You are on page 1of 19

LAPORAN PENDAHULUAN EKLAMSIA

I. KONSEP DASAR
A. Anatomi Fisiologi

Gambar 1.1 Anatomi Sistem Reproduksi

Segala perubahan fisik dialami wanita selama hamil berhubungan dengan


beberapa sistem yang disebabkan oleh efek khusus dari hormon. Perubahan ini
terjadi dalam rangka persiapan perkembangan janin, menyiapkan tubuh ibu untuk
bersalin, perkembangan payudara untuk pembentukan/produksi air susu selama
masa nifas (Salmah, 2015).
1. Uterus
Uterus akan membesar pada bulan-bulan pertama di bawah pengaruh
estrogen dan progesteron yang kadarnya meningkat. Pembesaran ini pada
dasarnya disebabkan oleh hipertrofi otot polos uterus.Pada bulan-bulan pertama
kehamilan bentuk uterus seperti buah advokat, agak gepeng.Pada kehamilan 4
bulan uterus berbentuk bulat dan pada akhir kehamilan kembali seperti semula,
lonjong seperti telur (Wiknjosastro, 2012). Perkiraan umur kehamilan
berdasarkan tinggi fundus uteri:
a. Pada kehamilan 4 minggu fundus uteri belum teraba
b. Pada kehamilan 8 minggu, uterus membesar seperti telur bebek fundus uteri
berada di belakang simfisis.
1
c. Pada kehamilan 12 minggu kira-kira sebesar telur angsa, fundus uteri 1-2
jari di atas simfisis pubis.
d. Pada kehamilan 16 minggu fundus uteri kira-kira pertengahan simfisis
dengan pusat.
e. Kehamilan 20 minggu, fundus uteri 2-3 jari di bawah pusat.
f. Kehamilan 24 minggu, fundus uteri kira-kira setinggi pusat.
g. Kehamilan 28 minggu, fundus uteri 2-3 jari di atas pusat.
h. Kehamilan 32 minggu, fundus uteri pertengahan umbilicus dan prosessus
xypoideus.
i. Kehamilan 36-38 minggu, fundus uteri kira-kira 1 jari di bawah prosessus
xypoideus.
j. Kehamilan 40 minggu, fundus uteri turun kembali kira-kira 3 jari di bawah
prosessus xypoideus.
2. Vagina
Vagina dan vulva juga mengalami perubahan akibat hormon estrogen
sehingga tampak lebih merah, agak kebiru-biruan (livide).Tanda ini disebut
tanda Chadwick.
3. Ovarium
Pada permulaan kehamilan masih terdapat korpus luteum graviditatis
sampai terbentuknya plasenta pada kira-kira kehamilan 16 minggu.Namun akan
mengecil setelah plasenta terbentuk, korpus luteum ini mengeluarkan hormon
estrogen dan progesteron. Lambat laun fungsi ini akan diambil alih oleh
plasenta.
4. Payudara
Payudara akan mengalami perubahan, yaitu mebesar dan tegang akibat
hormon somatomammotropin, estrogen, dan progesteron, akan tetapi belum
mengeluarkan air susu. Areola mammae pun tampak lebih hitam karena
hiperpigmentasi.
5. Sistem Sirkulasi
Sirkulasi darah ibu dalam kehamilan dipengaruhi oleh adanya sirkulasi ke
plasenta, uterus yang membesar dengan pembuluh-pembuluh darah yang
membesar pula.Volume darah ibu dalam kehamilan bertambah secara fisiologik
dengan adanya pencairan darah yang disebut hidremia. Volume darah akan

