You are on page 1of 40

BAB I

PENDAHULUAN

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa ataupun akibat
keduanya.1 Katarak memiliki derajat kepadatan yang sangat bervariasi dan dapat
disebabkan oleh berbagai hal, tetapi biasanya berkaitan dengan proses degenatif.2,3
Kekeruhan lensa pada katarak dapat mengenai kedua mata dan berjalan
progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama.
Kekeruhan lensa ini mengakibatkan lensa tidak transparan sehingga pupil akan
berwarna putih atau abu-abu. Pasien dengan katarak mengeluh penglihatan seperti
berasap dan tajam penglihatan yang menurun secara progresif.1
Sampai dengan saat ini, katarak merupakan penyebab utama kebutaan di
dunia. Di negara berkembang, katarak tetap merupakan penyebab paling sering dari
kebutaan. Pada tahun 1990 diperkirakan 37 juta orang buta di seluruh dunia dan
40% diantaranya disebabkan katarak. Setiap tahun terjadi peningkatan 1 – 2 juta
orang menjadi buta.3
Berdasarkan usia penderitanya, katarak dapat diklasifikasikan menjadi
katarak kongenital yang sudah terlihat pada usia dibawah 1 tahun, katarak juvenile
yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan katarak senilis yang mengenai orang-orang
berusia diatas 50 tahun. Diantara ketiganya, katarak senilis merupakan jenis katarak
yang paling sering terjadi.3,4
Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu
usia di atas 50 tahun. Katarak senilis dapat dibagi kedalam 4 stadium, yaitu katarak
insipien, katak imatur, katarak matur dan katarak hipermatur. Katarak insipient
merupakan stadium katarak yang paling awal dan belum menimbulkan gangguan
visus. Pada katarak imatur, kekeruhan belum mengenai seluruh bagian lensa
sedangkan pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh bagian lensa.
Sementara katarak hipermatur adalah katarak yang mengalami proses degenerasi
lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair.3
LAPORAN KASUS

Catatan Medik
Mahasiswa Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang

PENYUSUN LAPORAN
Nama : Saina Abas
NIM : H2A012027
Tanda tangan :
PENGESAHAN
Pembimbing : dr. Sofia Yuniarti, SpM
Tanda tangan :
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Usia : 57
Tempat tanggal lahir : Semarang, 21-10-1964
Alamat : Ngaliyan 02/II. Semarang
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Menikah
Pendidikan Terakhir : SMP
No. CM : 5132XXX
Tanggal datang : 13 Februari 2018
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnese pada tanggal 13 Februari 2018
pukul 11.30 WIB di Bangsal Melati RSUD Tugurejo Semarang
Keluhan Utama : Mata Kemeng
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien Ny.R usia 63 tahun datang ke poli mata RSUD Tugurejo dengan
keluhan kedua mata kemeng. Keluhan dirasakan terus menerus tanpa perbaikan.
Keluhan disertai rasa gatal dan buram (kabur) seperti ada kabut. Penurunan
penglihatan terjadi secara perlahan. Sekarang pasien merasa pada
penglihatannya terhalang kabut putih tebal sulit untuk melihat. Selain keluhan
tersebut, tidak ada keluhan lain seperti merah, berair, mengeluarkan sekret,
maupun rasa mengganjal. Namun akhir-akhir ini, terkadang pasien merasakan
pandangan seperti titik-titik hitam bulat berjalan.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat tekanan darah tinggi : diakui
- Riwayat penyakit DM : diakui
- Riwayat asam urat tinggi : diakui
- Riwayat penyakit sendi : diakui, OA Genu
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat penggunaan kacamata : tidak diketahui
- Riwayat trauma pada mata : disangkal
- Riwayat penggunaan steroid jangka lama : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat sakit serupa : disangkal
- Riwayat penyakit DM : disangkal
- Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
Riwayat Pribadi
- Riwayat pemakaian kacamata : disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
- Pasien berobat dengan biaya BPJS
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 13 Februari 2018 pukul 11.30 WIB
di Poli Mata RSUD Tugurejo Semarang.
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : compos mentis
3. Tanda Vital
a. Tekanan darah : 140/ 90 mmHg
b. Nadi : 86 x/ menit
c. Respiratory rate : 22 x/ menit
d. Suhu : 36,5 o C
4. Status Gizi
a. Berat badan : 61 kg
b. Tinggi badan : 155 cm
5. Status Generalis
a. Kepala : kesan mesosefal
b. Hidung : sekret (-), deformitas (-), hiperemis (-), massa (-)
c. Mulut : mukosa kering (-), mukosa hiperemis (-), Tonsil T1-1 tidak
hiperemesis, faring hiperemis (-), uvula hiperemis (-).
d. Telinga : sekret (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri ketok mastoid
(-/-),pembesaran nodilimfe preaurikula(-/-), nyeri tekan
preaurikula (-/-)
e. Leher : pembesaran limfonodi submandibula (-), servikalis
anterior (-).

f. Thorax :
1) Pulmo
Dextra Sinistra
Depan dan Belakang

Inspeksi Diameter Lateral>Antero Diameter Lateral>Antero


posterior. posterior.
Hemithorax Simetris Statis Hemithorax Simetris Statis
Dinamis. Dinamis.
Palpasi Stem fremitus normal kanan Stem fremitus normal kanan
sama dengan kiri. sama dengan kiri.
Nyeri tekan (-). Nyeri tekan (-).
Pelebaran SIC (-). Pelebaran SIC (-).
Arcus costa normal. Arcus costa normal.
Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru

Auskultasi Suara dasar paru vesikuler (+), Suara dasar paru vesikuler
wheezing (-), ronki (-) (+), wheezing (-), ronki (-)
2) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba tak kuat angkat
Perkusi :
 Batas atas jantung : ICS II Linea parasternal sinistra
 Pinggang jantung : ICS III Linea parasternal sinistra
 Batas kiri bawah jantung: ICS V 1cm medial Linea mid
clavicula sinistra
 Batas kanan bawah jantung : ICS V Linea sternalis dextra
 Auskultasi : Bunyi jantung I & II normal & murni, bising (-),
gallop (-)
g. Abdomen
 Inspeksi : Permukaan cembung tidak mengkilat, warna sama
seperti kulit di sekitar, ikterik (-)
 Auskultasi : Bising usus (14x/menit) normal
 Perkusi :Timpani seluruh regio abdomen, pekak sisi (+)
normal, pekak alih (-)
 Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-).
h. Ekstremitas
Superior Inferior

Akral hangat +/+ +/+

Oedem -/- -/-


Sianosis -/- -/-
Capillary Refill < 2 detik/<2 detik <2 detik/2 detik
Bintik merah di kulit -/- -/-
6. Status Oftalmologi

