You are on page 1of 71

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan
semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (WHO, 2001). Hal ini
berarti seseorang dikatakan sehat apabila seluruh aspek dalam dirinya dalam
keadaan tidak terganggu baik tubuh, psikis, maupun sosial. Apabila fisiknya
sehat, maka mental (jiwa) dan sosial pun sehat, demikian pula sebaliknya,
jika mentalnya terganggu atau sakit, maka fisik dan sosialnya pun akan sakit.
Kesehatan harus dilihat secara menyeluruh sehingga kesehatan jiwa
merupakan bagian dari kesehatan yang tidak dapat dipisahkan (Stuart &
Laraia, dalam Hidayat, A. 2007).
Seseorang dikatakan sehat jiwa menurut Stuart dan Laraia (2007)
apabila terpenuhi kriteria memiliki perilaku positif, tumbuh kembang dan
aktualisasi diri, memiliki integritas diri, memiliki otonomi, memiliki persepsi
sesuai realita yang ada serta mampu beradaptasi dengan lingkungannya
sehingga mampu melaksanakan peran sosial dengan baik. Menurut Maslow
(1970, dalam Shives, 2007) menyatakan bahwa seseorang yang sehat jiwa
mampu mengaktualisasikan dirinya yang ditunjukkan dengan memiliki
konsep diri positif dan memiliki hubungan yang baik dengan orang lain dan
lingkungannya, terbuka dengan orang lain, membuat keputusan berdasarkan
realita yang ada, optimis, menghargai dan menikmati hidup, mandiri dalam
berfikir dan bertindak sesuai dengan standar perilaku dan nilai-nilai, serta
kreatif menggunakan berbagai pendekatan dalam penyelesaian masalah
kesehatan jiwa.
Gangguan jiwa menurut PPDGJ III adalah sindrom pola perilaku
seseorang yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan
(distress) atau hendaya (impairment) didalam satu atau lebih fungsi yang
penting dari manusia, yaitu fungsi psikologig, perilaku, biologig dan

1
2

gangguan itu tidak hanya terletak didalam hubungan antara orang itu tetapi
juga dengan masyarakat (Muslim, Rusdi. 2001).
WHO memperkirakan 450 juta orang di seluruh dunia mengalami
gangguan mental, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat
ini dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia
tertentu selama hidupnya. Usia ini biasanya terjadi pada dewasa muda antara
usia 18-21 tahun (WHO, dikutip dalam Videbeck, Sheila L, 2013 ; 53).
Menurut data kementerian Kesehatan tahun 2013 jumlah penderita
gangguan jiwa di Indonesia lebih dari 28 juta orang dengan kategori gangguan
jiwa ringan 14,3% dan 17% atau 1000 orang menderita gangguan jiwa berat.
Di banding rasio dunia yang hanya satu permil, masyarakat Indonesia yang
telah mengalami gangguan jiwa ringan sampai berat telah mencapai 18,5%
(Depkes RI, 2009).
Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di provinsi
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta (24,3%), diikuti Nangroe Aceh Darussalam
(18,5%), Sumatera Barat (17,7%), NTB (10,9%), Sumatera Selatan (9,2%) dan
Jawa Tengah (6,8%) (Depkes RI, 2008). Prevalensi gangguan jiwa berat pada
penduduk Indonesia per 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat terbanyak di D.I.
Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah, proporsi rumah
tangga RT yang pernah memasung anggota rumah ART gangguan jiwa berat
14,3% dan terbanyak pada penduduk yang tinggal di perdesaan (18,2%), serta
pada kelompok dengan kuantil indeks kepemilikan terbawah (19,5%).
Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia 6,0%.
Provinsi dengan prevalensi gangguan mental tertinggi adalah Sulawesi
Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Nusa Tenggara
Timur. Pasien gangguan jiwa ringan hingga berat di Jawa Barat pada tahun
2013 adalah 465.975 orang, naik signifikan dari tahun 2012 yang hanya
berjumlah 296.943 (Hasil Riskesdas, 2013).
3

Jumlah santri (pasien) yang telah terbina terhitung mulai tanggal


berdiri Yayasan sampai pada saat ini berjumlah 8432 terdiri santri(pasien)
dengan tingkat keberhasilan yang dicapai dan tergabung dari berbagai kota di
Indonesia khususnya Jawa Barat setiap pasien baik korban Narkoba maupun
Depresi disebut Santri, untuk memeberikan terapi ucapan dan sugesti bahwa
mereka biasa kembali normal seperti yang lain, dan para pendidik
memperlakukannya seperti terhadap santri di pesantren. Berdasarkan laporan
periode bulan april 2017, pasien yang dirawat di Pondok Pesantren Bina
Akhlaq di dapatkan dari 121 pasien yang mengalami gangguan jiwa, 30 pasien
mengalami gangguan halusinasi, 20 pasien mengalami isolasi sosial dan 35
pasien mengalami perilaku kekerasan. Serta penulis tertarik untuk menulis
karya tulis ilmiah pada pasien dengan perilaku kekerasan pada klien dengan
inisial Tn. M dimana pada saat itu klien tampak mondar-mandir, emosi,
marah, memukul dinding, bicara terdengar keras (membentak) saat
menceritakan masalahnya, kadang menyendiri dan banyak masalah pada Tn.
M yang belum teratasi.
Perilaku kekerasan timbul akibat rasa tidak nyaman dan panik yang
terjadi akibat stressor dari dalam dan luar lingkungan. Perilaku kekerasan
timbul pada klien skizofrenia diawali dengan perasaan yang tidak berharga,
takut dan ditolak oleh lingkungan sehingga individu akan menyingkir dari
hubungan interpersonal dengan orang lain. Perilaku kekerasan merupakan
suatu keadaan yang dapat timbul secara mendadak atau didahului tindakan
ritualistik atau meditasi pada seseorang (pria) yang masuk dalam suatu
kesadaran yang menurun atau perkabut (Trance Like State) tanpa dasar
epilepsi” (Maramis, 2014).
4

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis tertarik


ingin melakukan penelitian terhadap klien dengan perilaku kekerasan dengan
menerapkan Asuhan keperawatan jiwa dengan menggunakan metode
komunikasi terapeutik dan penerapan SP yang mengarah pada pengkajian data,
mengidentifikasi diagnosa, menentukan intervensi, implementasi dan evaluasi
dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. M DENGAN
RESIKO PERILAKU KEKERASAN DI YAYASAN BINA AKHLAQ DESA
BABAKAN KARET KECAMATAN CIANJUR KABUPATEN CIANJUR”.

B. Rumusan masalah
Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Jiwa pada Tn. M dengan Resiko
Perilaku Kekerasan di Yayasan Bina Akhlaq Cianjur.

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Melaporkan asuhan keperawatan jiwa pada Tn. M dengan Resiko
Perilaku Kekerasan di Yayasan Bina Akhlaq Cianjur.
2. Tujuan Khusus
a. Mengkaji klien dengan resiko perilaku kekerasan pada Tn. M di
Yayasan Bina Akhlaq Cianjur.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. M dengan resiko
perilaku kekerasan di Yayasan Bina Akhlaq Cianjur.
c. Menyusun perencanaan keperawatan pada Tn. M dengan resiko
perilaku kekerasan di Yayasan Bina Akhlaq.
d. Melaksanakan intervensi keperawatan pada Tn. M dengan resiko
perilaku kekerasan di Yayasan Bina Akhlaq.
e. Mengevaluasi klien resiko perilaku kekerasan pada Tn. M.
f. Mendokumentasikan klien resiko perilaku kekerasan pada Tn. M di
Yayasan Bina Akhlaq Kecamatan Cianjur.
5

g. Mengidentifikasi adanya kesenjangan teori dan lapangan klien resiko


perilaku kekerasan pada Tn. M di Yayasan Bina Akhlaq Kecamatan
Cianjur.

D. Manfaat penelitian
1. Bagi Penulis
Asuhan keperawatan jiwa dapat memberikan pengetahuan dan
pengalaman yang lebih mendalam dan upaya dalam memberikan asuhan
keperawatan jiwa khususnya pada pasien dengan resiko perilaku
kekerasan.
2. Bagi Instansi
a. Pendidikan
Asuhan keperawatan jiwa dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
proses pembelajaran dan perkembangan ilmu keperawatan khususnya
keperawatan jiwa pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan.
b. Yayasan Bina Akhlaq
Asuhan keperawatan jiwa sebagai bahan masukkan serta evalasi dalam
pemberdayaan masyarakat, penggerak pembangunan berwawasan
kesehatan dan sebagai pelayanan kesehatan strata pertama bagi
masyarakat khususnya pada pasien dengan resiko perilaku kekerasan.
3. Bagi Profesi Keperwatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi di
bidang keperawatan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat
dan kemajuan asuhan keperawatan.
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Perilaku Kekerasan


1. Pengertian
Gangguan jiwa merupakan kumpulan dari keadaan-keadaan yang
tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan
mental. Keabnormalan tersebut dibagi ke dalam dua golongan yaitu
gangguan jiwa (neurosa) dan sakit jiwa (psikosa/psikosis). Salah satu
bentuk gangguan jiwa yang paling banyak dan terus meningkat adalah
gangguan jiwa berat yaitu skizofrenia (Yosep, 2010 dalam Damayanti &
Iskandar 2014).
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap
diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. (Stuart dan Sudden 1995,
dikutip dalam Fitria, 2014 ; 143).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku
yang bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis.
(Berkowitz yang dikutip dari Harnawati 1993, dikutip dalam Fitria, 2014 ;
143).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana individu
mengalami perilaku yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri
sendiri atau orang lain. (Townsend 1998, dikutip dalam Fitria, 2014 ; 144).
Perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi kekerasan secara
verbal dan fisik. (Ketner dkk 1995, dikutip dalam Fitria, 2014 ; 144).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan
campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasari keadaan
emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari
keadaan emosi kita yang dapat di proyeksikan ke lingkungan diri atau
secara destruktif. (Barry 1998, dikutip dalam Yosep & Sutini, 2014 ; 150).

6
7

Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari


marah atau ketakutan (panik). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu
sendiri sering dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal
suatu sisi dan perilaku kekerasan (violance) disisi yang lain. (Yosep dan
Sutini 2014 ; 151).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain. Sering juga disebut gaduh gelisah atau
amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2010 dalam Damayanti &
Iskandar 2014).
Dari beberapa penjelasan diatas mengenai perilaku kekerasan
penulis menyimpulkan bahwa perilaku kekerasan yaitu suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan fisik,
baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, dimana perilaku
kekerasan ini dapat dilakukan secara verbal maupun fisik, disertai dengan
tingkah laku yang tidak terkontrol.

2. Rentang Respon
Respon Respon

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 2.1 : Rentang respon marah

Sumber: Keliat (1999, dalam Fitria 2014)


8

Keterangan:

a. Asertif
Individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang
lain dan memberikan ketenangan.
b. Frustasi
Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak
menemukan alternatif.
c. Pasif
Individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
d. Agresif
Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan untuk menuntut
tetapi masih terkontrol.
e. Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta kehilangan
kontrol.

3. Tanda dan Gejala


Menurut Yosep (2010) perawat dapat mengidentifikasi dan
mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan:
a. Muka merah dan tegang.
b. Mata melotot/pandangan tajam.
c. Tangan mengepal.
d. Rahang mengatup.
e. Jalan mondar-mandir.