2
bertambah kira-kira 25%, dengan puncak kehamilan 32 minggu, diikuti dengan
cardiac output yang meninggi kira-kira 30%.
6. Sistem Respirasi
Wanita hamil pada kelanjutan kehamilannya tidak jarang mengeluh rasa
sesak nafas. Hal ini ditemukan pada kehamilan 32 minggu ke atas karena usus
tertekan oleh uterus yang membesar ke arah diafragma sehingga diafragma
kurang leluasa bergerak.
7. Traktus Digestivus
Pada bulan pertama kehamilan terdapat perasaan enek (nausea) karena
hormon estrogen yang meningkat.Tonus otot traktus digestivus juga
menurun.Pada bulan-bulan pertama kehamilan tidak jarang dijumpai gejala
muntah pada pagi hari yang dikenal sebagai moorning sickness dan bila
terlampau sering dan banyak dikeluarkan disebut hiperemesis gravidarum.
8. Traktus Urinarius
Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kencing tertekan oleh uterus
yang membesar sehingga ibu lebih sering kencing dan ini akan hilang dengan
makin tuanya kehamilan, namun akan timbul lagi pada akhir kehamilan karena
bagian terendah janin mulai turun memasuki Pintu Atas Panggul.
9. Kulit
Pada kulit terjadi perubahan deposit pigmen dan hiperpigmentasi karena
pengaruh hormon Melanophore Stimulating Hormone (MSH) yang dikeluarkan
oleh lobus anterior hipofisis. Kadang-kadang terdapat deposit pigmen pada dahi,
pipi, dan hidung, dikenal sebagai kloasma gravidarum. Namun Pada kulit perut
dijumpai perubahan kulit menjadi kebiru-biruan yang disebut striae livide.
10. Metabolisme dalam Kehamilan
Pada wanita hamil Basal Metabolik Rate (BMR) meningkat hingga 15-20
%.Kelenjar gondok juga tampak lebih jelas, hal ini ditemukan pada kehamilan
trimester akhir.Protein yang diperlukan sebanyak 1 gr/kg BB perhari untuk
perkembangan badan, alat kandungan, mammae, dan untuk janin, serta disimpan
pula untuk laktasi nanti.Janin membutuhkan 30-40 gr kalsium untuk
pembentukan tulang terutama pada trimester ketiga.Dengan demikian makanan
ibu hamil harus mengandung kalsium, paling tidak 1,5-2,5 gr perharinya
sehingga dapat diperkirakan 0,2-0,7 gr kalsium yang tertahan untuk keperluan
janin sehingga janin tidak akan mengganggu kalsium ibu. Wanita hamil juga
3
memerlukan tambahan zat besi sebanyak 800 mg untuk pembentukan
haemoglobin dalam darah sebagai persiapan agar tidak terjadi perdarahan pada
waktu persalinan.
11. Kenaikan Berat Badan
Peningkatan berat badan ibu selama kehamilan menandakan adaptasi ibu
terhadap pertumbuhan janin. Perkiraan peningkatan berat badan adalah 4 kg
dalam kehamilan 20 minggu, dan 8,5 kg dalam 20 minggu kedua (0,4
kg/minggu dalam trimester akhir) jadi totalnya 12,5 kg.

B. Definisi
Eklampsia merupakan serangan konvulsi yang mendadak atau suatu kondisi
yang dirumuskan penyakit hipertensi yang terjadi oleh kehamilan, menyebabkan
kejang dan koma. Eklampsia adalah penyakit akut dengan kejang dan koma pada
wanita hamil dan wanita dalam nifas, disertai dengan hipertensi, edema, dan
proteinuria (Saralangi, 2014).
Eklampsia adalah apabila ditemukan kejang-kejang pada penderita dengan
gejala awal pre-eklampsia, yang juga dapat disertai koma (Salmah, 2015).

C. Etiologi
1. Teori Genetik
Eklamsia merupakan penyakit keturunan dan penyakit yang lebih sering
ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita pre eklamsia (Saralangi, 2014).
2. Teori Imunologik
Kehamilan sebenarnya merupakan hal yang fisiologis. Janin yang
merupakan benda asing karena ada faktor dari suami secara imunologik dapat
diterima dan ditolak oleh ibu.Adaptasi dapat diterima oleh ibu bila janin
dianggap bukan benda asing,. dan rahim tidak dipengaruhi oleh sistem
imunologi normal sehingga terjadi modifikasi respon imunologi dan terjadilah
adaptasi.Pada eklamsia terjadi penurunan atau kegagalan dalam adaptasi
imunologik yang tidak terlalu kuat sehingga konsepsi tetap berjalan (Saralangi,
2014).
3. Teori Iskhemia Regio Utero Placental
Kejadian eklamsia pada kehamilan dimulai dengan iskhemia utero
placenta menimbulkan bahan vaso konstriktor yang bila memakai sirkulasi,

