You are on page 1of 28

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIKUM
KIMIA INSTRUMEN
AES (ATOMIC EMISSION SPECTROPHOTOMETRY)

DISUSUN OLEH :

NAMA/NIM : ISMAIL (14644011)

JENJANG : S1-TERAPAN

KELAS : III-A

KELOMPOK : 1 (SATU)

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal ..........................2016

Mengesahkan dan Menyetujui

Dosen Pembimbing

Drs. Harjanto, M.Sc

NIP. 19610629 199003 1 001


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


1. Mampu memahami prinsip analisa dengan menggunakan AES
2. Mampu mengoperasikan spectrometer serapan atom untuk menganalisa kualitatif
dan kuantitatif dengan metode AES

1.2 Dasar Teori


Atomic Emission Spectrometry (AES) adalah suatu metode yang dapat digunakan
untuk analisa logam secara kualitatif maupun kuantitatif yang didasarkan pada
pemancaran atau emisi sinar dengan panjang gelombang yang karakteristik untuk unsur
yang dianalisa. Sumber dari pengeksitasi dari AES bisa didapat dari nyala api gas atau
busur listrik. Sumber eksitasi dari nyala gas biasanya disebut ICP (Inductively Couple
Plasma) sedangkan sumber eksitasi dari busur listrik biasa disebut “ARC” atau
“SPARK”, sedangkan alat detector sinarnya adalah Tabung Penggandaan Foton atau
“Photo Multiplier Tube (PMT)”. (Saputra : 2012)

1.2.1. Prinsip Dasar


Prinsip dasar dari analisa Atomic Emission Spectrometer (AES) ini yaitu
apabila suatu unsur atau atom dalam keadaan dasar (ground state) diberi energi
yang sangat besar dari luar seperti dibakar pada suhu tinggi akan menyebabkan
atom menjadi tidak stabil dimana elektron-elektron yang mengelilingi inti atom
akan berpindah ke orbit yang energinya lebih besar. Elektron-elektron yang
berpindah tersebut cenderung kembali ke tempat kedudukan semula dan sewaktu
elektron kembali ke kedudukan semula dipancarkan cahaya dalam bentuk nyala
yang berwarna dengan panjang gelombang tertentu. Hal ini di sebut eksitasi atom.
Berikut adalah skema dari eksisitasi atom :
Gambar 1.1 Eksitasi atom

Pada gambar, peristiwa yang terjadi tersebut dikatakan atom dalam


keadaan tereksitasi. Jadi yang dimaksud dengan atom dalam keadaan tereksitasi
adalah atom yang bila diberi energi besar dari luar, elektron-elektron akan
berpindah dan elektron yang berpindah tersebut cenderung kembali ke kedudukan
semula serta sewaktu kembali dipancarkan cahaya dalam bentuk nyala berwarna
sesuai dengan panjang gelombang.
Cahaya atau nyala yang dipancarkan sewaktu peristiwa eksitasi tersebut di
atas dinamakan emisi nyala yang besarnya adalah:
E = k. c
E = Emisi nyala
k = konstanta
c = konsentrasi
Semakin tinggi konsentrasi unsur yang terbakar, semakin besar pula emisi
nyala dan warna juga semakin pekat. Jadi parameter nyala adalah suatu peralatan
yang digunakan untuk menentukan konsentrasi atom atau unsur yang didasarkan atas
pengukuran Emisi nyala apabila unsur tersebut mengalami peristiwa eksitasi.
Fotometer nyala khusus digunakan untuk menentukan konsentrasi unsur-
unsur yang terdapat dalam golongan Alkali dan Alkali tanah.
Alkali : Li, Na, K, Rb, Cr, Fr
Alkali tanah : Be, Mg, Ca, Sr, Ba, Ra
(Saputra : 2012)
1.2.2. Metode dalam AES
Spektrofotometri Emisi Nyala dan Spektrofotometri Emisi Atom. Keduanya
dikenal dengan metode FES (Flame Emission Spectrophotometry) dimana memakai
objek nyala api pembakar. Perkembangan spektrofotometri nyala dimulai sejak
tahun 1900 yang saat itu diperkenalkan FES sedangkan AAS baru diperkenalkan
awal tahun 1960. Dan kedua metode analisis tersebut terus dikembangkan sampai
saat ini. Berikut merupakan metode dari spektrofotometri emisi :

Tabel 1.1 Metode Spektrofotometri dalam emisi

No Metode Sumber energi Yang diukur

Flame emission Nyala (1700-


1 Intensitas radiasi
spectroscopy(FES) 3200oC)

Atomic fluorescence Nyala (1700- Intensitas radiasi


2
spectroscopy (AFS) 3200oC) hamburan

Plasma dc,arc
3 Electric Arc Intensitas radiasi
(4000-6500oC)

Plasma ac spark
4 Electric spar Intensitas radiasi
(4500oC)

Inductively Coupled Plasma Argon


5 Intensitas radiasi
Plasma(ICP) (6000-8500oC)

Plasma Argon Intensitas radiasi


6 ICP-AFS
(850-6000oC) hamburan

Metode spektrofotometri nyala, bekerja dengan cara meguapkan sampel.


