Professional Documents
Culture Documents
DAN PENGERINGAN
MAKALAH
Oleh:
Kelompok 3/ GHI-K
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan
pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani). Bahan pangan nabati
adalah bahan-bahan makanan yang berasal dari tanaman (bisa berupa akar, batang, dahan,
daun, bunga, buah atau beberapa bagian dari tanaman bahkan keseluruhannya) atau bahan
makanan yang diolah dari bahan dasar dari tanaman. Bahan pangan hewani merupakan
bahan-bahan makanan yang berasal dari hewan atau olahan yang bahan dasarnya dari hasil
hewan. Kedua bahan pangan ini memiliki karakteristik yang berbeda sehingga memerlukan
penanganan dan pengolahan yang berbeda pula,dalam hal ini yang diuraikan adalah bahan
pangan hewani. Bahan pangan hewani meliputi susu, telur, daging dan ikan serta produk-
produk olahannya yang bahan dasarnya berasal dari hasil hewani.Bahan pangan hewani
memiliki karakteristik yang membedakan dengan bahan pangan nabati. Beberapa diantaranya
adalah:
a) Bahan pangan hewani memiliki daya simpan yang jauh lebih pendek daripada
bahan pangan nabati bila dalam keadaan segar (kecuali telur). Pendeknya daya simpan ini
terkait dengan struktur jaringan hasil hewani dimana bahan pangan hewani tidak memiliki
jaringan pelindung yang kuat dan kokoh sebagaimana pada hasil tanaman.
b) Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh
faktor tekanan dari luar.
c) Karakteristik masing-masing bahan pangan hewani sangat spesifik sehingga tidak
bisa digeneralisasi. Sifat pada daging sangatlah berbeda dengan sifat telur. Berbeda dengan
pangan nabati yang memiliki kesamaan dalam hal jaringan-jaringan atau komponen-
komponen penyusunnya. Pada bahan pangan hewani, lemak pada daging terletak pada
jaringan lemak, pada susu terletak pada globula-globula lemak dan pada telur terdapat pada
kuning telur.
d) Bahan pangan hewani pada umumnya merupakan sumber protein dan lemak dan
bahan pangan nabati merupakan sumber karbohidrat, vitamin, mineral, lemak dan protein.
Pengolahan bahan makanan terdiri dari pengukusan, pasteurisasi, pengasapan
pengeringan, perebusan, fermentasi dan masih banya lagi. Pada makalah ini kami membahas
teknik pengolahan bahan makanan yaitu pengasapan dan pengeringan. Pengasapan dapat
didefinisikan sebagai proses penetrasi senyawa volatil pada ikan yang dihasilkan dari
pembakaran kayu yang dapat menghasilkan produk dengan rasa dan aroma spesifik umur
simpan yang lama karena aktivitas anti bakteri, menghambat aktivitas enzimatis pada ikan
sehingga dapat mempengaruhi kualitas ikan asap. Senyawa kimia dari asap kayu umumnya
berupa fenol (yang berperan sebagai antioksidan), asam organik, alkohol, karbonil,
hidrokarbon dan senyawa nitrogen seperti nitro oksida, aldehid, keton, ester, eter, yang
menempel pada permukaan dan selanjutnya menembus ke dalam daging ikan (Isamu,2012).
Pengeringan ialah suatu cara/proses untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya
dengan menggunakan energi panas. Pengeringan dapat pula diartikan sebagai suatu
penerapan panas dalam kondisi terkendali untuk mengeluarkan sebagian besar air dalam
bahan pangan melalui evaporasi dan sublimasi. Dengan pengeringan, diharapkan kandungan
air dalam bahan pangan akan berkurang sehingga akan mengurangi resiko dari gangguan
aktifitas mikroba. Karena bahan pangan dengan kandungan air (Aw) tinggi maka akan
berisiko tinggi terhadap gangguan aktifitas mikroba. Aktifitas mikroba tersebut akan
menyebabkan kerusakan bahan pangan seperti pembusukan dan penjamuran.