4
menimbulkan bahan vaso konstriksi ginjal. Keadaan ini mengakibatkan
peningkatan produksi renin angiotensin dan aldosteron.Renin angiotensin
menimbulkan vasokonstriksi general, termasuk oedem pada arteriol. Perubahan
ini menimbulkan kekakuan anteriolar yang meningkatkan sensitifitas terhadap
angiotensin vasokonstriksi selanjutnya akan mengakibatkan hipoksia kapiler dan
peningkatan permeabilitas pada membran glumerulus sehingga menyebabkan
proteinuria dan oedem lebih jauh (Saralangi, 2014).
4. Teori Radikal Bebas
Faktor yang dihasilkan oleh ishkemia placenta adalah radikal bebas.
Radikal bebas merupakan produk sampingan metabolisme oksigen yang sangat
labil, sangat reaktif dan berumur pendek. Ciri radikal bebas ditandai dengan
adanya satu atau dua elektron dan berpasangan. Radikal bebas akan timbul bila
ikatan pasangan elektron rusak. Sehingga elektron yang tidak berpasangan akan
mencari elektron lain dari atom lain dengan menimbulkan kerusakan sel.Pada
eklamsia sumber radikal bebas yang utama adalah placenta, karena placenta
dalam pre eklamsia mengalami iskhemia. Radikal bebas akan bekerja pada asam
lemak tak jenuh yang banyak dijumpai pada membran sel, sehingga radikal
bebas merusak sel Pada eklamsia kadar lemak lebih tinggi daripada kehamilan
normal, dan produksi radikal bebas menjadi tidak terkendali karena kadar anti
oksidan juga menurun (Saralang, 2014).
5. Teori Kerusakan Endotel
Fungsi sel endotel adalah melancarkan sirkulasi darah, melindungi
pembuluh darah agar tidak banyak terjadi timbunan trombosit dan menghindari
pengaruh vasokonstriktor. Kerusakan endotel merupakan kelanjutan dari
terbentuknya radikal bebas yaitu peroksidase lemak atau proses oksidase asam
lemak tidak jenuh yang menghasilkan peroksidase lemak asam jenuh. Pada
eklamsia diduga bahwa sel tubuh yang rusak akibat adanya peroksidase lemak
adalah sel endotel pembuluh darah.Kerusakan endotel ini sangat spesifik
dijumpai pada glumerulus ginjal yaitu berupa “glumerulus endotheliosis“.
Gambaran kerusakan endotel pada ginjal yang sekarang dijadikan diagnosa pasti
adanya pre eklamsia (Saralangi, 2014).
6. Teori Trombosit
Placenta pada kehamilan normal membentuk derivat prostaglandin dari
asam arakidonik secara seimbang yang aliran darah menuju janin. Ishkemi regio
5
utero placenta menimbulkan gangguan metabolisme yang menghasilkan radikal
bebas asam lemak tak jenuh dan jenuh. Keadaan ishkemi regio utero placenta
yang terjadi menurunkan pembentukan derivat prostaglandin (tromboksan dan
prostasiklin), tetapi kerusakan trombosit meningkatkan pengeluaran tromboksan
sehingga berbanding 7:1 dengan prostasiklin yang menyebabkan tekanan darah
meningkat dan terjadi kerusakan pembuluh darah karena gangguan sirkulasi
(Saralangi, 2014).
7. Teori Diet Ibu Hamil
Kebutuhan kalsium ibu 2-2½ gram per hari. Bila terjadi kekurangan-
kekurangan kalsium saat hamil, kalsium ibu hamil akan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan janin, kekurangan kalsium yang terlalu lama
menyebabkan dikeluarkannya kalsium otot sehingga menimbulkan sebagai
berikut yaitu dengan dikeluarkannya kalsium dari otot dalam waktu yang lama,
maka akan menimbulkan kelemahan konstruksi otot jantung yang
mengakibatkan menurunnya strike volume sehingga aliran darah menurun.
Apabila kalsium dikeluarkan dari otot pembuluh darah akan menyebabkan
konstriksi sehingga terjadi vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah
(Saralangi, 2014).

