You are on page 1of 27

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................
1.1 Latar belakang..............................................................................................
1.2 Tujuan...........................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................
2.1 Pengertian...................................................................................................
2.2 Klasifikasi Tuberkolosis............................................................................
2.3 Etiologi........................................................................................................
2.4 Patogenesis....................................................................................................
2.5 Manifestasi klinis..........................................................................................
2.6 Pemeriksaan penunjang...............................................................................
2.7 Komplikasi......................................................................................................
2.8 Pemeriksaan penunjang...............................................................................
2.9 Penatalaksanaan.............................................................................................
BAB III PENUTUP....................................................................................................................
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................
3.2 Saran..................................................................................................................
DAFTAR PPUSTAKA..............................................................................................................
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Penyayang, karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya, saya bisa menyusun dan menyajikan ASUHAN KEPERAWATAN
TB.BARU Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan dorongan dan motivasi.

Penulisan menyadari bahwa dalam penyusunan ASUHAN KEPERAWATAN TB.PARU


masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna menyempurnakan makalah ini dan
dapat menjadi acuan dalam menyusun makalah-makalah atau tugas-tugas selanjutnya. Terima
kasih banyak
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman mycobacterium tuberculosis. WHO memperkirakan sepertiga populasi dunia telah
terinfeksi kuman tuberkulosis paru. Setiap tahun didapatkan delapan sampai sepuluh juta
kasus baru, 80% mengenai usia produktif. Penyakit ini membunuh 8.000 orang setiap hari
atau dua sampai tiga juta orang setiap tahun. Bila tidak dikendalikan, dalam 20 tahun
mendatang tuberkulosis paru akan membunuh 35 juta orang. Melihat kondisi tersebut, World
Health Organization (WHO) menyatakan tuberkulosis paru sebagai kedaruratan global sejak
tahun 1993 (WHO, 2006 dikutip Andita, 2010).
Di Indonesia, penyakit ini merupakan penyakit rakyat nomor satu dan sebagai
penyebab kematian nomor tiga. Propinsi Jawa Tengah merupakan propinsi nomor tiga
terbesar di Indonesia, dengan jumlah penduduk 31.691.866 jiwa, diperkirakan terdapat
36.446 penderita tuberkulosis paru menular pada tahun 2003 (Alsagaff dan Mukti, 2006).
Berdasarkan data pada bulan Januari 2013 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta
jumlah kasus tuberkulosis paru tercatat 105 penderita. Angka ini mengalami kenaikan
dibandingkan tahun 2008 jumlah 92 penderita. Penyakit tuberkulosis paru yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis ini menyerang paru-paru sehingga pada bagian
dalam alveolus terdapat bintil-bintil atau peradangan pada dinding alveolus.
Gambaran mekanisme gangguan oksigen pada penyakit tuberkulosis paru itu
disebabkan karena bakteri penyebab tuberkulosis Mycobacterium tuberculosis masuk dalam
saluran pernafasan. Kebanyakan infeksi tuberkulosis paru terjadi melalui udara yaitu melalui
inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. Setelah mycobacterium tuberkulosis berada dalam ruang alveolus biasanya di
bagian bawah lobus atas paru atau bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini menimbulkan
reaksi peradangan pada saluran pernafasan dan menyebabkan gangguan pernafasan pada
kasus tuberkulosis paru. Mekanisme gangguan yang paling utama dirasakan oleh penderita
kasus tuberkulosis paru adalah pada gangguan oksigenasinya (Prince & Standridge, 2006
dikutip Tri, 2012).
Oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling vital. Oksigen dibutuhkan
oleh tubuh untuk menjaga kelangsungan metabolisme sel sehingga dapat mempertahankan
hidup dan aktivitas berbagai sel, jaringan
1.2 TUJUAN

Untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada Tn. P dengan gangguan


oksigenasi tuberkulosis paru.

a. Untuk menganalisa data pengkajian pada Tn. P dengan gangguan oksigenasi


tuberkulosis paru.
b. Untuk menganalisa diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada Tn. P dengan
gangguan oksigenasi tuberkulosis paru.
c. Untuk menganalisa rencana asuhan keperawatan yang dir
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Pengertian

Tuberkulosis paru (TBC) adalah penyakit menular granulomatosa kronik yang telah
dikenal sejak berabad-abad yang lalu dan paling sering disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman tuberkulosis menyerang paru, 85% dari
seluruh kasus tuberkulosis adalah tuberkulosis paru, sisanya (15%) menyerang organ tubuh
lain mulai dari kulit, tulang, organ-organ dalam seperti ginjal, usus, otak dan lainnya (Ichsan,
2008).

Tuberkulosis paru (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman menyang paru, tetapi dapat juga
menyerang organ lainnya. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA).
Kuman tuberkulosis ini cepat mati dengan sinar langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat
dormant (tertidur lama) selama beberapa tahun (Depkes RI, 2005 dikutip Mutia, 2013).

Sumber penularan penyakit tuberkulosis paru adalah penderita tuberkulosis BTA (+), yang
dapat menular kepada orang sekelilingnya, terutama yang mempunyai kontak erat. Pada
waktu bantuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar
selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam
pernafasan. Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan
kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem
peredaran darah, sistem limfe, saluran nafas, atau penyebaran lansung ke bagian-bagian tubuh
lainnya (Depkes RI, 2005 dikutip Mutia, 2013).