OD OS
Visus 3/60 0,15
Visus koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sensus Coloris Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pergerakan bola Bebas segala arah Bebas segala arah
mata
Kedudukan bola Ortoforia Ortoforia
mata
Supersilia Madarosis (-) Madarosis (-)
Tumbuh penuh normal Tumbuh penuh normal
Sekret (-) Sekret (-)
Silia Entropion (-) Entropion (-)
Ektropion (-) Ektropion (-)
Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Distrikiasis (-) Distrikiasis (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Palpebra superior Oedem (+) Oedem (+)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Sekret (+), mukoid Sekret (+), mukoid
Ulkus (-) Ulkus (-)
Vesikel (-) Vesikel (-)
Skuama (-) Skuama (-)
Pseudoptosis (-) Pseudoptosis (-)
Krusta (-) Krusta (-)
Fisura Palpebra Normal Normal
Palpebra inferior Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Spasme (-) Spasme (-)
Massa (-) Massa (-)
Konjungtiva Sekret (-) Sekret (-)
palpebra superior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Cobble stone (-) Cobble stone (-)
Giant papil (-) Giant papil (-)
Udem (-) Udem (-)
Corpus alienum (-) Corpus alienum (-)
Folikel (-) Folikel (-)
Konjungtiva Sekret (-) Sekret (-)
palpebra inferior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Folikel (-) Folikel (-)
Cobble stone (-) Cobble stone (-)
Giant papil (-) Giant papil (-)
Udem (-) Udem (-)
Corpus alienum (-) Corpus alienum (-)
Folikel(-) Folikel (-)
Konjungtiva forniks Injeksi konjungtiva (-), Injeksi konjungtiva (+),
dan bulbi Injeksi silier (-), Injeksi silier (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Corpus alienum (-) Corpus alienum (-)
Sklera Ikterik (-) Ikterik (-)
Kornea Jernih Jernih
Infilrat (-) Infilrat (-)
Ulkus (-) Ulkus (-)
Sensibilitas kornea (+) Sensibilitas kornea (+)
Udem (-) Udem (-)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (-)
COA Jernih Jernih
Tindal efek (-) Tindal efek (-)
Kedalaman ¼ bagian Kedalaman ¼ bagian
bayangan pada iris bayangan pada iris
Iris Kripte tidak melebar Kripte tidak melebar
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (-)
Sinekia anterior (-) Sinekia anterior (-)
Udem (-) Udem (-)
Pupil Bulat, Sentral, Reguler Bulat, Sentral, Reguler
Isokor Isokor
Diameter 3 mm Diameter 3 mm
Refleks direk/indirek (+) N Refleks direk/indirek (+) N
Lensa Keruh tipis, sebagian Jernih
Fundus Refleks Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pemeriksaan Diusulkan Diusulkan
Slitlamp
Lapang pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tekanan bolamata Tidak dilakukan Tidak dilakukan
digital
Tes Fluorescein Tidak dilakukan Tidak dilakukan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan yaitu Sken B ultrasonoografi.
V. RESUME
Pasien Ny.R usia 63 tahun datang ke poli mata RSUD Tugurejo dengan
keluhan mata kemeng. Keluhan dirasakan terus menerus tanpa perbaikan.
Keluhan disertai rasa gatal dan buram (kabur) seperti ada kabut. Penurunan
penglihatan terjadi secara perlahan. Sekarang pasien merasa pada
penglihatannya terhalang kabut putih tebal sulit untuk melihat. Selain keluhan
tersebut, tidak ada keluhan lain seperti merah, berair, mengeluarkan sekret,
maupun rasa mengganjal. Namun akhir-akhir ini, terkanag pasien merasakan
pandangan seperti titik-titik hitam bulat berjalan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital : tekanan darah 140/90
mmHg, nadi 86 x/ menit, respiratory rate 22 x/ menit, suhu 36,5 o C. Pada
pemeriksaan segmen anterior didapatkan hasil OD Lensa keruh sebagian tipis.
VI. DAFTAR MASALAH

No Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan


Penunjang
1. Kedua mata kemeng OD Lensa keruh
terus menerus tanpa sebagian,tipis
perbaikan.
2. Mata gatal
3. Pandangan kabur,
berkabut
4. Pandangan seperti
titik-titik hitam bulat
berjalan

VII. DIFERENSIAL DIAGNOSIS


1. OD Katarak Senilis Imatur
2. OD Katarak Senilis Insipien
3. OD Katarak Komplikata
VIII. DIAGNOSIS KERJA
1. ODS Katarak Senilis Imatur
2. ODS Floaters
IX. INITIAL PLAN
1. Ip. Dx
a. ODS Katarak Senilis Imatur
b. ODS Floaters
2. Ip. Tx
a. C. Lyteers tetes mata 3x1 tetes/hari
b. Melakukan rujukan ke spesialis mata, untuk dilakukan operasi
c. Kontrol tekanan darah dan gula darah
3. Ip. Mx
Monitoring visus dan gejala klinis 1 bulan.
4. Ip. Ex
a. Menjelaskan penyebab katarak yang diderita pasien.
b. Menjelaskan tentang katarak beserta komplikasinya.
c. Menjelaskan pengobatan yang telah diberikan.
d. Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan beserta resikonya.
e. Menjelaskan komplikasi penyakit.
IV. KOMPLIKASI
1. Uveitis
2. Glaukoma Sekunder
3. Komplikasi pasca bedah
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur biconvex, avaskular, tidak bewarna, dan
hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm.
Lensa tergantung pada zonula dibelakang iris; zonula menghubungkannya
dengan corpus cilliare. Lensa terletak di bilik posterior bola mata, di antara
permukaan posterior iris dan badan vitreus pada lengkungan berbentuk cawan
badan vitreus yang di sebut fossa hyaloid.. Lensa bersama dengan iris
membentuk diafragma optikal yang memisahkan bilik anterior dan posterior
bola mata. Kapsul lensa adalah suatu membrane semipermeabel (sedikit lebih
permeable daripada dinding kapiler) yang melewatkan air dan elekrolit untuk
makanannya.1,2

Gambar 1. Anatomi Lensa ( Sumber Lang,2000)


Lensa terdiri dari kapsul lensa, nucleus dan korteks lensa. Kapsul
lensa merupakan membrane basalis elastic yang dihasilkan epithelium
lensa. Pada bagian anterior dibentuk sel epitel dan di posterior oleh serabut
kortikal. Sintesa kapsul posterior berlangsung sepanjang kehidupan
sehingga ketebalannya meningkat, sedangkan kapsul posterior relative
konstan.
Epitel lensa yaitu pada kapsul anterior berperan dalam mengatur
metabolik aktifitas sel termasuk DNA, RNA, protein dan biosintesa lemak
dan untuk menghasilkan ATP yang berguna untuk menghasilkan energi
yang diperlukan lensa. Nukleus dan korteks lensa terbuat dari lamellar
kosentris yang memanjang, serabut-serabut lamellar terus berproduksi
sesuai usia..1,2

