pada saat post
natal bagian sekum yang memanjang akan menjadi appendik dan berpindah dari
medial menuju katup ileocaecal. Apendiks pada bayi berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit di bagian ujungnnya. Bentuk appendiks pada bayi
menjadi sebab rendahnya insiden appendicitis pada bayi.1

Persarafan sekum dan apendiks vermiformis berasal dari saraf simpatis dan
parasimpatis dari plekxus mesenterica superior. Serabut saraf simpatis berasal dari
medula spinalis torakal 10 bagian kaudal.2 Persarafan parasimpatis berasal dari
cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterica superior dan a.apendikularis. Serabut
saraf aferen dari apendiks vermiformis mengiringi saraf simpatis ke segmen medula
spinalis thorakal 10. Rasa nyeri pada appendicitis timbul dari sekitar umbilikal
karena proses persarafan dari thorakal 10.

Pendarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan


cabang dari bagian bawah arteri ileocolica. Sifat arteri appendikularis adalah end
arteri sehingga apabila terdapat penyumbatan pada arteri akan menyebabkan
gangren pada jaringan disekitarnya.2

Definisi

Appendicitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendiks Vernicularis.


Appendicitis merupakan penyebab paling sering dari nyeri abdomen akut dan
penyebab paling umum untuk melakukan bedah abdomen darurat. Obstruksi lumen
dalah penyebab utama terjadinya appendicitis. Obstruksi dapat berupa fecalith (batu
feces) dan hiperplasi jaringan intralumen. Erosi membran mukosa pada appendiks
oleh parasit maupun bakteri juga dapat menyebabkan terjadinya appendicitis. 4,5

ETIOLOGI

Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri.


Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya
obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks yang biasanya disebabkan karena
adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, penyakit
cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, tumor primer pada dinding apendiks dan
striktur. Penelitian terakhir menemukan bahwa ulserasi mukosa akibat parasit
seperti E Hystolitica, merupakan langkah awal terjadinya apendisitis pada lebih dari
separuh kasus, bahkan lebih sering dari sumbatan lumen. Beberapa penelitian juga
menunjukkan peran kebiasaan makan.3,4

PATOGENESIS
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan daripada lumen
apendiks yang dapat terjadi akibat berbagai macam penyebab, yang antara lain
obstruksi oleh fekalit, gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus
vermicularis), namun insidensi paling banyak disebabkan obstruksi oleh fekalit dan
kemudian diikuti oleh proses peradangan. Hasil observasi epidemiologi juga
menyebutkan bahwa obstruksi fekalit adalah penyebab terbesar, yaitu sekitar 20%
pada anak dengan apendisitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi
appendiks. 4,5

Hiperplasia folikel limfoid appendiks juga dapat menyababkan obstruksi


lumen. Insidensi terjadinya apendisitis berhubungan dengan jumlah jaringan
limfoid yang hyperplasia. Penyebab dari reaksi jaringan limfatik baik lokal atau
general misalnya akibat infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat
invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis,
Schistosoma, atau Ascaris.5

Apendisitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enterik atau sistemik,
seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan cyctic fibrosis
memiliki peningkatan insidensi apendisitis akibat perubahan pada kelenjar yang
mensekresi mucus. Carcinoid tumor juga dapat mengakibatkan obstruksi
appendiks.

Sumber-sumber obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi


mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan
ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendistis akut fokal yang ditandai oleh
nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat, hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan
bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah, keadaan
ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu
akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini
disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah,
akan terjadi apendisitis perforasi.6

Gejala Klinis

Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri andomen. Secara klasik nyeri timbul
pertama kali ditengah bagian bawah epigastrium atau daerah umbilicus, menetap,
kadang-kadang disertai dengan rasa kram yang intermiten. Setelah periode 12 jam,
biasanya antara 4-6 jam lokasi nyeri terlokalisir di daerah kuadran kanan bawah. Variasi
lokasi anatomis apendiks menghasilkan berbagai variasi lokasi fase nyeri somatic. Sebagai
contoh apendiks yang panjang dimana ujung yang mengalami inflamasi berada di kuadran
kiri bawah menyebabkan nyeri pada daerah tersebut, letak retrocaecal menyebabkan
nyeri pada daerah pinggang atau punggung, apendiks letak pelvic nyerinya pada
suprapubik dan apendiks letak retroileal dapat menyebabkan nyeri pada testis, diduga
karena iritasi dari arteri spermatikius dan ureter.