2.2 Klasifikasi Tuberkulosis


Klasifikasi di Indonesia dipakai berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan makro
biologis :
a) Tuberkulosis paru.
b) Bekas tuberkulosis paru.
c) Tuberkulosis paru tersangka, yang terbagi dalam :
1) Tuberkulosis tersangka yang terobati : sputum BTA (-), tetapi tanda-tanda
lain (+).
2) Tuberkulosis tersangka yang tidak diobati: sputum BTA (-) dan tanda-tanda
lain juga meragukan.
Klasifikasi menurut WHO (1991) tuberkulosis dibagi dalam 4:

1) Kategori 1 ditujukan terhadap :


a) Kasus batu dengan sputum (+).
b) Kasus baru dengan bentuk tuberkulosis berat.
2) Kategori 2 ditujukan terhadap :
a) Kasus kambuh.
b) Kasus gagal dengan sputum BTA (+).
3) Kategori 3 ditujukan terhadap :
a) Kasus BTA (-) dengan kelainan paru yang luas.
b) Kasus tuberkulosis ekstra paru selain dari yang disebut dalam
4) Kategori 4 ditujukan terhadap: tuberkulosis kronik (Sudoyo Aru,dkk, 2009).

2.3 Etiologi
Kuman penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet.
Ada dua macam mikrobakteria penyebab tuberkulosis, yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil
tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosa, dan bila diminum
dapat menyebabkan tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak ludah (droplet)
di udara yang berasal dari penderita tuberkulosis terbuka. Orang yang rentan dapat terinfeksi
tuberkulosis bila menghirup bercak ini. Perjalanan tuberkulosis setelah infeksi melalui udara
(Jong,2005)

2.4 Patogenesis
Menurut Jong (2005) fase-fase tuberkulosis dibagi menjadi 4 fase, yaitu :
a) Fase Pertama
Pertama adalah fase tuberkulosis primer. Setelah masuk ke paru, basil berkembang
biak tanpa menimbulkan reaksi pertahanan tubuh. Fase ini disebut afek primer. Basil
kemudian masuk ke kelenjar limfe di hilus paru dan menyebabkan limfadenitis regionalis.
Reaksi yang khas adalah terjadinya granuloma sel epiteloid dan nekrosis pengejuan di lesi
primer dan di kelenjar limfe hilus. Afek primer ini limfadenitis regional ini disebut kompleks
primer yang bisa mengalami resolusi dan sembuh tanpa meninggalkan cacat atau membentuk
fibrosis.

b) Fase Kedua
Dalam fase ini mengalami komplikasi berupa penyebaran milier-milier melalui
pembuluh darah dan penyebaran melalui bronkus. Penyebaran milier menyebabkan
tuberkulosis di seluruh paru-paru, tulang, dan meningen. Infeksi ini dapat berkembang terus,
dapat juga mengalami resolusi dengan pembentukan jaringan parut.

c) Fase Ketiga
Fase ketiga ini disebut fase laten. Dimana fase dengan kuman yang tidur. Basil yang
tidur ini bisa terdapat di tulang panjang, vertebra, tuba fallopii, otak, kelenjar limfa hilus dan
leher serta ginjal. Kuman ini tetap bisa tidur selama bertahun-tahun, bahkan seumur hidup
(infeksi laten).

d) Fase Keempat
Dapat terjadi di paru atau di luar paru. Dalam perjalanan selanjutnya, proses ini dapat sembuh
tanpa cacat, sembuh dengan meninggalkan fibrosis.

2.5. Manifestasi Klinis

Menurut Alsagaff dan Mukty (2006) tanda dan gejala tuberkulosisdibagi atas 2 (dua)
golongan yaitu gejala sistemik dan gejala respiratorik.

a. Gejala Sistemik adalah:


1. Panas badan
Panas badan merupakan gejala pertama dari tuberkulosis paru, sering kali panas badan
sedikit meningkat pada siang maupun sore hari. Panas badan meningkat atau menjadi lebih
tinggi bila proses berkembang menjadi progresif sehingga penderita merasakan badannya
hangat atau muka terasa panas.
2. Menggigil
Menggigil dapat terjadi bila panas badan naik dengan cepat, tetapi tidak diikuti
pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama, atau dapat terjadi sebagai suatu reaksi
umum yang lebih hebat.

3. Keringat Malam
Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberkulosis
paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada orang-
orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini. Nausea, takikardi dan
sakit kepala timbul bila ada panas.

4. Malaise
Karena tuberkulosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa tidak enak
badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit kepala, mudah lelah
dan pada wanita kadang-kadang dapat terjadi gangguan menstruasi.

b. Gejala Respiratorik

1) Batuk

Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronchus. Batuk mula-
mula terjadi oleh karena iritasi bronchus, selanjutnya akibat adanya peradangan pada
bronchus, batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif ini berguna untuk membuang
produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid atau

2)Sekret
Suatu bahan yang keluar dari paru sifatnya mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit,
kemudian berubah menjadi mukopurulen/kuning atau kuning hujau sampai purulen dan
kemudian berubah menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan dan perlunakan.
3)Batuk
Suatu kondisi yang terjadi karena adanya iritasi pada bronchus dan berguna untuk
membuang produk-produk ekskresi peradangan.
4) Nyeri Dada

Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat di pleura terkena, gejala ini
dapat bersifat lokal atau pleuritik.
5) Ronchi
suatu bunyi tambahan yang terdengar gaduh terutama terdengar selama ekspirasi disertai
adanya sekret.

2.5 Komplikasi
Menurut Suriadi (2006) komplikasi yang mungkin timbul pada penderita tuberkulosis
dapat berupa:
a. Meningitis.

b. Spondilitis.

c. Pleuritis.

d. Bronkopneumoni.

e. Atelektasi.