Dimana sampel diuapkan dengan cara menyemprotkan ke dalam nyala api.
Sehingga nyala api unsur logam akan memancarkan warna yang khas dan
memberikan spektrum emisi yang khas pula atau nyala api unsur logam tersebut
akan mengabsorbsi sumber radiasi eksternal dan memberikan pula spektrum
absorbsi atom yang khas.( M.Mulja:1995)
Dasar pemikiran metode ini adalah reaksi untuk unsur-unsur logam pada
penentuan kualitatif. Setiap unsur akan memberikan nyala pada gas pembakar.
Energi panas gas pembakar akan mengeksitasi elektron atom logam pada kulit yang
terluar ke tingkat eksitasi. Kembalinya elektron-elektron logam yang tereksitasi ke
tingkat yang lebih rendah akan teremisi radiasi yang sesuai dengan beda energi
untuk eksitasi.
Oleh sebab itu radiasi yang dipancarkan oleh atom suatu unsur sifatnya khas
dan untuk atom-atom tersebut pancaran radiasi emisi juga bersifat khas. Emisi
tersebut intensitasnya juga sangat dipengaruhi oleh konsentrasi logam dan dari sini
dapat dilakukan analisis kuantitatif. (M.Mulja:1995)

1.2.3. Energy level ( Tingkat Energi ) Elektron pada Atom

Inti atom dikelilingi elektron yang mengorbit disekitarnya. Orbit elektron pada
atom dinyatakan dengan tingkat energi. Tingkatan energi ini tergantung pada
bilangan kuantum megnetik, bilangan kuantum spin, bilangan kuantum azimut,
bilangan kuantum utama, karena elektron memiliki nilai bilangan kuantum yang
berbeda – beda sehingga atom tersebut juga memiliki tingkat energi yang berbeda.
Tingkat energi tiap atom dapat dilihat dari diagram tingkat energinya, contohnya
diagram tingkat energi untuk Na dan Mg+ dibawah ini:

Gambar 1.2 Diagram tingkat energi untuk Na dan Mg+


Pada diagram tingkat energi atom terdapat jumlah energi yang harus dimiliki
elektron pada suatu atom agar dapat berpindah dari tingkat energi yang satu ke
tingkat energi yang lain. Diagram ini terdiri atas angka yang tersusun vertikal. Angka
ini menunjukan energi dalam elektron Volt. Angka yang berada pada posisi garis
miring yang menunjukan panjang gelombang cahaya yang diserap atom. Pada
keadaan ground state energi yang dimiliki atom adalah 0 eV. Letak ground state tiap
atom berbeda – beda. Hal ini di ketahui dari konfigurasi elektron pada keadaan
ground state. Seperti ion Mg+ yang memiliki nomor atom 12, elektronnya 11
sehingga konfigurasi elektronnya menjadi 1s2, 2s2, 2s6, 3s1 mempunyai konfigurasi
elektron yang sama dengan konfigurasi pada atom Na. Dari konfigurasi ini dapat
diketahui bahwa ground state pada atom Mg yaitu terletak pada subkulit 3s karena
elektron yang dapat tereksitasi hanya elektron pada sub kulit terluar yaitu 3s. Jika
dilihat dari diagram tingkat energi antara Na dan Mg+, diagram tingkat energinya
dimulai dari 3s, karena 3s merupakan subkulit terluar dan ground state dari Na dan
Mg+. Berpindahnya elektron ke excited state yaitu contohnya 3p, Na dan Mg+
mempunyai selisih tingkat energi yang berbeda. Untuk Na, berpindahnya elektron
dari 3s ke 3p, selisih tingkat energinya sebesar 2 eV, sedangkan untuk Mg+
berpindahnya elektron dari 3s ke 3p, selisih tingkat energinya sebesar 4 eV,
perbedaan selisih tingkat energinya disebabkan karena muatan inti atom Na dan Mg+
berbeda pada Mg+ memiliki 12 proton sehingga energinya lebih besar daripada Na
yang menyebabkan panjang gelombangnya juga berbeda. Perbedaan inilah yang
menyebabkan suatu unsur dapat dianalisa dengan AAS. (Skoog.1993)
1.2.4. Instrumen dalam AES

Gambar 1.3 Skema instrumen AES

1. Atomizer
Atomizer adalah alat yang digunakan untuk mengatomkan senyawa yang
akan dianalisa (sampel). Adapun macam-macam atomizer sebagai berikut:
1. Flame bekerja pada temperatur atomisasi 1700 -3150°C dengan
jenis kontinyu.
2. Inductively coopled argon plasma, bekerja pada temperatur
atomisasi 4000-5000°C dengan kontinyu .

3. Direct current argon plasma, bekerja pada temperatur 4000 -6000o,


dengan jenis kontinyu.

4. Electric thermal, bekerja pada temperatur 1200-1300oC, dengan


jenis diskrit.

5. Electric arc, bekerja pada temperatur 4000-5000oC, baik untuk jenis


diskrit dan kontinyu.