Berdasarkan hal di atas maka pengolahan menjadi penting. Pengolahan penting karena
dapat memperpanjang masa simpan, meningkatkandaya tahan, meningkatkan kualitas, nilai
tambah dan sebagai sarana diversifikasi produk. Dengan demikian maka suatu produk
menjadi memiliki daya ekonomi yang lebih setelah mendapat sentuhan teknologi pengolahan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembuatan makalah ini antara lain :
1. Bagaimana definisi pengolahan pangan dengan cara pengasapan dan pengeringan ?
2. Apa tujuan pengolahan pangan dengan cara pengasapan dan pengeringan?
3. Bagaimana cara pengolahan bahan makanan dengan teknik pengasapan dan pengeringan ?
4. Apa saja bahan makanan yang biasanya diolah dengan teknik pengasapan dan
pengeringan?
5. Bagaimana kekurangan dan kelebihan pengolahan bahan makanan dengan teknik
pengasapan dan pengeringan serta pengaruhnya terhadap kandungan awal bahan makanan
itu sendiri ?
6. Apa saja hal yang perlu diperhatikan dalam teknik pengasapan dan pengeringan agar
kadungan gizi dari bahan makanan tersebut tetap terjaga ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui definisi pengolahan pangan dengan cara pengasapan dan pengeringan.
2. Mengetahui tujuan pengolahan pangan dengan cara pengasapan dan pengeringan.
3. Mengetahui cara pengolahan bahan makanan dengan teknik pengasapan dan pengeringan,
4. Mengetahui bahan makanan yang biasanya diolah dengan teknik pengasapan dan
pengeringan.
5. Mengetahui kekurangan dan kelebihan pengolahan bahan makanan dengan teknik
pengasapan dan pengeringan serta pengaruhnya terhadap kandungan awal bahan makanan
itu sendiri.
6. Mengetahui hal yang perlu diperhatikan dalam teknik pengasapan dan pengeringan agar
kadungan gizi dari bahan makanan tersebut tetap terjaga.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Definisi Pengasapan
Pengasapan adalah cara pengawetan/pengolahan ikan dengan menggunakan asap yang
berasal dari hasil pembakaran arang kayu atau tempurung kelapa, sabut, serbuk gergaji atau
sekam padi. Dalam hal ini dalam asap terkandung senyawa-senyawa yang mempunyai sifat
mengawetkan, seperti senyawa phenol, formaldehyde dan lain-lain (Mareta, 2011). Asap
terbentuk karena pembakaran yang tidak sempurna, yaitu pembakaran dengan jumlah oksigen
yang terbatas.
Tujuan Pengasapan
Pengasapan ikan dilakukan dengan tujuan tertentu yaitu:
1) Untuk mengawetkan ikan (banyak dilakukan di negara-negara yang belum atau sedang
berkembang dengan memanfaatkan bahan-bahan alam berupa kayu yang melimpah dan
murah),
2) Untuk memberikan rasa dan aroma yang khas.
Menurut Murniyati (2000), sebenarnya asap sendiri daya pengawetnya sangat terbatas
(yang tergantung pada lama dan ketebalan asap), sehingga agar ikan dapat tahan lama,
pengasapan harus dikombinasikan dengan cara-cara pengawetan lainnya, misalnya
penyimpanan pada suhu rendah. Menurut perkiraan FAO, 2% dari hasil tangkapan ikan dunia
diawetkan dengan cara pengasapan, sedangkan di negara-negara tropis jumlahnya mencapai
30% (Mareta, 2011).
3) Untuk penciptaan produk baru
4) Pengembangan warna
Pengasapan mempengaruhi atribut inderawi dari produk pengasapan karena
terjadinya perubahan-perubahan protein akibat proses penggaraman atau pemanasan.
(Sikorski & Sun Pan 1994).
Menurut Afrianto dan Liviawati (1989), zat-zat kimia yang dihasilkan dari
pembakaran bahan bakar dalam proses pengasapan dapat memberikan warna kuning
keemasan dan dapat memberikan daya tarik pada konsumen. Lebih lanjut dikatakan
Moeljanto (1992), warna yang dikehendaki oleh konsumen sebagai warna ideal dari ikan
hasil proses pengasapan adalah warana kuning emas kecoklatan. Menurut Soesono (1985),
pengasapan bertujuan untuk memberikan warna serta rasa yang khas pada ikan, sehingga
dapat dinyatakan bahwa semakin lama ikan diasapi maka semakin banyak jumlah zat-zat
dalam asap yang diterima sesuai dengan produk akhir yang diinginkan.
