You are on page 1of 28

TEKNIK PENGOLAHAN MAKANAN SECARA PENGASAPAN

DAN PENGERINGAN

MAKALAH

disusun untuk memenuhi tugas Matakuliah Analisis Pengolahan Pangan


yang dibina oleh Dr. Nursasi Handayani M. Si

Oleh:
Kelompok 3/ GHI-K

Chairil Akmal (150342602536)


Clara Kartika Aprilia Pratiwi (150342606501)
Lusi Suciati (150342600695)
Muhammad Nurhasan (150342605661)
Nindis Pristya (150342600086)
Raudhatur Fatiha (150342600367)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Januari 2018

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan
pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani). Bahan pangan nabati
adalah bahan-bahan makanan yang berasal dari tanaman (bisa berupa akar, batang, dahan,
daun, bunga, buah atau beberapa bagian dari tanaman bahkan keseluruhannya) atau bahan
makanan yang diolah dari bahan dasar dari tanaman. Bahan pangan hewani merupakan
bahan-bahan makanan yang berasal dari hewan atau olahan yang bahan dasarnya dari hasil
hewan. Kedua bahan pangan ini memiliki karakteristik yang berbeda sehingga memerlukan
penanganan dan pengolahan yang berbeda pula,dalam hal ini yang diuraikan adalah bahan
pangan hewani. Bahan pangan hewani meliputi susu, telur, daging dan ikan serta produk-
produk olahannya yang bahan dasarnya berasal dari hasil hewani.Bahan pangan hewani
memiliki karakteristik yang membedakan dengan bahan pangan nabati. Beberapa diantaranya
adalah:
a) Bahan pangan hewani memiliki daya simpan yang jauh lebih pendek daripada
bahan pangan nabati bila dalam keadaan segar (kecuali telur). Pendeknya daya simpan ini
terkait dengan struktur jaringan hasil hewani dimana bahan pangan hewani tidak memiliki
jaringan pelindung yang kuat dan kokoh sebagaimana pada hasil tanaman.
b) Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh
faktor tekanan dari luar.
c) Karakteristik masing-masing bahan pangan hewani sangat spesifik sehingga tidak
bisa digeneralisasi. Sifat pada daging sangatlah berbeda dengan sifat telur. Berbeda dengan
pangan nabati yang memiliki kesamaan dalam hal jaringan-jaringan atau komponen-
komponen penyusunnya. Pada bahan pangan hewani, lemak pada daging terletak pada
jaringan lemak, pada susu terletak pada globula-globula lemak dan pada telur terdapat pada
kuning telur.
d) Bahan pangan hewani pada umumnya merupakan sumber protein dan lemak dan
bahan pangan nabati merupakan sumber karbohidrat, vitamin, mineral, lemak dan protein.
Pengolahan bahan makanan terdiri dari pengukusan, pasteurisasi, pengasapan
pengeringan, perebusan, fermentasi dan masih banya lagi. Pada makalah ini kami membahas
teknik pengolahan bahan makanan yaitu pengasapan dan pengeringan. Pengasapan dapat
didefinisikan sebagai proses penetrasi senyawa volatil pada ikan yang dihasilkan dari
pembakaran kayu yang dapat menghasilkan produk dengan rasa dan aroma spesifik umur
simpan yang lama karena aktivitas anti bakteri, menghambat aktivitas enzimatis pada ikan
sehingga dapat mempengaruhi kualitas ikan asap. Senyawa kimia dari asap kayu umumnya
berupa fenol (yang berperan sebagai antioksidan), asam organik, alkohol, karbonil,
hidrokarbon dan senyawa nitrogen seperti nitro oksida, aldehid, keton, ester, eter, yang
menempel pada permukaan dan selanjutnya menembus ke dalam daging ikan (Isamu,2012).
Pengeringan ialah suatu cara/proses untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya
dengan menggunakan energi panas. Pengeringan dapat pula diartikan sebagai suatu
penerapan panas dalam kondisi terkendali untuk mengeluarkan sebagian besar air dalam
bahan pangan melalui evaporasi dan sublimasi. Dengan pengeringan, diharapkan kandungan
air dalam bahan pangan akan berkurang sehingga akan mengurangi resiko dari gangguan
aktifitas mikroba. Karena bahan pangan dengan kandungan air (Aw) tinggi maka akan
berisiko tinggi terhadap gangguan aktifitas mikroba. Aktifitas mikroba tersebut akan
menyebabkan kerusakan bahan pangan seperti pembusukan dan penjamuran.
Berdasarkan hal di atas maka pengolahan menjadi penting. Pengolahan penting karena
dapat memperpanjang masa simpan, meningkatkandaya tahan, meningkatkan kualitas, nilai
tambah dan sebagai sarana diversifikasi produk. Dengan demikian maka suatu produk
menjadi memiliki daya ekonomi yang lebih setelah mendapat sentuhan teknologi pengolahan.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembuatan makalah ini antara lain :
1. Bagaimana definisi pengolahan pangan dengan cara pengasapan dan pengeringan ?
2. Apa tujuan pengolahan pangan dengan cara pengasapan dan pengeringan?
3. Bagaimana cara pengolahan bahan makanan dengan teknik pengasapan dan pengeringan ?
4. Apa saja bahan makanan yang biasanya diolah dengan teknik pengasapan dan
pengeringan?
5. Bagaimana kekurangan dan kelebihan pengolahan bahan makanan dengan teknik
pengasapan dan pengeringan serta pengaruhnya terhadap kandungan awal bahan makanan
itu sendiri ?
6. Apa saja hal yang perlu diperhatikan dalam teknik pengasapan dan pengeringan agar
kadungan gizi dari bahan makanan tersebut tetap terjaga ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui definisi pengolahan pangan dengan cara pengasapan dan pengeringan.
2. Mengetahui tujuan pengolahan pangan dengan cara pengasapan dan pengeringan.
3. Mengetahui cara pengolahan bahan makanan dengan teknik pengasapan dan pengeringan,
4. Mengetahui bahan makanan yang biasanya diolah dengan teknik pengasapan dan
pengeringan.
5. Mengetahui kekurangan dan kelebihan pengolahan bahan makanan dengan teknik
pengasapan dan pengeringan serta pengaruhnya terhadap kandungan awal bahan makanan
itu sendiri.
6. Mengetahui hal yang perlu diperhatikan dalam teknik pengasapan dan pengeringan agar
kadungan gizi dari bahan makanan tersebut tetap terjaga.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pengolahan Makanan Metode Pengasapan

Definisi Pengasapan
Pengasapan adalah cara pengawetan/pengolahan ikan dengan menggunakan asap yang
berasal dari hasil pembakaran arang kayu atau tempurung kelapa, sabut, serbuk gergaji atau
sekam padi. Dalam hal ini dalam asap terkandung senyawa-senyawa yang mempunyai sifat
mengawetkan, seperti senyawa phenol, formaldehyde dan lain-lain (Mareta, 2011). Asap
terbentuk karena pembakaran yang tidak sempurna, yaitu pembakaran dengan jumlah oksigen
yang terbatas.