2.6. Pemeriksaan Penunjang


Menurut Alsagaff dan Mukty (2006) pemeriksaan penunjang pada pemeriksaan
tuberkulosis sebagai berikut :

A. Pemeriksaan Laboratorium

1) Pemeriksaan dahak

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan


pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak dilakukan tiga kali yaitu :
dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu berkunjung hari kedua. Diagnosis
tuberkulosis paru pada remaja dan dewasa ditegakkan denganditemukannya kuman
tuberkulosis (BTA). Pada program tuberkulosis nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
2) Pemeriksaan Darah

Laju endap darah sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang
normal tidak dapat mengesampingkan proses tuberkulosis aktif. Jumlah lekosit dapat normal
atau sedikit meningkat pada proses yang aktif. Dan pada penyakit tuberkulosis berat sering
disertai dengan anemia derajat sedang, bersifat normositik dan sering disebabkan defisiensi
besi.

3)Uji Tuberkulin
Uji tuberkulin merupakan pemeriksaan guna menunjukkan reaksi imunitas seluler
yang timbul setelah 4-6 minggu penderita mengalami infeksi pertama dengan basil
tuberkulosis. Banyak cara yang dipakai, tapi yang paling sering adalah cara dari Mantoux.
Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada 1/2 bagian atas lengan bawah kiri bagian
depan, disuntikkan intracutan (di dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin dilakukan 48-72 jam
setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.
a) Pembengkakan (indurasi): diameter > 5 mm, uji mantoux negatif.

b) Pembengkakan (indurasi): diameter 5-10 mm, uji mantoux meragukan.

c) Pembengkakan (indurasi): diameter > 10 mm, uji mantoux

4). Pemeriksaan Radiologi


Pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
1) Hanya 1 dan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan
foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis tuberkulosis paru BTA positif.

2) Ketiga spasimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT (non fluoroquinolon).

3) Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotoraks,
pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami
hemaptisis berat.
2.7 . Penatalaksanaan

a. Pencegahan

1) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan
penderita tuberkulosis paru BTA (+).

2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok populasi


tertentu misalnya: karyawan rumah sakit, siswa-siswi pesantren.

3) Vaksinasi BCG.

4) Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan tujuan
menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.

5) Komunikasi, informasi dan edukasi tentang penyakit tuberkulosis kepada masyarakat


(Muttaqin, 2008).

b. Pengobatan
Tujuan pengobatan penderita tuberkulosis adalah menyembuhkan penderita,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, menurunkan tingkat penularan. Adapun prinsip
pengobatan dengan strategi DOTS adalah pengobatan yang diberikan dengan kombinasi dari
beberapa jenis obat dalam jumlah cukup dan dosis yang tepat selama enam sampai dengan
delapan bulan. Untuk menjamin kepatuhan penderita obat dalam jumlah cukup dan dosis
yang tepat selama enam sampai dengan delapan bulan. Untuk menjamin kepatuhan penderita
menelan obat, perlu mendapat pengawasan secara langsung oleh seorang pengawas menelan
obat/ PMO (Yohannes, 2008).
Pengobatan penderita tuberkulosis terdiri atas dua tahap/ fase. Pertama adalah tahap
intensif (tahap awal) terdiri dari: Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), dan
Etambutol (E) dan mendapat pengawasan langsung oleh PMO untuk mencegah terjadinya
kekebalan tubuh terhadap semua Obat Anti Tuberkulosis (OAT), terutama pengobatan
Rifampisin. Kemudian dilanjutkan dengan fase kedua yaitu fase/ tahap lanjutan obat yang
diberikan terdiri dari: Isoniasid, Rifampisin, yang diberikan tiga kali dalam satu minggu
selama empat bulan. Tahap lanjutan pentung untuk membunuh kuman sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan (Yohannes, 2008).
Dalam pembarian obat ada beberapa macam cara pengobatan :
1) Pengobatan untuk penderita aktif selama 6 bulan, dilakukan dua tahap yaitu:
a) Tahap awal : obat diminum tiap hari,lama pengobatan 2 atau 3 bulan tergantung berat
ringannya penyakit.

b) Obat lanjutan : diminum 3 kali seminggu lama pengobatan 4 atau 5 bulan tergantung
berat ringannya penyakit.

2) Pengobatan untuk penderita kambuhan atau gagal pada pengobatan pertama yang
dilakukan selama 8 bulan, yaitu:

2.8 . Teori Oksigenasi


1. Anatomi dan Fisiologi
Menurut Smaltzer dan Bare (2005) anatomi dan fisiologi sistem oksigenasi adalah
sebagai berikut :
Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan
suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Paru-paru ada dua,
merupakan alat pernafasan utama, paru-paru mengisi rongga dada, terletak disebelah kanan
dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur
lainnya yang terletak di dalam mediastinum.
Mediastum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian.
Mediastium terbentuk dari dua lapisan peura. Semua struktur toraks kecuali paru-paru
terletak diantara kedua lapisan pleura. Bagian terluar paru-paru dilindungi oleh membran
halus dan licin yang disebut pleura yang juga membungkus dinding interior toraks dan
permukaan superior diafragma, sedangkan pleura viseralis melapisi paru-paru. Antara kedua
pleura ini terdapat ruang yang disebut spasium pleura yang mengandung sejumlah kecil
cairan yang menlicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas
selama ventilasi.
Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri dibagi menjadi lobus atas dan bawah.
Sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah. Setiap lobus dibagi lagi
menjadi segmen yang dipisahkan oleh fisurel yang merupakan perluasan pleura. Dalam setiap
lobus paru terdapat beberapa divisi-divisi bronkus. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada
paru kanan dan pada paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (sepuluh
pada paru kanan dan delapan pada paru kiri). Bronkus segmental kemudian dibagi lagi
menjadi bronkus sub segmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki
arteri, limfotik dan saraf. Bronkus sub segmental membantu percabangan menjadi bronkiolus.
Bronkiolus membantu kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk
selimut tidak terputus untuk laposan bagian dalam jalan nafas. Brokus dan bronkiolus juga
dilapisi sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh silih dan berfungsi untuk mengeluarkan
lendir dan benda asing menjauhi paru-paru menuju laring. Bronkiolus kemudian membentuk
percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia.
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi saluran transisional antara jalan udara konduksi dan
jalan udara pertukaran gas. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus
alveoli dan duktus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi
didalam alveoli.
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar, yaitu
tipe I adalah sel membentuk dinding alveolar. Sel-sel alveolar tipe II adalah sel-sel yang aktif
secara metabolik, mensekresi sufraktan, suatu fostolipid yang melapisi permukaan dalam dan
mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah mikrofag yang merupakan
sel-sel fagosit besar yang memakan benda asing, seperti lendir dan bakteri, bekerja sebagai
mekanisme pertahanan yang penting.