D. Tanda dan Gejala


Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkat yakni (Salmah, 2015):
1. Tingkat aura/awal keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik, mata penderita
terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya dan
kepada diputar ke kanan/kiri.
2. Tingkat kejangan tonik, yang berlangsung kurang lebih 30 detik dalam tingkat
ini seluruh otot menjadi kaku, wajahnya kelihatan kaku, tangan mengggenggam
dan kaki membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka mulai menjadi
sianotik, lidah dapat tergigit.
3. Tingkat kejangan klonik, berlangsung antara 1-2 menit, spesimustonik tonik
menghilang, semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang
cepat, mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tergigit kembali, bola mata
menonjol, dan mulut keluar ludah yang berbusa muka menunjukkan kongesti
dan sianosis. Penderita menjadi dapat terjadi dari tempat tidurnya akhirnya
kejangan terhenti dan penderita menarik nafas secara mendengkur.
6
4. Tingkat koma, lamanya ketidaksadaran tidak selalu sama secara perlahan-lahan
penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu
timbul serangan baru dan yang berulang, sehingga ia tetap dalam koma.
5. Bertambahnya berat badan yang berlebihan, terjadinya kenaikan 1 kg perminggu
6. Edema terjadi peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan dan
muka.
7. Hipertensi (diukur setelah pasien istirahat selama 30 menit)
a. Td : 160/70 mmHg atau
b. Tekanan sistolik meningkat >30 mmHg
c. Diastolik >15 mmHg
d. Tekanan diastolik pada trimester ke-II yang >85 mmHg patut dicurigai
sebagai preeklampsia
8. Protein Uria
a. Terdapat protein sebanyak 0,3 g/I dalam urin 24 jam atau pemeriksaan
kualitatif +1/+2
b. Kadar protein >1g/1 dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau urine
porsi tengah, diambil 2x dalam waktu 6 jam.

E. Komplikasi
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin, usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Berikut adalah beberapa
komplikasi yang ditimbulkan pada eklampsia (Saralangi, 2014):
1. Solutio plasenta: biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan
lebih sering terjadi pada preeklampsia.
2. Hipofibrinogemia: kadar fibrin dalam darah yang menurun.
3. Hemolisis: penghancuran dinding sel darah merah sehingga menyebabkan
plasma darah yang tidak berwarna menjadi merah.
4. Perdarahan otak: komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
9. Kelainan mata: kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung
selama seminggu, dapat terjadi.
10. Edema paru pada kasus eklampsia, hal ini disebabkan karena penyakit jantung.
11. Nekrosis hati: nekrosis periportan pada preeklampsia, eklampsia merupakan
akibat vasopasmus anterior umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia,
7
tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat
diketahui dengan pemeriksaan pada hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
12. Sindrome Hellp: haemolisis, elevatea liver anymesdan low platelet.
13. Kelainan ginjal: kelainan berupa endoklrosis glomerulus, yaitu pembengkakan
sitoplasma selendotial tubulus. Ginjal tanpa kelainan struktu rlain, kelainan lain
yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
14. Komplikasi lain
a. Lidah tergigit, trauma dan faktur karena jatuh akibat kejang-kejang
preumania.
b. Aspirasi, dan DIC (Disseminated Intravascular Coogulation)
c. Prematuritas
d. Dismaturitas dan kematian janin intro uteri.