Gambar 1. Proses Pengasapan Tradisional


Asap merupakan suspensi dari partikel padat dan cair dalam medium gas (system
aerosol).Terdiri dari :
 Fase Terdispersi
 Medium Pendispersi Gas (Uap Asap)
Senyawa-senyawa kimia dalam asap sangat berperan dalam menentukan kualitas
produk pengasapan adalah :
o Flavor : Senyawa Fenol dan Karbonil
o Warna : Senyawa Karbonil
o Daya Simpan : Senyawa Fenol, Difenol (Antioksidan), Formaldehid (Bakteriostatik)
dan Asam
o Tekstur : Senyawa Formaldehid

Tujuan Pengasapan
Pengasapan ikan dilakukan dengan tujuan tertentu yaitu:
1) Untuk mengawetkan ikan (banyak dilakukan di negara-negara yang belum atau sedang
berkembang dengan memanfaatkan bahan-bahan alam berupa kayu yang melimpah dan
murah),
2) Untuk memberikan rasa dan aroma yang khas.
Menurut Murniyati (2000), sebenarnya asap sendiri daya pengawetnya sangat terbatas
(yang tergantung pada lama dan ketebalan asap), sehingga agar ikan dapat tahan lama,
pengasapan harus dikombinasikan dengan cara-cara pengawetan lainnya, misalnya
penyimpanan pada suhu rendah. Menurut perkiraan FAO, 2% dari hasil tangkapan ikan dunia
diawetkan dengan cara pengasapan, sedangkan di negara-negara tropis jumlahnya mencapai
30% (Mareta, 2011).
3) Untuk penciptaan produk baru
4) Pengembangan warna
Pengasapan mempengaruhi atribut inderawi dari produk pengasapan karena
terjadinya perubahan-perubahan protein akibat proses penggaraman atau pemanasan.
(Sikorski & Sun Pan 1994).
Menurut Afrianto dan Liviawati (1989), zat-zat kimia yang dihasilkan dari
pembakaran bahan bakar dalam proses pengasapan dapat memberikan warna kuning
keemasan dan dapat memberikan daya tarik pada konsumen. Lebih lanjut dikatakan
Moeljanto (1992), warna yang dikehendaki oleh konsumen sebagai warna ideal dari ikan
hasil proses pengasapan adalah warana kuning emas kecoklatan. Menurut Soesono (1985),
pengasapan bertujuan untuk memberikan warna serta rasa yang khas pada ikan, sehingga
dapat dinyatakan bahwa semakin lama ikan diasapi maka semakin banyak jumlah zat-zat
dalam asap yang diterima sesuai dengan produk akhir yang diinginkan.
Perubahan warna produk yang diasapi pada umumnya terjadi akibat senyawa-
senyawa yang terdapat pada ikan mengalami oksidasi. Terjadinya peristiwa oksidasi ini tidak
terlepas dari peran oksigen sehingga membuat kontak yang bebas dengan udara
(Hadiwiyoto,1993). Sehingga perbedaan nilai organoleptik tersebut mempengaruhi tekstur
yang tidak kompak, kenampakan, bau dan rasa yang berbeda, namun secara umum
penerimaan organoleptik menunjukkan bahwa pada semua perlakuan dapat diterima oleh
panelis. Pada umumnya tergantung pada warna, karena warna tampil terlebih dahulu
(Winarno, 2004).
Potensi pembentukan warna coklat Menurut Ruiter (1979) dalam Prananta (2005),
karbonil mempunyai efek terbesar pada terjadinya pembentukan warna coklat pada produk
asapan. Jenis komponen karbonil yang paling berperan adalah aldehid glioksal dan metal
glioksal sedangkan formaldehid dan hidroksiasetol memberikan peranan yang rendah. Fenol
juga memberikan kontribusi pada pembentukan warna coklat pada produk yang diasap
meskipun intensitasnya tidak sebesar karbonil.
Warna merupakan komponen yang sangat penting untuk menentukan kualitas atau
derajat penerimaan suatu bahan pangan. Suatu bahan pangan meskipun dinilai enak dan
teksturnya sangat baik, tetapi memiliki warna yang kurang sedap dipandang atau memberikan
kesan menyimpang dari warna yang seharusnya, maka tidak layak dikonsumsi. Penentuan
mutu suatu bahan pangan pada umumnya tergantung pada warna, karena warna tampil
terlebih dahulu (Winarno, 2004).

Metode Pengasapan Bahan Makanan


Tingkatan Proses Pengasapan
Proses pengasapan terjadi dalam tiga tingkatan:
1. Pengaringan pendahuluan, dalam tingkatan ini bahan makanan mulai mengering
karena kontak dengan udara atau uap yang panas.
2. Proses peresapan asap
3. Perlakuan panas, tingkatan ini merupakan proses pengeringan lanjutan.
Cara Pengerjaan Pengasapan
Ada dua cara pengerjaan pengasapan yang diketahui, yaitu:
a) Pengasapan alami
Dalam cara ini asap meresap ke permukaan bahan makanan, saat bahan makanan
berada langsung di atas kayu yang membara. Dalam hal ini tidak diperlukan tehnik-tehnik
khusus untuk memperbaiki melekatnya partikel-partikel asap pada bahan makanan.
b) Pengasapan buatan
Cara ini menggunakan tehnik-tehnik tertentu untuk mendorong partikel-partikel/
senyawa-senyawa yang ada dalam asap kedalam bahan makanan yang diasapi. Di dalam
pengasapan buatan, asap yang digunakan dapat berupa gas yang dihasilkan dari kayu bakar
dan cairan.

Metode Pengasapan
Metode pengasapan ada 4, yaitu : pengasapan dingin (cold smoking), pengasapan panas,
pengasapan listrik (electric smoking), pengasapan liquid/cair.
a) Pengasapan Dingin
Pengasapan dingin adalah proses pengasapan dengan cara meletakkan ikan yang
diasap agak jauh dari sumber asap, dengan suhu penyimpanan tidak terlalu tinggi, cukup
30ºC -60ºC. Cold smoking bahan-bahan mentah dengan kadar garam yg tinggi, diasapi-
dikeringkan dengan waktu lamajenis ikan yang dipakai adalah salem, ikan ekor kuning dan
ikan mackerel.cold smoking pengasinan bertujuan untuk mendehidrasi dan mengetatkan
dagingdan membantu osmose asap kedalam badan ikan serta meningkatkan daya
pengawetansetelah pengasinan dimasukkan ke dalam air tawar.

