Professional Documents
Culture Documents
Standar Kompetensi :
3. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan dan perlindungan Hak Asasi
Manusia.
Kompetensi Dasar :
A. PENDAHULUAN
Persoalan Hak Asasi Manusia, sesungguhnya merupakan persoalan universal yang mencakup
seluruh umat manusia di dunia. Hal ini karena setiap manusia dilahirkan beserta martabat
kemanusiaan yang dianugerahkan Tuhan kepadanya.
Munculnya hak asasi manusia sesuangguhnya merupakan akibat tidak langsung dari penjajahan,
perbudakan, ketidakadilan, dan kelaliman (tirani) yang banyak terjadi dalam sejarah kehidupan
umat manusia.Hingga sekarang, persoalan hak asasi manusia menjadi sorotan utama seiring
dengan berkembangnya gagasan demokrasi yang semakin mendunia.
1. Pengertian HAM
Beberapa pengertian dikemukakan oleh para tokoh atau yang terdapat dalam dokumen HAM
dapat dikemukakan sebagai berikut:
Hak asasi manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara kodrati melekat pada setiap
manusia dan tidak dapat diganggu gugat (bersifat mutlak).
Hak asasi adalah hak yang bersifat asasi. Artinya, hak-hak yang dimiliki manusia nenurut
kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga sifatnya suci.
c. UU No. 39 Tahun 1999 (Tentang Hak Asasi Manusia)
Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Berikut ini pandangan dari berbagai tokoh yang mengidentifikasi macam-macam hak asasi
manusia
a. Hak-hak Asasi Pribadi (personal rights), yaitu meliputi kebebasan menyatakan pendapat,
kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak, dan sebagainya.
b. Hak-hak Asasi Ekonomi (property rights), yaitu hak untuk memiliki, membeli, dan menjual,
serta memanfaatkan sesuatu.
c. Hak-hak Asasi Politik (political rights), yaitu hak ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih
(dipilih dan memilih dalam suatu pemilu), hak untuk mendirikan parpol, dan sebagainya.
d. Hak-hak Asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
(rights of legal equality).
e. Hak-hak Asasi Sosial dan Kebudayaan (social and cultural rights), yaitu meliputi hak untuk
memilih pendidikan, hak untuk mengembangkan kebudayaan dan sebagainya.
f. Hak-hak Asasi manusia untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan
(procedural rights). Misalnya, peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahahan,
peradilan dan sebagainya.
Salah satu tonggak dalam upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan hak asasi
manusia yang telah mendapat perhatian dunia internasional, adalah ketika organisasi Persatuan
Bangsa Bangsa (PBB) membentuk Komisi PBB untuk Hak Asasi Manusia pada 1946. Langkah
untuk pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM semakin nyata ketika Majelis Umum PBB
mengeluarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights)
pada 10 Desember 1948. Deklarasi ini menjadi salah satu acuan bagi negara-negara anggota
PBB untuk menyusun langkah-langkah dalam penegakan HAM. Meski demikian, Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia tidak bersifat mengikat negara-negara anggota PBB. Secara rinci,
hak-hak asasi manusia tercantum dalam pembukaan dan 30 pasal yang terdapat di dalam
deklarasi tersebut.
Berikut ini akan diuraikan sejarah perkembangan upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan
hak asasi manusia dari berbagai sumber atau dokumen:
Peran serta dan upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia, tidak
terlepas dari kesadaran internal atas perkembangan opini dunia terhadap masalah-masalah
demokratisasi dan hak asasi manusia. Hal ini dapat kita lihat pada Pembuakaan UUD 1945 dan
Batang Tubuhnya yang mencumkan prinsip-prinsip pelaksanaan HAM.
Dalam perkembangan lebih lanjut, peran serta dan upaya pemajuan, penghormatan dan
penegakan HAM di Indonesia dilakukan melalui hal-hal berikut :
1. Pada tanggal 7 Juni 1993, telah diupayakan berdirinya Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM) sebagai tindak lanjut Lokakarya tentang HAM yang
diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri RI dengan dukungan Perserikatan Bangsa
Bangsa (PBB). Salah satu tujuan pembentukan Komnas HAM adalah untuk
meningkatkan perlindungan hak asasi manusia. Demi mewujudkan tujuan tersebut, maka
Komnas HAM melakukan rangkaian kegiatan antara lain :
a. Menyebarluaskan wawasan nasional dan internasional mengenai hak asasi manusia baik
kepada masyarakat Indonesia maupun kepada masyarakat internasional
b. Mengkaji berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak asasi manusia dengan
tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan/atau ratifikasinya.
c. Memantau dan menyelidiki pelaksanaan hak-hak asasi manusia serta memberikan pendapat,
pertimbangan, dan saran kepada badan pemerintah negara mengenai pelaksanaan hak asasi
manusia.
d. Mengadakan kerja sama regional dan internasional dalam rangka memajukan dan melindungi
hak asasi manusia.