Gambar 2. Anatomi Lensa dari sisi anteior dan lateral. (Sumber Lang,2000)
B. Katarak
1. Definisi
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat
terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa,
atau terjadi akibat kedua-duanya.1
2. Epidemiologi
Menurut WHO, katarak adalah penyebab kebutaan terbesar di seluruh
dunia. Katarak menyebabkan kebutaan pada delapan belas juta orang
diseluruh dunia dan diperkirakan akan mecapai angka empat puluh juta
orang pada tahun 2020. Hampir 20,5 juta orang dengan usia di atas 40 yang
menderita katarak, atau 1 tiap 6 orang dengan usia di atas 40 tahun
menderita katarak.4,5
3. Etiologi dan Faktor Resiko
a. Usia
Seiring dengan pertambahan usia, lensa akan mengalami penuaan
juga. Keistimewaan lensa adalah terus menerus tumbuh dan membentuk
serat lensa dengan arah pertumbuhannya yang konsentris. Tidak ada sel
yang mati ataupun terbuang karena lensa tertutupi oleh serat lensa.
Akibatnya, serat lensa paling tua berada di pusat lensa (nukleus) dan
serat lensa yang paling muda berada tepat di bawah kapsul lensa
(korteks). Dengan pertambahan usia, lensa pun bertambah berat, tebal,
dan keras terutama bagian nukleus. Pengerasan nukleus lensa disebut
dengan nuklear sklerosis. Selain itu, seiring dengan pertambahan usia,
protein lensa pun mengalami perubahan kimia. Fraksi protein lensa yang
dahulunya larut air menjadi tidak larut air dan beragregasi membentuk
protein dengan berat molekul yang besar. Hal ini menyebabkan
transparansi lensa berkurang sehingga lensa tidak lagi meneruskan
cahaya tetapi malah mengaburkan cahaya dan lensa menjadi tidak
tembus cahaya.3.4
b. Radikal bebas
Radikal bebas dapat merusak protein, lipid, karbohidrat dan asam
nukleat sel lensa. Radikal bebas dapat dihasilkan oleh hasil metabolisme
sel itu sendiri, yaitu elektron monovalen dari oksigen yang tereduksi saat
reduksi oksigen menjadi air pada jalur sitokrom, dan dari agen eksternal
seperti energi radiasi. Contoh-contoh radikal oksigen adalah anion
superoksida (O2-), radikal bebas hidroksil (OH+), radikal peroksil
(ROO+), radikal lipid peroksil (LOOH), oksigen tunggal (O2), dan
hidrogen peroksida (H2O2). Agen oksidatif tersebut dapat
memindahkan atom hidrogen dari asam lemak tak jenuh membran
plasma membentuk asam lemak radikal dan menyerang oksigen serta
membentuk radikal lipid peroksida. Reaksi ini lebih lanjut akan
membentuk lipid peroksida lalu membentuk malondialdehida (MDA).
MDA ini dapat menyebabkan ikatan silang antara lemak dan protein.
Polimerisasi dan ikatan silang protein menyebabkan aggregasi kristalin
dan inaktivasi enzimenzim yang berperan dalam mekanisme
antioksidan seperti katalase dan glutation reduktase. Hal-hal inilah yang
dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa.4,5
c. Radiasi Ultraviolet
Radiasi ultraviolet dapat meningkatkan jumlah radikal bebas pada lensa
karena tingginya penetrasi jumlah cahaya UV menuju lensa. UV
memiliki energi foton yang besar sehingga dapat meningkatkan molekul
oksigen dari bentuk triplet menjadi oksigen tunggal yang merupakan
salah satu spesies oksigen reaktif.4,5,6
d. Merokok
Terdapat banyak penelitian yang menjelaskan hubungan antara
merokok dan penyakit katarak. Hasil penelitian Cekic (1998)
menyatakan bahwa merokok dapat menyebabkan akumulasi kadmium
di lensa. Kadmium dapat berkompetisi dengan kuprum dan
mengganggu homeostasis kuprum. Kuprum penting untuk aktivitas
fisiologis superoksida dismutase di lensa. Sehingga dengan adanya
kadmium menyebabkan fungsi superoksida dismutase sebagai
antioksidan terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan
oksidatif pada lensa dan menimbulkan katarak. Disebutkan juga bahwa
kadmium dapat mengendapkan lensa sehingga timbul katarak.6,7
e. Defisiensi vitamin A, C, E, niasin, tiamin, riboflavin dan beta karoten
Zat nutrisi tersebut merupakan antioksidan eksogen yang berfungsi
menetralkan radikal bebas yang terbentuk pada lensa sehingga dapat
mencegah terjadinya katarak.4,5,
f. Trauma
Trauma dapat menyebabkan kerusakan langsung pada protein lensa
sehingga timbul katarak.4
g. Obat-obatan seperti kortikosteroid
Penggunaan steroid jangka panjang dapat meningkatkan resiko
terjadinya katarak. Jenis katarak yang sering pada pengguna
kortikosteroid adalah katarak subkapsular.3
h. Penyakit sistemik seperti diabetes melitus
Diabetes dapat menyebabkan perubahan metabolisme lensa.
Tingginya kadar gula darah menyebabkan tingginya kadar sorbitol
lensa. Sorbitol ini menyebabkan peningkatan tekanan osmotik lensa
sehingga lensa menjadi sangat terhidrasi dan timbul katarak.4
i. Myopia
Pada penderita myopia dijumpai peningkatan kadar MDA dan
penurunan kadar glutation tereduksi sehingga memudahkan terjadinya
kekeruhan pada lensa.5
4. Klasifikasi Katarak
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam:
a. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia dibawah 1
tahun
b. Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
c. Katarak senil, katarak sesudah usia 50 tahun.1
Katarak dikelompokkan atas tiga tipe:
a. Nuclear cataract
Katarak nuklear terjadi sebagai hasil eksagerasi dari proses
penuaan normal yang melibatkan nukleus. Kondisi ini seringkali
berkaitan dengan myopia karena kenaikan indeks refraksi pada nukleus
lensa dan kenaikan aberasi sferis. Sklerosis nuclear ditandai dengan
tampakan awal berupa awan kekuningan sebagai hasil deposisi pigmen
urokrom. Pada fase lanjut nukleus menjadi kecoklatan (brunescent)
dengan konsistensi padat.
b. Cortical cataract
Katarak tipe kortikal melibatkan korteks bagian anterior, posterior
dan ekuator. Kondisi ini dapat disebabkan oleh adanya perubahan
komposisi ion pada korteks lensa dan adanya perubahan hidrasi serabut
lensa. Kekeruhan bermula sebagai cekungan (cleft) ataupun vakuola
diantara serabut lensa karena hidrasi korteks. Kekeruhan selanjutnya
berlanjut dari kekeruhan kuneiformis (bentuk baji) ataupun radial, yang
seringkali bermula dari kuadran inferonasal. Baik katarak kortikal
maupun subkapsular tampak putih pada iluminasi oblik dan tampak
hitam dengan siluet kemerahan pada retroiluminasi.
c. Subcapsular cataract
1) Katarak subkapsular anterior
Katarak terjadi dibawah kapsula lensa dan berhubungan dengan
metaplasi fibrosis dari epitel lensa.
2) Katarak subkapsular posterior
Katarak terjadi didepan kapsula posterior dan bermanifestasi
sebagai bentukan semacam vakuola, granuler ataupun plak. Karena
lokasinya, opasitas subkapsular posterior memiliki efek yang lebih
besar daripada katarak nuclear dan kortikal. Pasien seringkali
mengalami miosis dan rasa silau. Penglihatan jarak dekat lebih
sering terganggu daripada penglihatan jarak jauh, dan gangguan
penglihatan lebih cepat terjadi dibanding katarak jenis lain.
Secara klinis, katarak senilis dibagi menjadi 4 stadium, yaitu1
a. Katarak insipiens
Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju korteks atau
ke area subkapsular. Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia karena
indeks refraksi yang tidak sama pada bagian-bagian lensa.
b. Katarak imatur
Lensa mengalami kekeruhan namun belum mengenai seluruh bagian
lensa. Volume lensa akan bertambah karena tekanan osmotik lensa yang
bertambah sehingga lensa akan mencembung. Hal ini dapat
menimbulkan blokade pupil sehingga terjadi glaucoma sekunder.
c. Katarak matur
Lensa mengalami kekeruhan secara merata di seluruh bagian. Cairan
dalam lensa dapat keluar sendiri sehingga ukuran lensa dan kedalaman
bilik mata depan akan kembali normal.
d. Katarak hipermatur
Pada kondisi ini protein korteks mencair. Kapsul anterior tenggelam dan
lensa mengkerut karena pengeluaran cairan dari lensa. Jika berlanjut
maka hubungan dengan Zonula Zinn menjadi kendor. Proses lanjut dari
kondisi ini adalah kapsul tebal dengan korteks yang berdegenerasi dan
mencair namun tidak dapat keluar sehingga nampak gambaran seperti
sekantong susu dengan nukleus yang terbenam dalam korteks lensa
(katarak Morgagni).
C. Katarak Senilis
1. Definisi
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut yaitu usia di atas 50 tahun. Katarak senilis adalah jenis katarak yang
paling sering dijumpai dan merupakan penyebab utama kebutaan di dunia
saat ini.3
2. Prevalensi
Sampai dengan saat ini, katarak merupakan penyebab utama kebutaan
di dunia. Di negara berkembang, katarak tetap merupakan penyebab paling
sering dari kebutaan. Pada tahun 1990 diperkirakan 37 juta orang buta di
seluruh dunia dan 40% diantaranya disebabkan katarak. Setiap tahun terjadi
peningkatan 1 – 2 juta orang menjadi buta.3
Di Amerika Serikat sekurangnya 300.000-400.000 kasus katarak terjadi
setiap tahun. Pada Framingham Eye Study yang dilaksanakan tahun 1973-
1975 katarak senilis terjadi pada 15,5% dari 2.477 pasien yang diteliti.3
3. Etiologi
Pada prinsipnya katarak senilis merupakan proses penuaan. Meskipun
patogenesisnya masih belum diketahui secara pasti, terdapat beberapa
faktor resiko yang diduga terlibat dalam terjadinya katarak senilis, antara
lain :3
a. Herediter
b. Radikal bebas dan Glutation
c. Radiasi ultraviolet
d. Faktor makanan
e. Krisis dehidrasi
f. Merokok
4. Patofisiologi
Patofisiologi katarak senilis kompleks dan masih belum sepenuhnya
dimengerti. Patogenesisnya melibatkan interaksi yang kompleks dari
bermacam-macam proses fisiologis. Semakin tua lensa, berat dan
ketebalannya semakin meningkat sedangkan kemampuan akomodasinya
semakin menurun.3
Banyak mekanisme yang berpengaruh terhadap hilangnya
transparansi lensa. Epitel lensa dipercaya mengalami perubahan karena
usianya, khususnya dalam hal berkurangnya densitas sel epitel lensa dan
diferensiasi yang menyimpang dari serat lensa. Meskipun sel epitel lensa
yang katarak mengalami apoptosis dalam jumlah sedikit, di mana akan
terjadi pengurangan secara signifikan dari densitas sel, akumulasi
kehilangan epitel dalam skala kecil dapat berakibat pada perubahan formasi
dan homeostasis serat lensa sehingga menyebabkan hilangnya transparansi
lensa. Lebih jauh lagi, semakin tua lensa akan terjadi pengurangan
kecepatan transport air, nutrien dan antioksidan ke dalam nukleus lensa.
Akibatnya akan terjadi proses kerusakan oksidatif yang progresif pada lensa
yang berujung pada terjadinya katarak senilis. Beberapa penelitian
menunjukkan peningkatan produk oksidasi (seperti glutation teroksidasi)
dan penurunan vita-min antioksidan dan enzim superoksid dismutase
memiliki peran penting dalam proses oksidatif pada terjadinya katarak
(cataractogenesis).3
Pembentukan katarak secara kimiawi ditandai oleh penurunan
penyera-pan oksigen, peningkatan kandungan air di awal lalu diikuti dengan
terjadinya dehidrasi, peningkatan kandungan natrium dan kalsium, serta
penurunan kandungan kalium, asam askorbat dan protein.6
Mekanisme lain yang terlibat adalah perubahan protein sitoplasmik
lensa yang larut air dan memiliki berat molekul rendah menjadi agregat
yang larut air dan memiliki berat molekul tinggi, fase tidak larut dan matriks
protein membran yang tidak larut. Hasil dari perubahan protein
menyebabkan fluktuasi mendadak dari indeks refraksi lensa, menyebarkan
sinar dan mengurangi transparansi. Hal lain yang diteliti meliputi peran
nutrisi pada terjadinya katarak, khusunya keterlibatan glukosa dan trace
mineral serta vitamin.3
5. Klasifikasi
Katarak senilis dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, antara lain
katarak nuklear, katarak kortikal dan katarak subkapsuler posterior. Katarak
nuklear dihasilkan dari sklerosis nuklear (proses tertekan dan mengerasnya
nukleus ketika terjadi penambahan lapisan kortikal baru) dan proses
penguningan yang berlebihan dengan akibat terjadinya kekeruhan lensa
bagian sentral.