Anoreksia hampir selalu menyertai apendisitis. Vomitus terjadi pada kira-kira 75%
pasien tetapi tidak terus menerus, sebagian besar pasien mengalami vomitus hanya 1-2
kali.

Obstipasi sebagian besar terjadi sebelum nyeri abdomen dan merasa bahwa
defekasi dapat mengurangi rasa nyeri perutnya. Diare dapat terjadi pada beberapa
pasien.
Tanda Klinis

Tanda-tanda vital tidak mengalami perubahan yang banyak pada apendisitis yang
sederhana.Kenaikan temperature jarang melebihi 1°C. Kecepatan nadi dapat normal atau
sedikit meningkat.
Nyeri tekan dan nyeri lepas secara klasik di kuadran kanan bawah pada apendiks
letak anterior yang mengalami inflamasi. Nyeri tekan yang maksimal terletak pada atau
dekat titik Mc Burney.

Rovsing’s sign dengan cara penekanan pada kuadran kiri bawah menyebabkan
refleksi nyeri pada daerah kuadran kanan bawah.

Psoas Sign mengindikasikan adanya iritasi ke muskulus psoas. Tes ini dilakuakn
dengan cara pasien berbaring terlentang, secara perlahan tungkai kanan diekstensikan
kearah kiri pasien sehingga menyebabkan peregangan m.psoas. Rasa nyeri pada
maneuver ini menandakan tes positif.
Obturator sign positif dari nyeri hipogastrik pada peregangan m.obturator
internus menandakan iritasi pada daerah tersebut. Tes dilakukan dengan cara pasien
berbaring terlentang, tungkai kanan difleksikan dan dilakukan rotasi interna secara
pasif.[17]
LABORATORIUM

Pada apendisitis akut biasanya terdapat leukositosis ringan berkisar antara


10.000-18.000/mm³. Hitung sel darah putih tersebut meningkat pada keadaan-keadaan
seperti perforasi dengan atau tanpa abses.

Urin biasanya normal, hanya sedikit leukosit dan eritrosit dan kadang terdapat
gross hematuri, terutama di retrocaecal atau apendisitis di pelvic.

RADIOLOGI

Empat tipe pemeriksaan radiologis dapat membantu diagnosis apendisitis akut.


Foto abdomen datar telah sering digunakan dalam mengevaluasi pasien dengan akut
abdomen. Penemuan klinis yang sering dalam apendisitis akut ialah fecalith. Meskipun
fekalit ditemukan dalam 10%-40 % pasien dengan apendisitis, hal tersebut cukup sulit
untuk merumuskan perkiraan sensitivitas dan spesifisitas penemuan fekalit. Didalam
nyeri akut abdomen penemuan fecalith dihubungkan dengan apendisitis akut (90%). Hal
tersebut merupakan tanda yang sensitif apendisitis akut dan dapat memperkirakan
kemungkinana terjadinya perforasi.

Pada pasien dewasa dimana perforasi merupakan masalah utama, penentuan


diagnosis dengan foto abdomen datar, Barium enema bisa membantu , tetapi tidak lebih
baik dari pemeriksaan lainnya.

Pemeriksaan USG menjadi sangat popular baru-baru ini, Penemuan klinis meliputi
penebalan dinding dan kehilangan lapisan normal.

CT scan merupakan standar emas untuk pemeriksaan noninvasive dari apendisitis


akut. CT scan dapat mendeteksi dan menentukan lokasi radang, massa dan abses, dengan
pemberian kontras secara oral dapat mengisi lumen apendiks.[16]
DIAGNOSIS

Diagnosis klinis apendisitis ditentukan berdasarkan nyeri yang terlokalisir dan


tanda peradangan seperti demam, dan leukositosis. Penjalaran nyerinya dari
periumbilikal ke kuadran kanan bawah merupakan tanda diagnosis yang penting. Strategi
terbaik dalam mengobservasi pasien adalah 6 jam atau lebih karena pada waktu ini pasien
apendisitis nyeri dan tanda inflamasinya makin jelas.[17]

Untuk lebih memudahkan diagnosis ada beberapa scoring system yang


dipergunakan, salah satunya adalah Alvarado Score.[15]

Yang Dinilai Skor


Gejala Nyeri beralih pada fossa iliaca kanan 1
Anoreksia 1
Mual/muntah 1
Nyeri tekan fossa iliaca 2
Tanda Nyeri lepas fossa iliaca 1
Kenaikkan temperature 1
Laboratorium Leukositosis 2
Neutrofil bergeser kekiri 1
Skor Total 10

Bila: Skor 1-4 :Tidak dipertimbangkan mengalami apendisitis akut

Skor 5-6 :Dipertimbangkan kemungkinan diagnosis apendisitis akut

tetapi tidak memerlukan tindakan operasi segera atau dinilai

ulang

Skor 7-8 :Dipertimbangkan kemungkinan mengalami apendisitis akut

Skor 9-10 :Hampir definitif mengalami apendisitis akut dan dibutuhkan

tindakan bedah
DIAGNOSIS BANDING

Nyeri abdomen dan gejala lain yang menyerupai apendisitis akut dapat
disebabkan oleh banyak kelainan patologi, khususnya yang melibatkan traktus
gastrointestinal, genitourinarius, dan organ ginekologi.