2. Paska Orde Baru (era reformasi), perhatian terhadap upaya pemajuan, penghormatan dan
penegakan HAM di Indonesia semakin nyata, yakni dengan disahkannya Ketetapan MPR No.
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia pada tanggal 13 November 1998. Dalam ketetapan
tersebut, MPR menugaskan kepada lembaga-lembaga negara dan seluruh aparatur pemerintah
untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan pemahaman tentang HAM. Selain itu,
Presiden dan DPR juga ditugaskan untuk segera meratifikasi berbagai instrumen internasional
tentang HAM.
3. Landasan bagi penegakan HAM di Indonesia semakin kokoh setelah MPR melakukan
amandemen terhadap UUD 1945. Dalam amandemen UUD 1945 tersebut persoalan HAM
mendapat perhatian yang khusus dengan ditambahkannya bab XA tentang Hak Asasi Manusia
yang terdiri atas pasal 28 A hingga 28 J. hal ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam
menegakkan hak asasi manusia.
4. Tonggak lain dalam sejarah penegakkan hak asasi manusia di Indonesia adalah berdirinya
pengadilan HAM yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 26 tahun 2000. Pengadilan
HAM ini merupakan suatu pengadilan yang secara khusus menangani kejahatan pelanggaran
HAM berat yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
7. Di sisi lain, melalui berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), banyak pihak melakukan
pembelaan dan bantuan hukum (advokasi) terhadap para korban kejahatan HAM.
Pasca Proklamasi 1945, bangsa Indonesia banyak disibukkan oleh perjuangan untuk
mempertahankan kemerdekaan dari agresi Belanda yang ingin merebut kembali kemerdekaan
Indonesia, meskipun akhirnya kedaulatan Indonesia diakui pada tahun 1949. Selanjutnya, antara
1950-1955 kita dirongrong kembali oleh berbagai pemberontakan, upaya disintegrasi dan
liberalisasi partai politik yang cenderung mementingkan kelompoknya. Kondisi dan situasi
demikian jelas sangat tidak kondusif bagi pemerintah untuk memikirkan dan memberi
perlindungan terhadap masalah hak-hak asasi manusia.
Pada era Orde Lama (1955-1965), situasi negara Indonesia diwarnai oleh berbagai
macam kemelut ditingkat elite pemerintahan sendiri. Situasi kacau (chaos) dan persaingan
diantara elite politik dan militer akhirnya memuncak pada peristiwa pembunuhan enam jendral
pada 1 Oktober 1965 yang kemudian diikuti dengan krisis politik dan kekacauan sosial. Pada
masa ini persoalan hak asasi manusia tidak memperoleh perhatian berarti, bahkan cenderung
semakin jauh dari harapan.
Tetapi, patut pula dicatat bahwa era keterbukaan dan meluasnya opini internasional
tentang pentingnya mengembangkan demokratisasi dan perlindungan terhadap HAM telah
memberi tekanan terhadap pemerintahan orde baru (Soeharto) untuk melakukan beberapa
perubahan. Tercatat dalam pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Meski demikian, dalam sejarah panjang kekuasaan rezim orde baru terdapat praktik
penyalahgunaan kekuasaan politik dan kehakiman, penutupan beberapa media massa, dan
penghilangan paksa terhadap para aktivis pro-demokrasi.
Pasca pemerintahan Orde Baru (era Reformasi), era ketika persoalan demokratisasi dan hak asasi
manusia menjadi topik utama, telah banyak lahir produk peraturan perundangan tentang hak
asasi manusia antara lain :
b. UU No. 5 Tahun 1998 tentang pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel,
Inhuman or Degrading Tratement or Punishment (Konvensi menentang penyiksaan dan
perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat
manusia).
c. Keppres No. 181 Tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap perempuan.
d. Keppres No. 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia
Indonesia.
e. Inpres No. 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi
dalam semua perumusan dan penyelenggaraan kebijakan, perencanaan program, ataupun
pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.
h. Amandemen kedua UUD 1945 (2000) Bab XA Pasal 28A-28J mengatur secara eksplisit
Pengakuan dan Jaminan Perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia.