Gambar 3. Katarak Nuklear8


Pada beberapa kasus, nukleus dapat menjadi sangat keruh dan berwarna
coklat,dan kemudian menjadi kehitam-hitaman disebut katarak nuklear
Brunesen atau nigra. Perubahan komposisi ionik dari korteks lensa dan
perubahan hidrasi serat lensa sehingga lensa menjadi cembung dan terjadi
miopia akibat perubahan indeks refraksi lensa dan mengakibatkan katarak
kortikal.

Gambar 4. Katarak Kortikal8


Sedangkan pembentukan granula dan kekeruhan seperti plak pada bagian
posterior korteks subkapsuler disebut katarak subkapsuler posterior.3

Gambar 5. Katarak subkapsuler posterior8


Klasifikasi lainnya adalah klasifikasi Burrato:
6. Stadium
Katarak senilis secara klinis dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien,
imatur, matur, dan hipermatur.2
a. Katarak Insipien
Kekeruhan yang tidak teratur seperti bercak-bercak yang membentuk
gerigi dasar di perifer dan daerah jernih membentuk gerigi dengan dasar
di perifer dan daerah jernih di antaranya. Kekeruhan biasanya teletak di
korteks anterior atau posterior. Kekeruhan ini pada umumnya hanya
tampak bila pupil dilebarkan.
Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia karena indeks refraksi yang
tidak sama pada semua bagian lensa. Bila dilakukan uji bayangan iris
akan positif.7,8
Gambar 6. Katarak Insipien
b. Katarak Imatur
Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi
tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat
bagian-bagian yang jernih pada lensa.
Pada stadium ini terjadi hidrasi korteks yang mengakibatkan lensa
menjadi bertambah cembung. Pencembungan lensa ini akan
memberikan perubahan indeks refraksi dimana mata akan menjadi
miopik. Kecembungan ini akan mengakibatkan pendorongan iris ke
depan sehingga bilik mata depan akan lebih sempit. Pada stadium
intumensen ini akan mudah terjadi penyulit glaukoma. Uji bayangan iris
pada keadaan ini positif.7,8

Gambar 7. Katarak Imatur


c. Katarak Matur
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air
bersama-sama hasil disintegrasi melalui kapsul. Di dalam stadium ini
lensa akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik
mata depan akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada
stadium ini terlihat lensa berwarna sangat putih akibat perkapuran
menyeluruh karena deposit kalsium. Bila dilakukan uji bayangan iris
akan terlihat negatif.8