Keadaan yang paling sering dikelirukan dengan apendisitis adalah gastroenteritis


pada orang dewasa serta limfadenitis mesenterika pada anak dan dewasa muda. Pada
gastroenteritis, mual, muntah, dan diare berlebihan merupakan gambaran yang menonjol
dan khas mendahului mulainya nyeri yang berbatas kurang tegas atau lebih bersifat kram
dibandingkan nyeri yang terlihat pada apendisitis.

Keadaan gastroenteritis lain adalah ulkus peptikum, divertikulitis kolon,


karsinoma kolon, divertikulitis Meckel dan enteritis regional. Usia pasien membantu
mengurangi kemungkinan ini karena divertikulitis dan karsinoma usus besar jarang
terlihat pada pasien muda. Perbedaan divertikulitis Meckel dari apendisitis akut sulit
dilakukan, tetapi kegagalan melakukan ini tidak kritis karena penatalaksanaan bedah
kedua keadaan ini serupa.

Banyak kelainan ginekologi meniru apendisitis akut. Folikel ovarium yang pecah,
torsi kista ovarium, ruptur kista ovarium, kehamilan ektopik dan peradangan pelvis harus
dipertimbangkan dalam mendiagnosis nyeri perut kanan bawah wanita. Hubungan
mulainya gejala dengan masa haid serta sifat nyeri bisa bermanfaat dalam membedakan
salah satu kelainan pelvis dari apendisitis. Kelainan ginekologi tersebut cenderung
menimbulkan nyeri yang mendadak. Untuk kehamilan ektopik memperlihatkan tanda-
tanda syok hipovolemik. Salpingitis timbul tepat setelah masa haid, sangat nyeri pada
pergerakan serviks dan pengeluaran sekret vagina.
Batu ureter dan ginjal jarang dikelirukan dengan apendisitis karena nyeri
punggung kolik unilateral yang menjalar ke lipat paha sulit disalahinterpretasikan. Suatu
batu dapat diperlihatkan dengan foto polos abdomen.[15]

PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan yang dapat dilakukan pada penderita apendisitis meliputi
penanggulangan konservatif dan operasi. Penanggulangan konservatif terutama
diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa
pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada
penderita apendisitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan
elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik.7,10
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukannya apendisitis , maka tindakan yang
dilakukan adalah pembedahan operasi membuang apendiks (apendektomi).
Penundaan apendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses
dan perforasi. Pada abses apendisitis yang dilakukan drainase (mengeluarkan
nanah).7,11
Persiapan pra-bedah meliputi :
- Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
- Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin
- Rehidrasi
- Antibiotika dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena
Operasi
A. Open Appendectomy

1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.

2. Dibuat sayatan kulit: Horizontal Oblique

3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:

a. Pararectal/ Paramedian Sayatan pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu


otot disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus
abdominis karena fascia ada 2 supaya jangan tertinggal pada waktu penjahitan
karena bila terjahit hanya satu lapis bisa terjadi hernia cicatricalis. 2 lapis M.rectus
abd. sayatan

b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting Sayatan berubah-ubah sesuai


serabut otot. Lokasi insisi yang sering digunakan pada Appendectomy

B. Laparoscopic Appendectomy

Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic dapat dipakai sarana
diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek
Appendicitis akut. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk membedakan
penyakit akut ginekologi dari Appendicitis akut akan lebih mudah dengan
menggunakan laparoskop.