6. Electric spark, bekerja pada temperatur 40000oC dengan jenis kontinyu.


Atomizer yang biasa digunakan pada spektrofotometer adalah jenis flame.
Atomizer terdiri dari sistem pengabut (nebulizer) dan sistem pembakar (burner),
sehingga sistem atomizer ini juga disebut burner nebulizer atau sistem
pengabut pembakar. Pada umumnya menggunakan energi panas yang
dihasilkan baik dengan listrik ataupun nyala api. Untuk memperoleh uap
teratomisasi yang optimum maka suhu harus diatur dengan baik, karena bila
suhu terlalu tinggi sebagian atom akan terionisasi, sehingga tidak menyerap
panjang gelombang yang diharapkan. Untuk mencapai suhu tertinggi bila

dibakar dengan asetylene, yaitu 3000 oC. Pada umunya pengatoman terjadi pada
tempat pembakaran sampel, udara, dan gas asetilen yaitu di burner head.
a) Nebulizer system
Sistem ini berfungsi untuk mengubah larutan menjadi butir– butir
kabut yang berukuran 15-20 µm, dengan cara menarik larutan melalui
kapiler dengan penghisapan pancaran gas bahan bakar dan gas oksidan
disemprotkan ke ruang pengabut. Partikel-partikel kabut yang halus
kemudian bersama-sama aliran gas bahan bakar masuk ke dalam nyala,
sedang partikel kabut yang besar dialirkan melalui saluran pembuangan.

Gambar 1.4. Sistem Nebulizer

Dari gambar diatas memperlihatkan sistem nebulizer. Nebulizer


terletak dibawah burner. Dinding dalam dari spray chamber ini dibuat
dari plastik/teflon. Dalam ruangan ini dipasang peralatan yang terdiri
atas :
 Nebulizer glass bead atau impact bead ( untuk memcahkan larutan
menjadi partikel butir yang halus)
 Flow spoiler (berupa baling-baling berputar, untuk menyemburkan
butir / partikel larutan yang kasar)
 Inlet dari fuel gas dan drain port (lubang pembuangan)
Sebelum menuju nyala, sampel mengalir melalui pipa kapiler dengan
cara menarik larutan melalui kapiler dengan penghisapan, gas bahan
bakar dan gas oksidan disemprotkan keruang pengabut. Sampel yang
menuju burner hanya berkisar 5-10% sedangkan sisanya (90-95%)
menuju tempat pembuangan (drain). Pipa pembuangan selalu berbentuk
“U” untuk menghindari gas keluar yang dapat menyebabkan ledakan
serius.
b) Burner system
Burner berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen dan
aquades agar tercampur merata dan dapat terbakar pada pemantik api secara
baik dan merata. Lubang yang berada pada burner, merupakan lubang
pemantik api, dimana pada lubang inilah awal dari proses pengatomisasian
nyala api. Contohnya pada gambar berikut :

Nyala

Bahan bakar
dan oksidan
Sampel
Saluran
analit
pembuangan

Gambar 1.5. Burner system


Dari gambar diatas bahan bakar, udara dan sampel diumpankan
ketempat campuran melalui sederet buffle kemudian menuju ke tempat
pembakaran. Pemasangan buffle dimaksudkan untuk pencampuran bahan
bakar, oksidan dan sampel agar terjadi dengan sempurna. Sampel yang
masuk pada alat ini menghasilkan cairan bermacam-macam. Tetesan yang
besar akan menumbuk buffle sehingga sampai pada nyala api dengan
ukuran yang seragam.
Partikel-partikel kabut yang halus kemudian bersama-sama aliran
gas bahan bakar masuk kedalam nyala, sedang partikel kabut yang besar
dialirkan melalui saluran pembuangan. Atom-atom yang masuk kedalam
nyala ini kemudian memancarkan energi dan dibaca oleh monokromator.

2. Monokromator
Monokromator adalah alat yang berfungsi memilih cahaya polikromatik
menjadi cahaya monokromatik. Monokromator terdiri dari cermin dan
grating atau dikenal dengan monokromator Czerny Turner . Seperti yang
ditunjukkan pada gambar 1.6 dibawah ini:

Keterangan :

A = Cahaya Polikromatik

B = Entrance Slit

C = Colimating Mirror

D = Grating

E = Focussing Mirror

F = Exit Slit
Gambar 1.6. Monokromator Czerny Turner G = Cahaya monokromatik

Pada gambar diatas dapat dijelaskan bahwa cahaya polikromatik masuk ke


monokromator Czerney Turner melalui ( B ), kemudian cahaya menuju ke ( C ).
Di ( C ), cahaya disejajarkan menuju ( D ). Selanjutnya, cahaya polikromatik
dipecah menjadi cahaya monokromatik, selanjutnya cahaya difokuskan oleh ( E )
dan keluar melalui ( F ) sesuai dengan panjang gelombang yang diinginkan. Untuk
memilih cahaya monokromatik yang keluar dari monokromator Czerney Turner
sesuai dengan panjang gelombang yang diinginkan, yaitu dengan cara memutar
grating.
3. Detektor
Detektor adalah alat yang berfungsi untuk mengukur intensitas radiasi dengan
mengubahnya menjadi energi listrik oleh fotomultiplier. Hasil pengukuran
detektor diperkuat dengan signal prossesor sebelum ditampilkan di display.
Detektor terdiri dari dua jenis yaitu detektor phototube dan Photomultiplier.
Detektor phototube menggunakan efek fotolistrik yaitu pelepasan elektron oleh
bahan tertentu bila terkena cahaya sedangkan detektor Photomultiplier terdiri dari
beberapa fototube kecil. Photomultiplier dapat mengukur cahaya dengan daya yang
sangat kecil.
Jenis detektor yang biasa digunakan dalam AAS yaitu jenis Photomultiplier.
fungsi detektor ini untuk memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai
panjang gelombang.( Basset.J.1994 )