F. Patofisiologi
1. Narasi
Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang di duga berhubungan
dengan berbagai faktor. Satu diantaranya adalah peningkatan resisitensi intra
mural pada pembuluh miometrium yang berkaitan dengan peninggian tegangan
miometrium yang ditimbulkan oleh janin yang besar pada primipara, anak
kembar atau hidraminion. Iskemia utero plasenta mengakibatkan timbulnya
vasokonstriksor yang bila memasuki sirkulasi menimbulkan ginjal, keadaan
yang belakangan ini mengakibatkan peningkatan produksi rennin, angiostensin
dan aldosteron. Rennin angiostensin menimbulkan vasokontriksi generalisata
dan semakin memperburuk iskemia uteroplasenta. Aldosteron mengakibatkan
retensi air dan elektrolit dan udema generalisator termasuk udema intima pada
arterior (Saralangi, 2014).
Pada eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke
organ , termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari
timbulnya proses eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran
darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena
adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Eklamsi yang berat
dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi

8
plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta
sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.

9
Faktor resiko:
2. Pathway
1. Primigravida dan multigravida
2. Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia
3. Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya, abortus
Faktor imunologik Peningkatan tekanan 4. Ibu hamil dengan usia <20 tahun atau >35 tahun
darah 5. Wanita dengan gangguan fungsi organ atau riwayat
kesehatan diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan
hipertensi
Perfusi ke jaringan 6. Kehamilan kembar
7. Obesitas

Aliran darah Kerusakan Edema Ketidakseimbangan


berkurang glomerulus suplai O2

Edema paru Edema serebral TIK


COP Kemampuan Peningkatan
Peningkatan Kelemahan
Kelemahan
filtrasi menurun reabsorbsiNa
reabsorbsi Na fisik
fisik
Dispnea Spasme arteriolar Kejang
retina MK:
MK: Gangguan
Retensi urin MK: Kelebihan
perfusi jaringan Intoleransi
volume cairan MK: Resiko
perifer MK: Pola nafas Pandangan kabur aktivitas
cedera
tidak efektif
MK: Gangguan
eliminasi urin
MK: Resiko
jatuh

Skema 1.1 Pathway Eklamsia


Sumber: Saralangi (2014)
10
G. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Beri obat anti konvulsan
b. Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, sedeka, sedotan,
masker O2 dan tabung O2 )
c. Lindungi pasien dengan keadaan trauma
d. Aspirasi mulut dan tonggorokkan
e. Baringkan pasien pada posisi kiri, trendelenburg untuk mengurangi resiko
aspirasi
f. Beri oksigen 4-6 liter / menit
2. Non Medis
a. Prinsip penatalaksanaan preeklampsia:
1) Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2) Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3) Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan
janin terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
4) Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera
mungkin setelah matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin
atau ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama
(Fedrina, 2014)

b. Penanganan konservatif
Untuk mencegah kejadian pre eklampsia ringan dapat dilakukan
nasehat tentang tentang dan berkaitan dengan:
1) Diet makanan: makanan tinggi protein tinggi karbohidrat, cukup vitamin,
dan rendah lemak. Kurangi garan apabila berat badan bertanbah atau
edema. Makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna. Untuk
meningkatkan jumlah portein dengan tambahan sau butir telur stiap hari
2) Cukup istirahat: stirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti
bekerja dan disesuaikan dengan kmampuan. Lebih banyak duduk atau
berbaring ke arah punggung janin sehingga aliran darah menuju plasenta
tidak mengalami gangguan

11
3) Pengawasan antenatal (hamil): bila terjadi perubahan perasaan dan gerak
janin dalam rahim segera datang ke tempat pemeriksaan
4) Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan
agar semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda
5) Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan
mengobatinya segera apabila ditemukan
6) Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke
atas apabila setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat
dihilangkan
(Fedrina, 2014)

c. Penatalaksanaan preeklamsia ringan


1) Kehamilan kurang dari 37 minggu
Lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan :
a) Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), refleks, dan kondisi
janin
b) Konseling pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya
preeklampsia dan eklampsia
c) Lebih banyak istirahat, tidur miring agar menghilangkan tekanan
pada vena cava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik
dan menambah curah jantung
d) Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam).
e) Tidak perlu diberi obat-obatan
Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit
a) Diet biasa
b) Pantau tekanan darah 2 kali sehari dan urin (untuk proteinuria) sekali
sehari
c) Tidak perlu diberi obat-obatan
d) Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi
kordis, atau gagal ginjal akut
Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat dipulangkan :
a) Nasihatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda preeklampsia
berat