4. Faktor Risiko
Menurut Nanda-I, (2012-2014) faktor risiko terbagi dua, yaitu:
a. Resiko Perilaku Kekerasan Terhadap Orang Lain
Definisi: Berisiko melakukan perilaku, yakni individu menunjukkan
bahwa dirinya dapat membahayakan orang lain secara fisik, emosional,
dan/atau seksual.
9

1) Bahasa tubuh (misal, sikap tubuh kaku/rigid, mengepalkan jari dan


rahang terkunci, hiperaktivitas, denyut jantung cepat, nafas
terengah-engah, cara berdiri mengancam).
2) Kerusakan kognitif (misal, ketunadayaan belajar, gangguan deficit
perhatian, penurunan fungsi intelektual).
3) Kejam pada hewan.
4) Menyalakan api.
5) Riwayat penganiayaan pada masa kanak-kanak.
6) Riwayat melakukakn kekerasan talk langsung (misal, merobek
pakaian, membanting objek yang tergantung di dinding, berkemih
di lantai, defekasi di lantai, mengetuk-ngetuk kaki, teper tantrum,
berlarian di koridor, berteriak, melempar objek, memecahkan
jendela, membanting pintu, agresif seksual).
7) Riwayat penyalahgunaan zat.
8) Riwayat ancaman kekerasan (misal, ancaman verbal terhadap
seseorang, ancaman sosial, mengeluarkan sumpah serapah,
membuat catatan/surat ancaman, sikap tubuh mengancam, ancaman
seksual.
9) Riwayat menyaksikan perilaku kekerasan dalam keluarga.
10) Riwayat perilaku kekerasan terhadap orang lain (misal, memukul
seseorang, menendang seseorang, meludahi seseorang, mencakar
seseorang, melempar objek pada seseorang, menggigit seseorang,
percobaan perkosaan, pelecehan seksual, mengencingi/membuang
kotoran pada seseorang).
11) Riwayat perilaku kekerasan antisosial (misal, mencuri, memaksa
meminjam, memaksa meminta hak istimewa, memaksa
mengganggu pertemuan, menolak untuk makan, menolak untuk
minum obat, menolak instruksi).
12) Impulsif
10

13) Pelanggaran kendaraan bermotor (misal, sering melanggar lampu


lintas, menggunakan kendaraan bermotor untuk melepaskan
kemarahan).
14) Gangguan neurologis (misal, EEG positif, CT, MRI, temuan
neurologis, trauma kepala, gangguan kejang).
15) lntoksikasi patologis.
16) Komplikasi perinatal.
17) Komplikasi prenatal.
18) Simtomatologi psikosis (misal, perintah halusinasi pendengaran,
penglihatan; delusi paranoid; proses pikir tidak logis, tidak teratur,
atau tidak koheren).
19) Perilaku bunuh diri.
b. Risiko Perilaku Kekerasan Terhadap Diri Sendiri
Definisi: Beresiko melakukan perilaku, yang individu menunjukkan
bahwa dirinya dapat membahayakan dirinya sendiri secara fisik,
emosional dan/ atau seksual.
1) Usia l5-l9 tahun.
2) Usia 45 tahun atau lebih.
3) Isyarat perilaku (mis, catatan cinta yang sedih, menunjukkan pesan
kemarahan pada orang terdekat yang telah menolak dirinya,
mengambil polis asuransi jiwa yang besar).
4) Konflik hubungan interpersonal.
5) Masalah emosional (mis., ketidakberdayaan, putus asa,
peningkatan rasa cemas, panik, marah, permusuhan).
6) Masalah pekerjaan (mis., menganggur, kehilangan/kegagalan
pekerjaan yang sekarang).
7) Menjalani tindakan seksual autoerotic.
8) Latar belakang keluarga (mis., riwayat bunuh diri, konflik, atau
penuh konflik).
9) Riwayat upaya bunuh diri yang dilakukan berkali-kali.
11

10) Kurang sumber personal (mis., pencapaian yang buruk, wawasan/


pengetahuan yang buruk, afek yang tidak tersedia dan dikendalikan
secara buruk).
11) Kurang sumber sosial (mis., rapor yang buruk, isolasi sosial,
keluarga yang tidak responsif).
12) Status pernikahan (belum menikah, janda, cerai).
13) Masalah kesehatan mental (mis., depresi berat, psikosis gangguan
kepribadian berat, alkoholisme, penyalahgunaan obat).
14) Pekerjaan (eksekutif, administrator, pemilik bisnis, pekerja
professional, pekerja semiterampil).
15) Masalah kesehatan fisik (mis., hipokondriasis, penyakit terminal
atau kronis).
16) Orientasi seksual (biseksual [aktif], homoseksual /inaktif)
17) Ide bunuh diri.
18) Rencana bunuh diri.
19) Petunjuk verbal (mis., bicara tentang kematian, "lebih baik tanpa
saya", mengajukan pentanyaan tentang dosis obat mematikan).

5. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku
kekerasan adalah:
1) Teori Biologis
a) Neurologic factor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap,
neurotransmitter, dendrit, akson terminalis mempunyal peran
memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan
yang akan mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat
terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan
dan respon agresif.
12

b) Genetic factor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua,
menjadi potensi perilaku agresif. Menurut riset Kazuo
Murakami (2007) dalam gen manusia terdapat
dormant(potensi) agresif yang sedang tidur akan bangun jika
terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penelitian genetik
tipe karyotype XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni
pelaku tindak kniminal serta orang-orang yang tersangkut
hukum akibat perilau agresif.
c) Cycardian Rhytm
(lrama sirkardian tubuh), memegang peranan pada
individu. Menurut penelitian pada jam-jam sibuk seperti
menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan
sekitar jam 9 dan 13. Pada jam tertentu orang lebih mudah
terstimulasi untuk bersikap agresif.
d) Biochemistry factor
(Faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmitter di otak
(epineprin, norepineprin, dopamin, asetilkolin dan serotonin)
sangat berperan dalam penyampaian informasi melalui sistem
persyarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari luar tubuh yang
dianggap mengancam atau membahayakan akan dihantar
melalui impuls neurotransmitterke otak dan meresponnya
melalui serabut efferent. Pen ingkatan hormon androgen dan
norepineprin serta penurunan serotonin dan GABA pada cairan
cerebrospinal verterbra dapat menjadi faktor predisposisi
terjadinya perilaku agresif.
e) Brain area disorder
Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, sindrom
otak organik, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis,
epilepsi ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan.
13

2) Teori Psikologis
a) Teori psikoanalisa
Agresivitasdan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat
tumbuh kembang seseorang (life span history). Teori mi
menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara usia
0-2 tahun di mana anak tidak mendapat kasih sayang dan
pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung
mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa
sebagai kompensasi adanya ketidak percayaan pada
lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman
dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang rendah. Perilaku agresifdan tindak kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku tindak
kekerasan.
b) Imitation, modeling, and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang
dalam lingkungan yang mentolelir kekerasan. Adanya contoh,
model dan perilaku yang ditiru dari media atau Iingkungan
sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut.
Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk
menonton tayangan pemukulan pada boneka dengan
rewardpositif pula (makin keras pukulannya akan diberi
cokiat), anak lain menonton tayangan cara mengasihi dan
mencium boneka tersebut dengan reward positif pula (makin
baik belaiannya mendapat hadiah cokiat). Setelah anak-anak
keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak
berperilaku sesuai dengan tontonan yang pernah dialaminya.
14

c) Learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. la mengamati bagaimana respon ayah saat
menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respon ibu saat
marah. a juga belajar bahwa agresivitas lingkungan sekitar menjadi
peduli, bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya
eksis dan patut untuk diperhitungkan.
b. Faktor Presipitasi
Menurut Yosep (2010), faktor-faktor yang dapat mencentuskan
perilaku kekerasan seringkali berkaitan dengan:
1) Ekspresi ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian massal dan sebagainya.
2) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi
sosial ekonomi.
3) Kesulitan dalam mengonsumsikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cendrung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinnya pada
saat menghadapi rasa frustasi.
5) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan keluarga.
c. Penilaian terhadap stressor
Penilaian stessor melibatkan makna dan pemahaman dampak
dari situasi stres bagi individu. itu mencakup kognitif, afektif,
fisiologis, perilaku, dan respon sosial. Penilaian adalah evaluasi
tentang pentingnya sebuah peristiwa dalam kaitannya dengan
kesejahteraan seseorang. Stressor mengasumsikan makna, intensitas,
dan pentingnya sebagai konsekuensi dari interpretasi yang unik dan
15

makna yang diberikan kepada orang yang berisiko (Stuart dan Laraia,
2001).
Respon perilaku adalah hasil dari respon emosional dan
fisiologis, serta analisis kognitif seseorang tentang situasi stres. Caplan
(1981, dalam Stuart dan Laraia, 2001) menggambarkan empat fase dari
respon perilaku individu untuk menghadapi stres, yaitu:
1) Perilaku yang mengubah lingkungan stres atau memungkinkan
individu untuk melarikan diri darl itu.
2) Perilaku yang memungkinkan individu untuk mengubah keadaan
eksternal dan setelah mereka.
3) Perilaku intrapsikis yang berfungsi untuk mempertahankan
rangsangan emosional yang tidak menyenangkan.
4) Perilaku intrapsikis yang membantu untuk berdamai dengan
masalah dan gejala sisa dengan penyesuaian internal.
d. Sumber koping
Sumber koping dapat berupa aset ekonomi, kemampuan dan
keterampilan, teknik defensif, dukungan sosial, dan motivasi.
Hubungan antara individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sangat
berperan penting pada saat ini. Sumber koping lainnya termasuk
kesehatan dan energi, dukungan spiritual, keyakinan positif,
keterampilan menyelesaikan masalah dan sosial, sumber daya sosial
dan material, dan kesejahteraan fisik (Stuart dan Laraia 2001, dikutip
dalam Keliat, B. A (2006),
Keyakinan spiritual dan melihatcliri positif dapat berlungsi
sebagai dasar harapan dan dapat mempertahankan usaha seseorang
mengatasi hal yang paling buruk. Keterampilan pemecahan masalah
termasuk kemampuan untuk mencari informasi, mengidentifikasi
masalah, menimbang alternatif, dan melaksanakan rencanatindakan.
Keterampilan sosial memfasilitasi penyelesaian masalah yang
melibatkan orang lain, meningkatkan kemungkinan untuk
mendapatkan kerjasama dan dukungan dan orang lain, dan
16

memberikan kontrol sosial individu yang lebih besar. Akhirnya, aset


materi berupa barang dan jasa yang bisa dibeli dengan uang. Sumber
koping sangat meningkatkan pilihan seseorang mengatasi di hampir
semua situasi stres. Pengetahuan dan kecerdasan yang lain dalam
menghadapi sumber daya yang memungkinkan orang untuk melihat
cara yang berbeda dalam menghadapi stres. Akhirnya, sumber
kopingjuga termasuk kekuatan ego untuk mengidentifikasi jaringan
sosial, stabilitas budaya, orientasi pencegahan kesehatan dan
konstitusional.
e. Mekanisme koping
Menurut Stuart dan Laraia (2001), mekanisme kopi ng yang di
pakal pada klien marah untuk melindungi diri antara lain:
1) Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia
artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami
hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang
sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya
adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2) Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya
atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita
muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual
terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya
tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3) Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau
membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak
yang sangat bend pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan
tetapi menurut ajaran atau didikan yang ditenimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan
dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan bend itu ditekannya dan
akhirnya ia dapat melupakannya.
17

4) Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila


diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan penilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya
seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
5) Displacement, yaitu melekpaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang
pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya anak
berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya.