4. Read out
Read out merupakan sistem pencatatan hasil. Hasil pembacaan dapat berupa
angka atau kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau
intensitas emisi. (Anisa, 2010)

1.2.5. Metode Analisa Dalam AES

1.2.5.1. Analisa Kuantitatif

Untuk analisa kuantitatif menggunakan spektrometri emisi hampir sama dengan analisa
kuantitatif menggunakan UV-VIS maupun spektrometri serapan. Terdapat tiga metode untuk
analisa kuantitatif, yaitu :
a) Metode satu standar
Standar yang dipakai hanya satu, jadi tidak bisa didapatkan suatu grafik yang baik atau
sesuai.
Rumus umum : E = k.C
Rumus standar : Es = k.Cs
Rumus sampel : Ex = k.Cx
𝐸𝑥 𝑘. 𝐶𝑥
=
𝐸𝑠 𝑘. 𝐶𝑠
𝐸𝑥
𝐶𝑥 = × 𝐶𝑠
𝐸𝑠

Keterangan :
Cx = Konsentrasi sampel
Es = Emisi larutan standar
Ex = Emisi sampel
Cs = Konsentrasi larutan standar
Kelemahan sistem ini, jika standar salah maka hasil analisa yang dilakukan semua akan
salah. Oleh sebab itu, pada metode selanjutnya dapat mengatasi kelemahan pada metode
pertama.
b) Metode kurva kalibrasi
Metode kurva kalibrasi/standar yaitu dengan membuat kurva antara konsentrasi
larutan standar (sebagai absis) lawan emisi (sebagai ordinat) di mana kurva tersebut
berupa garis lurus. Dalam metode ini dibuat minimal tiga larutan standar tapi sebaiknya
enam, dengan konsentrasi berbeda, tetapi harus ada blanko agar didapat persamaan
garisnya. Kemudian dengan cara menginterpolasikan absorbansi larutan sampel ke dalam
Emisi sampel
kurva standar tersebut dan akan diperoleh konsentrasi larutan sampel.

E = 𝑎 + 𝑏𝐶
E = Emisi

C = Konsentrasi

Emisi larutan
a = Intersep
standar
b = Slope
Konsentrasi
sampel

Konsentrasi larutan standar

Gambar 1.7 Kurva kalibrasi


Kelemahan metode ini adalah, jika pada sampel awal banyak gangguan maka
membuat blankonya akan susah, jadi biasanya disesuaikan dengan metode ke tiga.
c) Metode penambahan standar
Pada metode ini dibuat sederetan larutan cuplikan dengan konsentrasi yang sama dan
masing-masing ditambahkan larutan standar dengan konsentrasi sama tapi volumenya
divariasi, kemudian unsur yang dianalisa dengan volume sama. Emisi masing-masing
larutan diukur dan dibuat kurva emisi terhadap volume larutan standar yang ditambahkan.
(Skoog dan Leary, 1992)

Emisi E = 𝑎 + 𝑏𝐶

E= emisi
Konsentrasi
cuplikan
α
x = volume standar

a = Intersep

𝑘. 𝐶𝑥 . 𝑉𝑥
Volume larutan standar =
𝑉
Gambar 1.8 Kurva kalibrasi penambahan standar b = Slope

𝑘. 𝐶𝑠
= 𝑡𝑎𝑛 𝛼 =
𝑉
𝑉𝑥 = 𝑉
𝑉𝑥 . 𝐶𝑥 = 𝑉. 𝐶′𝑥
𝑉𝑥 . 𝐶𝑥
𝐶′𝑥 =
𝑉
𝑉𝑠 . 𝐶𝑠
𝐶′𝑠 =
𝑉
𝐸𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝐸𝑠 + 𝐸𝑥
𝐸𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑘. 𝐶′𝑠 + 𝑘. 𝐶′𝑥
𝑉𝑠 . 𝑘. 𝐶𝑠 𝑘. 𝐶𝑥 . 𝑉𝑥
𝐸𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = +
𝑉 𝑉

konstanta
𝐸𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒. 𝑉𝑠 + 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝
𝑘.𝐶𝑥 .𝑉𝑥⁄
𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝 𝑉 𝐶𝑥 .𝑉𝑥
𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒
= 𝑘.𝐶𝑠⁄ = 𝐶𝑠
𝑉
𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑝. 𝐶𝑠
𝐶𝑥 =
𝑆𝑙𝑜𝑝𝑒. 𝑉𝑥

1.2.5.2. Analisa Kualitatif


Analisa kualitatif bertujuan untuk mengetahui apa saja yang terkandung dalam suatu
sampel, bukan untuk mengetahui berapa jumlah unsur tersebut. Untuk analisa kualitatif
menggunakan spektrometri emisi, yang diperlukan adalah tabel yang berisikan panjang
gelombang dari tiap-tiap unsur.