Perubahan warna produk yang diasapi pada umumnya terjadi akibat senyawa-
senyawa yang terdapat pada ikan mengalami oksidasi. Terjadinya peristiwa oksidasi ini tidak
terlepas dari peran oksigen sehingga membuat kontak yang bebas dengan udara
(Hadiwiyoto,1993). Sehingga perbedaan nilai organoleptik tersebut mempengaruhi tekstur
yang tidak kompak, kenampakan, bau dan rasa yang berbeda, namun secara umum
penerimaan organoleptik menunjukkan bahwa pada semua perlakuan dapat diterima oleh
panelis. Pada umumnya tergantung pada warna, karena warna tampil terlebih dahulu
(Winarno, 2004).
Potensi pembentukan warna coklat Menurut Ruiter (1979) dalam Prananta (2005),
karbonil mempunyai efek terbesar pada terjadinya pembentukan warna coklat pada produk
asapan. Jenis komponen karbonil yang paling berperan adalah aldehid glioksal dan metal
glioksal sedangkan formaldehid dan hidroksiasetol memberikan peranan yang rendah. Fenol
juga memberikan kontribusi pada pembentukan warna coklat pada produk yang diasap
meskipun intensitasnya tidak sebesar karbonil.
Warna merupakan komponen yang sangat penting untuk menentukan kualitas atau
derajat penerimaan suatu bahan pangan. Suatu bahan pangan meskipun dinilai enak dan
teksturnya sangat baik, tetapi memiliki warna yang kurang sedap dipandang atau memberikan
kesan menyimpang dari warna yang seharusnya, maka tidak layak dikonsumsi. Penentuan
mutu suatu bahan pangan pada umumnya tergantung pada warna, karena warna tampil
terlebih dahulu (Winarno, 2004).
Metode Pengasapan
Metode pengasapan ada 4, yaitu : pengasapan dingin (cold smoking), pengasapan panas,
pengasapan listrik (electric smoking), pengasapan liquid/cair.
a) Pengasapan Dingin
Pengasapan dingin adalah proses pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang
diasap agak jauh dari sumber asap, dengan suhu penyimpanan tidak terlalu tinggi, cukup
30ºC -60ºC. Cold smoking bahan-bahan mentah dengan kadar garam yg tinggi, diasapi-
dikeringkan dengan waktu lamajenis ikan yang dipakai adalah salem, ikan ekor kuning dan
ikan mackerel.cold smoking pengasinan bertujuan untuk mendehidrasi dan mengetatkan
dagingdan membantu osmose asap kedalam badan ikan serta meningkatkan daya
pengawetansetelah pengasinan dimasukkan ke dalam air tawar.
b) Sosis
Dipabrik-pabrik sosis yang modern sekarang pada kenyataanya baik proses
pengasapan maupun proses pemasakan dilakukan bersama-sama dalam satu asap. Dengan
udara yang terkontrol dan dilengkapi dengan penyiram air panas, atau produk dapat
dipindahkan dari rumah asap umtuk kemudian dimasak. Tujuan daripada proses pengasapan
pada sosis adalah untuk memperbaiki kenampakan sosis yaitu oleh komponen-komponen
dalam asap, untuk memberi flavor asap yang khas, untuk memberi daya awt oleh bahan-
bahan bakteriostatik dan bahan-bahan antioksidan yang berasal dari asap.
c) Ikan
Ikan salem merupakan ikan yang banyak diasapi di Amerika Serikat. Setelah digarami
pada konsentrasi rendah, ikan salem kemudian diasap dinin. Ikan salem yang masih lunak
direndam dalam air tawar selama semalam atau disimpan dalam air yang mengalir selama
sepuluh jam, kemudian ikan itu dicuci, ditiriskan dan kemudian dibereskan. Ikan salem
kemudian diasap pada suhu sekitar 27⁰ C selama 24 sampai 48 jam dalam asap yang sedikit.
d) Keju
Pengasapan keju merupakan hal yang telah dikerjakan sejak jaman dahulu.