2.Pengertian
Oksigenasi merupakan proses penambahan oksigen (O2) ke dalam sistem (kimia atau
fisika). Penambahan oksigen ke dalam tubuh dapat dilakukan secara alami dengan cara
bernapas. Pernapasan atau respirasi merupakan proses pertukaran gas antara individu dan
lingkungannya. Pada saat bernapas, tubuh menghirup udara untuk mendapatkan oksigen dari
lingkungan dan mengembuskan udara untuk mengeluarkan karbon dioksida ke lingkungan
(Lyndon, 2013).
Oksigen yang dihirup akan diangkut melalui pembuluh darah ke sel-sel tubuh. Di
dalam sel-sel tubuh oksigen akan dibakar untuk mendapatkan energi. Salah satu hasil
pembakaran tersebut adalah karbon dioksida. Karbon dioksida akan diangkut melalui
pembuluh darah ke paru-paru untuk kemudian dikeluarkan dari tubuh (Lyndon, 2013).

3. Fisiologi Kardiovaskuler
Menurut Saryono dan Anggriyana (2010) fisiologi kardiovaskuler adalah sebagai
berikut;

Darah kotor (membawa CO2) akan menuju ke atrium dextra melalui veca cava
superior dan inverior. Katup bicuspidalis akan membuka, begitu darah dari atrium dextra
menuju ventrikel dextra. Darah kemudian memulai sirkulasi pulmonar melalui katup
pulmonal. Setelah dari pulmo, darah bersih (berisi O2) menuju atrium sinistra, melalui katup
mitral, darah dialirkan ke ventrikel sinistra yang akan dibawa ke sirkulasi sistemik melewati
katup atrialis dan darah diedarkan ke seluruh tubuh dan ke sel-sel. Darah yang mengalami
sirkulasi sistemik akan dialirkan ke otak (20%) dan pencernaan (14%).
Atrium koroner menyuplai nutrien bagi jantung itu sendiri. Arteri koroner kanan
mensuplai aspek posterior septum, otot papilar posterior, sinus dan nodus AV dan aspek
inferior ventrikel kiri. Arteri koroner kiri mensuplai dinding ventrikuler kiri anterior, septum
interventrikuler anterior, otot pepilar anterior dan aspek ventrikuler kiri. Sirkumfleks
mensuplai atrium kiri, permukaan posterior ventrikel kiri dan aspek posterior septum.
Kekuatan kontraksi jantung dipengaruhi oleh myokard dan daya regang jantung.
Jumlah darah yang dipompa dari ventrikel kiri ditiap menit disebut curah jantung.
Normalnya adalah 4-6 liter permenit pada orang dewasa. Indeks jantung adalah keadekuatan
curah jantung seseorang. Nilai normalnya 2,5 – 4 liter/menit/m3. Volume sekuncup
merupakan jumlah darah yang dikeluarkan dari ventrikel kiri pada setiap kontraksi,
dipengaruhi oleh preload dan afterload. Preload yaitu jumlah darah diventrikel kiri pada akhir
diastole. Tahanan semprotan terhadap ventrikel kiri disebut afterload.

4. Fisiologi pernafasan
Menurut Saryono dan Anggriyana (2010) fisiologi pernafasan adalah sebagai berikut :

Proses pernafasan dibagi menjadi dua tahap, yaitu pernafasan eksternal dan
pernafasan internal. Pernafasan eksternal adalah keseluruhan proses pertukaran gas antara
lingkungan eksternal dan pembuluh kapiler paru (kapiler pulmonalis). Pernafasan internal
adalah proses pertukaran gas antara pembuluh darah kapiler dan jaringan tubuh.

a. Pernafasan Eksternal
Pernafasan eksternal dapat dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu: ventilasi pulmoner, difusi
gas dan transpor oksigen serta karbon dioksida.

1) Ventilasi Pulmoner
Ventilasi merupakan proses pertukaran gas dari atmosfer ke alveoli dan sebaliknya.
Gas yang dihirup dari atmosfer ke alveoli adalah oksigen, sedangkan gas yang dikeluarkan
dari alveoli ke atmosfer adalah karbon dioksida.

Proses ventilasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:


a) Perbedaan tekanan udara antara atmosfer dan paru-paru.

b) Jalan nafas yang bersih serta sistem pernafasan yang utuh.

c) Kemampuan rongga toraks untuk mengembang dan berkontraksi dengan baik.

d) Kerja sistem saraf autonom, yaitu rangsangan simpatetik dapat menyebabkan relaksasi
sehingga vasodilatasi dapat terjadi, sedangkan rangsangan parasimpatetik dapat
menyebabkan kontraksi sehingga vasokonstriksi dapat terjadi.

e) Kerja sistem saraf pusat karena pada sistem saraf pusat terdapat bagian yang berperan
sebagai pusat pernafasan, yaitu medula oblongata dan pons. Keberadaan karbon dioksida
akan merangsang kedua pusat saraf tersebut.

f) Kemampuan paru-paru untuk mengembang dan menyempit.