Appendektomi harus dilakukan dalam 24 jam setelah diagnosis ditegakkan. Jika


apendiks telah perforata , terutama dengan peritonitis menyeluruh, resusitasi cairan
yang cukup dan antibiotik spektrum luas mungkin diperlukan beberapa jam
sebelum apendiktomi. Antibiotik harus mencakup organisme yang sering
ditemukan (Bacteroides, Escheria Coli, Klebsiella, danm Pseudomonas Species).
Regimen yang sering digunakan adalah ampisilin (100 mg/kg/24 jam), gentamisin
(5 mg/kg/24 jam) dan klindamisin (40 mg/kg/24 jam) atau metronidazole (Flagyl)
( 30 mg/kg/ 24 jam). Apendiktomi dilakukan dengan atau tanpa drainase cairan
peritoneum, antibiotik diteruskan sampai 7-10 hari.8,14
KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penangganan apendisitis. Komplikasi
utama dari appendisitis adalah perforasi appendiks yang dapat berkembang menjadi
appendiks peritonitis atau abses. Insiden perforasi adalah 10-32 %. Komplikasi 93
% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75 % pada orang tua.Insiden
lebih tinggi terjadi pada anak kecil dan lansia .Anak-anak memiliki dinding
appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek, dan belum sempurna
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua terjadi gangguan
pembuluh darah.9 Adapun jenis komplikasinya diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Masa ini mula-mula flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi apabila
appendisitis gangren atau mikroperfusi ditutupi oleh omentum.13
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
rongga abdomen. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit,
tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada
70 % kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas
lebih dari 38 derajat C, tampak toksis, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperfusi dapat menyebabkan peritonitis.13
3. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut dan kronik. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktifitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria.
Gejala peritonitis berupa nyeri perut yang semakin hebat, muntah, demam, dan
leukositosis.12

PROGNOSIS
Prognosis baik bila dilakukan diagnosis dini sebelum terjadi ruptur, dan diberi
antibiotik yang adekuat serta dilakukan appendektomi sebelum perforasi. Kematian
dapat terjadi pada beberapa kasus. Mortalitas pada pasien dengan appendisitis
berhubungan dengan sepsis, emboli paru, ataupun aspirasi.. Setelah operasi masih
dapat terjadi infeksi pada 30 % kasus apendiks perforasi atau apendiks gangrenosa.8
Dengan operasi awal, tingkat kematian apendisitis akut sangat rendah. Pemulihan
pada orang tua membutuhkan waktu lebih lama. Tanpa operasi dan antibioti tingkat
kematian mencapai 50% dan jika terjadi perforasi , dengan pembedahan dan
antibiotik telah menurunkan angka kematian.

DAFTAR PUSTAKA

1. Putrikasari, Luh AP. 2011. Perbedaan Jumlah Leukosit Pada Pasien Apendisitis Akut
Dan Apendisitis Kronik di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta
Periode 2010. Jakarta: FK UPN.
2. R. Sjamsuhidayat, Wim De Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Grace, Pierce A., Borley, Neil R. At a Glance Ilmu Bedah. Ed.3. Jakarta: PT. Erlangga.
4. Behrman, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
5. Aryanti, Adhita D. 2009. Appendicitis Acute. Cimahi: FK Universitas Jenderal Achmad
Yani.
6. Burkit H,G., Quick, C.R.G., and Reed, J.R. 2007. Appendicitis In: Essential Surgery
Problem, Diagnosis and Management. Fouth Edition. London : Elsevier, 389-398.
7. Reksopradjo, Soelarto. 2007 Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FK UI . Binarupa Aksara:
Jakarta.
8. Schwartz, I, S., 2000. Principles of Surgery 7 th. Penerbit Buku Kedokteran EGC :
Jakarta.
9. Syamsuhidayat, R., dan Jong, WB. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. Penerbit
buku kedokteran EGC : Jakarta.
10. Dudley,H,, 1992. Ilmu Bedah Gawat Darurat Edisi I Gadjah Mada. University Press:
Yogyakarta.
11. Oswan, E. 2000. Bedah dan Perawatan FK UI. Penerbit FK UI: Jakarta.
12. Schrock, T. 1995. Ilmu Bedah Edisi 7. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.
13. Naulibasa, Katerin. 2011. Gambaran Penderita Apendisitis Perforata Umur 0-14
tahun di RSUP H.Adam Malik Tahun 2006-2009. KTI FK USU.
14. Hartman, G.,E., 2000. Apendisitis Akut. In : Nelson , W.E., Behrman, R.E., Kliegman,
R.M., and Arvin, A.M., ed. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol.2.Edisi 15. Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.
15. Lawrence W. Way, Appendix, in Current Surgical, 7th ed, Mc Graw Hill inc, USA, 2003,
p 668-72.
16. Malik, Wani, Continuing Diagnostic Challence of Acute Appendicitis: Evaluation
Through Modified Alvarado Score, Aust.
17. Seymor I. Schwartz, Appendix, in Principles of Surgery, 7th ed, Mc Graw Hill inc, USA,
1999, p 1383-93.

You might also like