12
b) Kontrol 2 kali seminggu untuk memantau tekanan darah, urin,
keadaan janin, serta gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat
c) Jika tekanan diastolik naik lagi, rawat kembali.Jika tidak ada tanda-
tanda perbaikan, tetap dirawat. Lanjutkan penanganan dan observasi
kesehatan janin
d) Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat,
pertimbangkan terminasi kehamilan. Jika tidak rawat sampai aterm
e) Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai PE berat
2) Kehamilan lebih dari 37 minggu
a) Jika serviks matang, pecahkan ketuban dan induksi persalinan
dengan oksitosin atau prostaglandin
b) Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan
prostaglandin atau kateter Foley atau lakukan seksio sesarea

d. Penatalaksanaan Preeklampsia Berat


Tujuannya mencegah kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan
cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat dan saat
yang tepat untuk persalinan.
1) Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)
2) Pengelolaan cairan, monitoring input dan output cairan
3) Pemberian obat antikejang
4) Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-
paru, payah jantung. Diuretikum yang dipakai adalah furosemid
5) Pemberian antihipertensi
6) Masih banyak perdebatan tentang penetuan batas (cut off) tekanan darah,
untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut off
yang dipakai adalah ≥ 160/110 mmHg dan MAP ≥ 126 mmHg. Di RSU
Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah
apabila tekanan sistolik ≥ 180 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥ 110
mmHg
7) Pemberian glukokortikoid
8) Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan
ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga
diberikan pada sindrom HELLP (Fedrina, 2014)
13
e. Saat terjadi kejang:
1) Bebaskan jalan nafas
2) Miring dan ektensikan kepala
3) Masukan benda keras di antara gigi
4) Isap lender (suction)
5) Berikan diazepam (valium) 10-20 mgiv

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan:
a. Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal
1) Bersihkan jalan nafas
2) Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
3) Distress pernafasan
4) Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
b. Breathing dan ventilasi
1) Frekuensi nafas, usaha nafas dan pergerakan dinding dada
2) Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
3) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
c. Circulation dengan kontrol perdarahan
1) Denyut nadi karotis
2) Tekanan darah
3) Warna kulit, kelembaban kulit
4) Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal

2. Pengkajian Sekunder
a. Data Subkejtif:
1) Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida, < 20 tahun atau > 35
tahun
2) Riwayat kesehatan ibu sekarang: terjadi peningkatan tensi, oedema,
pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur.
3) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya: penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM.

14
4) Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,
hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia
sebelumnya.
5) Pola nutrisi: jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok
maupun selingan
6) Psikososial dan spiritual: emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya.

b. Data Objektif
1) Inspeksi: edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam
2) Palpasi: untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi edema.
3) Auskultasi: mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress
4) Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat pemberian SM
( jika refleks +)
5) Pemeriksaan penunjang:
a) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2
kali dengan interval 6 jam.

b) Laboratorium: proteinuria dengan kateter atau midstream ( biasanya


meningkat hingga 0,3 gr/lt atau +1 hingga +2 pada skala kualitatif ),
kadar hematokrit menurun, BJ urine meningkat, serum kreatini
meningkat, uric acid biasanya > 7 mg/100 ml.