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data
danperumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan
meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Data pada
pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor
presdiposisi, presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan
kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart dan Laraia 2001, dikutip
dalam Keliat, B. A 2006 ; 45),.
Untuk dapat menjaring data yang diperlukan, umumnya
dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk tekhnis pengkajian agar
memudahkan dalam pengkajian. Pengkajian keperawatan pada klien
Resiko Perilaku Kekerasan meliputi :
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
agama, pekerjaan, status mental, suku/bangsa, nomor medrec,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, ruang rawat dan alamat.
2) Identitas penanggung jawab meliputi: nama, umur, jenis kelamin,
pekerjaan, agama, hubungan dengan klien dan alamat.
18

b. Alasan masuk dan faktor presipitasi


Faktor pencetus Resiko perilaku kekerasan meliputi ancaman terhadap
fisik, ancaman terhadap konsep diri, ancaman internal, ancaman
eksternal.
c. Faktor Predisposisi
Faktor pendukung terjadinya Resiko Perilaku kekerasan adalah
biologis yaitu dalam sistem otak limbik berfungsi sebagai regulator/
pengatur perilaku. Adanya lesi pada hipotalamus dan amigdala dapat
mengurangi atau meningkatkan perilaku agresif. Psikologis
menjelaskan bahwa agresif adalah pembawaan individu sejak lahir
sebagai respon terhadap stimulus yang diterima. Respon tersebut
berupa pertengkaran atau permusuhan dan sosiokultural dimana
norma-norma kultural dapat digunakan untuk membantu memahami
ekspresi agresif individu.
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan skizofrenia dilakukan dengan
pendekatan persistem meliputi:
1) Suhu klien.
2) Sistem integumen; terdapat gangguan kebersihan kulit, klien
tampak kotor, terdapat bau badan, hal ini disebabkan kurangnya
minat terhadap perawatan diri dari perilaku menarik diri.
3) Sistem saraf; kemungkinan terdapat gejala ekstra piramidal seperti
tremor, kaku dan lambat. Hal ini akibat dari efek samping obat anti
psikotik.
4) Sistem penginderaan; ditemukan tidak adanya halusinasi dengar,
penglihatan, penciuman, raba, pengecapan. Karena klien
mengalami gangguan afeksi dan kognisi sehingga tidak mampu
untuk membedakan stimulus internal dan eksternal akibat
kecemasan yang meningkat.
19

e. Pemeriksaan tanda vital klien, meliputi tekanan darah , denyut nadi,


dan Aspek psikologis, sosial dan spiritual
1) Aspek Psikologis
a) Genogram; berisi tentang struktur keluarga dengan minimal
tiga generasi.
b) Konsep diri
(1) Gambaran diri; meliputi bagian tubuh yang disukai klien
dan bagian tubuh yang tidak disukai oleh klien. Apakah
klien ada hambatan dengan bagian tubuh yang tidak
disukainya.
(2) Identitas diri; meliputi status dan posisi klien di keluarga
dan kepuasan klien sebagai laki-laki atau perempuan.
(3) Peran diri; meliputi peran yang diemban oleh klien di
keluarga dan lingkungannya.
(4) Ideal diri; persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku sesuai standar pribadi.
(5) Harga diri; penilaian diri terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri.
2) Aspek sosial
Klien dengan resiko perilaku kekerasan biasanya bersifat curiga
dan bermusuhan, menarik diri, menghindar dari orang lain, mudah
tersinggung sehingga klien mengalami kesukaran untuk
berinteraksi dengan orang lain.
3) Aspek spiritual
Meliputi nilai dan keyakinan yaitu pandangan dan keyakinan
klien terhadap gangguan jiwa, pandangan masyarakat tentang
gangguan jiwa, kegiatan ibadah yaitu kegiatan ibadah individu dan
keluarga di rumah dan pendapat klien tentang kegiatan ibadah.
20

4) Status mental
a) Penampilan
Biasanya pakaian klien kusut atau eksentrik dengan sikap tubuh
lemah dan kontak mata kurang.
b) Pembicaraan
Klien biasanya berbicara dengan cepat dan keras. Reaksi klien
selama wawancara apatis dan mudah tersinggung.
c) Aktivitas motoric
Klien biasanya terlihat lesu, sering tiduran di tempat tidur,
tegang, gelisah dan biasanya terdapat tremor.
d) Alam perasaan
Apakah klien terlihat sedih, gembira berlebihan, putus asa,
ketakutan, khawatir.
e) Afek
(1) Apakah afek klien datar, tumpul labil atau tidak sesuai.
Interaksi selama wawancara
(2) Apakah klien kooperatif, bermusuhan, kontak mata kurang.
(3) Interaksi selama wawancara
(4) Apakah klien kooperatif, bermusuhan, kontak mata kurang.
f) Persepsi
Persepsi ini meliputi persepsi mengenai pendengaran,
penglihatan, pengecap, penghidu cenestetik, maupun kinestetik.
g) Isi pikir
Kadang-kadang ada ide yang tidak realistik seperti waham,
fantasi, obsesi, dan phobia.
h) Proses pikir
Apakah pembicaraan klien mengalami sirkumtantial,
tangensial, kehilangan asosiasi, flight of idea dan blocking.
i) Tingkat kesadaran
Apakah klien mampu mengingat kejadian saat ini, kejadian
yang baru saja terjadi dan kejadian masa lalu.
21

j) Memori Apakah klien mengalami gangguan memori jangka


panjang dan jangka pendek atau tidak.
k) Tingkat konsentrasi dan berhitung Menilai tingkat konsentrasi
klien apak mudah beralih, atau tidak mampu berkonsentrasi dan
kemampuan berhitung klien.
l) Kemampuan penilaian Klien mengalami kesulitan atau tidak
dalam menyelesaikan masalah, klien masih mampu untuk
mengambil keputusan dengan tepat atau tidak.
m) Daya tilik diri Biasanya klien tidak mengetahui alasan masuk
klien ke rumah sakit dan tidak menyadari bahwa dirinya
mengalami gangguan jiwa.
f. Kebutuhan Persiapan Pulang
Meliputi dengan siapa klien tinggal sepulang di rumah sakit,
rencana klien berkaitan dengan minum obat dan kontrol, pekerjaan
yang dilakukan, aktivitas untuk mengisi waktu luang serta sumber
biaya, adanya orang-orang yang menjadi support system bagi klien dan
tempat rujukan perawatan atau pengobatan.
g. Mekanisme koping
Pada pasien dengan skizofrenia perlu dikaji mekanisme koping
yang digunakan klien sebelum pasien masuk rumah sakit maupun
mekanisme koping pasien selama menghadapi masalah di rumah sakit
jiwa.
h. Masalah psikososial dan lingkungan
Perlu dikaji seperti apa masalah psikososial dan masalah pasien
di lingkungannya, apakah pasien sering bermasalah dengan orang di
sekitarnya.
i. Pengetahuan klien
Pengetahuan klien perlu dikaji untuk mengetahui seberapa jauh
pasien mengenal penyakitnya. Hal ini juga digunakan untuk
merencanakan kegiatan atau tindakan selanjutnya.
22

j. Aspek Medik
Pada klien dengan resiko perilaku kekerasan biasanya
mendapatkan obat-obat anti psikosis seperti: Haloperidol,
Clorpromazine, dan anti kolinergik seperti Triheksifenidil serta Electro
Convulsive Therapy (ECT).
k. Daftar Masalah Keperawatan
Berisi tentang masalah-masalah keperawatan yang didapat dari
pengumpulan data.
l. Pohon Masalah
Umumnya masalah keperawatan saling berhubungan dan dapat
digambarkan sebagai pohon masalah (Keliat, 2006). Pada pohon
masalah terdapat tiga komponen penting yaitu:
1) Prioritas masalah keperawatan (masalah utama) merupakan
masalah utama klien dari berbagai masalah.
2) Penyebab (causal) adalah salah satu masalah keperawatan yang
menyebabkan munculnya masalah utama.
3) Akibat adalah masalah keperawatan yang terjadi akibat masalah
utama.
23

2. Data yang Perlu Dikaji

Berikan tanda (X) pada kolom yang sesuai dengan data klien
Pelaku/Usia Korban/Usia Saksi/Usia
1. Aniaya fisik {} {} {} {} {} {}
2. Aniaya seksual {} {} {} {} {} {}
3. Penolakan {} {} {} {} {} {}
4. Kekerasan dalam {} {} {} {} {} {}
keluarga
5. Tindakan kriminal {} {} {} {} {} {}
6. Aktivitas motorik
{ }Lesu { }Tegang { } Gelisah { } Agitasi
{ }Tik { } Grimasem { } Tremor { } Kompulsif
7. lnteraksi selama wawancara
{ } Bermusuhan { } Kontak mata kurang
{ }Tidak kooperatif { } Defensif
{ }mudah tersinggung { } Curiga

Gambar 2.2 : Format/data fokus pengkajian pada klien dengan perilaku kekerasan
(Keliat dan Akemat, 2009)
24

Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji

Perilaku Kekerasan Subjektif:

1. Klien mengancam
2. Klien mengumpat dengan kata-kata yang kotor.
3. Klien mengatakan dendam dan jengkel.
4. Klien mengatakan ingin berkelahi
5. Klien menyalahkan dan menuntut.
6. Klien meremehkan
Obyektif

1. Mata melotot/ pandangan tajam.


2. Tangan mengepal.
3. Rahang mengatup.
4. Wajah memerah dan tegang.
5. Postur tubuh kaku.
6. Suara keras.

Tabel 2.1
Data Yang Perlu Dikaji menurut fitria (2014)
25

3. Pohon Masalah

Resiko perilaku Gangguan pemeliharaan


menciderai diri diri kesehatan
Akibat sendiri, orang lain, dan
lingkungan
Ketidakefektifan
penatalaksanaan Defisit perawatan
program diri: mandi dan
terapeutik Perilaku Kekerasan berhias
Masalah Utama

Ketidakefektifan Gangguan Persepsi


koping keluarga: Sensori: Hal usinasi Penyebab
ketidakmampuan
keluarga mer awat
klien di rumah

Bagan 2.1 :
Pohon masalah Resiko Perilaku kekerasan
Sumber: Keliat (2006)

4. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


Menurut Fitria (2014), masalah keperawatan yang mungkin muncul:
b. Perilaku kekerasan
c. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
d. Perubahan persepsi sensori: Halusinasi
e. Harga diri rendah kronis
f. Isolasi social
g. Berduka disfungsional
h. Penatalaksaan regimen terapeutik inefektif
i. Koping keluarga tidak inefektif
26

5. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul, antara lain (damayanti, 2012):
a. Risiko Perilaku kekerasan,
b. Hargadiri rendah kronik,
c. Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan
verbal).
27