Tabel 1.2. Panjang Gelombang Masing-Masing Elemen

Recommended Slit
Element Wavelength (nm) Relative Intensity
(nm)
328.1 0.5 100
Ag
338.3 0.5 90
309.3 0.5 80
396.2 0.5 100
Al 237.3 0.5 3
257.4 0.5 5
256.8 0.5 3
242.8 1.0 60
Au
267.6 1.0 100
422.7 0.5 100
Ca
239.9 0.2 10
240.7 0.2 20
Co 304.4 0.5 40
346.6 0.2 100
357.9 0.2 40
429.0 0.5 100
Cr
520.8 0.2 20
520.5 0.2 15
248.3 0.2 15
Fe 372.0 0.2 100
386.0 0.2 50
766.5 1.0 100
K 769.9 1.0 80
404.4 0.5 5
550.1 0.2 50
La
403.7 0.5 90
285.2 0.5 100
Mg
202.5 1.0 3
279.5 0.2 90
Mn 403.1 0.2 100
321.7 0.2 3

Jadi, setelah diperoleh spektrum dari sampel, maka selanjutnya adalah mencatat semua
panjang gelombang atom (bukan molekul) yang terdapat dalam spektrum. Cara membedakan
antara spektrum dari atom atau molekul adalah dengan melihat bentuknya. Jika lancip adalah
spektrum milik atom, maka yang landai atau besar adalah spektrum molekul. Setelah semua
panjang gelombang diperoleh, tiap panjang gelombang itu dicocokkan dengan tabel, sehingga
kita bisa mengetahui unsur apa saja yang terdapat dalam sampel. (Skoog dan Leary, 1992)

Gambar 1.9 Contoh spektrum yang diperoleh untuk analisa kualitatif


1.2.6. Gangguan-gangguan pada AES dan Cara Mengatasinya
Gangguan – gangguan yang mungkin dapat terjadi pada metode AAS
adalah gangguan matriks, gangguan karena serapan latar, gangguan ionisasi,
gangguan akibat pembentukan senyawa refraktori , gangguan serapan emisi,
gangguan spektra.
 Gangguan matriks
Gangguan matriks yaitu gangguan yang disebabkan oleh unsur -unsur atau
senyawa yang terkandung di dalam cuplikan. Adanya matriks ini
menyebabkan perbedaan pada proses atomisasinya dan proses penyerapan
energi radiasi oleh atom yang dianalisa dengan standar murni. Gangguan
matriks ini dapat diatasi dengan metode penambahan standar.
 Gangguan karena serapan latar
Kadang-kadang sinar yang diberikan dari lampu katoda berongga
diserap oleh senyawa lain yang terkandung dalam sampel. Adanya serapan ini
akan mengganggu pengukuran serapan atom dari unsur yang dianalisis;
gangguan serapan ini disebut ”serapan latar” (background absorption). Serapan
latar disebabkan oleh:
a. Serapan molekuler yang disebabkan oleh senyawa -senyawa
yang tidak teratomisasi dalam atomizer
b. Hamburan sinar yang disebabkan oleh partikel -partikel padat
yang halus yang melintang pada berkas sinar
c. Serapan bahan bakar flame yang digunakan serapan latar
pada umumnya mengganggu pada daerah panjang gelombang di
bawah 250 nm (daerah ultra violet)
Gangguan serapan latar dapat dikoreksi dengan langkah sebagai
berikut:
 Koreksi dengan panjang gelombang sinar yang kontinyu
Sinar yang intensitasnya hampir merata pada daerah 190 –
430 nm, dapat digunakan secara efektif untuk koreksi
serapan latar, yaitu dapat digunakan lampu H2 /D2.
Monokromator diatur pada panjang gelombang garis analisis
dan sinar dari lampu D2 diatur selebar beberapa nm di
sekitar panjang gelombang dari unsur yang di analisa, maka
serapan latar dapat diukur. Dengan pengurangan serapan latar,
maka serapan atom dapat ditentukan dengan mudah.

Gambar 1.10 Spektrum Atom


Serapan atom yang sebenarnya adalah sebesar nilai B-C
seperti terlihat pada gambar diatas. Nilai B-C dapat dihitung
dengan cara mengurangkan nilai serapan latar seperti pada
gambar 1.10, oleh nilai serapan A-B yang diperoleh pada
pengukuran dengan menggunakan lampu H2/D2.
 Gangguan ionisasi
Gangguan ini terjadi pada penggunaan suhu yang tinggi, sehingga atom -
atom yang dianalisa tidak hanya teratomisasikan pada keadaan tingkat energi
dasar, tetapi atom-atom dapat tereksitasi secara termal karena panas atau dapat
terionisasi. Gangguan ini dapat diatasi dengan menambah unsur atau logam yang
berlebihan yang mudah terionisasi sehingga menghasilkan elektron dengan
jumlah yang besar dan menekan proses ionisasi unsur yang akan dianalisis.
Biasanya, dengan menambah logam Na atau K untuk menekan gangguan ionisasi
ini.