Gambar 2. Proses Pengasapan Dingin


b) Pengasapan Panas
Pengasapan panas, ikan yang akan diasapi didekatkan sangat dekat dengan sumber
asap, sehingga suhu pengasapan mencapai 100○C dan ikan masak sebagian disebut juga
dengan proses pemanggangan ikan.Daya awet rendah, kadar air ikan asap relatif masih tinggi
-pengsapan panas biasanya menghasilkan ikan asam yg mempunyai rasa yg enak. Hot
smoking ikan mentah digarami sedikit, diasapi suhu tinggi waktu singkat.Tujuan:
meningkatkan cita rasa drpd meningkatkan daya pengawetanikan sarden, salem, cumi. Hot
smoking lama pengasapan 3 – 8 jam , tetapi dalam beberapa hal, untuk meningkatkan
pengawetan, ikan diasapi selama 2 – 3 hari.
Gambar 3. Proses Pengasapan Panas
c) Pengasapan Listrik
Pengasapan listrik yaitu pengasapan dengan menggunakan muatan listrik untuk
membantu meletakkan partikel asap ke tubuh ikan atau daging.

Gambar 4. Proses Pengasapan Listrik


d) Pengasapan Liquid
Pengasapan liquid/cair, ikan dicelupkan ke dalam larutan asap (Yusroni,2009).Asap
cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara
langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin,
selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya. Bahan baku yang banyak digunakan
antara lain berbagai macam jenis kayu, bongkol kelapa sawit, tempurung kelapa, sekam,
ampas atau serbuk gergaji kayu dan lain sebagainya. Selama pembakaran, komponen dari
kayu akan mengalami pirolisa menghasilkan berbagai macam senyawa antara lain fenol,
karbonil, asam, furan, alkohol, lakton, hidrokarbon, polisiklik aromatik dan lain sebagainya.

Gambar 5. Proses Pengasapan Cair/Liquid

Pengasapan Pada Ikan


Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat selain sebagai
komoditi ekspor. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan
makanan lain. Mutu olahan ikan sangat tergantung pada mutu bahan mentahnya. Bakteri dan
perubahan kimiawi pada ikan mati menyebabkan pembusukan. Oleh sebab itu pengawetan
ikan perlu dilakukan untuk mencegah proses pembusukan. Pengawetan ikan secara
tradisional bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, sehingga tidak
memberikan kesempatan bagi bakteri untuk berkembang biak.
Menurut perkiraan FAO, 2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara
pengasapan sedangkan di negara-negara tropik jumlahnya mencapai 30%. Dibandingkan cara
pengawetan ikan dengan cara penggaraman atau pengasinan, pengawetan ikan dengan cara
pengasapan di Indonesia kurang begitu luas dipraktikkan, hal ini mungkin disebabkan
pemasarannya yang agak sulit, karena konsumen ikan asap masih sangat terbatas.
a) Ikan Asap
Ikan asap adalah ikan yang diolah dari ikan segar atau ikan yang digarami terlebih
dahulu (bahkan dapat pula diambil dari ikan-ikan hasil penggaraman kering atau basah),
tergantung dengan selera konsumen. Ikan asap merupakan produk akhir yang siap untuk
dimakan artinya tanpa diolah lagi sudah dapat disantap.
b) Prinsip Pengawetan Ikan Dengan Cara Pengasapan
Pengasapan merupakan salah satu teknologi inovatif untuk mengawetkan ikan tanpa
campuran bahan pengawet. Pengasapan ikan dilakukan pada suhu 650C – 800C selama 3-4
jam. Untuk menghasilkan asap, sebaiknya dipakai jenis kayu yang keras (non resinous) atau
sabut dan tempurung kelapa. Asap dari kayu yang lunak sering mengandung zat-zat yang
menyebabkan bau kurang baik pada hasil asapan.
Asap kayu terdiri dari uap dan padatan yang berupa partikel-partikel yang amat kecil
yang keduanya mempunyai komposisi kimia yang sama tetapi dalam perbandingan yang
berbeda. Senyawa-senyawa kimia yang menguap diserap oleh ikan terutama dalam bentuk
uap, senyawa tersebut memberikan warna dan rasa yang diinginkan pada ikan asap. Partikel-
partikel padatan tidak begitu penting pada proses pengasapan dan asap akan mengawetkan
makanan karena adanya aksi desinfeksi dari formaldehid, asam asetat dan phenol yang
terkandung dalam asap.
Butiran-butiran asap mengambil peranan penting dalam pewarnaan. Pengeringan
mempunyai fungsi penting dalam pengawetan ikan asap, kecepatan penyerapan asap kedalam
daging ikan dan pengeringannnya tergantung kepada banyaknya asap yang terjadi, suhu dan
kandungan air dari ikan yang diasapi.
Bila kayu atau serbuk kayu dibakar, maka selulose akan diuraikan menjadi alkohol-
alkohol berantai lurus yang lebih pendek, aldehid-aldehid, keton-keton dan asam-asam
organic. Selain lignin diuraikan menjadi turunan-turunan phenol, quinol, guaikol dan
piragatol. Dengan menggunakan teknik kromatografi kertas telah diketahui adanya kurang
lebih 20 macam senyawa kimia dalam asap. Persentase setiap senyawa kimia pada asap yang
dihasilkan tergantung kepada jenis kayu yang digunakan.
Untuk mendapatkan ikan asap yang bermutu tinggi maka harus digunakan jenis kayu
keras ( non-resinous) atau sabut dan tempurung kelapa, sebab kayu-kayu yang lunak akan
menghasilkan asap yang mengandung senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan hal-hal
dan bau yang tidak diinginkan.
Tinggi rendahnya efisiensi proses pengeringan dipengaruhi oleh kelembaban udara
sekelilingnya, bila udara dingin yang masuk kedalam unit pengasapan dipanasi, maka
beratnya akan menjadi lebih ringan daripada udara di luar, dan udara ini akan masuk atau
naik dengan cepat ke unit pengasapan dan melintasi ikan-ikan di dalamnya. Banyaknya uap
air yang diserap oleh udara tergantung suhunya, jadi bila udara dingin dipanasi maka
kapasitas pengeringan akan lebih tinggi. Dalam keadaan lembab, udara jenuh yang telah
panas tidak dapat dipanasi lagi secara cepat untuk mengurangi kandungan uap airnya dan
oleh karena itu kapasitas menurun.
Jadi pada tahap pengasapan, kecepatan penguapan air tergantung pada kapasitas
pengering udara dan asap juga kecepatan pengaliran asap. Pada tahap kedua, dimana
permukaan ikan sudah agak kering suhu ikan akan mendekati suhu udara dan asap.
Kecepatan pengeringan akan menjadi lambat karena air harus merembes dahulu dari lapisan
dalam daging ikan,bila pengeringan mula-mula dilakukan pada suhu yang terlalu tingi dan
terlalu cepat, maka permukaan ikan akan menjadi keras dan akan menghambat penguapan air
selanjutnya dari lapisan dalam, sehingga kemungkinan daging ikan bagian dalam tidak
mengalami efek pengeringan. (Yusroni, 2009)