6. Rencana Tindakan Keperawatan Perilaku Kekerasan

Tujuan Kriteria evaluasi Perencanaan

Intervensi Rasional

SP1:Klien dapat Setelah…x Identifikasi Menentukan


mengidentifikasi Interaksi,klien penyebab mekanisme koping
penyebab dapat perilaku yang dimiliki klien
perilaku mengidentifikasi kekerasan klien dalam menghadapi
kekerasan penyebab masalah serta sebagai
perilaku langkah awal dalam
kekerasan menyusun strategi
berikutnya

SP 1 : Setelah …x Identifikasi Deteksi dini dapat


tanda dan mencegah tindakan
Klien dapat Interaksi, klien
gejala perilaku yang dapat
mengidentifikasi dapat
kekerasan klien membahayakan klien
tanda dan gejala mengidentifikasi
dan lingkungan sekitar
perilaku tanda dan gejala
kekerasan perilaku
kekerasan

SP 1 : Setelah …x Identifikasi Melihat mekanisme


perilaku koping klien dalam
Klien dapat Interaksi, klien
kekerasan yang menyelesaikan
mengidentifikasi dapat
dilakukan klien masalah yang dihadapi
perilaku mengidentifikasi
kekerasan yang perilaku
dilakukan kekerasan yang
dilakukan

SP 1 : Setelah ….x Identifikasi Membantu klien


akibat perilaku melihat dampak yang
Klien dapat Interaksi, klien
28

mengidentifikasi dapat kekerasan yang ditimbulkan akibat


akibat perilaku mengidentifikasi telah dilakukan perilaku kekerasan
kekerasan akibat perilaku klien yang dilakukan klien
kekerasan

SP 1 : Setelah ….x Dorong klien Menurunkan perilaku


untuk destruktif yang akan
Klien dapat Interaksi, klien
menyebutkan mencederai klien dan
menyebutkan dapat
cara lingkungan sekitar
cara mengontrol menyebutkan
mengontrol
perilaku cara mengontrol
perilaku
kekerasan perilaku
kekerasan
kekerasan

SP 1 : Setelah ….x Dorong klien Tarik nafas dalam


untuk dapat mengurangi
Klien dapat Interaksi, klien
mempraktikkan keinginan klien untuk
mempraktikan dapat
latihan cara melakukan perilaku
latihan cara memperaktikan
mengontrol kekerasan
mengontrol latihan cara
perilaku
perilaku mengontrol
kekerasan
kekerasan perilaku
dengan cara
dengan cara kekerasan dengan
fisik I (tarik
fisik I (tarik cara fisik I (tarik
nafas dalam )
napas dalam) napas dalam)

SP 1: Setelah ….x Anjurkan klien Memasukkan kegiatan


untuk untuk mengontrol
Klien dapat Interaksi, klien
memasukkan perilaku kekerasan ke
memasukan dapat memasukan
latihan cara dalam jadwal kegiatan
latihan cara fisik latihan cara fisik I
fisik I ke dalam harian merupakan
I ke dalam ke dalam jadwal
jadwal upaya untuk
jadwal kegiatan kegiatan harian
kegiatan harian membiasakan diri
harian
melatih dan
mengaplikasikan cara
29

fisik I saat klien marah

SP 2 : Setelah ….x Evaluasi Evaluasi sangat


jadwal penting untuk
Mengevaluasi Interaksi, klien
kegiatan harian membuat rencana
jadwal kegiatan dapat memasukan
klien. selanjutnya
harian klien latihan cara fisik I
ke dalam jadwal
kegiatan harian

SP 2 : Setelah ….x Latihan klien Memukul benda yang


untuk empuk berupa bantal
Kelien dapat Interaksi, klien
mengontrol atau guling dapat
mengontrol dapat mengontrol
perilaku mengurangi keinginan
perilaku perilaku
kekerasan cara klien untuk melakukan
kekerasan cara kekerasan cara
fisik II ( perilaku kekerasan
fisik II ( fisik II (
memukul
memukul memukul bantal/
bantal/ bendal
bantal/ bendal bendal lain yang
lain yang
lain yang empuk)
empuk)
empuk)

SP 2 : Setelah ….x Dorong klien Memasukkan kegiatan


untuk untuk mengontrol
Klien dapat Interaksi, klien
memasukkan perilaku kekerasan
memasukkan dapat
latihan perilaku kedalam jadwal
latihan perilaku memasukkan
kekerasan cara kegiatan harian
kekerasan cara latihan perilaku
fisik II dalam merupakan upaya
fisik II dalam kekerasan cara
jadwal untuk membiasakan
jadwal kegiatan fisik II dalam
kegiatan harian diri melatih
harian jadwal kegiatan
mengaplikasikan cara
harian
fisik II saat klien
marah

SP 3 : Setelah ….x Dorong klien Evaluasi sangat


30

Klien dapat Interaksi, klien utnuk penting untuk


mengevaluasi dapat mengevaluasi membuat rencana
latihan mengevaluasi latihan selanjutnya
mengontrol latihan mengontrol
perilaku mengontrol perilaku
kekerasan cara perilaku kekerasan cara
fisik II ke dalam kekerasan cara fisik II ke
jadwal kegiatan fisik II ke dalam dalam jadwal
hariannya jadwal kegiatan kegiatan
hariannya hariannya

SP 3 : Setelah ….x Latih klien Cara verbal


untuk (menggunakan
Klien dapat Interaksi, klien
mengontrol /menolak dnegan cara
mengontrol dapat perilaku
perilaku yang baik) dapat
perilaku kekerasan dengan
kekerasan mengurangi keinginan
kekerasan cara verabal
dengan cara klien untuk melakukan
dengan cara
verbal perilaku kekerasan.
verabal

SP 3 : Setelah ….x Dorong klien Memasukan kegiatan


untuk utnuk mengontrol
Klien dapat Interaksi, klien
memasukkan perilaku kekerasan
memasukkan dapat
latihan kedalam jadwal
latihan memasukkan
mengontrol kegiatan harian
mengontrol latihan
perilaku merupakan upaya
perilaku mengontrol
kekerasan untuk membiasakan
kekerasan perilaku
dengan cara diri melatih
dengan cara kekerasan dengan
verbal kedalam mengaplikasikan cara
verbal kedalam cara verbal
jadwal verbal saat klien marah
jadwal kegiatan kedalam jadwal
kegiatan harian
harian kegiatan harian

SP 4 : Setelah ….x Dorong klien Evaluasi sangat


untuk penting untuk
31

Klien dapat Interaksi, klien mengevaluasi membuat rencana


mengevaluasi dapat latihan selanjutnya
latihan mengevaluasi mengontrol
mengontrol latihan perilaku
perilaku mengontrol kekerasan
kekerasan perilaku dengan cara
dengan cara kekerasan dengan verabal dalam
verabal dalam cara verabal jadwal
jadwal kegiatan dalam jadwal kegiatan
hariannya kegiatan hariannya
hariannya

SP 4 : Setelah …. Latih klien Cara spriritual


untuk (berwudu atau solat)
Klien dapat Interaksi, klien
mengontrol dapat mengurangi
mengontrol dapat mengontrol
perilaku keinginan klien untuk
perilaku perilaku
kekerasan melakukan perilaku
kekerasan kekerasan dengan
dengan cara kekerasan.
dengan cara cara spiritual
spiritual
spiritual

SP 4 : Setelah ….x Dorong klien Memasukkan kegiatan


untuk untuk
Klien dapat Interaksi, klien
mengevaluasi
mengevaluasi dapat latihan mengontrol
latihan
latihan mengevaluasi perilaku kekerasan
mengontrol
mengontrol latihan kedalam jadwal
perilaku
perilaku mengontrol kegiatan harian
kekerasan
kekerasan perilaku merupakan upaya
dengan cara
dengan cara kekerasan dengan untuk membiasakan
spiritual
spiritual cara spiritual diri melatih
kedalam
kedalam jadwal kedalam jadwal mengaplikasikan cara
jadwal
kegiatan kegiatan spiritual saat klien
kegiatan
hariannya hariannya marah
32

hariannya

SP 5 : Setelah ….x Dorong klien Evaluasi sangat


untuk penting untuk
Klien dapat Interaksi, klien
mengevaluasi membuat rencana
mengevaluasi dapat
latihan selanjutnya
latihan mengevaluasi
mengontrol
mengontrol latihan
perilaku
perilaku mengontrol
kekerasan
kekerasan perilaku
dengan cara
dengan cara kekerasan dengan
spiritual
spiritual cara spiritual
kedalam
kedalam jadwal kedalam jadwal
jadwal
kegiatan harian kegiatan harian
kegiatan harian
klien klien
klien.

SP 5 : Setelah ….x Latih Klien Meminum obat dapat


untuk mengurangi keinginan
Klien dapat Interaksi, Klien
klien untuk melakukan
mengontrol
mengontrol mengontrol perilaku kekerasan
perilaku
perilaku perilaku
kekerasan
kekerasan kekerasan
dengancara
dengancara dengancara
minum obat
minum obat minum obat

SP 5 : Setelah ….x Dorong Klien Memasukkan kegiatan


memasukkan untuk mengontrol
Klien dapat Interaksi, Klien
latihan perilaku kekerasan
memasukkan memasukkan
mengontrol kedalam jadwal
latihan latihan
perilaku kegiatan harian
mengontrol mengontrol
kekerasan merupakan upaya
perilaku perilaku
dengan cara untuk membiasakan
kekerasan kekerasan dengan
33

dengan cara cara minum obat minum obat diri melatih


minum obat kedalam jadwal kedalam mengaplikasikan
kedalam jadwal kegiatan harian jadwal minum obat saat klien
kegiatan harian klien kegiatan harian marah
klien klien

Tabel 2.2
(Rencana tindakan keperawatan jiwa, fitria 2014)

7. Implementasi Keperawatan
Menurut Herman, (2011) implementasi tindakan keperawatan
disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi nyata,
implementasi sering kali jauh berbeda dengan rencana. Hal itu terjadi
karena perawat belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam
melaksanakan tindakan keperawatan. Yang biasa dilakukan perawat
adalah menggunakan rencana yang tidak ditulis, yaitu apa yang dipikirkan,
dirasakan, itu yang dilaksanakan. Hal itu sangat membahayakan klien dan
perawat jika tindakan berakibat fatal, da juga tidak memenuhi aspek legal.
Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi secara singkat, apakah rencana tindakan masih sesuai dan
dibutuhkan oleh klien saat ini (here and now). Perawat juga menilai diri
sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, dan
tekhnikal yang diperlukan untuk melaksanakan tindakan. Perawat juga
menilai kembali apakah tindakan aman bagi klien. Setelah tidak ada
hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan. Pada saat akan
melaksanakan tindakan keperawatan, perawat membuat kontrak (inform
consent) dengan klien yang isinya menjelaskan apa yang akan
dilaksanakan dan peran serta yang diharapkan dari klien. Dokumentasikan
semua tindakan yang telah dilaksanakan beserta respons klien.
34

8. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada
respons klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan
setiap selesai melakukan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif yang
dilakukan dengan membandingkan antara respons klien dan tujuan khusus
serta umum yang telah ditentukan (Keliat, 2006). Evaluasi dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikir.
S : Respos subyektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan
O : Respon obyektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.
Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien saat tindakan
dilakukan, tau menanyakan kembali apa yang telah diajarkan
atau memberi umpan balik sesuai dengan hasil observasi.
A : Analisa ulang atas data subyektif dan obyektif untuk
menyimpulkan apakah masalah masih tetap, sudah teratasi, atau
ada masalah baru dan ada data yang kontradiksi dengan masalah
yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa
padarespon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien (PR), dan
tindak lanjut oleh perawat.
35

BAB III

METODE STUDI KASUS

A. Desain Penelitian
Penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu penelitian kualitatif yang
digolongkan ke dalam strategi penelitian case study research. Penelitian ini
menghimpun data-data naratif dengan kata-kata (bukan angka-angka,
nonnumerical) untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan yang dilontarkan.
Biasanya penelitian ini memiliki beberapa jenis rancangan (design) dalam bidang
sosial dan kesehatan, metode ini merupakan salah satu bentuk penelitian formatif
yang menerapkan teknik tertentu untuk memperoleh jawaban yang mendekati
tentang apa yang dipikirkan dan dirasakan khalayak sasaran (William Chang,
2014).