Gambar 8. Katarak Matur


d. Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa sehingga korteks mengkerut
dan berwarna kuning. Akibat pengeriputan lensa dan mencairnya
korteks, nukleus lensa tenggelam ke arah bawah (katarak morgagni).
Lensa yang mengecil akan mengakibatkan bilik mata menjadi dalam.
Uji bayangan iris memberikan gambaran pseudopositif. Akibat masa
lensa yang keluar melalui kapsul lensa dapat menimbulkan penyulit
berupa uveitis fakotoksik atau glaukom fakolitik.8

Gambar 9. Katarak Hipermatur

Insipien Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata Depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut Bilik Mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma
Tabel 1. Ciri-ciri perbedaan berdasarkan stadium katarak
7. Diagnosis
Untuk menegakkan Diagnosis katarak senilis berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis bisa didapatkan adanya gejala dari pembentukan katarak,
yaitu :
a. Penglihatan seperti berasap dan tajam penglihatan yang menurun secara
progresif.
b. Visus mudur yang derajatnya tergantung lokalisasi dan tebal tipisnya
kekeruhan, Bila :Kekeruhan tipis,kemunduran visus sedikit atau
sebaliknya. dan kekeruhan terletak diequator, tak ada keluhan apa-apa.
c. Penderita mengeluh adanya bercak-bercak putih yang tak bergerak.
d. Diplopia monocular yaitu penderita melihat 2 bayangan yang
disebabkan oleh karena refraksi dari lensa sehingga benda-benda yang
dilihat penderita akan menyebabkan silau.
e. Pada stadium permulaan penderita mengeluh miopi, hal ini terjadi
karena proses pembentukan katarak sehingga lensa menjadi cembung
dan refraksi power mata meningkat, akibatnya bayangan jatuh dimuka
retina.9
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan tanda dari pembentukan
katarak, antara lain:
a. Berkurangnya ketajaman visual
Pemeriksaan ketajaman visual akan membuat pemeriksa
mempertimbangkan kemungkinan adanya katarak sebagaimana
kelainan mata yang lainnya. Pemeriksa harus selalu melakukan
pemeriksaan ini pada setiap mata secara terpisah.10
b. Opasifikasi lentikular
Pemeriksaan dari red reflex dengan oftalmoskopi direk yang diatur pada
+5 D kurang lebih 20 cm dari pasien sering menampakkan opasitas
hitam pada lensa yang menghalangi reflek warna jingga kemerahan.
Cara ini merupakan metode yang sangat sensitif untuk mendeteksi
adanya katarak. Bila saat oftalmoskop didekatkan opasitas lensa
berkurang, kekeruhan berada pada se-bagian posterior lensa, sebaliknya
bila opasitas bertambah berarti kekeruhan berada pada sebagian anterior
lensa atau pada kornea.1
c. Leukokoria
Pupil yang berwarna putih terlihat pada katarak matur. Pada katarak
imatur, pada daerah pupil terlihat bercak keputihan.10
d. Tes bayangan iris (iris shadow)
Ketika sinar diberikan secara oblik melalui pupil, bayangan iris akan
terbentuk pada opasitas lensa yang berwarna abu-abu, selama terdapat
korteks yang jernih antara opasitas dan tepi pupil. Jika lensa benar-
benar transparan atau benar-benar buram, tidak akan didapatkan
bayangan iris. Oleh karena itu keberadaan bayangan iris merupakan
tanda katarak imatur.10
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosa
katarak antara lain:
a. Visus tanpa atau dengan koreksi
Penglihatan jauh dan dekat dengan atau tanpa koreksi sebaiknya
diperiksa. Jika pasien mengeluhkan silau, pemeriksaan dilakukan di
tempat dengan cahaya yang cukup terang.10,3
b. Pemeriksaan lensa dan pupil dengan flashlight
Reflek pupil tidak dipengaruhi oleh kekeruhan lensa. Jika digunakan
flashlight yang redup, respon yang terjadi lebih lambat ketika menyinari
mata dapat menunjukkan adanya katarak yang tebal. Pemeriksaan ini
juga dapat menyebabkan kekeruhan pada bagian anterior lensa lebih
terlihat jika ukuran pupil tidak mengecil dengan cepat.10
c. Slitlamp biomicroscopy
Pemeriksaan ini memungkinkan pemeriksaan yang paling detail
terhadap bagian anterior mata. Luas, ketebalan, tipe dan lokasi dari
katarak dengan mudah dapat diketahui. Pemeriksaan dengan slitlamp
juga membantu dalam mengetahui posisi lensa dan integritas zonula
Zinnii. Dekatnya jarak lensa dengan tepi pupil dapat merupakan tanda
adanya subluksasi.10
d. Evaluasi fundus
Baik oftalmoskopi direk maupun indirek dapat digunakan untuk
mengevaluasi segmen posterior mata. Pemeriksaan fundus dengan
dilatasi penting untuk mengevaluasi makula, saraf optik, vitreus,
pembuluh darah retina dan retina perifer. Perhatian khusus ditujukan
bila terdapat degenerasi makula, retinopati diabetik, edema makula,
iskemia retina, traksi vitreoretina, neovaskularisasi, peningkatan C/D
rasio dan ruptur kapsul posterior karena kondisi ini dapat menghambat
rehabilitasi visual setelah pembedahan katarak.10
e. USG A-scan dan B-scan
Pemeriksaan ini adalah teknik untuk mengukur ketebalan dan lokasi dari
katarak. Teknik USG A-scan untuk mengukur sumbu aksial bola mata
dan kelengkungan kornea sehingga dapat ditentukan kekuatan lensa
intraokular yang dibutuhkan secara tepat, sehingga meminimalisir
kesalahan koreksi postoperatif. Teknik B-scan terutama bermanfaat
untuk mengevaluasi adanya dislokasi parsial maupun total dari lensa,
juga untuk mengetahui kondisi anatomis mata di belakang lensa.10
8. Diagnosis Banding
Diagnosa banding katarak senilis, antara lain :
a. Katarak traumatik.
b. Katarak komplikata, seperti akibat radang bola mata.
c. Kelainan bola mata bagian belakang seperti tumor intraokular, retinal
detachment yang sudah lama.3
9. Penatalaksanaan
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika
gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan.
Kadang kala cukup dengan mengganti kacamata. Hingga saat ini belum ada
obat-obatan, makanan, atau kegiatan olah raga yang dapat menghindari atau
menyembuhkan seseorang dari gangguan katarak.3
10. Indikasi Operasi
Indikasi operasi pada katarak antara lain:10
a. Perbaikan visus
Sejauh ini perbaikan visus merupakan indikasi yang paling umum untuk
dilakukan ekstraksi katarak. Indikasi ini berbeda pada setiap orang
tergantung dari kebutuhan seseorang terhadap penglihatannya.
b. Indikasi medis
Kadang-kadang pasien merasa nyaman dengan kondisi penglihatannya,
tetapi dapat disarankan untuk menjalani operasi dengan alasan medis
seperti:
1) Glaukoma sekunder karena lensa
2) Fakoanafilaktik endoftalmitis Penyakit retina seperti retinopati
diabetik atau retinal detachment
c. Indikasi kosmetik
Kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta untuk dilakukan
operasi ekstraksi katarak (walaupun tidak ada harapan untuk
mendapatkan penglihatan yang normal) untuk mendapatkan pupil yang
hitam.
11. Tehnik Operasi
Ekstraksi katarak adalah cara pembedahan dengan mengangkat lensa
yang mengalami katarak. Hal ini dapat dilakukan intrakapsular yaitu
mengeluar-kan lensa bersama dengan kapsul lensa, atau ekstrakapsular
yaitu mengeluar-kan isi lensa (korteks dan nukleus) melalui kapsul anterior
yang dirobek (kapsulo-tomi anterior) dengan meninggalkan kapsul
posterior. Tindakan bedah ini pada saat ini dianggap lebih baik karena
mengurangi beberapa penyulit.2
Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur
operasi pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE,
dan phacoemulsifikasi, SICS.
a. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama
kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake
dan depindahkan dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar.
Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa
subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak
sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama
populer.ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien
berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea
kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.7,8,10