Pengasapan keju dapat memperbaiki kualitas penyimpanan keju tersebut, hal itu disebabkan
karena permukaan keju akan diseliputi dan diliputi oleh senyawa-senyawa anti mikrobia dan
antioksidan yang memang terdapat didalam asap. Dengan demikian keju akan langsung
terhindar dari serangan kapang dan jasad-jasad renik lainnya (Nastiti, 2006).
Keuntungan
Pengasapan Tradisional
1. memanfaatkan bahan-bahan alam berupa kayu yang melimpah dan murah
2. Untuk memberikan rasa dan aroma yang khas (Murniyati, 2000)
3. Lebih empuk
4. Cukup mampu mengawetkan
Menurut Dwiari (2008), senyawa fenol cenderung bereaksi dengan grup S-H (Sulfur-
Hidrogen) protein. Adanya reaksi tersebut dapat mengakibatkan kerusakan protein
(terdenaturasi) yang bisa menyebabkan menurunnya nilai protein, menurunnya daya cerna
protein sehingga yang diserap tubuh juga berkurang. Selain itu menurut Muchtadi dan
Ayustaningwarno (2010), protein juga mengalami reaksi browning (pencoklatan) yang
menyebabkan terjadinya perubahan warna menjadi coklat. Reaksi browning non enzimatik
yang paling sering terjadi adalah reaksi antara asam organik dan gula pereduksi dan antar
asam amino dengan gula pereduksi.
Agar bahan makanan dapat tahan lama, pengasapan harus dikombinasikan dengan
cara-cara pengawetan lainnya, misalnya penyimpanan pada suhu rendah. Menurut perkiraan
FAO, 2% dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara pengasapan, sedangkan di
negaranegara tropis jumlahnya mencapai 30%.
Menurut Zotos, dalam Heruwati (2002), pengasapan harus dilakukan pada waktu dan
kepekatan asap serendah mungkin, karena asap mengandung senyawa-senyawa karbonil yang
akan bereaksi dengan lisin dan mereduksi kualitas protein. Bahan baku yang disimpan beku
hingga 33 minggu dapat menyebabkan hilangnya lisin dan tiamin yang tersedia setelah
pengasapan masing-masing 74% dan 90%.
Sedangkan menurut Burt dalam Heruwati (2002) menyatakan bahwa beberapa jenis
vitamin yang terdapat dalam ikan akan mengalami kerusakan sebagai akibat proses
pengeringan atau pengasapan, tergantung waktu dan suhu, pH, serta terjadinya penirisan.
Pengasapan panas (di atas 80°C) dapat menyebabkan hilangnya vitamin yang larut dalam air
seperti niasin, riboflavin, dan asam askorbat hingga 4% (Bhuiyan dalam Herwati, 2002).
B. Metode Pengeringan
Definisi Pengeringan
Pengeringan ialah suatu cara/proses untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian
air dari suatu bahan , dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya dengan
menggunakan energi panas.1 Biasanya kandungan air bahan dikurangi sampai batas dimana
mikroba tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya. Pengeringan dapat pula diartikan sebagai suatu
penerapan panas dalam kondisi terkendali , untuk mengeluarkan sebagian besar air dalam
bahan pangan melalui evaporasi (pada pengeringan umum) dan sublimasi (pada pengeringan
beku) (Bernasconi, G., 1995).
Kerusakan (kebusukan) bahan pangan tergantung dari jenis bahan pangan, yaitu
berlangsung secara lambat misalnya pada biji-bijian, kacang-kacangan atau sangat cepat
misalnya pada daging dan ikan. Penyebab utama kerusakan ini adalah karena pertumbuhan
dan aktivitas mikroba (bakteri, kapang, dan khamir) serta aktivitas enzimenzim di dalam
bahan pangan. Mikroba penyebab kerusakan bahan pangan dapat ditemukan baik di tanah,
air, udara, pada kulit, atau bulu ternak dan di dalam usus (Muchtadi, 2010).