 Gangguan akibat pembentukan senyawa refraktori


Gangguan ini dapat diakibatkan oleh reaksi antara analit dengan anion
yang ada pada larutan sampel sehingga terbentuk senyawa yang tahan panas
(refraktori ).Contohnya fosfat akan bereaksi dengan kalsium dalam flame
yang menghasilkan kalsium pirofosfat (Ca2P2O7). Hal ini menyebabkan
absorbsi atom kalsium dalam flame akan berkurang. Gangguan ini dapat diatasi
dengan menambahakan Releasing Agent berupa kation yaitu stronsium klorida
atau lanthanum nitrat ke dalam larutan. Kedua logam tersebut mudah bereaksi
dengan fosfat dibanding dengan kalsium, sehingga reaksi antara kalsium dan
fosfat dapat diminimalkan. Gangguan ini juga dapat dihindari dengan cara
menambahkan Protecting Agent seperti EDTA berlebih.
EDTA akan membentuk kompleks kelat dengan kalsium,
sehingga pembentukan senyawa refraktori dapat dihindarkan. Lalu,
kompleks Ca - EDTA akan terdisosiasi dalam flame menjadi atom
netral Ca yang menyerap cahaya.
 Gangguan serapan emisi
Pada konsentrasi tinggi dari unsur yang dianalisis yang
mempunyai emisi tinggi, sering diperoleh hasil analisis yang kurang
tepat (bila signal berada dalam puncak spektrum dari sinar
yang digunakan). Gangguan dapat diatasi dengan melakukan
beberapa cara, yaitu mempersempit lebar celah, menaikkan arus
lampu, mengencerkan larutan atau menggunakan flame yang suhunya
lebih rendah.
 Gangguan spektra
Gangguan ini terjadi jika bentuk serapan atom yang dianalisis
over lapping dengan garis spektra dari unsur lain. Gangguan ini
jarang sekali terjadi karena panjang gelombang setiap serapan atom
adalah sangat karakteristik. Gangguan ini dapat diatasi dengan memilih
panjang gelombang serapan karakteristik yang lain.
(Widiastuti.1996)
BAB II
METODOLOGI
2.1. Alat dan Bahan
2.1.1. Alat yang digunakan
1. AAS SpectraAA-220
2. Botol sampel
2.1.2. Bahan yang digunakan
1. Sampel (larutan Fe)
2. Aquadest
3. Sampel (analisa kualitatif)
2.2 Prosedur Kerja
2.2.1 Pengoperasian alat AAS Spektra AA-220 sebagai AES untuk analisa kuantitatif
1. Menyiapkan bahan yang akan digunakan dalam praktikum
2. Membuka keran tabung gas acetylene berlawanan arah jarum jam dengan
menggunakan kunci. Memastikan bahwa tekanan pada keluaran regulator gas 11
psig
3. Mengecek kompresor, memastikan tekanan pada keluaran kompresor sebesar 50
psig
4. Mengecek semua kabel yang digunakan telah terpasang dengan baik pada
tempatnya. Lalu menghidupkan aliran listrik
5. Mengecek aliran udara pada blower dengan cara menaruh tisu di bawah blower.
Jika lembaran tisu mengikuti aliran, maka blower aktif dan siap untuk digunakan
6. Menghidupkan alat AAS Spectra-220
7. Menghidupkan komputer
8. Mengklik logo SpectraAA pada layar computer
9. Mengklik Worksheet
10. Mengklik New
11. Mengklik worksheet details dan mengisi data
Name : kelompok 6 3B 2013
Analyst : DwikiEkaSam
Comment :-
Sample :2
12. Mengklik OK
13. Mengkklik Add method
14. Memilih elemen yang akan dianalisa, yaitu Fe
15. Mengklik Edit methode dan mengisi data
Type/Mode
Sampling mode : Manual
Instrument mode : Emission
Flame type & gas flow : Air/Acetylene
Air flow : 10.00 ml/menit
Acetylene flow : 2.00 ml/menit
Measurement
Measurement mode : Integration
Measurement time :3s
Read Delay Time :5s
Calibration Mode : Consentration
Replicated standard :3
Replicated sample :3
Optical
Lamp position :1
Lamp current :-
Wavelength : 372 nm
Slit : 0,2
Background correction : BC OFF
Standard
Mengisi nilai konsentrasi larutan standar Fe
Standard 1 : 5 ppm
Standard 2 : 10 ppm
Standard 3 : 15 ppm
Standard 4 : 20 ppm
Standard 5 : 25 ppm
Standard 6 : 30 ppm
16. Mengklik OK
17. Mengklik Label lalu mengisi nama sampel
 Sample 1 (5 ppm Klp 5)
 Sample 2 (20 ppm Klp 5)
18. Mengklik Analysis
19. Mengklik Optimize. Kemudian muncul kotak pertanyaan
- Kotak unsur pilihan Fe yang diuji, mengklik OK
- Kolom dialog box (W5127), mengklik OK
- Kolom analyst checklist, mengklik OK
20. Menyalakan flame dengan menekan tombol hitam pada alat AAS SpectraAA-220
dan menahannya hingga api menyala sempurna
21. Mengecek selang dengan cara mengeluarkan selang dari tempat aquadest. Bila
suara yang dihasilkan berbeda dengan suara saat selang di dalam aquadest, maka
selang yang terpasang dalam keadaan baik dan siap digunakan
22. Mengklik Emission set up
23. Muncul kotak Present top standard, selanjutnya memasukkan selang ke dalam
botol larutan standar dengan konsentrasi tertinggi (30 ppm)
24. Mengklik OK, menunggu indikator cahaya naik
25. Memindahkan selang ke aquadest, mengklik Insrument zero
26. Memindahkan selang ke larutan standar tertinggi (30 ppm), kemudian menggeser-
geser burner head hingga indikator cahaya tertinggi
27. Memindahkan selang ke aquadest, mengklik OK
28. Muncul kolo uji Fe, mengklik cancel
29. Mengklik Start
30. Mengklik perintah yang muncul di monitor untuk di analisa
- Present top standard (selang terhubung dengan larutan standar 30 ppm)
- Remove standard (selang terhubung dengan aquadest)
- Present cal zero (selang terhubung dengan aquadest)
- Present standard 1 (selang terhubung dengan larutan standar 5 ppm)
- Present standard 2 (selang terhubung dengan larutan standar 10 ppm)
- Present standard 3 (selang terhubung dengan larutan standar 15 ppm)
- Present standard 4 (selang terhubung dengan larutan standar 20 ppm)
- Present standard 5 (selang terhubung dengan larutan standar 25 ppm)
- Present standard 6 (selang terhubung dengan larutan standar 30 ppm)
- Present sample 1 (selang terhubung dengan larutan sampel 1 (5 ppm Klp 5))
- Present sample 2 (selang terhubung dengan larutan sampel 2 (20ppm Klp 5))
31. Mengklik Read
32. Muncul autorun complete, mengklik OK
33. Mengklik File, lalu memilih Close