Walaupun telah terdapat berbagai produk peraturan perundangan yang secara terang mengatur
perlindungan terhadap HAM, tetapi hingga akhir tahun 2003 Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia (YLBHI) menilai bahwa upaya penegakan HAM di Indonesia belum ada perubahan.
(Media dinilai gagal memutus mata rantai kekejaman dan kekerasan yang mengakar sejak masa
lalu. “Rezim sekarang evaluasi, pelanggaran HAM terpaut dua aspek yang saling terkait.
Terjadilah pelanggaran hak, baik dalam persoalan ekonomi, sosial, dan budaya di satu sisi,
dengan kekerasan atas hak sipil dan politik.”
Tentang berbagai hambatan dalam pelaksanaan dan penegakan hak asasi manusia di Indonesia,
secara umum dapat kita identifikasi sebagai berikut :
1) Stratifikasi dan status sosial; yaitu tingkat pendidikan, usia, pekerjaan, keturunan dan
ekonomi masyarakat Indonesia yang multikompleks (heterogen).
2) Norma adat atau budaya lokal kadang bertentangan dengan HAM, terutama jika sudah
bersinggung dengan kedudukan seseorang, upacara-upacara sakral, pergaulan dan sebagainya.
3) Masih adanya konflik horizontal di kalangan masyarakat yang hanya disebabkan oleh hal-
hal sepele.
1) Letak geografis Indonesia yang luas dengan laut, sungai, hutan, dan gunung yang
membatasi komunikasi antardaerah.
2) Sarana dan prasarana komunikasi dan informasi yang belum terbangun secara baik yang
mencakup seluruh wilayah Indonesia.
3) Sistem informasi untuk kepentingan sosialisasi yang masih sangat terbatas baik sumber
daya manusianya maupun perangkat (software dan hardware) yang diperlukan.
1) Tidak semua penguasa memiliki kebijakan yang sama tentang pentingnya jaminan hak
asasi manusia.
2) Ada kalanya demi kepentingan stabilitas nasional, persoalan hak asasi manusia sering
diabaikan.
3) Peran pengawasan legislatif dan kontrol sosial oleh masyarakat terhadap pemerintah sering
diartikan oleh penguasa sebagai tindakan ‘pembangkangan’.
1) Masih adanya oknum aparat yang secara institusi atau pribadi mengabaikan prosedur kerja
yang sesuai dengan hak asasi manusia.
2) Tingkat pendidikan dan kesejahteraan sebagian aparat yang dinilai masih belum layak
sering membuka peluang ‘jalan pintas’ untuk memperkaya diri.
Tantangan lain bagi bangsa Indonesia khususnya adalah berkaitan dengan adanya
“pelanggaran berat” terhadap hak asasi manusia. Perihal pelanggaran berat yang dimaksudkan,
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia,
mencakup Kejahatan Genosida dan Kejahatan Kemanusiaan.
1) Kejahatan Genosida
Adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnik, kelompok agama,
dengan cara :
b) Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
Adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau
sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan langsung terhadap penduduk
sipil, berupa:
a) Pembunuhan;
b) Pemusnahan;
c) Perbudakan;
e) Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik antara lain secara sewenang-
wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
f) Penyiksaaan,
g) Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan ,
permandulan atau strerilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang
setara;
h) Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didaari persamaan
paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang telah
diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
j) Kejahatan aperheid.
Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, pemerintah
dengan kesungguhan hati mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 129 Tahun 1998 tentang
Rencana Aksi Nasional Hak-hak Asasi Manusia Indonesia yang kemudian diubah dengan
Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2003.
Rencana aksi Nasional Hak-hak Asasi Manusia Indonesia (RANHAM), merupakan upaya nyata
pemerintah Indonesia untuk menjamin peningkatan penghormatan, pemajuan, pemenuhan, dan
perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesi dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama, adat-
istiadat, dan budaya bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia. RANHAM dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan
dalam suatu program 5 (lima) tahunan yang dipimpin langsung oleh Presiden.