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Bina Akhlaq di Kp. Sukawargi
RT/RW 01/06 Desa Babakan Karet Kecamatan Cianjur Kabupaten
Cianjur. Alasan penulis mengambil lokasi ini karena klien merupakan
salah satu klien penderita perilaku kekerasan di daerah tersebut.
2. Waktu Penelitian
Peneliti mulai mengajukan judul pada tanggal 16 Mei 2017 dan judul di
ACC ada tanggal 17 Mei 2017. Peneliti memberikan surat ijin untuk
penelitian ke Yayasan Bina Akhlaq pada tanggal 07 Juni 2017 dengan
proses yang cukup lama peneiti baru mendapatkan surat balasan ijin
penelitian dari Yayasan Bina Akhlaq pada tanggal 22 Juni 2017. Waktu
pengambilan data adalah 3 hari dari mulai melakukan pengkajian hingga
evaluasi tindakan.

35
36

C. Setting Penelitian
1. Letak Yayasan Bina Akhlaq Desa Babakan Karet Kecamatan/Kabupaten
Cianjur.
2. Sarana dan prasarana yang dimiliki Yayasan Bina Akhlaq :
a. 1 Gedung Yayasan
b. 1 Kantor Sekteriat
c. 1 Masjid Yayasan
d. 1 Pos Kamling
e. 5 Kamar Mandi
3. Jumlah kunjungan di Yayasan Bina Akhlaq
Kunjungan di Yayasan Bina Akhlaq bulan Januari sampai dengan Mei
2017, yaitu:
a. 40 orang di ruang kelas A
b. 45 orang di ruang kelas B
4. Jumlah klien yang mendapat perawatan dari Yayasan Bina Akhlaq
Klien yang mendapat asuhan keperawatan dari Yayasan Bina Akhlaq pada
bulan Januari sampai dengan Mei 2017, yaitu:
a. Kasus perilaku kekerasan berjumlah 35 orang
b. Kasus halusinasi 20 orang
c. Kasus isolasi social 10 orang
d. Kasus deficit perawatan diri 15 orang
5. Jumlah pengurus di Yayasan Bina Akhlaq
Pengurus yang ada di Yayasan Bina Akhlaq berjumlah 20 orang. 2 orang
pengurus bertugas sebagai sekretaris. 2 orang pengurus bertugas sebagai
bendahara. 2 orang pengurus bertugas sebagai seksi pendidikan. 7 orang
pemgurus bertugas sebagai seksi kesantrian. 2 orang perawat bertugas
sebagai seksi humas. 5 orang pengurus bertugas sebagai seksi logistik.
37

D. Subjek Penelitian / Partisipan


Partisipan dalam penelitian ini adalah pasien di Kp. Sukawargi RT 01
RW 06 Desa Babakan Karet Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur. Teknik
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yakni suatu
teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi
sesuai dengan yang di kehendaki peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian),
sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah
dikenal sebelumnya (Nursalam, 2014)
Kriteria yang menjadi sample dalam penelitian ini klien dengan
masalah perilaku kekerasan.
Dalam penelitian ini partisipan yang diambil adalah 1 orang yang
masuk pada kriteria yang ditentukan. Adapun partisipan yang diambil 1 orang
karena peneliti mempertimbangkan keterlibatan waktu, tenaga dan biaya.

E. Metode Pengumpulan Data


Peneliti akan melakukan observasi dengan menggunakan aspek-aspek
sebagai berikut :
1. Metode Observasi Partisipatif
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala
dalam objek penelitian. Tekhnik observasi yang dipilih penulis dalam
penelitian ini adalah observasi partisipatif. Observasi partisipatif adalah
observasi yang dalam pelaksanaannya melibatkan peneliti sebagai
partisipasi atau kelompok yang di teliti. Observasi yang akan dilakukan
yaitu :
a. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian fisik di fokuskan pada sistem dan organ :
1) Ukur dan Observasi TTV
a) Tekanan darah
b) Nadi
c) Pernapasan
38

d) Suhu
2) Ukur Tinggi Badan dan Berat Badan klien.
b. Status Mental
1) Penampilan
2) Aktivitas motorik
3) Alam perasaan
4) Afek.
5) Interaksi selama wawancara
2. Metode wawancara terstruktur
a. Identitas
b. Alasan Masuk
c. Faktor Predisposisi
d. Psikosial
e. Status Mental
f. Perubahan Kebutuhan Klien Pulang
g. Mekanisme Koping
h. Masalah psikososial dan lingkungan
i. Pengetahuan
3. Metode dokumentasi
Suatu cara pengumpulan data atau informasi dengan membaca dan
mempelajari data-data yang bersifat dokumentatif yang di peroleh dari
Yayasan Bina Akhlak dan sumber lain guna melengkapi data dari
wawancara dan observasi.

F. Metode Uji Keabsahan Data (Uji Triangulasi Sumber)


Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas
data/informasi yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data
dengan validitas tinggi. Disamping integritas peneliti (karena peneliti menjadi
instrumen utama) maka uji keabsahan data dapat menggunakan triangulasi
sumber/metode. Yaitu menggunakan klien, perawat, keluarga klien sebagai
sumber informasi, sumber dokumentasi dll. Jika informasi yang didapatkan
39

dari sumber klien, sama dengan yang didapatkan dari perawat dan keluarga
klien, maka informasi tersebut valid.

G. Metode Analisis Data (Domain Analisis)


Menganalisis data tidak sekedar mendeskripsikan dan
menginterpretasikan data yang telah diolah. Keluaran akhir dari analisis data
harus memperoleh makna atau arti dari hasil penelitian tersebut. Interpretasi
data mempunyai dua sisi, sisi yang sempit dan sisi yang luas. Interpretasi data
dari sisi yang sempit, hanya sebatas pada masalah penelitian yang akan
dijawab melalui data yang diperoleh tersebut. Sedangkan dari sisi yang lebih
luas, interpretasi data berarti mencari makna data hasil penelitian dengan cara
tidak hanya menjelaskan hasil penelitian tersebut, tetapi juga melakukan
inferensi atau generalisasi dari data yang diperoleh melalui penelitian tersebut
(Notoatmodjo, S, 2012).
Oleh sebab itu secara rinci tujuan analisis data adalah :
1. Memperoleh gambaran dari hasil penelitian yang telah dirumuskan dalam
tujuan penelitian.
2. Membuktikan hipotesis-hipotesis penelitian yang telah dirumuskan.
3. Memperoleh kesimpulan secara umum dari penelitian, yang merupakan
kontribusi dalam pengembangan ilmu yang bersangkutan. (Notoatmodjo,
S, 2012).

H. Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan surat permohonan
untuk mendapatkan ijin melakukn penelitian di Yayasan Bina Akhlaq Desa
Babakan Karet Kecamatan Cianjur. Setelah ada persetujuan barulah penelitian
ini dilakukan dengan menekankan pada masalah kesehatan yang meliputi :
1. Informed Concent (lembar persetujuan)
Lembar pesetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti, peneliti
menjelaskan maksud dari penelitian serta dampak yng mungkin terjadi
selama dan sesudah pengumpulan data. Jika responden bersedia, maka
40

mereka harus menandatangani surat persetujuan penelitian, jika responden


menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap
menghormati hak-haknya.
2. Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan
dicantumkan nama dan lembar pengumpulan data dan cukup diberikan
kode tertentu.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasian informasi yang diperoleh dari responden dijamin oleh peneliti,
hanya sekelompok data tertentu yang akan disajikan dan dilaporkan
sebagai hasil penelitian
41

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas tentang Asuhan Keperawatan Jiwa
Pada Tn. M Dengan Perilaku Kekerasan Di Yayasan Bina Akhlaq Cianjur,
Pembahasan pada bab ini terutama membahas adanya kesesuaian maupun
kesenjangan antara teori dengan kasus. Asuhan Keperawatan memfokuskan pada
pemenuhan kebutuhan dasar manusia melalui tahap pengkajian, diagnosa
keperawatan, rencana tindakan keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi
keperawatan.

A. Hasil
1. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
Nama : Tn. M
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Palembang
Tanggal dirawat : 12-03-2012
Tanggal Pengkajian : 09-06-2017
No. CM :
Diagnose Medis : Peilaku Kekerasan
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. D
Umur : 34 tahun
Agama : Islam

41
42

Pekerjaan : Karyawan Swasta


Alamat : Palembang
Hubungan dengan klien : Anak
2. Alasan masuk
Sekitar kurang lebih 5 tahun yang lalu sebelum masuk dan mengikuti
pembinaan di Yayaan Bina Akhlaq, tiba-tiba klien marah-marah dan
mengamuk serta memarahi istrinya di rumah. Dikarenakan obat yang
dikonsumsi klien sudah habis dan tidak control lagi ke Rumah Sakit Jiwa
Palembang. Maka dari itu pihak keluarga membawanya ke Yayasan Bina
Akhlaq.
3. Faktor Predisposisi dan Presipitasi
a. Faktor Predisposisi
1) Riwayat gangguan jiwa
Klien mengalami gangguan jiwa sejak 5 tahun yang lalu dan
sempat dirawat di RumahSakit Jiwa Palembang. Kemudian klien
pulang dari Rumah Sakit Jiwa Palembang hkarena dinyatakan
sudah sembuh dan klien melanjutkan control. Setelah control satu
kali klien tidak mau minum obatnya, dan tiba-tiba klien
mengamuk.
2) Klien tidak pernah mengalami aniaya fisik maupun kekerasan
dalam keluarga.
3) Didalam keluarga klien tidak ada yang mengalami gangguan jiwa
seperti yang dialami klien sekarang.
4) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan :
Pada saat di lakukan pengkajian pengalaman yang tidak
menyenangkan di masa lalu pengurus mengatakan klien pernah
mengalami situasi yang membuat klien menjadi tertekan dengan
keadaannya saat ini. Pada saat penulis menanyakan alasan masuk
pada klien kemudian pengurus menceritakan alasan masuk klien di
bawa dan dirawat di Pondok Pesantren Bina Akhlaq, alasan masuk
klien yaitu klien merasa tertekan, klien mengamuk, klien sering
43

memukuli istrinya, dan mengancam akan membunuh kemudian


keluarga tidak terima dengan perbuatan yang dilakukan klien pada
saat klien tenang kemudian keluarga klien membawa klien ke
Pondok Pesantren Bina Akhlaq yang berlokasi di Kp. Sukawargi
RT 01/06 Desa Babakan Karet Kecamatan Cianjur Kabupaten
Cianjur Provinsi Jawa Barat, kemudian klien di rawat di Pondok
Pesantren Bina Akhlaq.
b. Faktor Presipitasi
Kira-kira sekitar seminggu sebelum masuk Yayasan Bina Akhlaq,
klien sempat berkelahi dengan rekannya akibat pengaruh minuman
alkohol kemudian pulang ke rumah marah-marah kepada istrinya.