2.2.2 Pengoperasian alat AAS Spektra AA-220 sebagai AES untuk analisa kualitatif
1. Mengklik Filling
2. Mengklik New
3. Mengklik worksheet details dan mengisi data
Name : kel 56 3B 2013 AES kuali
Analyst :-
Comment : -
Sample :1
4. Mengklik OK
5. Mengklik Edit methode
6. Memilih metode Na
7. Mengklik Edit methode dan mengisi data
- Type/mode
Sampling mode : Manual
Instrument mode : Emission
Flame type and gas flow : Air/acetylene
Air flow : 10.00 L/min
Acetylene flow : 2.00 L/min
- Measurement
Measurement mode : Integration
Measurement time :3s
Read delay Time :5s
Calibration mode : Concentration
Replicated standard :3
Replicated sample :3
- Optical
Lamp posisition :1
Lamp current :-
Wavelength : 589 nm
Slit width : 0.2 nm
Background correction : BC off
8. Mengklik Analysis
9. Mengklik Optimize. Kemudian muncul kotak pertanyaan
- Kotak unsur pilihan Na yang diuji, mengklik OK
- Kolom dialog box (W5127), mengklik OK
- Kolom analyst checklist, mengklik OK
10. Menyalakan flame dengan menekan tombol hitam pada alat AAS SpectraAA-220
dan menahannya hingga api menyala sempurna
11. Mengecek selang dengan cara mengeluarkan selang dari tempat aquadest. Bila
suara yang dihasilkan berbeda dengan suara saat selang di dalam aquadest, maka
selang yang terpasang dalam keadaan baik dan siap digunakan
12. Mengklik Emission set up
13. Muncul kotak Present top standard, selanjutnya memasukkan selang ke dalam
botol sampel kualitatif
14. Mengklik OK, menunggu indikator cahaya naik
15. Memindahkan selang ke aquadest, mengklik Insrument zero
16. Memindahkan selang ke dalam botol sampel kualitatif, lalu menggeser-geser
burner head hingga indikator cahaya tertinggi
17. Memindahkan selang ke aquadest, mengklik OK
18. Muncul kolom uji Na, mengklik cancel
19. Mengklik Instrument
20. Mengklik wavelength scan, kemudian memilih emission scan dan mengisi data
- Scan rate : 250 nm/min
- Scan range : Start : 900 nm
Stop : 185 nm
21. Mengklik OK
22. Muncul kolom dialog box (W5127), mengklik OK
23. Muncul kotak analyst checklist, mengklik OK
24. Muncul kotak setting instrument zero, mengklik OK
25. Muncul kotak warning present sample, lalu meletakkan selang ke botol sampel
kualitatif. Mengklik Read
26. Menunggu sampai analisa selesai yang ditandai dengan hilangnya tulisan slewing
pada bagian bawah monitor
27. Mematikan flame dengan menekan tombol merah pada alat Spectra AA-220
28. Memilih peak (puncak) pada spektrum dan mencatat panjang gelombangnya
29. Mengklik File, memilih exit
30. Mengklik Start, memilih shut down
31. Mematikan alat Spectra AA-220
32. Menutup kran tabung gas
33. Mematikan sumber arus listrik
BAB III
PENGOLAHAN DATA

3.1 Data Pengamatan


Pada analisa kualitatif, diperoleh kemungkinan unsur-unsur yang terkandung
dalam sampel ialah senagai berikut :
Tabel 3.1.1 Data kemungkinan unsur yang terkandung dalam sampel
No. Wavelength (nm ) Elemen Kesimpulan
1 200-300 - -
2 302,1 Lu II dan Bi Lu
3 344,2 Tm, Mn II, Bk dan Fe Fe
4 357,9 Zr I dan Cr I Cr
5 359,3 Sm, Ru dan Cr Cr
6 360,6 Cr Cr
7 372 Fe Fe
8 373,9 Ca dan Nd II Ca
9 374,7 Molekul -
10 382,4 Fe Fe
11 386 Cl Cl
12 388,6 Ac dan Fe Fe
13 403,4 Mn Mn
14 404,6 Dy dan Hg Hg
15 425,6 Sm II Sm
16 427,7 Cr dan Ar II Cr
17 429,1 W dan Cr Cr
18 520,9 Cr, Ag dan Bi Cr
19 529,9 Molekul -
20 539,6 Molekul -
21 589,2 Na Na
22 589,8 Na Na
23 691,2 Molekul -
24 694,1 Molekul -
25 766,9 Pa =
26 770,2 Molekul --
27 806,6 Molekul --
28 807 Zr --
29 809,3 Molekul --
30 851,2 Molekul --
31 855,3 Molekul --
32 858,5 Cl Cl