Cara Mengolah Pengasapan Ikan


Cara mengolah pengasapan ikan, langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan
alat dan bahan. Alat-alat yang digunakan adalah lemari pengasap, pisau, talenan, benang
kasur, timbangan digital, baskom, kawat pengait, tang, cobek, piring.Bahan yang digunakan
adalah ikan lele 2kg, bawang putih, 2,5 %, bawang putih 2,5% dari berat ian, garam 5% dari
berat ikan, serta tempurung, dan serabut kelapa.
Setelah mempersiapkan alat dan bahan, langkah selanjutnya adalah mematikan ikan
leledengan cara memukul bagian kepala, lalu menyayat bagia perut ikan ecara vertical dan
ditarik isi perut dari seluruh bagian rongga perut kemudian darah dan kotoran dibersihkan
dengan air yang mengalir hingga bersih. Kemudian disiapkan larutan garam 5% dari berat
ikan dan dihaluskan bawang putih 2,5% dari berat ikan. Tujuan perendaman garam adalah
untuk menarik kandungan air dalam bahan pangan karena memiliki konsentrasi larutan yang
lebih pekat dibandingkan dalam tubuh ikan. Perendaman dengan bawang putih adalah untuk
menanbahkan cita rasa produk dan sebagai bahan antimikroba (Swastawati, 2011).
Perendaman dilakukan selama 15 menit. Karena diansumsikan waktu segitu larutan
garam dapat menyerap kedalam tubuh ikan. Kemudian diikat ekor dan diikat kepala agar
tidak jatuh dan air dapat keluar dari tubuh ikan dan diberi kayu pada rongga perut agar asap
dapat masuk kedalam rongga tubuh. Kemudian dimasukkan kedalam lemari asap dan dibakar
tempurung kelapa sebagai sumber asap, lalu diasapi ikan selama Kurang lebih 2 jam sampai
berwarna coklat keemasan ditunggu hingga matang lalu disajikan diatas piring saji untuk uji
organoleptic dan dihasilkan lele asap.

Beberapa Produk Yang Biasa Diawetkan Dengan Cara Pengasapan


a) Daging
Di pabrik pengemas daging yang modern, pengasapan dilakukan dalam rumah asap
yang terdiri dari beberapa tingkat. Apabila daging yang diasapi akan disimpan pada suhu
kamar, maka daging tersebut harus diasapi padasuhu 57,2⁰ C sehingga suhu bagian dalam
daging mencapai 110⁰ C. Daging asap dapat disimpan beberapa lama, mempunyai flavor
yang menyenangkan dan rasanya lebih baik.

b) Sosis
Dipabrik-pabrik sosis yang modern sekarang pada kenyataanya baik proses
pengasapan maupun proses pemasakan dilakukan bersama-sama dalam satu asap. Dengan
udara yang terkontrol dan dilengkapi dengan penyiram air panas, atau produk dapat
dipindahkan dari rumah asap umtuk kemudian dimasak. Tujuan daripada proses pengasapan
pada sosis adalah untuk memperbaiki kenampakan sosis yaitu oleh komponen-komponen
dalam asap, untuk memberi flavor asap yang khas, untuk memberi daya awt oleh bahan-
bahan bakteriostatik dan bahan-bahan antioksidan yang berasal dari asap.

c) Ikan
Ikan salem merupakan ikan yang banyak diasapi di Amerika Serikat. Setelah digarami
pada konsentrasi rendah, ikan salem kemudian diasap dinin. Ikan salem yang masih lunak
direndam dalam air tawar selama semalam atau disimpan dalam air yang mengalir selama
sepuluh jam, kemudian ikan itu dicuci, ditiriskan dan kemudian dibereskan. Ikan salem
kemudian diasap pada suhu sekitar 27⁰ C selama 24 sampai 48 jam dalam asap yang sedikit.
d) Keju
Pengasapan keju merupakan hal yang telah dikerjakan sejak jaman dahulu.
Pengasapan keju dapat memperbaiki kualitas penyimpanan keju tersebut, hal itu disebabkan
karena permukaan keju akan diseliputi dan diliputi oleh senyawa-senyawa anti mikrobia dan
antioksidan yang memang terdapat didalam asap. Dengan demikian keju akan langsung
terhindar dari serangan kapang dan jasad-jasad renik lainnya (Nastiti, 2006).

Keuntungan Dan Kerugian Pengasapan Serta Pengaruhnya Terhadap Bahan Makanan

 Keuntungan
Pengasapan Tradisional
1. memanfaatkan bahan-bahan alam berupa kayu yang melimpah dan murah
2. Untuk memberikan rasa dan aroma yang khas (Murniyati, 2000)
3. Lebih empuk
4. Cukup mampu mengawetkan

Pengasapan Modern (Liqiuid)


5. Menghemat biaya yang dibutuhkan untuk kayu dan peralatan pembuatan asap.
6. Dapat mengatur flavor produk yang diinginkan.
7. Dapat mengurangi komponen yang berbahaya (senyawa benzopiren yang bersifat
karsinogenik)
8. Dapat digunakan secara luas pada makanan (yang tidak dapat dilakukan dengan
metode tradisional).
9. Mengurangi polusi udara.
10. Komposisi asap cair lebih konsisten untuk pemakaian yang berulang-ulang.

 Kerugian atau kelemahan


1. Waktu persiapan lama
2. Tidak terkontrol kualitasnya
3. Cemaran bau asap
4. Resiko kebakaran
5. Waktu optimum dan suhu pengasapan tidak dapat dipertahankan
6. Menghasilkan senyawa karsinogen seperti fenol, nitrosamin, benzopiren

Pengaruh Pengasapan Terhadap Nilai Gizi Protein


Perubahan nilai protein, disebabkan oleh adanya proses pengolahan terutama
menggunakan panas. Kadar protein dapat menurun karena adanya proses pengolahan, dengan
terjadinya denaturasi protein selama pemanasan (Swastawati et al., 2012). Protein yang
terdenaturasi akan mengalami koagulasi apabila dipanaskan pada suhu 50o C atau lebih
(Ghozali et al., 2004).