Gambar 10. Teknik ICCE


b. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )
Metode ECCE dilakukan pada lensa yang katarak di mana dilakukan
insisi limbus superior dan mengeluarkan isi lensa dengan memecah atau
merobek kapsul lensa anterior (kapsulotomi anterior) sehingga masa
lensa dan koteks lensa dapat keluar melalui robekan tersebut. Tindakan
ini dapat dilakukan dengan atau tanpa aspirasi.10
Saat ini ECCE telah menggantikan prosedur ICCE (Intracapsular
Cataract Extraction) sebagai jenis bedah katarak yang paling sering.
Alasan utamanya adalah bahwa apabila kapsul posterior utuh, ahli bedah
dapat memasukkan lensa intraokuler ke dalam kamera okuli posterior.2
Selain itu terdapat beberapa kelebihan ECCE dibanding ICCE :
1) ECCE merupakan sebuah operasi universal dan dapat dikerjakan
pada semua usia, kecuali jika zonula tidak intak, sedangkan ICCE
tidak dapat dikerjakan pada pasien di bawah usia 40 tahun.
2) Intra Ocular Lens (IOL) di kamera okuli posterior dapat
diimplantasikan setelah ECCE, di mana hal ini tidak dapat
dikerjakan pada ICCE.
3) Masalah terkait dengan vitreus postoperatif (seperti herniasi di
kamera okuli anterior, blok pupil dan vitreous touch syndrome)
yang berhubungan dengan ICCE tidak ditemukan setelah ECCE.
4) Insiden komplikasi postoperatif seperti endoftalmitis, cystoid
macular edema dan retinal detachment lebih jarang terjadi setelah
ECCE dibanding setelah ICCE.
5) Astigmatisme postoperatif lebih jarang terjadi, karena insisi yang
dilakukan lebih kecil.10
Gambar 11. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)
Komplikasi yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu beberapa
pasien mengalami katarak sekunder di kapsul posterior dan memerlukan
disisi dengan laser neodymium : ytrium, alumunium, garnet (YAG).10
c. Fakoemulsifikasi
Fakofragmentasi dan fakoemulsifikasi dengan irigasi atau aspirasi (atau
keduanya) adalah teknik ekstrakapsular dengan menggunakan getaran-
getaran ultrasonik untuk mengangkat nukleus dan korteks melalui insisi
limbus yang kecil (2-5 mm), sehingga mempermudah penyembuhan
luka pasca operasi. Teknik ini bermanfaat pada katarak kongenital dan
traumatik. Teknik ini kurang efektif pada katarak senilis yang padat dan
keuntungan insisi limbus yang kecil agak berkurang jika dimasukkan
lensa intraokuler meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa
intraokuler fleksibel yang dapat dimasukkan melalui insisi kecil seperti
itu.10
Gambar 12. Fakoemulsifikasi 8
d. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8
mm. Namun tetap dikatakan SICS sejak design arsiteknya tanpa jahitan,
Penutupan luka insisi terjadi dengan sendirinya (self-sealing). Teknik
operasi ini dapat dilakukan pada stadium katarak immature, mature, dan
hypermature. Teknik ini juga telah dilakukan pada kasus glaukoma
fakolitik dan dapat dikombinasikan dengan operasi trabekulektomi.9,10

Jenis tehnik bedah Keuntungan Kerugian


katarak
Extra capsular  Incisi kecil  Kekeruhan pada
cataract extraction  Tidak ada komplikasi kapsul posterior
(ECCE) vitreus  Dapat terjadi
 Kejadian perlengketan iris
endophtalmodonesis dengan kapsul
lebih sedikit
 Edema sistoid makula
lebih jarang
 Trauma terhadap
endotelium
kornea lebih
sedikit
 Retinal detachment lebih
sedikit
 Lebih mudah dilakukan
Intra capsular  Semua komponen lensa  Incisi lebih besar
cataract diangkat  Edema cistoid pada
extraction makula
(ICCE)  Komplikasi pada
vitreus
 Sulit pada usia < 40
tahun
 Endopthalmitis
Fakoemulsifikasi  Incisi paling kecil  Memerlukan dilatasi
 Astigmatisma jarang pupil yang baik
terjadi  Pelebaran luka jika
 Pendarahan lebih ada IOL
sedikit
 Teknik paling cepat

Tabel 2. Perbedaan tehnik operasi Katarak.