4. Pemeriksaan Fisik

Tekanan Darah :120/80 mmHg


Nadi :78 X/menit
Respirasi :22 X/menit
Suhu :36,4 C
a. Sistem Integumen
Kulit klien sawo matang,tidak terdapat lesi serta tidak menderita
penyakit klit, kuku tangan dan kaki klien pendek dan bersih. Klien
mengatakan setiap hari mandi 3 x dengan memakai sabun.
b. Sistem Kardiovaskuler
Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 78x/menit teraba kuat.
c. Sistem Respiratori
Tidak ada kelainan dalam pernafasan, tidak ada bunyi tambahan :
wheezing atau ronchi, frekuensi nafas 22x/menit.
d. Sistem Gastrointestinal
BB 53 kg, TB 165 cm, pola BAB 1x dalam sehari tanpa keluhan,
bising usus 9x/menit, nafsu makan baik dan tidak ada pantangan jenis
makanan.
44

e. Sistem Kemih
Pola BAK 3-4x dalam sehari tanpa keluhan, pola minum 7 gelas dalam
sehari.
f. Sistem Musculoskeletal
Pergerakan klien bebas, gaya berjalan kaki normal dan tidak kaku
dalam bergerak. Nilai kekuatan otot
g. Sistem Pengindraan
Klien tidak ada gangguan dalam pengindraan : klien dapat membaca
dalam jarak 20 cm, pendengaran baik : bila ditanya langsung
menjawab tanpa ada pengulangan pertanyaan, penciuman : klien dapat
membedakan antara bau kopi dan bau minyak kayu putih, pengecapan
: klien dapat merasakan rasa manis, pahit, dan asin.
5. Psikososial
a. Genogram

Keterangan :

: Laki – laki

: Perempuan
45

: Klien

: Tinggal Serumah

Hasil pengkajian psikososial genogram di dapatkan

gambaran bahwa Tn. M berusia 58 Tahun. Klien merupakan

anak ketiga dari empat bersaudara, klien sudah menikah. Tidak

ada faktor keturunan gangguan jiwa dari silsilah keluarga Tn.

M . Pola komunikasi klien dan keluarga terjalin kurang baik.

Keluarga yang paling dominan mengambil keputusan adalah

istrinya.

6. Konsep Diri
a. Gambaran Diri
Pada saat dikaji klien mengatakan menyukai tangannya, karena berotot
dan tidak menyukai giginya karena sudah tidak lengkap.
b. Identitas Diri
Klien sebagai anak ke 3 dari 4 bersaudara, klien dapat menyebutkan
jenis kelaminnya yaitu laki-laki, penampilan klien sesuai dengan jenis
kelaminnya dan merasa puas sebagai seorang laki-laki.
c. Peran Diri
Klien berperan sebagai KK dan merasa sedih karena tidak dapat
menafkahi keluarganya.
d. Ideal Diri
Klien ingin cepat sembuh dan pulang ke rumah supaya bias berkumpul
dengan keluarganya.
46

e. Harga Diri
Klien merasa kecewa terhadap dirinya yang tidak mampu mencapai
keberhasilan dalam hidupnya.
Masalah Keperawatan :gangguan konsep diri : harga diri rendah.
7. Hubungan Sosial
Pada saat dikaji klien mengatakan bahwa orang yang paling dekat
dengannya adalah istrinya dan apabila ada masalah klien pun menceritakan
pada istrinya. Dilinkungan rumahnya klien mengatakan suka bergaul
dengan orang lain. Pada saat di yayasan klien juga suka bergaul dengan
yang lainya.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah.
8. Spiritual
Klien beragama islam dan percaya bahwa Tuhan itu ada, pada saat
dirumah klien jarang melakukan ibadah sholat 5 waktu dan sewaktu di
yayasan klien sering melakukan sholat 5 waktu.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah.
9. Status Mental
a. Penampilan
Penampilan klien pada saat dikaji cukup rapi, dengan menggunakan
pakaian yang bersih, kuku bersih dan pendek.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah.
b. Pembicaraan
Pada saat wawancara pembicaraan klien cukup jelas lancar dan
lantang.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah.
c. Aktivitas Motorik
Pada saat dikaji, klien terlihat mondar-mandir, dan klien jarang terlihat
duduk tapi tidak mengganggu temannya.
Masalah Keperawatan : resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang
lain dan lingkungan.
47

d. Alam Perasaan
Klien merasa sedih karena kegagalan yang klien pernah alami, klien
berpikir kenapa dirinya tidak seperti orang lain. Emosi klien cukup
stabil
Masalah Keperawatan : harga diri rendah.
e. Afek
Mimik wajah klien berubah sesuai dengan alam perasaannya dan dapat
merespon sesuai dengan stimulus yang dating.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah.
f. Interaksi Selama Wawancara
Selama wawancara klien tidak menunjukkan sikap curiga dengan
kontak mata yang terarah.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah.
g. Persepsi
Saat dikaji klien mengatakan tidak pernah melihat atau mendengar
sesuatu yang aneh-aneh.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah.
h. Proses Pikir
Pada saat dikaji pembicaraan klien terkadang nyambung dan terkadang
terbelit-belit dan tidak sampai pada tujuan serta mudah dialihkan pada
topik pembicaraan yang lain.
Masalah Keperawatan : perubahan proses pikir : tangensial.
i. Isi Pikir
Pada saat dikaji klien tidak menunjukkan adanya keyakinan atau
pikiran-pikiran yang selalu dipertahankan dan tidak ditemukan adanya
waham.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah.
48

j. Tingkat Kesadaran
Ketika ditanya klien masih ingat dan masih bisa menyebutkan kembali
nama dan asal perawat, dan ketika ditanya hari, waktu dan tempat
pertemuan sesuai dengan kontrak, klien masih dapat mengingatnya.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah.
k. Memori
Jangka panjang : klien mampu menyebutkan dan
mengingat bahwa klien punya anak 3
orang.
Jangka pendek : klien dapat menyebutkan jam berapa klien
mandi pagi.
Daya ingat saat ini : ketika ditanya oleh perawat sehabis makan
dengan apa klien makan, klien bisa
mengingat dan menjawab pertanyaan dengan
benar.
Konfabulasi : selama wawancara dengan perawat klien
tidak pernah memasukkan ide-ide bohong
dalam pembicaraannya.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah.
l. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Saat klien berbicara dengan perawat perhatian klien tidak mudah
beralih, klien masih bias berhitung secara sederhana seperti 2 + 1 =
berapa, klien menjawab 3.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah.
m. Kemampuan Penilaian
Kemampuan penilaian klien cukup baik, klien mampu mengambil
keputusan secara sederhana, seperti ketika klien diberi pilhan setelah
bangun tidur mandi dulu terus makan atau makan dulu terus mandi ?
klien menjawab mandi dulu terus makan.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah.
49

n. Daya Tilik Diri


Klien tidak menyadari dan menyangkal bahwa dirinya sedang sakit.
Masalah Keperawatan :
10. Kebutuhan Persiapan Pulang
a. Makan
Klien makan 3x/hari, klien makan sendiri dengan menggunakan tangan
kanannya dan piring yang sudah dipakainya dikembalikan ke tempat
semula, porsi makan habis.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah.
b. BAB/BAK
Klien mampu memenuhi kebutuhan eliminasinya secara mandiri tanpa
bantuan, klien BAK 3-4 kali dalam sehari dan BAB 1 kali dalam
sehari.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah.
c. Mandi
Klien mandi 2 kali sehari tanpa bantuan pengurus menggunakan sabun,
gosok gigi dan menggunakan pasta gigi.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah.
d. Berpakaian dan berhias
Penampilan klien cukup rapih, dan menggunakan pakaian sesuai
dengan jenis kelaminnya dan dapat memakai pakaian sendiri tanpa
bantuan pengurus, pakaian yang digunakan tampak bersih.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah.
e. Istirahat dan tidur
Klien mengatakan dapat istirahat dan tidur yang cukup walau klien
jarang tidur siang, tidur jam 21.00-03.30 WIB.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah.
50

f. Penggunaan obat
Dari hasil observasi klien dalam pengobatan, klien mendapatkan
pengobatan secara spiritual, dengan jadwal waktu tertentu yang
dilaksanakan pengurus, dank lien menganggap bahwa pengobatan
yang dijalaninya sangat penting untuk kesembuhannya.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah.
g. Pemeliharaan kesehatan
Dalam hal pemeliharaan kesehatan klien masih memerlukan perawatan
lanjutan dan factor pendukung yang kuat dari anggota keluarga.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah.
h. Kegiatan di yayasan
Klien mengatakan bahwa di yayasan suka melaksanakan piket sesuai
jadwal, seperti mencuci piring, menyapu halaman, mengepel.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah.
11. Mekanisme Koping
a. Adaptif
Klien mengatakan setiap ada masalah dikeluarganya yang pertama kali
dikasih tau adalah istrinya.
b. Maladaptif
Klien marah-marah, lari-lari di dalam rumah pada saat klien
mengamuk.
Masalah Keperawatan : resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan.
12. Masalah Psikososial dan Lingkungan
a. Masalah dengan dukungan kelompok
Klien mempunyai factor pendukung yaitu keluarga, keluarga
mendukung sepenuhnya untuk kesembuhan klien.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah.
51

b. Masalah berhubungan dengan orang lain


Di rumah klien sering bergaul dengan orang lain yang berada di sekitar
rumahnya, di yayasan klien berhubungan dengan klien lain kurang
baik karena klien suka mengganggu teman-temannya.
Masalah Keperawatan : kerusakan interaksi social.
13. Kurang Pengetahuan
Pada saat dikaji, klien mengatakan kurang mengetahui tentang manfaat
pengobatan yang dijalaninya selama di Yayasan Bina Akhlak.
Masalah Keperawatan : penatalaksanaan regimen terapeutik tidak efektif.
14. Aspek Medik
Pengkajian aspek medis, di dapatkan data diagnosa medis Tn. M yaitu
perilaku kekerasan, Tn. M mendapatkan terapi spiritual dan pengobatan
herbal.
15. Daftar Masalah Keperawatan
a. Resiko Perilaku Kekerasan.
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
c. Kerusakan interaksi verbal.
d. Kerusakan interaksi social : menarik diri.
52

16. Analisa Data


No. Data Masalah Keperawatan

1. DS : Resiko perilaku
 sewaktu dirumah sebelum masuk kekerasan
yayasan klien marah-marah.
DO :
 Klien terlihat mondar-mandir.
 Klien terlihat jarang duduk.
2. DS : Gangguan konsep diri :
 Klien mengatakan tidak bisa Harga diri rendah
menafkahi keluarganya dirumah.
DO :
 Klien terlihat melamun.
3. DS : Kerusakan interaksi
DO : verbal
 Klien terlihat tertawa ketika diberi
pertanyaan yang biasa oleh
perawat.
 Pembicaraan kadang berbelit-belit.
4. DS : Kerusakan interaksi
 Klien mengatakan tidak enak social : menarik diri
kalau diam.
DO :
 Klien terlihat suka bergabung
dengan temannya tetapi klien
sering mengganggu teman-
temannya.
Tabel 2.3
Analisa Data
53

17. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas Masalah


a. Resiko Perilaku Kekerasan.
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
c. Kerusakan interaksi verbal.
d. Kerusakan interaksi social : menarik diri.