Kemampuan paru-paru untuk mengembang disebut complience. Complience
dipengaruhi oleh keberadaan surfaktan di alveoli yang menurunkan tegangan permukaan dan
keberadaan sisa udara sehingga tidak terjadi kolaps dan gangguan toraks. Kemampuan paru-
paru untuk menyempit sehingga dapat mengeluarkan CO2 disebut recoil.

2) Difusi Gas Alveoli


Pada saat oksigen memasukkan alveoli, terjadi difusi oksigen dari alveoli ke
pembuluh darah kapiler paru. Selain itu, juga terjadi difusi karbon dioksida dari pembuluh
darah kapiler paru ke alveoli. Proses difusi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
luas permukaan paru, ketebalan membran respirasi, perbedaan tekanan karbon dioksida di
dalam alveoli dan di kapiler paru, perbedaan tekanan dan konsentrasi oksigen di dalam
alveoli dan di kapiler paru, serta afinitas gas (kemampuan O2 dan CO2 dalam menembus dan
mengikat hemoglobin).

3)Transpor Oksigen dan Karbondioksida


Transpor gas di dalam tubuh dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu transpor oksigen
dan transpor karbon dioksida.

a) Transpor Oksigen
Transpor oksigen merupakan proses pengangkutan oksigen dari pembuluh kapiler ke
jaringan tubuh. Oksigen yang masuk ke dalam pembuluh kapiler sebagian besar akan
berikatan dengan hemoglobin (97%) dalam bentuk oksihemoglobin (HbO2) dan
sisanya (3%) terlarut di dalam plasma. Transpor oksigen dipengaruhi oleh jumlah
oksigen yang masuk ke dalam paru (ventilasi) serta aliran darah ke paru dan jaringan
(perfusi).

b) Transpor Karbon dioksida


Transpor karbon dioksida merupakan proses pengangkutan karbon dioksida dari
jaringan ke paru-paru. Secara umum pengangkutan CO2 dapat terjadi melalui tiga
cara, yaitu:
(1) CO2 larut dalam plasma dan membentuk asam karbonat.

(2) CO2 diangkut dalam bentuk karbominohemoglobin. CO2 berdifusi ke dalam sel
darah merah dan berikatan dengan amin (-NH2) yang merupakan protein dari hemoglobin.
Persentase pengangkutan dengan cara ini adalah sebesar 30%.

(3) CO2 diangkut melalui sel darah merah dalam bentuk ion bikarbonat (HCO3-).
Proses ini berantai dan disebut pertukaran klorida. CO2 bersenyawa dengan air membentuk
asam karbonat.
b. Pernafasan Internal
Pernafasan internal merupakan proses pertukaran gas antara pembuluh darah kapiler
dan jaringan tubuh. Setelah oksigen berdifusi ke dalam pembuluh darah, darah yang banyak
mengandung oksigen diangkut ke seluruh bagian tubuh hingga mencapai kapiler sistemik. Di
bagian ini terjadi pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara kapiler sistemik dan sel
jaringan. Oksigen berdifusi dari kapiler sistemik ke sel jaringan, sedangkan karbon dioksida
berdifusi dari sel jaringan ke kapiler sistemik.

5. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Kebutuhan Oksigenasi


Menurut Lyndon (2013) sistem tubuh yang berperan dalam oksigenasi adalah sistem
pernafasan atau sistem respirasi. Sistem pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
sistem pernafasan atas dan sistem pernafasan bawah.

a. Sistem Pernafasan Atas

1) Hidung
Hidung dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu nares interior dan rongga hidung.
Nares interior adalah saluran-saluran di dalam hidung yang bermuara di rongga (vestibulum)
hidung. Pada nares interna terdapat kelenjar sebaseus yang ditutupi oleh bulu kasar. Rongga
hidung dilapisi oleh membran mukosa. Permukaan membran mukosa akan menghasilkan
lendir yang akan berfungsi melembabkan dan menghangatkan udara yang masuk ke paru-
paru. Pada permukaan mukosa terdapat rambut-rambut yang berfungsi menyaring debu atau
kotoran yang masuk

2) Faring
Faring merupakan rongga persimpangan antara saluran pencernaan dan saluran
pernafasan. Dipangkal saluran pernafasan terdapat epiglotis yang menjaga agar makanan
tidak masuk ke saluran pernafasaan. Saat menelan makanan, epiglotis akan menutup pangkal
saluran pernafasan sehingga makanan masuk ke saluran pencernaan. Saat bernafas, epiglotis
akan membuka saluran pernafasan sehingga udara dapat masuk ke saluran tersebut.

3) Laring
Laring merupakan saluran yang terletak di depan bagian terendah faring. Saluran ini
terdiri atas rangkaian kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligamen dan membran.
Di dalam laring terdapat pita suara yang berfungsi menghasilkan bunyi atau suara. Selain itu,
laring juga berfungsi mempertahankan kepatenan jalan nafas dan melindungi jalan nafas
bawah dari air dan makanan yang masuk.

b. Sistem Pernafasan Bawah

1) Trakea
Trakea merupakan saluran udara dengan panjang sekitar sembilan centimeter dan
disokong oleh cincin-cincin kartilago. Trakea dimulai dari laring dan memanjang hingga kira-
kira ketinggian vertebra torakalis kelima. Trakea dilapisi oleh membran mukosa yang
mengandung epitel bersilis, Silia ini dapat bergerak untuk mengiringi keluar debu dan butir-
butir kotoran yang masuk bersama udara.
2) Bronkus dan Paru-paru (Pulmo)

Ujung bawah trakea bercabang dua, ke kanan dan ke kiri. Setiap percabangannya
disebut bronkus, sedangkan tempat percabangannya disebut bifurkasi. Bronkus kanan lebih
pendek dan lebih lebar daripada bronkus kiri. Di dalam paru-paru, bronkus utama bercang-
cabang lagi menjadi bronkus yang lebih kecil dan berakhir di bronkiolus terminal. Bronkiolus
berujung pada gelembung-gelembung halus yang dinamakan alveoli.
Paru-paru terdiri atas dua bagian, yaitu paru kanan dan paru kiri. Paru kana terdiri atas tiga
lobus (atas, tengah dan bawah), sedangkan paru kiri terdiri atas dua lobus (atas dan bawah).
Paru-paru dibungkus oleh selaput yang disebut pleura. Di antara kedua pleura terdapat cairan
limfa yang melindungi paru-paru dari gesekan ketika mengembang dan mengempis. Selaput
pembungkus disebut pleura viseralis atau pleura paru-paru, sedangkan selaput sebelah luar
disebut pleura parietalis atau pleura dinding rongga dada.

6. Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Pernafasan


Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi pernafasan menurut Lyndon (2013) adalah
sebagai berikut :
a. Kerja Saraf Autonom
Rangsangan saraf autonom dapat mempengaruhi kemampuan saluran pernafasan
untuk dilatasi atau kontriksi. Ketika terjadi rangsangan oleh saraf simpatetik, ujung saraf
dapat mengeluarkan neurotransmiter (contohnya noradrenalin) yang berpengaruh terhadap
bronkodilatasi (pelebaran saluran pernafasan). Pada saat terjadi rangsangan oleh saraf
parasimpatetik, contoh neurotransmiter yang dikeluarkan oleh ujung saraf adalah asetilkolin
yang berpengaruh terhadap bronkokonstriksi (penyempitan saluran pernafasan).

b. Kondisi Kesehatan
Kondisi sakit tertentu dapat menghambat proses oksigenasi dalam tubuh. Contohnya
adalah penyakit yang menyerang saluran pernafasan dan kardiovaskuler serta penyakit
kronis.
Reaksi energi terhadap sesuatu dapat menyebabkan gangguan pada saluran nafas, misalnya
bersin, batuk dan sesak nafas.
c. Perkembangan

Tingkat perkembangan seseorang dapat mempengaruhi jumlah oksigen yang masuk


ke dalam tubuh. Bayi prematur beresiko menderita penyakit membran hialin karena produksi
surfaktan yang masih sedikit. Setelah anak tersebut sedikit dewasa, paru-parunya sudah dapat
menghasilkan surfaktan sehingga resiko tersebut menjadi jauh berkurang.
d. Perilaku dan Gaya Hidup

Berupa asupan nutrisi yang cukup, latihan fisik dan merokok. Merokok dan pekerjaan
tertentu pada tempat yang berdebu dapat menjadi predisposisi penyakit paru. Pemakaian
narkotika seperti morfin dan dapat menurukan laju dan kedalaman pernafasan ketika depresi
pusat pernafasan di medula.
e. Lingkungan

Tempat dengan asap kabut dan adanya polutan (dari kendaraan bermotor, menghirup bedak).
Makin tinggi daratan, makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup
individu. Sebagai akibatnya individu pada daerah ketinggian memiliki laju pernafasan dan
jantung yang meningkat, juga kedalaman pernafasan yang meningkat.
7. Gangguan Pada Fungsi Pernafasan

Menurut Lyndon (2013) gangguan pada fungsi pernafasan adalah sebagai berikut :
a. Hipoksia
Hipoksia adalah kondisi ketika kebutuhan oksigen di dalam tubuh tidak terpenuhi
karena kadar oksigen di lingkungan tidak mencukupi atau penggunaan oksigen di tingkat sel
meningkat.

7. Gangguan Pada Fungsi Pernafasan


Menurut Lyndon (2013) gangguan pada fungsi pernafasan adalah sebagai berikut :
a. Hipoksia

Hipoksia adalah kondisi ketika kebutuhan oksigen di dalam tubuh tidak terpenuhi
karena kadar oksigen di lingkungan tidak mencukupi atau penggunaan oksigen di tingkat sel
meningkat. Hipoksia dapat disebabkan antara lain oleh ketidakmampuan sel mengikat O2
serta penurunan kadar Hb, kapasitas angkut oksigen dalam darah, konsentrasi O2 respirasi,
difusi O2 dari alveoli ke dalam darah, dan perfusi jaringan. Gejala hipoksia antara lain
terdapat warna kebiruan pada kulit (sianosis), kelelahan, kecemasan, pusing,

b. Obstruksi Jalan Nafas


Obstruksi jalan nafas merupakan kondisi ketika pernafasan berjalan tidak normal
karena penyumbatan saluran pernafasan. Obstruksi ini dapat terjadi total atau sebagian serta
dapat terjadi di seluruh tempat di sepanjang saluran pernafasan atau hanya di saluran nafas
atas atau bawah.
Obstruksi pada saluran nafas atas (hidung, faring,dan laring) dapat disebabkan oleh
makanan atau akumulasi sekret. Obstruksi saluran nafas bawah meliputi obstruksi total atau
sebagian pada saluran nafas bronkus dan paru.
Tanda-tanda obstruksi jalan nafas antara lain batuk efektif; tidak dapat mengeluarkan sekresi
di jalan nafas; jumlah, irama, dan kedalaman pernafasan tidak normal; serta suara nafas
menunjukkan adanya sumbatan.
c. Perubahan Pola Nafas
1) Takipnea : frekuensi pernafasan yang cepat (lebih dari 24 kali per menit). Takipnea
terjadi karena paru dalam keadaan atelektasi atau terjadi emboli. Kondisi ini biasanya dapat
terlihat pada kondisi demam, asidosis metabolik, nyeri, dan pada kasusu hiperkapnian atau
hipoksemia.