Menurut Dwiari (2008), senyawa fenol cenderung bereaksi dengan grup S-H (Sulfur-
Hidrogen) protein. Adanya reaksi tersebut dapat mengakibatkan kerusakan protein
(terdenaturasi) yang bisa menyebabkan menurunnya nilai protein, menurunnya daya cerna
protein sehingga yang diserap tubuh juga berkurang. Selain itu menurut Muchtadi dan
Ayustaningwarno (2010), protein juga mengalami reaksi browning (pencoklatan) yang
menyebabkan terjadinya perubahan warna menjadi coklat. Reaksi browning non enzimatik
yang paling sering terjadi adalah reaksi antara asam organik dan gula pereduksi dan antar
asam amino dengan gula pereduksi.

Pengaruh Pengasapan Terhadap Nilai Gizi Lemak


Pengasapan panas, dapat mempengaruhi perubahan nilai kadar lemak, dalam hal ini,
lemak pada makanan seperti ikan asap dengan menggunakan smoking cabinet, sebagian besar
lebih tinggi dibandingkan dengan tungku. Hal ini disebabkan oleh jarak sumber panas dengan
ikan yang berbeda. Jarak antara sumber panas dengan ikan pada tungku sangat dekat,
sehingga diindikasikan lemak pada ikan mengalami kerusakan. Semakin tinggi suhu dan lama
pengasapan, menyebabkan penurunan nilai kadar lemak. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kadar lemak ikan bandeng asap dengan lama pengasapan 3 dan 5 jam sebesar 3,53%;
3,56% (Swastawati, 2004). Berbeda dengan smoking cabinet, meskipun menggunakan
metode pengasapan panas, jarak antara sumber panas dengan ikan tidak dekat, maka
kerusakan lemak akibat panas dapat dikurangi.
Perubahan kadar lemak dalam ikan selain dipengaruhi oleh suhu, dapat dipengaruhi
oleh perbedaan jenis ikan. Hasil penelitian dari Tamaela (2003), perbedaan jenis ikan
memberikan nilai kadar lemak yang berbeda. Ikan cakalang yang diasapi menggunakan
pengasapan panas, memiliki kadar lemak sebesar 6,50%; 5,81%; 4,39%; 4,01%. Selama
proses pengasapan, kadar lemak menurun seiring terjadi pengurangan kadar air, karena
sebagian lemak dalam tubuh ikan ikut mengalami driploss.
Menurut Berkel (2004) menyatakan bahwa pengasapan panas menghasilkan produk
dengan kandungan lemak yang rendah karena lemak akan meleleh keluar. Ditambahkan
Birkeland et al., (2007). Hal ini disebabkan masih banyaknya kandungan air yang terdapat
dalam ikan asap tersebut akibat terjadinya pengerasan permukaan ikan asap (case hardening)
saat proses pengasapan panas terjadi, akibat suhu yang terlampau tinggi sehingga lemak yang
terukur nilainya lebih rendah.

Pengaruh Pengasapan Terhadap Nilai Kadar Air


Air merupakan kandungan yang terbesar dalam makanan. Air merupakan sarana
mikroorganisme untuk berkembang. Sehingga, proses pengasapan, memiliki tujuan untuk
menghilangkan kadar air dalam makanan, dan diharapkan dapat memperpanjang umur
simpan makanan yang diasapkan. Menurut Winarno et al., (1980) dalam Saleh et al., (1995),
terjadinya penurunan kadar air akibat penguapan dari produk karena pengaruh suhu udara dan
kelembaban lingkungan sekitar.

Pengaruh Pengasapan Terhadap Nilai Kadar Abu


Kadar abu merupakan parameter nilai gizi suatu bahan produk yang dihasilkan oleh
komponen zat anorganik yang terdapat dalam makanan. Perbedaan nilai kadar abu,
disebabkan oleh lama waktu pengasapan, serta jenis bahan makanan yang digunakan. Hasil
penelitian Saleh et al., (1995), kadar abu ikan bandeng segar adalah 1,38% dan setelah
mengalami proses pengasapan menjadi 2,68%. Sedangkan hasil penelitian dari Daramola et
al., (2007), ikan nila asap memiliki kada abu sebesar 9,41% lebih tinggi dibandingkan nilai
kadar abu ikan nila segar sebesar 7,60%. Kenaikan ini menurut Kanoni (1991), terjadi karena
pengendapan unsur-unsur mineral yang terdapat dalam garam saat proses perendaman dalam
larutan garam. Unsur-unsur yang terdapat dalam mineral adalah fosfor, kalsium, potassium,
sodium, magnesium, belerang, dan klorin.
Kadar abu merupakan parameter nilai gizi bahan makanan. Abu adalah zat anorganik
yang dihasilkan dari sisa pembakaran suatu bahan organik. Sebagian besar bahan makanan,
yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral.
Di dalam tubuh, unsur-unsur mineral berperan dalam zat pembangun dan pengatur. Menurut
Sudarmadji et al., (2003), kadar abu berhubungan dengan mineral suatu bahan. Mineral yang
terdapat dalam bahan dapat merupakan dua macam garam, yaitu garam organik dan
anorganik. Komponen mineral dalam bahan dapat ditentukan jumlahnya dengan cara
menentukan sisa-sisa pembakaran garam mineral tersebut, yang dikenal dengan pengabuan.

Pengaruh Pengasapan Terhadap Nilai Kadar pH


Hassan (1988) dalam Martinez et al., (2005) menjelaskan bahwa, pengasapan
menyebabkan penurunan pH, akibat dari penyerapan komponen asamasam yang terdapat
dalam asap cair. Reaksi antara phenol, polyphenol dan komponen karbonil dengan protein
menyebabkan kehilangan kadar air sehingga menurunkan pH bahan makanan contohnya
yaitu ikan asap.

Phenol, formaldehid, dan asam organik


Asap adalah hasil pembakaran kayu tidak sempurna yang mengandung aldehid, keton,
phenol, formaldehid, asam organik yang berperan dalam antioksidan, antibakteri, pembentuk
warna, rasa, dan aroma yang khas (Goulas et al., 2005). Menurut Darmadji (1996), kadar
phenol dalam asap sangat bervariasi tergantung pada jenis kayu sebagai bahan bakar.
Kandungan selulosa yang tinggi maka akan tinggi pula senyawa karbonil, sebab perlakuan
pemanasan suhu tinggi akan menghasilkan karbonil. Kandungan asap dari tempurung kelapa
meliputi phenol 3,13%; karbonil 9,30; pH 3,2; asam asetat 9,2.
Asam oganik berserta phenol dan formaldehid, berperan dalam kualitas ikan asap,
membentuk warna ikan asap menjadi coklat keemasan, aroma khas ikan asap, antibakteri, dan
antioksidan. Menurut Darmadji (1996), keasaman mempunyai peranan yang besar dalam
penghambatan mikrobia. Pada pH 4, asap cair mampu menghambat pertumbuhan mikrobia.
Asap cair tempurung kelapa dengan pengenceran 10x mampu menghambat pertumbuhan
bakteri selama 16 jam pada suhu 30o C.
Hal yang perlu diperhatikan dalam teknik pengasapan

Agar bahan makanan dapat tahan lama, pengasapan harus dikombinasikan dengan
cara-cara pengawetan lainnya, misalnya penyimpanan pada suhu rendah. Menurut perkiraan
FAO, 2% dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara pengasapan, sedangkan di
negaranegara tropis jumlahnya mencapai 30%.