c) Berat badan: peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu

d) Tingkat kesadaran penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan


pada otak

e) USG untuk mengetahui keadaan janin

f) NST untuk mengetahui kesejahteraan janin

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Ketidakseimbangan volume cairan lebih dari kebutuhan tubuh
3. Resiko cedera
4. Resiko tinggi fetal distress
15
C. Intervensi dan Rasional
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
a. Pantau rate, irama, kedalaman, dan usaha respirasi
R: Mengetahui tingkat gangguan yang terjadi dan membantu dalam
menetukan intervensi yang akan diberikan
b. Monitor pola napas: bradypnea, tachypnea, hyperventilasi, napas kussmaul,
napas cheyne-stokes, apnea, napas biot’s dan pola ataxi
R: Mengetahui permasalahan jalan napas yang dialami dan keefektifan
pola napas klien untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh
c. Berikan posisi yang nyaman untuk mengurangi dyspnea
R: Posisi memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya
pernapasan. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan
meningkatkan gerakan sekret ke jalan nafas besar untuk dikeluarkan
2. Ketidakseimbangan volume cairan lebih dari kebutuhan tubuh
a. Kaji masukan yang relatif terhadap keluaran secara akurat.
Rasional: perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian
cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan.
b. Timbang berat badan setiap hari (ataui lebih sering jika diindikasikan).
Rasional: mengkaji retensi cairan
c. Kaji perubahan edema: ukur lingkar abdomen pada umbilicus serta pantau
edema sekitar mata.
Rasional: untuk mengkaji ascites dan karena merupakan sisi umum edema.
3. Resiko cedera
a. Kaji tingkat energi yang dimiliki klien
R: Energi yang besar dapat memberikan keseimbangan pada tubuh
b. Ajarkan penggunaan alat-alat alternatif dan atau alat-alat bantu untuk
aktivitas klien
R: Mengantisipasi dan meminimalkan resiko jatuh
4. Resiko tinggi fetal distress
a. Kaji adanya tanda-tanda eklampsia ( hiperaktif, reflek patella dalam,
penurunan nadi,dan respirasi, nyeri epigastrium dan oliguria
R: Gejala tersebut merupakan manifestasi dari perubahan pada otak, ginjal,
jantung dan paru yang mendahului status kejang

16
b. Monitor adanya tanda-tanda dan gejala persalinan atau adanya kontraksi
uterus
R: Kejang akan meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan
terjadinya persalinan

D. Evaluasi
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
a. Menunjukkan bersihan jalan napas yang efektif yang dibuktikan oleh,
pencegahan aspirasi, status pernapasan: ventilasi tidak terganggu dan status
pernapasan: kepatenan jalan napas.
b. Menunjukkan status pernapasan: kepatenan jalan napas, yang dibuktikan
oleh indicator sebagai berikut:
1) gangguan eksterm
2) berat
3) sedang
4) ringan
5) tidak ada gangguan
c. Dapat bernafas dengan normal
d. Tidak ada hambatan saat bernafas
2. Ketidakseimbangan volume cairan lebih dari kebutuhan tubuh
a. Kelebihan volume cairan dapat dikurangi, yang dibuktikan oleh
Keseimbangan elektrolit dan asam basa, keseimbangan cairan, fungsi ginjal
yang adekuat.
b. Keseimbangan cairan tidak akan terganggu/kelebihan yang dibuktikan oleh
indicator sebagai berikut:
1) gangguan eksterm
2) berat
3) sedang
4) ringan
5) tidak ada gangguan
d. kebutuhan volume cairan kembali normal
e. tidak terjadinya edema

17
3. Resiko cedera
a. Klien tidak mengalami cidera
b. Klien mampu menggunakan pasilitas kesehatan yang ada
4. Resiko tinggi fetal distress
a. Tidak terjadi kejang pada ibu

18
III. DAFTAR PUSTAKA
Ferdrina, Dea. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Ibu Hamil Dengan Gangguan
Preeklamsia Berat. Politeknik Kesehatan Bhakti Mulia: Naskah
Dipublikasikan
NANDA. (2015). Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Buku
Kedokteran EGC: Jakarta
Salmah, Adeyansyah Putra. (2015). Laporan Pendahuluan Eklamsia. Universitas
Muhammadiyah Surakarta: Naskah Dipublikasikan
Saralangi, Ratih. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Ny. P Kehamilan Dengan PEB
(Preeklamsia Berat) Di Ruang Mawar I Rumah Sakit Dr. Moewardi.
Universitas Muhammadiyah Surakarta: Naskah Dipublikasikan
Wiknjosastro, Diki. (2012). Laporan Pendahuluan Kegawatdaruratan Eklamsia Pada
Ibu Hamil. Politeknik Kesehatan Bhakti Mulia: Naskah Dipublikasikan

19

You might also like