Perhatian dunia Internasional terhadap hak asasi manusia tampak meningkat setelah Perang
Dunia II (1939-1945). Besarnya jumlah korban di berbagai belahan dunia melahirkan
keprihatinan yang mendalam terhadap peristiwa penistaan terhadap nilai kemanusiaan dalam
perang besar itu. Keprihatinan tersebut kemudian mendorong kesadaran umat manusia untuk
mengedepankan pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Selanjutnya, tonggak
sejarah bagi diakuinya prinsip-prinsip kebebasan sipil dan hak asasi dalam konteks internasional
tampak nyata saat dibentuknya Perserikatan Bangsa Bangsa yang kemudian melahirkan
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) Tahun 1948.
Beberapa instruman hukum tentang HAM internasional pasca Universal Declaration of Human
Rights tahun 1948, yaitu :
No Tahun Uraian/Keterangan
1. 1958 Lahirnya Konvensi tentang Hak-hak Politik Perempuan.
2. 1966 Covenants of Human Rights telah diratifikasi oleh negara-negara
anggota PBB, isinya mencakup :
Patut diperhatikan bahwa terdapat reaksi keras dari dunia internasional terhadap tindakan
kekejaman di beberapa negara pada masa 1990-an, terutama di Rwanda, bekas Yugoslavia,
Afghanistan, dan Irak. Hal ini mendorong dibentuknya pengadilan internasional yang hendak
mengadili persoalan kejahatan kemanusiaan selama masa perang di negara tersebut. Sebuah
lembaga bernama International Criminal Court mulai bekerja pada 2002 untuk mengadili
kejahatan perang, pembersihan etnik (genosida), kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan
agresi.
Sejarah mencatat bahwa dari masa ke masa, terdapat berbagai kejahatan kemanusiaan yang
membawa banyak korban manusia, baik yang meninggal maupun yang dilukai hak-hak dasarnya
sebagai manusia. Berikut ini adalah beberapa catatan tentang peristiwa-peristiwa pelanggaran
hak asasi manusia yang sempat menjadi isu internasional.
Banyak kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaan HAM dilakukan oleh rezim
otoriter di sebuah negara. Biasanya pemerintah otoriter tidak hanya menguasai lembaga karena
itu, seorang penguasa yang otoriter biasanya dapat melakukan kejahatan kemanusiaan dengan
leluasa tanpa tersentuh oleh lembaga peradilan. Sementara, lembaga negara lainnya dan juga
masyarakat tidak memiliki kekuatan yang memadai untuk melakukan kontrol terhadap
kesukaannya.
Untuk itu dibutuhkan sebuah lembaga peradilan yang bersifat internasional dan memiliki
yurisdiksi atas wilayah negara-negara secara internasional. Sebuah lembaga yang memiliki
kekuasaan untuk mengadili dan menghukum para penjahat kemanusiaan. Dalam rangka
menyelesaikan masalah pelanggaran HAM ini pula, PBB membentuk komisi PBB untuk Hak
Asasi Manusia (The United Nations Commission on Human Rights). Komisi ini awalnya terdiri
dari 18 negara anggota, kemudian berkembang menjadi 43 orang anggota. Negara Indonesia
diterima komisi ini sejak tahun 1991.
Cara kerja komisi PBB untuk Hak Asasi Manusia untuk sampai pada proses peradilan
HAM internasional, adalah sebagai berikut :
b. Seluruh temuan Komisi ini dibuat dalam Yearbook of Human Rights yang disampaikan kepada
sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa.
c. Setiap warga negara dan atau negara anggota PBB berhak mengadu kepada komisi ini. Untuk
warga negara perseorangan dipersyaratkan agar terlebih dahulu ditempuh secara musyawarah di
negara asalnya, sebelum pengaduan di bahas.
d. Mahkamah Internasional sesuai dengan tugasnya, segera menindak lanjuti baik pengaduan
oleh anggota maupun warga negara anggota PBB, serta hasil pengkajian dan temuan komisi Hak
Asasi Manusia PBB untuk diadakan pendidikan, penahan, dan proses peradilan.