Menurut Zotos, dalam Heruwati (2002), pengasapan harus dilakukan pada waktu dan
kepekatan asap serendah mungkin, karena asap mengandung senyawa-senyawa karbonil yang
akan bereaksi dengan lisin dan mereduksi kualitas protein. Bahan baku yang disimpan beku
hingga 33 minggu dapat menyebabkan hilangnya lisin dan tiamin yang tersedia setelah
pengasapan masing-masing 74% dan 90%.

Sedangkan menurut Burt dalam Heruwati (2002) menyatakan bahwa beberapa jenis
vitamin yang terdapat dalam ikan akan mengalami kerusakan sebagai akibat proses
pengeringan atau pengasapan, tergantung waktu dan suhu, pH, serta terjadinya penirisan.
Pengasapan panas (di atas 80°C) dapat menyebabkan hilangnya vitamin yang larut dalam air
seperti niasin, riboflavin, dan asam askorbat hingga 4% (Bhuiyan dalam Herwati, 2002).

B. Metode Pengeringan
Definisi Pengeringan
Pengeringan ialah suatu cara/proses untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian
air dari suatu bahan , dengan cara menguapkan sebagian besar air yang dikandungnya dengan
menggunakan energi panas.1 Biasanya kandungan air bahan dikurangi sampai batas dimana
mikroba tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya. Pengeringan dapat pula diartikan sebagai suatu
penerapan panas dalam kondisi terkendali , untuk mengeluarkan sebagian besar air dalam
bahan pangan melalui evaporasi (pada pengeringan umum) dan sublimasi (pada pengeringan
beku) (Bernasconi, G., 1995).
Kerusakan (kebusukan) bahan pangan tergantung dari jenis bahan pangan, yaitu
berlangsung secara lambat misalnya pada biji-bijian, kacang-kacangan atau sangat cepat
misalnya pada daging dan ikan. Penyebab utama kerusakan ini adalah karena pertumbuhan
dan aktivitas mikroba (bakteri, kapang, dan khamir) serta aktivitas enzimenzim di dalam
bahan pangan. Mikroba penyebab kerusakan bahan pangan dapat ditemukan baik di tanah,
air, udara, pada kulit, atau bulu ternak dan di dalam usus (Muchtadi, 2010).
Cara mencegah pertumbuhan mikroba dapat dilakukan dengan cara mengganggu
lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup mikroba dapat diganggu dengan merubah suhu,
kadar air substrat (aw), pH kadar oksigen, komposisi substrat, serta penggunaan bahan
pengawet anti mikroba. Kadar air substrat bahan mempunyai peranan penting dalam
menghambat atau mencegah pertumbuhan mikroba. Karena mikroba memerlukan air untuk
pertumbuhan dan aktivitasnya. Kondisi pertumbuhan air yang baik pada mikroba umumnya
mengandung sekitar 80% air. Maka untuk mencegah atau manghambat pertumbuhan mikroba
dapat dilakukan dengan mengurangi kadar air bahan yaitu dengan cara pengeringan. Jadi
prinsip pengawetan pangan dengan cara pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan (aw)
sehingga tidak memungkinkan lagi mikroba untuk melakukan aktivitasnya (Etiasih, 2011).

Tujuan pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas
perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan
terhambat atau bahkan terhenti sama sekali. Dengan demikian, bahan yang dikeringkan
mempunyai waktu simpan lebih lama (Adawyah, 2008).

Metode Pengeringan
Proses pengeringan bahan pangan dapat dilakukan dengan cara penjemuran (drying),
menggunakan alat pengering/pengeringan buatan (dehydration) serta pengeringan dengan
pembekuan (freeze drying)
1. Pengeringan alami/Penjemuran (drying)
Penjemuran merupakan pengeringan yang dilakukan dengan memanfaatkan sinar
matahari dimana matahari sebagai sumber panas. Pengeringan dengan menggunakan
metode ini membutuhkan waktu yang tidak menentu tergantung dari faktor alam yaitu
kondisi musim kemarau atau penghujan (cuaca), faktor lain yang mempengaruhi lama
waktu yaitu bahan yang akan dikeringkan. Seperti halnya pengeringan labu kuning,
menurut Hendrasty (2003) membutuhkan waktu 4-6 hari (tergantung pada cuaca).
2. Pengeringan buatan (dehydration)
Pengeringan buatan merupakan pengeringan dengan menggunakan bantuan alat
pengering, dimana suhu, kelembapan udara, kecepatan pengaliran udara serta waktu
pengeringan dapat diatur dan diawasi.

Jenis Pengeringan Alami


1. Penjemuran (sun drying)
yang telah dijelaskan dimetode, pengeringan ini memanfaatkan radiasi sinar
matahari. Proses penjemuran ini merupakan proses pengeringan yang lambat dan kurang
cocok untuk produk makanan dengan mutu baik. Biasanya masyarakat sering
memanfaatkan atau menggunakan jenis ini untuk pembuatan dendeng. Dimasyarakat
kebanyakan proses penjemuran dilakukan diluar ruangan sehingga produk akhir sering
terkontaminasi debu serta tidak menutup kemungkinan terkontaminasi kotoran serangga.
2. Solar drying
Solar drying merupakan jenis pengeringan dengan menggunakan sinar matahari
secara tidak langsung. Biasanya menggunakan energy matahari saja atau energy matahari
merupakan energy tambahan. Menurut Muchtadi (2010) kombinasi antara sumber energy
dari matahari serta menggunakan nampan (try) yang disusun dengan energy panas
matahari yang dikumpulkan dalam suatu alat disebut surya collector.
Jenis pengeringan buatan dengan menggunakan beberapa jenis alat pengering
1. Pengeringan rak (Tray dryer)
Alat ini memiliki sumber panas yang berasal dari elemen elektrik dibawah udara
ke ruang pengering. Laju aliran udara panas dapa diatur dengan adanya blower. Alat
ini digunakan untuk bahan berbentuk padat/butiran, komoditi bentuk irisan (umbi-
umbian).