12. Komplikasi
Berikut adalah komplikasi katarak yang tidak dioperasi :
a. Nystagmus
b. Strabismus
c. Glaukoma sekunder
d. Uveitis
e. Dislokasi lensa
Berikut ini adalah komplikasi besar intraoperatif(selama operasi) yang
ditemukan selama operasi katarak, yaitu :
a. Kamera okuli anterior dangkal atau datar
b. Ruptur kapsul
c. Edem kornea
d. Perdarahan atau efusi suprakoroid
e. Perdarahan koroid yang ekspulsif
f. Tertahannya material lensa
g. Gangguan vitreous dan inkarserasi ke dalam luka
h. Iridodialisis
Berikut ini merupakan komplikasi besar post operatif yang ditemukan
segera selama operasi katarak, yang sering terlihat dalam beberapa hari atau
minggu setelah operasi, yaitu :
a. Kamera okuli anterior datar atau dangkal karena luka robek
b. Terlepasnya koroid
c. Hambatan pupil
d. Hambatan korpus siliar
e. Perdarahan suprakoroid
f. Edem stroma dan epitel
g. Hipotoni
h. Sindrom Brown-Mc. Lean (edem kornea perifer dengan kornea sentral
jernih sangat sering terlihat mengikuti ICCE)
i. Perlekatan vitreokornea dan edem kornea yang persisten
j. Perdarahan koroid yang lambat
k. Hifema
l. Tekanan intraokuler yang meningkat (sering karena tertahannya
viskoelastis)
m. Edem makular kistoid
n. Terlepasnya retina
o. Endoptalmitis akut
p. Sindrom uveitis-glaukoma-hifema (UGH)
Berikut ini adalah komplikasi besar post operatif yang lambat, terlihat dalam
beberapa minggu atau bulan setelah operasi katarak :
a. Jahitan yang menginduksi astigmatismus
b. Desentrasi dan dislokasi IOL
c. Edem kornea dan keratopati bullous pseudopakia
d. Uveitis kronis
e. Endoptalmitis kronis
f. Kesalahan penggunaan kekuatan IOL9,10
13. Prognosis
Secara umum, jika tidak ada penyakit mata penyerta sebelum
pembedahan, yang mempengaruhi penglihatan secara signifikan seperti
degenerasi makula atau atrofi saraf optik, ECCE standar yang berlangsung
sukses dan tanpa komplikasi atau fa-koemulsifikasi menjanjikan perbaikan
visus minimal 2 garis pada kartu Snellen. Penyebab utama dari morbiditas
visual postoperatif adalah cystoid macular edema. Faktor resiko utama yang
mempengaruhi prognosis visual adalah adanya diabetes mellitus dan
retinopati diabetik.10
D. Floaters
1. Definisi
Floaters dipersepsikan sebagai bintik hitam yang bergerak bebas (singel
ataupun multipel) di vitreus yang terlihat dalam lapang pandang seseorang.
Floaters juga disebut suatu gejala yang digambarkan sebagai benang-
benang, jaring laba-laba, objek-objek serupa piring kecil, atau sebuah cincin
tembus pandang. 1,6
Fotopsia merupakan gejala kilatan cahaya yang berasal dari dalam mata
dan terlihat dalam lapang pandang seseorang. Biasanya floaters sering
diikuti dengan gejala fotopsia.6
2. Epidemiologi
Floaters terjadi pada 70% populasi yang mengalami pelepasan vitreus
posterior atau Posterior Vitreous Detachment (PVD). Pelepasan vitreus
posterior sendiri biasanya terjadi pada usia antar 40-70 tahun.6
3. Patofisiologi
Vitreus mengisi ruang antar lensa dan retina, dan terdiri atas matriks
serat kolagen tiga-dimensi dan gel asam hialuronat. Permukaan luar vitreus
memiliki daya rekat yang berbeda-beda ke permukaan retina.3
Proses penuaan, perdarahan, peradangan, trauma, miopia, dan proses-
proses lain sering menyebabkan kontraksi matriks kolagen vitreus.
Sebagian besar floaters terjadi oleh karena proses penuaan. Proses penuaan
ini menyebabkan vitreus mengalami sineresis yaitu proses terbentukanya
kavitas oleh vitreus yang pada akhirnya menimbulkan kolaps vitreus,
opacification yaitu terjadinya kekeruhan pada vitreus yang awalnya jernih
dan merupakan suatu proses alami dan penyusutan dari vitreus. Hal ini
menyebabkan terdorongnya vitreus dari dinding bola mata dimana
tempatnya menepel dengan retina, sehingga terjadi pelepasan vitreus dari
retina yang di sebut pelepasan vitreus posterior atau Posterior Vitreous
Detachment (PVD) dan pada sebagian besar orang yang berusia antara 40-
70 tahun ini merupakan kejadian yang biasa terjadi.2,6
Posterior Vitreous Detachment (PVD) merupakan penyebab utama
terjadinya floaters. Pelepasan ini menyebabkan sedikit perdarahan dari
pembuluh darah retina yang akan menyebabkan floaters. Floaters juga dapat
muncul pada infeksi mata, cedera mata dan bila adanya protein atau material
lain yang terperangkap di dalam mata maupun yang terbentuk di dalam
vitreus.6
Posterior Vitreous Detachment (PVD) juga menyebabkan rangsangan
mekanis pada retina, biasanya terjadi sekunder setelah pemisahan vitreus
dari retina dan menimbulkan kilatan cahaya yang juga disebut fotopsia.
Skotoma bilateral berkilau, seperti-kilat, bergerigi yang terjadi sekunder
pada migrain (50% tidak disertai dengan sakit kepala) sering disalah artikan
dengan fotopsia. Sebagian besar pasien yang vitreus posteriornya terlepas
akan mengalami kilatan sinar, terutama saat melakukan gerakan sakadik,
sampai pemisahannya sempurna.2

Gambar 13. Sel yang melayang di viteus.