Tabel 3.2.1 Data Hasil Pengamatan AES Kuantitatif

Konsentrasi Absorbansi RSD


Sampel A rata-rata SD
(ppm) A1 A2 A3 (%)
Cal Zero 0 -0,0267 -0,0098 -0,0185 -0,0184 0,0085 46,2
Standard 1 5 0,0692 0,0663 0,0573 0,0643 0,0062 9,7
Standard 2 10 0,1179 0,1281 0,1311 0,1257 0,0069 5,5
Standard 3 15 0,1882 0,1763 0,1831 0,1825 0,006 3,3
Standard 4 20 0,2473 0,2509 0,2562 0,2515 0,0045 1,8
Standard 5 25 0,2948 0,2876 0,3062 0,2962 0,0094 3,2
Standard 6 30 0,3596 0,3446 0,3517 0,352 0,0075 2,1
Sampel 1 13,797 0,1661 0,1809 0,169 0,172 0,0078 4,5
Sampel 2 9,151 0,124 0,1085 0,1143 0,1156 0,0079 6,8

3.2. Pembahasan
Praktikum Spektrometri Emisi Atom (AES) ini bertujuan untuk memahami prinsip analisa
dengan menggunakan AES dan mampu mengoperasikan spektrometri menggunakan serapan atom
untuk analisa kualitatif dan kuantitatif dengan metode AES.
Analisa AES terbagi menjadi 2 macam yaitu analisa kualitatif dan kuantitatif, kedua
metode tersebut merupakan metode yang digunakan dalam praktikum ini.
Sampel dan larutan standar dalam bentuk larutan diubah fasenya menjadi gas, dimana gas
tersebut akan dibakar dengan flame sehingga atom-atom pembentuk unsur akan saling berjauhan
dan memancarkan signal, sinar tersebut menghasilkan energi elektron yang tinggi dimana energi
elektron tersebut akan turun ke ground state kemudian ditangkap oleh monokromator dan dibaca
oleh detektor. Untuk mengetahui unsur apa saja yang terdapat dalam sampel, maka dibutuhkan
panjang gelombang yang akan ditangkap oleh monokromator dan dibaca oleh detektor pada setiap
unsur yang memiliki panjang gelombang tertentu. Intensitas cahaya dari atom tersebut dipancarkan
untuk tiap panjang gelombang dalam sebuah grafik kurva.
Sedangkan untuk analisa kuantitatif menggunkan sejumlah larutan standar yang
konsentrasinya telah diketahui untuk membuat kurva standar yang nantinya akan digunakan untuk
menentukan konsentrasi sampel dengan metode interpolasi, dari kurva standar didapat konsentrasi
sampel 1 sebesar 13,797 ppm dan konsentrasi sampel 2 sebesar 9,151ppm.
Untuk analisa kualitatif yaitu dengan melihat berapa besar nilai yang terdapat pada puncak-
puncak peak yang muncul pada spektrum, kemudian membandingkan dengan panjang gelombang
yang ada dengan panjang gelombang referensi. Pada range 300-400 terdapat unsur Fe dan Cr,
namun diantara kedua unsur tersebut yang lebih mendominasi adalah unsur Fe. Begitu juga pada
range 400-500, unsur yang mendominasi adalah Cr. Untuk range pada 500-600, unsur yang
mendominasi adalah Na dan untuk range 600-700, unsur yang mendominasi adalah molekul. Serta
pada range 700-800, unsur yang mendominasi adalah K.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada analisa kuantitatif, diperoleh konsentrasi sampel. Sampel 1 sebesar
13,797 ppm dan sampel 2 sebesar 9,151 ppm. Atau hasilnya juga dapat dilihat
pada lampiran.
2. Pada analisa kualitatif, kemungkinan unsur yang terkandung dalam sampel
ialah Cr, Fe, Mn, Na, Cl, Sm, Ca, Lu dan Hg
DAFTAR PUSTAKA

Alex. 2012. “Atomic Absorbtion Spectrophotometer”.


http://alexschemistry.blogspot.com/2012/09/aastomic-absorbtion-
spectrophotometet.html. Diakses pada tanggal 20 Januari 2014 pukul 16:25 WITA

Basset, J. 1994. “Buku Ajar Vogel Kimia Analisa Kuantitatif Anorganik”. EGC: Jakarta

Khopkar, S.M. 1990. “Konsep Dasar Kimia Analitik”. Jakarta: UI-Press

Mulja, Muhammad. 1995. “Analisis Instrumental”. Surabaya: Airlangga University Press.

National Institute of Standard and Technology. 2008. “NIST Chemistry WebBook”.


http://webbook.nist.gov/chemistry.html. Diakses pada tanggal 23 Septembuer
2013 pukul 19.25 WITA

Saputra, O,A. 2012. “Atomic Emission Spectrometer”.


http://oziadisaputra.wordpress.com/tag/atomic-emition-spectrometer.html.
Diakses pada tanggal 18 Januari 2014, pukul 15:35 WITA

Skoog.D, Dkk.1993.” Fundamental Of Analytical Chemistry”,


Tim Penyusun Penuntun Praktikum Instrumen. 2008. ”Penuntun Praktikum Instrumen”.
Samarinda: Polnes.

Underwood. 1986. “Analisa Kimia Kuantitatif “. Jakarta: Erlangga.

Widiastuti, E, Dkk.1996. “Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Instrumen”. Bandung :


Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik.

You might also like