Gambar 1. Tray dryer


2. Pengering drum (Drum dryer)
alat ini menggunakan medium pemanas yaitu uap, dimana uap yang telah
terbentuk akan disirkulasikan dalam drum. Bahan yang akan dikeringkan berbentuk
pasta yang nantinya akan dikeringkan pada drum yang akan berputar.
Gambar 2. Drum dryer

3. Pengering semprot (Spray dryer)


Pengeringan menggunakan alat ini cocok untuk membuat produk bubuk.
Pengeringan terjadi ketika disperse cairan atau sluri dikeringkan oleh aliran udara
panas. Partikel yang telah kering dipisahkan dan nantinya akan dikumpulkan. Alat ini
biasa digunakan untuk mengeringkan susu.

Gambar 3. Spray dryer

4. Pengeringan dengan pembekuan (freeze drying)


Penggunaan metode ini bahan terlebih dahulu dibekukan dan air dikeluarkan
dari bahan. Prosesnya adalah perubahan dari bahan dapat menjadi uap dan proses ini
dilakukan dalam keadaan vakum. Penggunaan metode ini bahan akan terhindar dari
kerusakan kimiawai. Pada pengeringan beku, uap air disublimasikan keluar dari bahan
pangan beku. Struktur bahan pangan dipertahankan dengan baik pada kondisi ini.
Suhu dan tekanan yang sesuai harus dipersiapkan dalam alat pengering untuk
menjamin terjadinya proses sublimasi (Etiasih, 2011)
Gambar 4. Tray dryer

5. Vacuum dryer
Alat ini memiliki keuntungan yaitu suhu yang dihasilkan lebih rendah, sehingga
makanan yang mudah rusak karena suhu tinggi dapat dikurangi selain itu tidak terjadi
oksidasi selama pengeringan.

Gambar 5. Vacuum dryer

Produk makanan yang diolah dengan cara pengeringan


1. Sale pisang
Pisang sale merupakan pisang segar yang telah mengalami proses pengeringan
hingga tingkat kadar air tertentu (17-18%). Pisang yang digunakan dalam pembuatan
produk ini yaitu pisang yang matang bukan dari pengeraman akan tetapi pisang yang
memiliki kematangan dipohon.
Gambar 6. Dendeng daging

2. Dendeng
Pengeringan daging memberikan pengaruh terhadap keempukan dan daya ikat air
sehingga dalam proses pengeringan daging perlu memperhatikan metode pengeringan
yang digunakan. Pembuatan dendeng yang dikenal oleh kebanyakan masyarakat adalah
dengan dua cara pengeringan menggunakan oven serta memanfaatkan sinar matahari.
Metode penjemuran diperoleh suhu lingkungan rata-rata 33-38 0C akan tetapi dalam
proses penjemuran suhu yang diperoleh tidak stabil (Damar, 2016)

Gambar 7. Sale pisang

Keuntungan Dan Kerugian Pengeringan Serta Pengaruhnya Terhadap Bahan Makanan

 Keuntungan pengawetan dengan cara pengeringan :


a. Bahan lebih awet
b. Volume dan berat berkurang, sehingga biaya lebih rendah untuk pengemasan,
pengangkutan, dan penyimpanan.
c. Kemudahan dalam penyajian
d. Penganekaragaman pangan, misalnya makanan ringan /camilan
 Kerugian pengawetan dengan cara pengeringan :
a. Sifat asal dari bahan yang dikeringkan dapat berubah, misalnya bentuknya, sifat fisik
dan kimianya, penurunan mutu, dll.
b. Beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum dipakai, misalnya harus
dibasahkan kembali (rehidrasi) sebelum digunakan.
Agar pengeringan dapat berlangsung, harus di berikan energi panas pada bahan yang
di keringkan, dan di perlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar
dari daerah pengeringan. Penyedotan uap air ini dapat juga di lakukan secara vakum.
Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari
bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut
(Sawitri, 2010).
Jika proses pengeringan dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi, maka hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya case hardening yaitu suatu keadaan di mana bagian luar
(permukaan) dari bahan sudah kering sedangkan bagian sebelah dalamnya masih basah. Hal
ini disebabkan karena suhu pengeringan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan bagian
permukaan cepat mengering dan menjadi keras, sehingga akan menghambat penguapan
selanjutnya dari air yang terdapat di bagian dalam bahan tersebut. Case hardening juga dapat
disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan kimia tertentu, misalnya terjadinya
penggumpalan protein pada permukaan bahan karena adanya panas atau terbentuknya
dekstrin dari pati yang jika dikeringkan akan menjadi bahan yang masif (keras) pada
permukaan bahan (Hudaya, 2008).
Beberapa contoh terjadinya case hardening dapat dilihat di bawah ini.
1. Daging biasanya dikeringkan dengan menambahkan campuran gula, garam serta
bumbu-bumbu lainnya, dan hasilnya dikenal sebagai dendeng. Warna dendeng yang
coklat sampai hitam terjadi karena reaksi antara asam amino dari protein dengan gula
pereduksi, di samping disebabkan pula oleh warna gula yang digunakan.
2. Buah-buahan dan sayur-sayuran selalu mengandung asam organik, dan juga kadar
gula pereduksi yang lebih tinggi pada buah yang lebih masak. Dengan demikian
kematangan buah-buahan untuk dikeringkan merupakan faktor penting dalam proses
pengeringan. Reaksi “browning” dapat dibatasi dengan menambahkan SO2 pada buah
sebelum dikeringkan, dan cara yang paling mudah dan murah adalah dengan
mengasap buah yang sudah dikupas dengan asap hasil pembakaran belerang.
3. Pada pengeringan ketela pohon (pembuatan gaplek) sering terjadi perubahan warna
menjadi hitam. Perubahan warna tersebut kemungkinan disebabkan oleh enzim
polifenolase yaitu suatu oksidase yang terdapat pada lendir ketela pohon, yang karena
kontak dengan udara dapat mengubah senyawa polifenol (tannin) menjadi senyawa
yang berwarna hitam.
4. Kopra adalah hasil pengeringan daging buah kelapa, yang biasanya digunakan untuk
membuat minyak kelapa. Kopra yang baik harus mengandung air di bawah 5 persen
untuk mencegah pertumbuhan Aspergilus flavus, karena kapang ini umumnya tumbuh
pada bahan yang mempunyai kadar lemak tinggi.

Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Teknik Pengeringan


Menurut Wahyu (2010) ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk
memperoleh keepatan pengeringan maksimum, yaitu :
 Luas permukaan
Semakin luas permukaan bahan yang dikeringkan, maka akan semakin cepat
bahan menjadi kering. Biasanya bahan yang akan dikeringkan dipotong– potong
untuk mempercepat pengeringan.
 Suhu
Semakin besar perbedaan suhu (antara medium pemanas dengan bahan yang
dikeringkan), maka akan semakin cepat proses pindah panas berlangsung sehingga
mengakibatkan proses penguapan semakin cepat pula. Atau semakin tinggi suhu udara
pengering, maka akan semakin besar energi panas yang dibawa ke udara yang akan
menyebabkan proses pindah panas semakin cepat sehingga pindah massa akan
berlangsung juga dengan cepat.
 Kecepatan udara
Umumnya udara yang bergerak akan lebih banyak mengambil uap air dari
permukaan bahan yang akan dikeringkan. Udara yang bergerak adalah udara yang
mempunyai kecepatan gerak yang tinggi yang berguna untuk mengambil uap air dan
menghilangkan uap air dari permukaan bahan yang dikeringkan.
 Kelembaban udara
Semakin lembab udara di dalam ruang pengering dan sekitarnya, maka akan
semakin lama proses pengeringan berlangsung kering, begitu juga sebaliknya. Karena
udara kering dapat mengabsorpsi dan menahan uap air. Setiap bahan khususnya bahan
pangan mempunyai keseimbangan kelembaban udara masing–masing, yaitu
kelembaban pada suhu tertentu dimana bahan tidak akan kehilangan air (pindah) ke
atmosfir atau tidak akan mengambil uap air dari atmosfir.
 Tekanan atm dan vakum
Pada tekanan udara atmosfir 760 Hg (=1 atm), air akan mendidih pada suhu
100oC. Pada tekanan udara lebih rendah dari 1 atmosfir air akan mendidih pada suhu
lebih rendah dari 100oC.
P 760 Hg = 1 atrm air mendidih 100oC
P udara < 1 atm air mendidih < 100oC
Tekanan (P) rendah dan suhu (T) rendah cocok untuk bahan yang sensitif
terhadap panas , contohnya : pengeringan beku (freeze drying)
 Waktu
Semakin lama waktu (batas tertentu) pengeringan, maka semakin cepat proses
pengeringan selesai. Dalam pengeringan diterapkan konsep HTST (High Temperature
Short Time), Short time dapat menekan biaya pengeringan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang
terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri.
Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik
sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.

Untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik yang
menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Caranya pun beragam dengan
berbagai tingkat kesulitan. Namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk
menahan laju pertumbuham mikroorganisme pada makanan. Salah satu pengawetan makanan
yang telah kami bahas adalah dengan cara pengasapan dan pengeringan yang memiliki
mekanisme kerja yang berbeda serta memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing

Bahan makanan mempunyai peranan yang penting sebagai pembawa atau media zat
gizi yang di dalamya banyak mengandung zat-zat yang di butuhkan oleh tubuh seperti
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan lain-lain. Penggunaan atau pemberian
perlakuan tambahan saat pengolahan makanan sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat.

Saran

Bagi produsen makanan hendaknya jangan hanya ingin mendapat keuntungan yang
besar tetapi juga memperhatikan aspek kesehatan bagi masyarakat yang mengkonsumsinya
yaitu dengan menggunakan zat aditf yang tidak membahayakan bagi kesehatan

Bagi instansi terkait hendaknya memberikan informasi kepada khalayak luas tentang
bahan kimia atau zat tambahan yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam makanan dan
minuman yang mengganggu kesehatan. Bagi kosumen hendaknya juga ikut memperhatikan
makanan yang akan dikonsumsi.

DAFTAR RUJUKAN

Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan pengawetan ikan. Jakarta: Bumi Aksara.


Afrianto, E dan Evi Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius, Jakarta.
Aksara.
Bernasconi, G., Gerster H., Hauser H., Stauble H., Schneiter E. 1995. Teknologi. Kimia
Bagian 2, terjemahan Lienda Handojo. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Birkeland,S; Skara,T;Bjerkeng.B dan Rora,A.M.B. 2007. Product Yield and Gaping In Cold
Smoked Atlantic Salmon (Salmo Salar) fillets as Influenced By Different Injection.
Salting Techniques. Journal Of Food Science, 68(5),1743-1748
Damar A, suryaningsih L, Rachman O. 2016. Pengaruh Metode Pengeringan Terhadap Mutu
Fisik Dendeng Giling Daging Ayam Broiler. Sumedang. Padjadjaran press
Darmadji, P. 1996. Aktivitas Antibakteri Asap Cair yang Diproduksi dari Bermacam-macam
Limbah Pertanian. Jurnal Agritech Vol. 16 No. 4. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta: 19-22.
Dwiari, SR. Danik, D.A, Nurhayatui, Mira S. Sandi, F,Y dan Ida B.K. 2008. Teknologi
Pangan Jilid 1. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menegah Kejuruan.
Etiasih, Teti dan Kgs Ahmadi. 2011.Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta : Bumi
Hadiwiyoto, S, 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Hendrasty,Henny Krissetiana. 2003. Tepung Labu Kuning:Pembuatan dan Pemanfaatannya.
Yogyakarta:Kanisius).
Hudaya, Saripah.2008. Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian Pengolahan dan
Pengawetan Pangan. http://www.gogreen.web.id/2008/04/pengawetan-dengan-cara-
pengeringan.html. diakses pada tanggal 27 Januari 2018
Isamu Kobajashi T., Hari Purnomo Dan Sudarminto S. Yuwono. 2012.Karakteristik Fisik,
Kimia, Dan Organoleptik Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis ) Asap Di Kendari.
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 2 [Agustus 2012] 105-110.
Mareta, Dea Tio., Awami Nur Shofia.2011. Pengawetan Ikan Bawal Dengan Pengasapan
Muchtadi,Tien R dan Ayustaningwarno, Fitriyono. 2010. Teknologi Proses Pengolahan
Pangan. Bandung: Alfa Beta
Murniyati, A.S. 2000. Pendinginan, Pembekuan, dan Pengawetan Ikan. Penerbit Kanisius.
Nastiti, Dwi. 2006. KAJIAN PENINGKATAN MUTU PRODUK IKAN MANYUNG Pangan.
Bandung: Alfa Beta.
Sawitri, Asti dan Ade Esa N. 2010. Pengawetan Pangan/Makanan Dengan Teknologi
Pengeringan. Bandung: UIN Sunan Gunung Djati
Swastawati, Fronthea. 2004. The Effect of Smoking duration on the Quality and DHA
Composition of Milkfish (Chanos chanos F). Journal of Coastal Development, Vol.
7 Number 3, May 2004: 137-142.
Wahyu, M. 2010. Cara Pengolahan Makanan Dengan Cara Pengeringan.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16183/3/Chapter%20II.pdf
diakses pada tanggal 27 Januari 2018
Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.
Yogyakarta.
Yusroni, Nanang. 2009. Analisis Profit Margin Untuk Meningkatkan Nilai Tambah

You might also like