4. Manifestasi Klinis
Sebagian besar orang pernah mengalami floaters pada suatu saat dalam
kehidupannya. Gejala ini mungkin digambarkan sebagai benang-benang,
jaring laba-laba, objek-objek serupa piring kecil, atau sebuah cincin tembus
pandang. Floaters merupakan suatu gejala dari pelepasan vitreus posterior
yang biasanya diikuti oleh kilatan cahaya atau fotopsia. Ada pula tanda-
tanda yang timbul pada orang yang mengalami gelaja floaters adalah 4:
a. Adanya benda yang berbentuk seperti bintik-bintik hitam, jaring laba-
laba atau lingkarang yang bergerak bebas dan terlihat dalam lapang
pandang.
b. Bayangan benda tersebut dapat bergerak mengikuti arah pandangan atau
menetap pada satu titik.
c. Floaters lebih jelas terlihat bila seseorang melihat dengan latar belakang
yang cerah ataupun polos, seperti ketika melihat ke langit.
Kebanyakan floaters tidak terbukti bermakna klinis. Meskipun
demikian ada beberapa tanda yang terlihat pada floaters yang dapat menjadi
indikasi dari suatu penyakit yang serius dan perlu pemeriksaan dan
penangan lebih lanjut.3
a. Floaters dan fotopsia yang diikuti oleh penurunan penglihatan secara
mendadak.
b. Kaburnya pandangan pada seluruh atau sebagian lapang pandang.
c. Bertambahnya floaters yang terlihat dalam lapang pandang secara cepat
dan signifikan.
5. Diagnosis
Floaters hampir pernah dialami oleh kebanyakan orang, terutama orang
yang berusia 40-70 tahun. Pelepasan vitreus posterior terjadi sedikitnya
pada 70 % populasi dan menjadi penyebab sebagian besar keluhan floaters.
Untungnya, kebanyakan floaters terbukti tidak bermakna klinis. Meskipun
demikian pemeriksaan lebih lanjut untuk floaters merupakan hal yang
penting dilakukan untuk menentukan apakah floaters dan fotopsia yang
terjadi merupakan gejala dari kerusakan retina maupun kelainan lain pada
mata.2
Pemeriksaan retina perifer lanjutan yang cermat dengan menggunakan
oftalmoskop indirek melalui pupil yang didilatasi lebar harus dilakukan
setiap kali pasien mengeluhkan terjadinya floaters. Perubahan sifat floaters
juga merupakan indikasi dilakukannya pemeriksaan retina perifer dalam
beberapa hari. Adanya eritrosit, dan sesekali, sel-sel radang dalam vitreus
dapat menyebabkan pasien melihat floaters, yang sering digambarkan
sebagai objek mirip piring. Floaters seperti cincin biasanya terlihat saat
memvisualisasikan daerah korteks vitreus posterior yang sebelumnya
melekat pada nervus optikus. Perdarahan vitreus mengindikasikan
pemeriksaan yang teliti untuk menentukan ada tidaknya penyakit vaskular,
seperti retinopati diabetik, penyakit oklusi vena, hemoglobinopati, atau
leukimia. Objek-objek keemasan bulat, kecil, seragam, yang dikenal
sebagai hialosis asteroid sering sering timbul di vitreus. Objek-objek
tersebut hampir tidak pernah mempengaruhi pengelihatan dan tidak
memerlukan pengobatan. Hialosis asteroid diduga berhubungan dengan
diabetes, tetapi hal ini tidak terbukti demikian.5,6
Kilatan cahaya atau fotopsia biasanya muncul berdampingan dengan
floaters. Kilatan sinar yang muncul pada lapang pandang ini akan tetap
terlihat walaupun dalam keadaan mata tertutup, dikarenakan asal sinar
tersebut bukan dari luar melainkan dari dalam mata. Setiap pasien yang baru
mengalami fotopsia harus menjalani pemeriksaan cermat lanjutan retina
perifer dengan menggunakan oftalmoskop indirek melalui pupil yang
dilebarkan.4
6. Diagnosis Banding
Proses penuaan dapat menimbulkan floaters karenan proses alami.
Namun floaters tersendiripun harus dideskripsikan bentuk dan gerakan dari
floater dapat menjadi sebuah indikasi dari kelaian mata. Diagnosis banding
floaters adalah hialosis asteroid, skotoma, glukoma, renitis pigmentosa,
degenerasi makula, ablasio retina, atau katarak.5,6
7. Penatalaksanaan
Floaters dan fotopsia yang terjadi karena pelepasan vitreus posterior
dapat menghilang secara perlahan dalam waktu 3 bulan, setelah dipastikan
bahwa tidak ada kelainan pada retina seperti robekan retina maupun ablasio
retina maka floaters dikatakan mengganggu namun tidak berbahaya. Seiring
berjalannya waktu kebanyakan dari gejala floaters akan membaik hingga
menghilang. Jika terjadi floaters yang berulang maka diperlukan
pemeriksaan lebih lanjut.2,6
Operasi hampir tidak pernah diindikasika untuk pelepasan vitreus
posterior, kecuali bila floaters sangat mengganggu lapang pandang
seseorang. Dalam kasus ini, operasi pengangkatan vitreus (virektomi) dapat
dipertimbangkan. Virektomi dilakukan untuk mengeluarkan vitreus yang
sudah keruh dan digantikan olah cairan fisiologis, karena memiliki
kejernihan yang sama maka pasien tidak akan merasakan dampak yang
berarti. Namun jika floater dan fotopsia terjadi bukan karena hanya
pelepasan vitreus posterior dan melibatkan pelepasan dari retina maka
menjadi indikasi dilakukannya terapi laser dan NEODYMIUM-YAG
LASER.2,6
8. Pencegahan
Kita tidak bisa mencegah terjadinya floaters maupun fotopsia karena
ikatan molekular vitreus tidak bisa diperbaiki setelah terjadinya pelepasan
vitreus. Tetapi, kita dapat mencegah terjadi hilangnya penglihatan dengan
mengenal tanda-tanda dari robekan retina atau ablasio retina. Penggunaan
antioksidan dapat memperlambat denaturasi protein.1,4
9. Prognosis
Prognosis dari floaters dan fotopsia ditentukan dari penyebab terjadinya
gejala tersebut. Apabila terjadi karena pelepasan vitreus posterior akibat
faktor penuaan tanpa adanya gangguan pada retina maka prognosisnya baik
karena dapat menghilang dengan sendirinya. Namun bila telah terjadi
kelainan pada retina seperti robekan retina atau ablasio retina maka
prognosis tergantung dari bagaimana dan kapan penatalaksanaannya.
Prognosis bagi pasien yang mendapat terapi laser tergantung pada bentuk
tipe floaters itu sediri.6
10. Komplikasi
Selama terjadinya pelepasan vitreus posterior akan terjadi proses
sineresis yang akan memberikan dorongan pada retina yang dapat
menyebabkan robekan pada retina, cairan vitreus dapat masuk ke dalam
robekan retina dan mengisi ruangan retina yang menempel pada koroid dan
menyebabkan lepasnya retina atau ablasio retina. Komplikasi lain dari
floaters dan fotopsia adalah peningkatan tekanan bola mata, pendarahan
koroid, dan katarak.4,6
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini dilaporkan Ny R usia 57 tahun, mengeluh kedua mata
kemeng. Keluhan dirasakan terus menerus tanpa perbaikan. Keluhan disertai rasa
gatal dan buram (kabur) seperti ada kabut. Penurunan penglihatan terjadi secara
perlahan. Sekarang pasien merasa pada penglihatannya terhalang kabut putih tebal
sulit untuk melihat. Selain keluhan tersebut, tidak ada keluhan lain seperti merah,
berair, mengeluarkan sekret, maupun rasa mengganjal.
Dari hasil pemeriksaan fisik terhadap pasien didapatkan pada OD visus 3/60,
OS 0,15. Tidak didapatkan kelainan pada palpebra, konjungtiva, kornea, COA, iris
dan tekanan intra okuler. Lensa OD keruh tipis. Tidak didapatkan kelainan pada
palpebra, konjungtiva, kornea, COA, iris, pupil dan tekanan intra okuler mata kanan
dan kiri.
Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik terhadap pasien disimpulkan
diagnosa kerja OD Katarak Senilis Imatur dengan alasan usia pasien lebih dari 50
tahun, didapatkan penurunan visus secara bertahap, dan kekeruhan lensa mata
kanan. Penurunan visus bertahap kemungkinan terjadi karena gangguan pada
proses akomodasi lensa yang mengalami katarak dan perubahan daya biasnya
akibat hilangnya transparasi lensa. Epitel lensa dipercaya mengalami perubahan
karena usianya, khususnya dalam hal berkurangnya densitas sel epitel lensa dan
diferensiasi yang menyimpang dari serat lensa. Lensa yang keruh dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi
akibat kedua-duanya. Penyakit DM yang diderita pasien dapat menjadikan penyulit
jika kadar gula darah pasien tidak terkontrol.
Pasien juga mengeluh akhir-akhir ini, adanya benda yang berbentuk seperti
bintik-bintik hitam (floaters). Floaters hampir pernah dialami oleh kebanyakan
orang, terutama orang yang berusia 40-70 tahun. Proses penuaan dapat
menimbulkan floaters karenan proses alami. Dari anamnesis, pasien juga menerita
floaters yang dapat disebabkan oleh proses degenerasi mengingat usia pasien sudah
mencapai 57 tahun.
BAB V
KESIMPULAN

Dari semua data yang ada, meliputi data anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang (laboratorium, oftalmoskopi, USG) yang mendukung dari
pasien ini, maka dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa pasien ini menderita
katarak senilis immatur pada mata sebelah kanan.
Keluhan akhir-akhir ini pada pasien disebut sebagai floaters, yaitu sensasi
melihat bintik-bintik hitam yang bergerak bebas. Floaters dapat terjadi pada proses
degeneratif, seperti pada kasus Ny. R yang sudah berusia 57 tahun.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai


Penerbit FKUI, 2005. 128-139
2. Vaughan DG, Asbury T, Riodan Eva P. Oftalmologi umum. Edisi 14.
Jakarta : Widya Medika 2000. 175-183
3. Norman S. Jaffe, Mark S. Jaffe, Gary S. Jaffe. Cataract Surgery and Its
Complications. Edisi kelima. Toronto Philadephia : The C.V. Mosby
Company . 2003
4. Kanski Jack J. Clinical Ophtalmology. Edisi 6. Saunders Elsevier. British.
2008
5. Ilyas S. Dasar-dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata.
Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2006. 1-17, 111-112
6. Arimbi, A.T., 2012, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Katarak
Degeneratif di RSUD Budhi Asih Tahun 2011, Universitas Indonesia.
7. Harper, R.A., Shock, J.P., 2010. Lensa. In: Whitcher, J.P. & Eva, P.R.
(eds.), Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum, Edisi 17. Penerbit Buku
Kedokteran Jakarta: EGC.
8. James, Bruce. dkk. Lecture Notes: Oftalmologi. Edisi Kesembilan.Penerbit
Erlangga. Jakarta. 2006
9. Devgan, Uday. 2010.‘Cataract surgery in Diabetic Patient’. Retina Today
Vol 2010. Available from: http://retinatoday.com/2010/08/cataract-
surgery-in-diabetic-patients.
10. Harper, R.A., Shock, J.P., 2010. Lensa. In: Whitcher, J.P. & Eva, P.R.
(eds.), Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum, Edisi 17. Penerbit Buku
Kedokteran Jakarta: EGC.

You might also like