2) Bradipnea : frekuensi pernafasan yang lambat (kurang dari 10 kali per menit).
Bradipnea dapat terlihat pada orang yang baru menggunakan obat-obatan seperti narkotika atau
sedatif, pada kasus alkalosis metabolik, atau peningkatan TIK.
3) Hiperventilasi : peningkatan jumlah udara yang masuk ke dalam paru-paru karena
kecepatan ventilasi melebihi kebutuhan metabolik untuk pembuangan karbon dioksida. Kondisi
ini ditandai antara lain dengan peningkatan denyut nadi, nafas pendek, dada nyeri, dan penurunan
konsentrasi CO2. Jika kondisi
ini berlanjut terus, dapat terjadi alkolasi akibat pengeluaran CO2 yang berlebihan. Hiperventilasi
umumnya disebabkan oleh infeksi, gangguan psikologis (misalnya kecemasan), dan gangguan
keseimbangan asam basa (misalnya asidosis).

4) Hipoventilasi : penurunan jumlah udara yang masuk ke dalam paru-paru karena


ventilasi alveolar tidak adekuat untuk mencukupi kebutuhan metabolik penyaluran O 2 dan
pembuangan CO2. Hipoventilasi ditandai dengan nyeri kepala, penurunan kesadaran, disorientasi,
dan ketidakseimbangan elektrolit. Kondisi ini umumnya disebabkan oleh penyakit otot
pernafasan, obat-obatan, dan anastesia.

5) Dispnea : ketidakmampuan atau ketidaknyamanan saat bernafas. Hal ini dapat


disebabkan oleh perubahan kadar gas dalam darah atau jaringan, bekerja kelebihan, dan
pengaruh psikologis.

6) Ortopnea : merupakan ketidakmampuan untuk bernafas, kecuali dalam posisi


duduk atau berdiri. Kondisi ini sering ditemukan pada penderita kongensif paru.

7) Stridor : merupakan pernafasan bising yang terjadi akibat penyempitan saluran


pernafasan. Kondisi ini dapat ditemukan pada kasus spasme atau obstruksi laring.

8. Fokus Pengkajian
Tahap pengkajian dari proses keperawatan merupakan proses dinamis yang terorganisir yang
meliputi tiga aktivitas besar yaitu mengumpulkan data secara sistematis, mengatur data yang
dikumpulkan secara mendokumentasikan data dalam format yang dapat dibuka kembali
(Notoadmojo, 2011).
a. Riwayat Keperawatan

Riwayat keperawatan pada status oksigenasi meliputi hal-hal sebagai berikut:


1) Masalah pada pernafasan (dulu dan sekarang), meliputi ada atau tidak gangguan
pernafasan seperti epistaksis, obstruksi nasal, dan keadaan lain yang menyebabkan
gangguan pernafasan.
2) Adanya batuk, sputum, dan nyeri: perhatikan jenis batuknya dan keadaan pada saat
pasien batuk (misalnya sedang makan atau hanya pada malam hari). Apabila terbentuk
sputum, perhatikan warna dan kejernihannya. Perhatikan apakan pasien mengalami nyeri
pada dada. Apabila dada terasa nyeri, perhatikan bagian yang merasa nyeri, luas dan
intensitasnya, faktor yang menyebabkan rasa nyeri tersebut, perubahan nyeri dada jika
pasien berubah posisi, serta ada tidaknya hubungan antara waktu inspirasi dan ekspirasi
dengan rasa sakit.

3) Adanya infeksi kronis dari hidung, sakit pada sinus, otitis media, nyeri di
tenggorokan, kenaikan suhu tubuh hingga sekitar 38,5oC,

4) Faktor resiko yang memperberat masalah oksigenasi, misalnya riwayat hipertensi,


penyakit jantung, atau penyakit CVA (cerebro vascular accident), kebiasaan
merokok, berusia lanjut, obesitas, diet tinggi lemak, dan kolesterol tinggi.

5) Riwayat penggunaan medikasi.

6) Stresor yang dialami.

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
dilakukan untuk melengkapi data yang sudah ada (Arikunto, 2010).
1) Inspeksi

Pada saat inspeksi, bagian yang diperhatikan antara lain:


a) Tingkat kesadaran pasien

b) Postur tubuh

c) Kondisi kulit dan membran mukosa

d) Bagian dada (misalnya kontur rongga interkosta, diameter anteroposterior, struktur


toraks, dan pergerakan dinding dada)

e) Pola nafas, meliputi:


(1) Tipe jalan nafas, meliputi nafas spontan melalui hidung/ mulut atau menggunakan selang

(2) Frekuensi dan kedalaman pernafasan

(3) Sifat pernafasan, yaitu pernafasan torakal, abdominal, atau kombinasi keduanya.

(4) Irama pernafasan, meliputi durasi inspirasi dan ekspirasi

(5) Ekspansi dada secara umum

(6) Adanya sianosis, deformitas, atau jaringan parut pada dada

2) Palpasi
Palpasi dilakukan dengan meletakkan siku tangan pemeriksa mendatar di atas dada
pasien. Pemeriksa ini berguna untuk mendeteksi nyeri tekan, peradangan setempat, metastasis
tumor ganas, pleuritis, atau pembengkakan dan benjolan pada dada. Palpasi dilakukan antara
lain untuk mengetahui suhu kulit, pengembangan dada, abnormalitas massa dan kelenjar,
sirkulasi perifer, denyut nadi, dan pengisian kapiler.