Cara mencegah pertumbuhan mikroba dapat dilakukan dengan cara mengganggu
lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup mikroba dapat diganggu dengan merubah suhu,
kadar air substrat (aw), pH kadar oksigen, komposisi substrat, serta penggunaan bahan
pengawet anti mikroba. Kadar air substrat bahan mempunyai peranan penting dalam
menghambat atau mencegah pertumbuhan mikroba. Karena mikroba memerlukan air untuk
pertumbuhan dan aktivitasnya. Kondisi pertumbuhan air yang baik pada mikroba umumnya
mengandung sekitar 80% air. Maka untuk mencegah atau manghambat pertumbuhan mikroba
dapat dilakukan dengan mengurangi kadar air bahan yaitu dengan cara pengeringan. Jadi
prinsip pengawetan pangan dengan cara pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan (aw)
sehingga tidak memungkinkan lagi mikroba untuk melakukan aktivitasnya (Etiasih, 2011).
Tujuan pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas
perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan
terhambat atau bahkan terhenti sama sekali. Dengan demikian, bahan yang dikeringkan
mempunyai waktu simpan lebih lama (Adawyah, 2008).
Metode Pengeringan
Proses pengeringan bahan pangan dapat dilakukan dengan cara penjemuran (drying),
menggunakan alat pengering/pengeringan buatan (dehydration) serta pengeringan dengan
pembekuan (freeze drying)
1. Pengeringan alami/Penjemuran (drying)
Penjemuran merupakan pengeringan yang dilakukan dengan memanfaatkan sinar
matahari dimana matahari sebagai sumber panas. Pengeringan dengan menggunakan
metode ini membutuhkan waktu yang tidak menentu tergantung dari faktor alam yaitu
kondisi musim kemarau atau penghujan (cuaca), faktor lain yang mempengaruhi lama
waktu yaitu bahan yang akan dikeringkan. Seperti halnya pengeringan labu kuning,
menurut Hendrasty (2003) membutuhkan waktu 4-6 hari (tergantung pada cuaca).
2. Pengeringan buatan (dehydration)
Pengeringan buatan merupakan pengeringan dengan menggunakan bantuan alat
pengering, dimana suhu, kelembapan udara, kecepatan pengaliran udara serta waktu
pengeringan dapat diatur dan diawasi.
5. Vacuum dryer
Alat ini memiliki keuntungan yaitu suhu yang dihasilkan lebih rendah, sehingga
makanan yang mudah rusak karena suhu tinggi dapat dikurangi selain itu tidak terjadi
oksidasi selama pengeringan.
2. Dendeng
Pengeringan daging memberikan pengaruh terhadap keempukan dan daya ikat air
sehingga dalam proses pengeringan daging perlu memperhatikan metode pengeringan
yang digunakan. Pembuatan dendeng yang dikenal oleh kebanyakan masyarakat adalah
dengan dua cara pengeringan menggunakan oven serta memanfaatkan sinar matahari.
Metode penjemuran diperoleh suhu lingkungan rata-rata 33-38 0C akan tetapi dalam
proses penjemuran suhu yang diperoleh tidak stabil (Damar, 2016)
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang
terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri.
Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik
sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.
Untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik yang
menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Caranya pun beragam dengan
berbagai tingkat kesulitan. Namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk
menahan laju pertumbuham mikroorganisme pada makanan. Salah satu pengawetan makanan
yang telah kami bahas adalah dengan cara pengasapan dan pengeringan yang memiliki
mekanisme kerja yang berbeda serta memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing
Bahan makanan mempunyai peranan yang penting sebagai pembawa atau media zat
gizi yang di dalamya banyak mengandung zat-zat yang di butuhkan oleh tubuh seperti
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan lain-lain. Penggunaan atau pemberian
perlakuan tambahan saat pengolahan makanan sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
Saran
Bagi produsen makanan hendaknya jangan hanya ingin mendapat keuntungan yang
besar tetapi juga memperhatikan aspek kesehatan bagi masyarakat yang mengkonsumsinya
yaitu dengan menggunakan zat aditf yang tidak membahayakan bagi kesehatan
Bagi instansi terkait hendaknya memberikan informasi kepada khalayak luas tentang
bahan kimia atau zat tambahan yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam makanan dan
minuman yang mengganggu kesehatan. Bagi kosumen hendaknya juga ikut memperhatikan
makanan yang akan dikonsumsi.
DAFTAR RUJUKAN