Beberapa contoh tentang pelaksanaan pengadilan internasional yang memproses dan mengdili
pelanggaran hak asasi manusia adalah sebagai berikut :
a. Tahun 1987, Klaus Barbie (mantan komandan polisi rahasia Gestapo Nazi Jerman) dijatuhi
hukuman seumur hidup. Ia dinyatakan bersalah karena mengirimkan ke kamp konsentrasi dan
menyiksa 842 orang Yahudi dan partisan Perancis, sehingga 343 diantaranya tewas, termasuk 52
anak. Cara penyiksaan meliputi mengguyur dengan air panas dan amoniak serta mengulitinya
hidup-hidup.
b. November 1991, Tim Komisi HAM PBB yang diketuai Prof. Pieter Koymaans berkunjung
ke Indonesia untuk bertemu dengan Menlu Alatas, Mendagri Rudini, dan lain-lain. Mereka akan
mengunjungi Timor-Timur untuk mengamati pelanggaran hak asasi manusia seperti; penyiksaan,
eksekusi di luar pengadilan, dan pembatasan hak beragama yang dilaporkan oleh LSM dalam
dan luar negeri.
c. Februari 1993, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi 808 yang menetapkan
pembentukan pengadilan internasional untuk mengadili para penjahat perang dan pelanggar
hak asasi manusia di bekas negara Yugoslavia. Etnis Serbia yang mendominasi Yugoslavia pada
saar itu melakukan pembunuhan massal (etnic cleansing) terhadap orang-orang Kroasia dan
Bosnia-Herzegovina yang hendak memisahkan diri dari Yugoslavia. Pemimpin Serbia yang
dianggap paling bertanggung jawab adalah Slobodan Milosevic dan Ratko Mladic.
d. Maret 1993, Komisi Kebenaran HAM PBB di New York mempublikasikan sebuah laporan
yang menyatakan bahwa militer El Salvador bertanggung jawab atas sebagian besar pelanggaran
hak-hak asasi manusia selama perang saudara yang sudah berlangsung selama 12 tahun
5. Berikan beberapa contoh tentang hambatan dalam upaya pemajuan, penghormatan dan
penegakan Hak Asasi Manusia di lingkungan anda, dari faktor kondisi sosial budayanya !
6. Jelaskan, mengapa “prinsip pembangunan nasional” menjadi salah satu tantangan dalam
penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia !
7. Dalam UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, mencakup kejahatan
genoside dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Jelaskan perbedaannya !
8. Jelaskan dampak positif dengan dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS
HAM) tahun 1993 bagi penegakan HAM di Indonesia !
10. Jelaskan, mengapa pelanggaran HAM Internasional sangat sulit untuk diselesaikan !
“Teror 11 September
Peraih Nobel Perdamaian Shirin Ebadi asal Iran, mengatakan serangan 11 September 2001 di
AS telah menjadi alat pembenaran untuk melanggar hukum internasional dan hak asasi
manusia. Dalam dua tahun terakhir ini, beberapa negara telah melanggar prinsip-prinsip
universal dan hukum Hak Asasi Manusia dengan dalih melawan “terorisme”.
Para pembela HAM semakin miris saat menyaksikan pelanggaran terhadap hukum
internasional, tidak hanya oleh mereka yang selama ini telah dikenal menentang hukum
internasional itu, tetapi prinsip ini juga dilanggar negara-negara Barat yang “demokratis” dan
mengaku “pembela HAM”. Disisi lain, masih terdapat keputusan dan resolusi Dewan
Keamanan PBB yang “diskriminatif” dalam 12 tahun terakhir. Contoh nyata adalah dalam
resolusi untuk Irak (sanksi ekonomi, senjata dan aksi militer) begitu efektif. Namun untuk
Israel, resolusi PBB mengenai pendudukan wilayah-wilayah Palestina tidak pernah dijalankan
dengan benar.
Tagihan Tugas :
1. Setelah disimak dan baca baik-baik, ceritakan kembali apa yang ada dibenak anda ?
2. Berikan beberapa indikasi dari kasus “pelanggaran hukum internasional” dan “HAM” oleh
koalisi (AS, Inggris, Spanyol) dalam invasi ke Afghanistan dan Irak !
3. Dalam konflik “Israel – Palestina”, mengapa resolusi PBB tidak efektif terhadap Israel yang
menduduki sebagian wilayah Palestina ?
4. Sikap anda terhadap issu penangkapan presiden Irak Saddam Hussein yang dituduh Amerika
Serikat sebagai diktator dan tiran ?