3) Perkusi
Perkusi bertujuan untuk menentukan ukuran dan bentuk organ dalam serta untuk
mengkaji keberadaan abnormalitas, cairan, atau udara di dalam paru-paru. Hal-hal tersebut
dapat dinilai dari normal tidaknya suara perkusi paru. Suara perkusi paru normal adalah suara
perkusi sonor dengan bunyi seperti “dug-dug”.
Perkusi dilakukan dengan menekan jari tengah (tangan non dominan) pemeriksa mendatar di
atas dada pasien. Lalu, jari tersebut diketuk-ketukkan dengan menggunakan ujung jari tengah
atau jari telunjuk tangan sebelahnya. Normalnya, dada menghasilkan bunyi resonasi atau
gaung perkusi.
4) Auskultasi

Auskultasi adalah proses mendengarkan suara yang dihasilkan di dalam tubuh. Proses
ini dapat dilakukan langsung atau dengan stetoskop. Bagian yamg diperhatikan adalah nada,
intensitas, durasi, dan kualitas bunyi. Auskultasi dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat
suara nafas yang tidak normal.
Suara nafas dasar adalah suara nafas pada orang dengan paru yang sehat. Suara nafas
ini dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu bunyi nafas vesikuler, bronkial, dan
bronkovesikular. Bunyi nafas vesikular bernada rendah, terdengar di sebagian besar area
paru, serta suara pada saat inspirasi lebih keras atau lebih panjang pada saat ekspirasi. Bunyi
nafas bronkial hanya terdengar didaerah trakea, bernada tinggi, serta keras dan panjang pada
saat ekspirasi. Bunyi nafas bronkovesikular terdengar pada area utama bronkus dan area paru
bagian kanan atas posterior, bernada sedang, serta bunyi pada saat ekspirasi dan inspirasi
seimbang.

c. Pola Fungsional

1) Aktivitas atau Istirahat


Gejala : kelelahan umum dan kelemahan, mimpi buruk, nafas pendek karena kerja, kesulitan
tidur pada malam hari, menggigil atau berkeringat.
Tanda : takikardia, takipnea/dispnea pada kerja, kelelahan otot, nyeri dan sesak (tahap lanjut).
2) Integritas EGO
Gejala : adanya faktor stress lama, masalah keuangan rumah, perasaan tidak berdaya/
tidak ada harapan. Populasi budaya/ etnik, misal orang Amerika asli atau imigran dari Asia
Tenggara/ Benua lain.
Tanda : menyangkal (khususnya selama tahap dini) ansietas ketakutan, mudah
terangsang.
3) Makanan/cairan

Gejala : kehilangan nafsu makan, tidak dapat mencerna dan penurunan berat badan.
Tanda : turgor kulit buruk, kering kulit bersisik, kehilangan otot/ hilang lemak
subkutan.
4) Nyeri atau kenyamanan

Gejala : nyeri dada meningkat karena batuk berulang.


Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah.
5) Pernafasan
Gejala : batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek, riwayat tuberkulosis
terpajan pada individu terinfeksi.
Tanda : peningkatan frekuensi pernafasan (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru
pleura) pengembangan pernafasan tidak simetris (efusi pleura) perkusi pekak dan penurunan
fremitus (cairan pleural atau penebalan pleural bunyi nafas menurun/ tidak ada secara
bilateral atau unilateral efusi pleural pneumototaks) bunyi nafas tubuler dan bisikan pectoral
di atas lesi luas, krekels tercabut di atas aspek paru selama inspirasi cepat setelah batuk
pebdek (krekes posttussic) karakteristik sputum hijau, purulen, muloid kuning atau bercak
darah deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).

6) Keamanan
Gejala : kondisi penurunan imunitas secara umum memudahkan infeksi sekunder.
Tanda : demam ringan atau demam akut.
7) Interaksi Sosial
Gejala : perasaan terisolasi/ penolakan karena penyakit menular, perubahan aktivitas
sehari-hari karena perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran..

d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien tuberkulosis paru yaitu:
1) Kultur sputum : positif untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap akhir penyakit.

2) Ziehl-Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif
untuk basil asam cepat.

3) Tes kulit (mantoux, potongan voliner): reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar,
terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan
adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.

4) Elis/ Wostern Blot : dapat menyatakan adanya HIV.

5) Foto thorak : dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpangan
kalsium lesi sembuh primer atau effusi cairan.

6) Pemeriksaan fungsi paru : penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan
rasio udara dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap
infiltrasi parenkim/ fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (tuberkulosis
kronis luas).
9. Fokus Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan menurut Herdman (2012) dalam
Klasifikasi Diagnosa Keperawatan NANDA Internasional , yaitu :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret.

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar.

c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sekresi mukopurulen.

10. Fokus Intervensi dan Rasional


Menurut Dochterman (2006) Intervensi keperawatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret.
1) Tujuan : Bersihan jalan nafas kembali efektif.

2) KH :
a) pasien mengatakan sesak nafas berkurang / hilang

b) pasien mengatakan sekret berkurang

c) respiratory rate dalam batas normal : 14 - 20 x/ menit


3) Intervensi dan Rasional
a) Kaji keluhan pasien.

Rasional : Untuk mengetahui keadaan yang dirasakan pasien.


b) Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan.

Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pernafasan pasien dan gerakan
dada pasien saat bernafas.
c) Berikan posisi semi fowler atau semi tinggi.

Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasa
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood dan Mukti, Abdul. 2006. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airlangga University Press.
Arikunto, S. 2010. Manajemen Penelitian. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Budiarto, Eko. 2009. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : EGC.
Dahlan, Zul. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : FKUI.
Danusantoso, Halim. 2009. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru.Jakarta : Hipokrates.
Depkes RI, 2005 dikutip Mutia, Anik. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang
Tuberkulosis dengan Kepatuhan Minum Obat di Puskesmas Banyuanyar Surakarta. Skripsi.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan PKU Muhammadiyah : Surakarta.
Dermawan, Deden. 2012. Buku Ajar Keperawatan Komunitas. Yogyakarta : Gosyen
Publishing.
Dochterman. 2006. Klasifikasi Intervensi keperawatan.

You might also like