18. Rencana Asuhan Keperawatan Tn. M

N DIAGNOSA KRITERIA
TUJUAN INTERVENSI
O KEPERAWATAN HASIL

1 Resiko Perilaku SP1 Setelah 1x  Identifikasi


. Kekerasan pertemuan ,pasien penyebab,
Pasien
mampu : tanda, dan
mampu:
gejala serta
 Menyebutkan
 Mengidenti akibat perilaku
penyebab, tanda,
fikasi kekerasan
gejala dan akibat
penyebab  Latih cara fisik
perilaku
dan tanda I: tarik napas
kekerasan
perilaku dalam
 Memperagakan
kekerasan
 Masukkan
cara fisik I untuk
 Menyebutk dalam jadwal
mengontrol
an jenis harian pasien.
perilaku
perilaku
kekerasan
kekerasan
yang
pernah Setelah 3x
 Evaluasi
dilakukan pertemuan pasien
kegiatan yang
 Menyebutk mampu :
lalu (SP I).
an akibat
 Menyebutkan  Latih cara fisik
dari
kegiatan yang 2: pukul
54

perilaku sudah dilakukan kasur/bantal


kekerasan  Memperagakan  Masukan dalam
yang cara fisik untuk jadwal harian
dilakukan mengontrol pasien.
 Menyebutk perilaku
an cara kekerasan
mengontrol
perilaku
kekerasan
 Mengontrol
perilaku
kekerasann
ya secara
fisik,social/
verbal,
spiritual
dan terapi
psikofarma
ka
55

Tabel 2.4
56

1. Implementasi dan Evaluasi Tn. M

STRATEGI
HARI/TANGGAL IMPLEMENTASI EVALUASI
PERTEMUAN

Senin, 09 Juni 2017 DX 1:  Menyapa klien dan S: S :


memperkenalkan
Jam 09.00 WIB SP 1: Klien
diri. “Selamat pagi
mengatakan
a. membina pak! perkenalkan
mau
hubungan saling nama saya Ahmad
berkenalan
percaya, Syarip bisa di
dan klien mau
pengkajian panggil Syarip, saya
menyebutkan
perilaku berasal dari Akper
namanya
kekerasan dan Pemkab Cianjur,
Tn.M
mengajarkan cara saya akan
menyalurkan rasa melakukan O:
marah dengan observasi kepada Saat
cara fisik I bapak selama tiga berkenalan
hari. klien berbicara
 Menanyakan nama sopan, mau
klien dan nama berjabat
panggilan yang di tangan, dan
sukai klien “ nama mau
bapak siapa? Dan mempraktikan
senang di panggil cara fisik I
apa?”.
A:
 Membuat kontrak
interaksi yang jelas. Masalah

“hari ini kita sudah teratasi

berkenalan dan sebagian ,

bagaimana kalau kita hubungan


57

berbincang-bincang saling percaya


sebentar? Apa yang sudah terbina
menyebabkan bapak setelah 1x
memukul adik pertemuan.
bapak? apa bapak
P:
merasa kesal, dada
berdebar dan mata intervensi di

melotot, tangan lanjutkan.

mengepal? Setelah
bapak memukuli
09 Juni 2017
adik bapak, apa yang
bapak rasakan? Jam 09.00
Maukah bapak
belajar cara marah
yang baik agar rasa
jengkel bapak Syarip
tersalurkan tetapi
tidak menimbulkan
kerugian.? Yang
pertama bapak bias
melakukan tarik
nafas dalam, coba
bapak praktekan, iya
begitu pak bagus”
Membuat kontrak
selanjutnya.
“ besok kita bertemu
lagi ya pak! Kita
belajar bagaimana
cara mengontrol
perilaku kekerasan
secara fisik II”.
58

Selasa, 12 Juni 2017 SP 2:  Mengucapkan salam S:


terapeutik. klien
Jam 09.00 WIB Mengontrol
“selamat pagi pak”, mengatakan
perilaku
“bagaimana masih ingat
kekerasan secara
perasaannya hari ini dengan cara
fisik II
?”, “Seperti janji fisik I dan
saya kemarin , hari mau
ini kita akan belajar melakukan
bagaimana cara cara fisik II
mengontrol marah bila cara
dengan cara fisik 1” fisik I tidak
“Mau berapa lama meredamka
pak ?” , “disini saja n emosinya.
ya?”.
 Menanyakan pada
O:
klien apa yang
klien
menyebabkan klie
mempraktik
marah “ Apa ada
an cara
tanda seperti mata
fisik II
melotot dada
berdebar dan
tangan mengepal”, A:
kalau tanda-tanda
masalah
yang bapak
teratasi,
sebutkan ada hal
sebagian
pertama yang bisa
dilakukan P:
melakukan intervensi
menarik napas dilanjutkan
dalam untuk
59

menyalurkan
perasaan-perasaan
12 Juni 2017
tadi yang kedua
memukul kasur Jam 09.00

dan bantal, bias


pak?”,”coba bapak
Syarip
praktekan apa yang
sudah saya
ajarkan?”
 Membuat kontrak
selanjutnya
“Bagaimana
perasaan bapak
setelah kita
bercakap-cakap
tentang cara
menyalurkan
marah secara
fisik?”coba bapak
sebutkan lagi cara-
cara yang sudah
diajarkan
tadi?”,”besok saya
kesini lagi ya pak
untuk mengajarkan
tentang cara bicara
yang baik bila
sedang marah”.
60

Rabu, 13 Juni 2017 SP 3  Mengucapkan S:


salam terapeutik
Jam. 09.00 WIB Mengontrol Klien
“selamat pagi
perilaku mengatakan
bapak, sesuai janji
kekerasan secara mau
saya kemarin
social/ verbal. memprak-
sekarang saya
tekan cara
datang lagi,
mengontrol
bagaimana apa
perilaku
bapak masih ingat
kekerasan
dengan cara
yang sudah
mengontrol
diajarkan
perilaku kekerasan
secara fisik?”, “apa O:

yang bapak rasakan Klien tampak


setelah lebih tenang
melakukannya?”,”b dan tidak kaku
agaimana kalau
A:
sekarang kita
latihan cara lain Masalah
untuk menyalurkan teratasi
marah bapak yaitu sebagian
dengan cara P: intervensi
mengungkapkan dihentikan.
sesuatu baik
kepada orang yang
dianggap
bermasalah dengan
13 Juni 2017
bapak kemudian
sampaikan dengan Jam 09.00

kata-kata yang
sopan, jelas
61

maksudnya dan
tidak menyalahkan,
atau bila bapak
merasa dipaksa oleh Syarip

orang lain untuk


melakukan sesuatu
padahal bapak tidak
mau maka coba
bapak sampaikan
juga penolakannya
dengan cara yang
sopan, tidak
menggurui dan
berikan penjelasan
mengapa bapak
mengambil sikap
demikian?”,”bagai
mana pak bias
bapak coba cara
ini?”,”bagaimana
sekarang
perasaanya
pak?”,”coba bapak
sebutkan lagi cara
menyalurkan marah
dengan
mengungkapkan
kepada seseorang
yang telah membuat
bapak kesal”.
62

Tabel 2.5

CATATAN PERKEMBANGAN

No. Tanggal Catatan Perkembangan Paraf

1 14 Juni 2017 S:

 Klien mengatakan terkadang


masih suka marah-marah.
 Klien mengatakan rasa
marahnya ini tidak terlalu
mengganggunya.
O:

 Klien tampak gelisah.


 Saat menceritakan penyebab
rasa emosinya klien tidak
tegang.
 Klien menunjukkan tindakan
yang dilakukan bila emosinya
muncul.
A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi sesuai dengan


rencana tanggal 13 Juli 2017

I:

 Membantu klien mengontrol


emosinya. Mendiskusikan cara
untuk mengontrol emosinya.
 Mengamati tingkah laku klien.
63

E:

 Klien mengatakan perasaanya


saat ini tenang.
 Klien mengatakan saat ini
emosinya tidak muncul.
 Klien mengatakan telah
mencoba cara yang perawat
ajarkan, yaitu bila emosinya
muncul klien menceritakannya
kepada perawat.
R : Pertahankan yang telah tercapai
intervensi lanjutkan sesuai rencana.

Tabel 2.4
Catatan Perkembangan

A. Pembahasan
Dalam bab ini akan membahas tentang asuhan keperawatan jiwa pada
Tn. M dengan resiko perilaku kekerasan di Kp. Sukawargi RT/RW 01/06
Desa Babakan Karet Kecamatan Cianjur Kab. Cianjur. Pembahasan ini akan
mencoba membandingkan antara teori dengan asuhan keperawatan dalam
kasus dalam melihat kesenjangan-kesenjangan yang ada. Adapun pembahasan
kasus ini meliputi proses keperawatan : pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data
danperumusan kebutuhan, atau masalah klien. Data yang dikumpulkan
64

meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Data pada


pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor
presdiposisi, presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan
kemampuan koping yang dimiliki klien (Stuart dan Laraia 2001, dikutip
dalam Keliat, B. A 2006 ; 45),.
Data dasar klien adalah komplikasi data yang dikumpulkan dari
klien. Data dasar klien terdiri dari identitas klien, alasan masalah yang
timbul, faktor predisposisi, faktor presipitasi, pemeriksaan fisik,
psikososial, konsep diri, status mental, mekanisme koping. Data subyektif:
apa yang dilaporkan atau dirasakan klien. Data obyektif: yang dapat
diobservasi, contohnya tanda-tanda vital dan tingkah laku.
Metode wawancara dengan Tn. M dan pihak yayasan secara
langsung, dalam hal ini peneliti tidak menemukan hambatan. Selama
melakukan wawancara Tn. M dapat bekerjasama dengan baik dan
memberikan keterangan tentang masalah yang dialami, walaupun sering
mengelak tapi masih bisa diarahkan sesuai arahan peneliti. Metode lain
yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data adalah observasi. Dalam
metode ini terdapat kesulitan dalam untuk melakukan observasi langsung
dalam 24 jam, karena peneliti hanya dapat observasi pada waktu yang
terbatas (Siang hari).
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi
data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Hal-hal yang perlu dikaji
pada Tn. M adalah alasan masalah timbul, faktor predisposisi,
pemeriksaan fisik, status mental, faktor-faktor psikososial, serta
mekanisme koping yang sering digunakan saat perilaku marah timbul.
65

Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan dari pengkajian klien


adalah tidak ada kelainan pada pemeriksaan fisik tanda-tanda vital. Pada
genogram dalam pengkajian psikososial, didapatkan bahwa klien berusia
58 tahun, tidak ada anggota keluarganya yang memiliki penyakit gangguan
jiwa.
Hasil wawancara mengenai konsep diri, pada citra tubuh,
mengatakan bahwa ia menyukai tangannya karena berotot, tetapi klien
merasa malu karna ia tidak memiliki postur tubuh yang tidak profesional,
pada identitas diri, klien mengatakan dirinya sebagai laki-laki lansia, sudah
menikah mempunyai 2 orang anak dan klien anak ketiga dari empat
bersaudara, pada peran diri, klien mengatakan tidak ada gangguan untuk
berhubungan dengan orang lain, kemampan klien dalam bergaul sangat
baik. Hubungan sosial, orang yang berarti bagi klien adalah keluarganya
yaitu istrinya. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat klien
tidak pernah diikut sertakan dalam kegiatan di masyarakat, karena ia
merasa minder. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, klien
mengatakan orang-orang disekitarnya takut dengan klien karena klien suka
mengamuk tidak jelas dan klien mengatakan merasa malu bila
berkomunikasi dengan orang lain karena keadaannya sekarang.
Pada pengkajian status mental didapatkan hasil saat dilakukan
wawancara, klien cepat dalam pembicaraannya, klien kadang mengelak
saat dilakukan pengkajian, ekspresi datar, pandangan klien focus, kontak
mata klien fokus dan pertanyaan tidak harus diulang kembali, klien tampak
gelisah, tidak tenang, tampak lesu dan malas-malasan. Untuk mekanisme
koping, klien mampu berinteraksi atau berbicara dengan orang lain,
mampu menyelesaikan masalahnya tanpa bantuan orang lain, akan tetapi
sering marah-marah kemudian mengamuk dan merusak barang-barang di
sekitarnya. Pada pengkajian aspek medis di dapatkan data untuk
pengetahuan kurang, klien saat ditanya tentang penyakit jiwa yang sedang
dialami, penyakit fisik, sistem pendukung, dan faktor presipitasi klien
mengatakan tidak tahu dan untuk obat klien hanya bisa menyebutkan
66

warnanya. Diagnosa medik : resiko perilaku kekerasan dan pasien


mendapat terapi secara spiritual.
Tanda dan gejala perilaku kekerasan yaitu pandangan tajam, tangan
mengepal, wajah memerah dan tegang, emosi tidak adekuat, merasa
terganggu, dendam jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin
berkelahi, menyalahkan, dan menuntut spiritual merasa keragu-raguan,
tidak bermoral, dan kreativitas terhambat, sosial menarik diri (Nita Fitria
2014).
Setelah dilakukan pengkajian, tanda-tanda pada klien beberepa
berkeseinambungan dengan teori, dimana klien sering marah-marah
terhadap orang disekitarnya sehingga beresiko mencederai orang lain
bahkan diri sendir.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian dan analisa data yang didapatkan dari
klien, peneliti merumuskan diagnosa keperawatan untuk membantu proses
keperawatan klien. Adapun diagnosa keperawatan pertama yang muncul
pada Tn. M yaitu ada empat diagnosa, yaitu resiko perilaku kekerasan,
harga diri rendah, kerusakan interaksi verbal, menarik diri. Adapun resiko
perilaku kekerasan adalah diagnosa utama yang muncul saat pengkajian
kepada Tn. M. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk
perilaku yang bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun
psikologis. (Berkowitz yang dikutip dari Harnawati 1993, dikutip dalam
Fitria, 2014 ; 143).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain. Sering juga disebut gaduh gelisah atau
amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan
gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2010 dalam Damayanti &
Iskandar 2014).
67

Data yang mendukung masalah utama antara lain: klien


mengatakan merasa kesal ketika keinginannya tidak terpenuhi dan klien
mengatakan merasa sangat kesal sering bertengkar dengan istrinya.
Perilaku kekerasan menjadi prioritas utama diagnosa Tn. M karena sangat
menonjol pada klien, dan jika tidak segera diatasi akan mengakibatkan
resiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Fitria, 2014).
Data yang ditemukan pada klien yaitu klien mengatakan malu
dengan keadaannya sekarang karena tidak bisa menafkahi keluarganya,
klien tampak suka melamun. Hal ini tejadi karena ketidakmampuan klien
mengenal prestasi diri sendiri. Masalah tersebut muncul sebagai penyebab
dari resiko perilaku kekerasan, sehingga hal tersebut perlu diatasi agar
resiko perilaku kekerasan tidak muncul lagi.

3. Intervensi Keperawatan
Rencana Tindakan keperawatan yang penulis lakukan sama dengan
landasan teori yang sudah penulis jabarkan dalam BAB II, hal ini karena
rencana tindakan keperawatan tersebut telah sesuai dengan (SOP) Standart
Operasional Prosedur yang telah ditetapkan. Data yang diperoleh pada
tanggal 13 Juni 2017 ditemukan terdiri dari SP I sampai SP III.

4. Implementasi Keperawatan
Tindakan implementasi pada Tn. M dilakukan selama 3 hari pada
tanggal 09, 12 dan 13 Juni 2017 di Yayasan Bina Akhlak desa Babakan
Karet kecamatan Cianjur kabupaten Cianjur, rencana keperawatan hanya
terlaksana sampai strategi pelaksanaan empat di karnakan keterbatasan
waktu penelitian.
a. Pada tanggal 09 Juni 2017 pukul 09.00 WIB peneliti melakukan
tindakan keperawatan dalam bentuk strategi pelaksanaan I (SP I
pasien) yaitu mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan,
mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan,
mengidentifikasi perilaku kekerasan yang di lakukan klien,
68

mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan, mengajarkan cara


mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik I (tarik nafas dalam)
dan memberi kesempatan pada Tn. M untuk mempraktekan.
menganjurkan klien untuk memasukkan latihan cara fisik I dan ke
dalam jadwal kegiatan harian.
b. Pada tanggal 12 Juni 2017 pukul 09.00 WIB peneliti melakukan
tindakan keperawatan strategi pelaksanaan II (SP II pasien) memberi
salam terapeutik, mengevaluasi jadwal kegiatan klien, melatih klien
untuk mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik II (memukul
bantal) mendorong klien untuk memasukan latihan cara mengontrol
kekerasan dengan cara fisik II ke dalam jadwal kegiatan harian.
c. Pada tanggal 13 Juni 2017 pukul 09.00 WIB melakukan tindakan
keperawatan strategi pelaksanaan III (SP III pasien) yaitu memberi
salam terapeutik, mendorong klien untuk mengevaluasi latihan
mengontrol perilaku kekerasan cara fisik II, melatih klien untuk
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal, mendorong klien
untuk memasukan latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
verbal ke dalam jadwal kegiatan harian.

5. Evaluasi Keperawatan

a. Hasil evaluasi yang didapatkan dari implementasi tersebut yaitu evaluasi


subjektifnya adalah Pasien mengatakan “saya mudah marah bila keinginan
saya tidak dipenuhi orang sekitar saya”, “saya Iangsung teriak-teriak,
memukul dinding tembok dan membanting barang apapun disekitar saya”,
“saya menjadi jengkel dan barang-barang saya rusak”, “biasanya saya
langsung pergi dan main buat menenangkan hati”, “saya mau tarik nafas
dalam kalau nanti saya marah”, “saya mau latihan tarik nafas dalam setiap
pagi dan sore hari yaitu pada jam 16.00 ”. Objektifnya yaitu Pembicaraan
cepat, kilen terlihat cemas, klien melakukan latihan tarik nafas dalam,
kilen menulis dijadwal harian latihan tarik nafas dalam. Analisanya pasien
69

mampu mempraktikan tarik nafas dalam.


b. Hasil evaluasi yang didapatkan dari implementasi tersebut yaitu evaluasi
subjektifnya adalah klien mengatakan “saya masih cemas”, “saya bisa
latihan tarik nafas dalam ”, “saya mau lagi diajarkan cara mengontrol
marah dengan memukul bantal”. Objektifnya yaitu klien tampak rileks
setelah melakukan latihan memukul bantal, pandangannya masih tajam,
ada kontak mata, pasien kooperatif pasien tampak melakukan terapi
memukul bantal. Analisanya pasien mampu melakukan tarik nafas dalam
secara mandiri, pasien mampu melakukan terapi latihan fisik pukul bantal
secara mandiri.
c. Hasil evaluasi yang didapatkan dari implementasi tersebut yaitu evaluasi
subjektifnya adalah klien mengatakan “cemas saya mulai berkurang”,
“saya bisa latihan memukul bantal”, “saya mau di ajarkan mengontrol
perilaku kekerasan dengan dibicarakan baik-baik”. Objektifnya yaitu klien
tampak tenang setelah melakukan latihan mengontrol perilaku kekerasan
secara verbal, pandangannya sudah tidak tajam, ada kontak mata, klien
tampak melakukan latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
verbal. Analisanya pasien mampu melakukan mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara verbal secara mandiri.
70

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penelitian ini di lakukan di Yayasan Bina Akhlaq Cianjur dengan Judul
“Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. M Dengan Gangguan Resiko Perilaku
Kekerasan Di Yayasan Bina Akhlaq Cianjur”. Dari Setelah penulis melakukan
penelitian selama tiga hari di Yayasan Bina Akhlaq. Klien dari penelitian
tersebut di dapatkan hasil yaitu setelah dilakukan tindakan mengontrol
perilaku kekerasan selama 3 hari didapatkan hasil yaitu Tn. M sudah mampu
cara mengontrol fisik I (tarik nafas dalam) dan mau menggunakan cara
mengontrol fisik I ketika emosi muncul, Tn. M dapat mampu menggunakan
cara pertama dengan mengontrol dengan benar dan Tn. M mau untuk
mengalihkan perhatian dengan cara fisik II (pukul bantal). Tn. M juga mampu
menggunakan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik II (pukul
bantal). Tn. M juga mau semua aktivitas sesuai jadwal. Dengan mengontrol
rasa marah dan mengalihkan perhatian rasa marah klien dengan cara bercakap-
cakap, klien tampak menjadi senang dan sering bercakap-cakap dengan orang
lain.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat di simpulkan
bahwa,terdapat peningkatan kemauan mengontrol rasa marah dan juga
bercakap-cakap dalam mengalihkan perhatian rasa marahnya , kontak mata
yang semula tajam menjadi lebih tenang dalam menatap lawan bicaranya.
Hasil penelitian tersebut sama dengan teori atau hasil penelitian sebelumnya,
sehingga dapat dikatakan bahwa mengontrol rasa marah terbukti efektif untuk
mengatasi perilaku kekerasan.

70
72
71

B. Saran
1. Bagi pasien
Di harapkan pasien mau mengikuti seluruh rangkaian kegiatan dalam
latihan mengontrol perilaku kekerasan serta mengikuti perintah atau
anjuran yang di berikan perawat guna mencapai hasil yang di inginkan
secara optimal.
2. Bagi Mahasiswa
Di harapkan bagi mahasiswa keperawatan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan dengan pasien perilaku kekerasan dapat lebih sering
melakukan kontak dengan klien agar hasil yang di inginkan dapat tercapai
secara optimal.
3. Manfaat Bagi Yayasan
a. Bagi Yayasan
Di harapkan dapat memberikan pelayanan kepada pasien jiwa dengan
seoptimal mungkin dan meningkatkan mutu pelayanan di Yayasan
Bina Akhlaq Cianjur.
b. Bagi lembaga pendidikan
Di harapkan bagi lembaga pendidikan untuk melakukan pen
gembangan dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah khususnya pada
mata ajar Keperawatan Jiwa.
4. Bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat di jadikan data dasar untuk melakukan
penelitian selanjutnya, selain itu di peroleh evaluasi akhir secara lebih
ketat antara sebelum dan sesudah latihan mengontrol perilaku kekerasan.

You might also like