You are on page 1of 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HALUSINASI : PENGLIHATAN

DI RUANG KEMUNING BLUD R SYAMSUDIN SH

Oleh :

Azhar Zulkarnaen Alamsyah

PROGRAM PROFESI NERS


STIKES RAJAWALI BANDUNG
2017
LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI PENGLIHATAN

I. Masalah utama
Gangguan sensori persepsi: halusinasi penglihatan
II. Proses terjadinya masalah
A. Pengertian
1. Persepsi adalah proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan
dimengerti penginderaan/sensasi : proses penerimaan rangsang.
2. Gangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara
rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi
somatik dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa manusia
masih mempunyai kemampuan dalam membandingkan dan mengenal mana yang
merupakan respon dari luar dirinya.
3. Sensori adalah respon pada reseptor penginderaan pendengaran, penglihatan,
pengecapan, penciuman dan perabaan
4. Menurut Cook dan Fotaine (1987), halusinasi adalah persepsi sensorik tentang
suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan
dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan (pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan atau pengecapan), sedangkan menurut Wilson
(1983), halusinasi adalah gangguan penyerapan/persepsi panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana
terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan
tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari
individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata,
yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan.
5. Halusinasi penglihatan adalah karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan
dalam benuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau
menakutkan.
B. Rentang repon halusinasi
Respon adaptif Respon maladaptif
- Pikiran logis - distorsi pikiran - gangguan pikir
- Persepsi adekuat - ilusi - halusinasi
- Emosi konsisten - reaksi emosi - sulit berespon
dengan pengalaman berlebihan pada emosi
- Perilaku sesuai - perilaku aneh/ - perilaku
tidak biasa
disorganisasi
- Berhubungan sosial - menarik diri - isolasi sosial

C. Etiologi
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien
dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia
dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya.
Halusinasi dapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan
gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari
berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan
antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi
sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan
individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik
seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada
pembicaraan.

Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun


banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis, psikologis, sosial
budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan, biologis, pemicu masalah
sumber-sumber koping dan mekanisme koping.

a. Faktor Predisposisi
1) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf–syaraf pusat dapat
menimbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin timbul adalah: hambatan
dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku menarik diri.
2) Psikologis
a) Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respons
b) Psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
c) Orientasi realitas adalah: penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang
hidup klien.
3) Sosiobudaya
a) Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
b) Kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam)
c) Kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya.

c. Patopsikologi
Menurut Janice Clok (1962) dalam (Yosep,2007) klien yang mengalami
gangguan jiwa sebagian besar disertai halusinasi yang meliputi beberapa tahap yaitu:

1) Tahap comforting
Timbul kecemasan ringan diserta gejala kesepian, perasaan berdosa, klien biasanya
mengekspresikan stresornya dengan koping imajinasi sehinga merasa senang dan
terhindar dari ancaman

2) Tahap condenting
Timbul kecemasan moderat, cemas biasanya makin meninggi selanjutnya klien
merasa mendengar sesuatu, klien merasa takut apabila orang lain ikut
mendengarkan apa yang ia rasakan sehingga timbul perilaku kenarik diri

3) Tahap controling
Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang timbul tetapi suara
tersebut terus menerus mengikuti sehingga menyebabkan klien susah berhubungan
dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang klien akan merasa sangat sedih
4) Tahap conguering
Klien merasa panik, suara atau ide yang datang mengancam. Apabila tidak dikuti
perilaku klien dapat bersifat merusak atau dapat timbul perilaku suicide.

D. Data penting yang harus didapatkan pada pengkajian halusinasi:


1. Jenis halusinasi
a. Halusinasi dengar/suara
DO: bicara/tertawa sendiri,marah2 tanpa sebab, menyedengkan telinga
kearah tertentu, menutup telinga.
DS: mendengarkan suara2 kegaduhan, mendengar suara yang mengajak
bercakap-cakap, mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya.
b. Halusinasi penglihatan
DO: menunjuk-nunjuk ke arah tertentu, ketakutan pada sesuatu yang tidak
jelas.
DS: melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat hantu
atau monster.
c. Halusinasi penghidu
DO: menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu,menutup hidung
DS: membaui bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang bau
itu menyenangkan.
d. Halusinasi pengecapan
DO: sering meludah, muntah
DS: merasakan rasa seperti darah,urine, atau feses.
e. Halusinasi perabaan
DO: menggaruk-garuk permukaan kulit
DS: mengatakan ada serangga dipermukaan kulit, merasa seperti tersengat
listrik.
2. Isi halusinasi
Data tentang isi halusinasi dapat diketahui dari hasil pengkajian tentang jenis
halusinasi.
3. Waktu, frekwensi, dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi
a. Kapan halusinasi muncul, apakah pagi, siang, sore, atau malam? jika
mungkin jam berapa?
b. Frekwensi terjadinya apakah terus menerus atau hanya sekali-kali?
c. Situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi apakah kalau sendiri, atau
setelah terjadi kejadian tertentu.
d. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu terjadinya
halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi.
Sehingga pasien tidak larut dalam halusinasi. Dengan mengetahui frekwensi
terjadinya halusinasi dapat direncanakan frekwensi tindakan untuk terjadinya
halusinasi.
4. Respon halusinasi
a. Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu
muncul,perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau
dilakukan saat halusinasi muncul. Perawat juga dapat menanyakan kepada
keluarga atau orang terdekat. Selain itu dapat dengan mengobservasi perilaku
pasien saat halusinasi muncul.

E. Tanda dan gejala


Perilaku yang teramati adalah sebagai berikut:
1. Melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa yang
sedang berbicara
2. Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang tidak
berbicara atau kepada benda mati atau dengan seseorang yang tidak tampak
3. Terlibat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak
tampak
4. Menggerak-gerakkan mulut seperti sedang berbicara atau mejawab suara

F. Klasifikasi halusinasi

Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan
karakteristik tertentu, diantaranya :

1) Halusinasi pendengaran: karakteristik ditandai dengan mendengar suara,


teruatama suara–suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.
2) Halusinasi penglihatan: karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam
bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau
menakutkan.
3) Halusinasi penghidu: karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan
bau yang menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang–kadang terhidu bau
harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4) Halusinasi peraba: karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak
tanpa stimulus yang terlihat. Contoh: merasakan sensasi listrik datang dari tanah,
benda mati atau orang lain.
5) Halusinasi pengecap: karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang
busuk, amis dan menjijikkan.
6) Halusinasi sinestetik: karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine.

G. Pohon Masalah

Resiko mencederai diri


sendiri dan orang lain
gangguan sensori
persepsi: halusinasi

isolasi sosial menarik diri

H. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji

1. Isolasi sosial: menarik diri


2. Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran
3. Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan
4. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
5. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik
6. Defisit perawatan diri: mandi dan berhias
7. Ketidakefektifan keluarga: ketidakmampuan keluarga merawat klien dirumah
8. Gangguan pemeliharaan kesehatan

I. Diagnosa keperawatan dan prioritas


1. Resiko menciderai pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan halusinasi
2. Perubahan persepsi sensorik: halusinasi berhubungan dengan menarik diri
3. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
4. Defisit perawatan diri: Mandi/kebersihan berhubungan dengan ketidakmampuan
dalam merawat diri
5. Perubahan proses pikir: Waham berhubungan dengan harga diri rendah kronis
6. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif berhubungan dengan koping
keluarga tak efektif
7. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan menarik diri.
8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halusinasi
9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan harga diri rendah.

J. Rencana tindakan keperawatan


1. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi
a. Tujuan Umum : klien tidak menciderai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
b. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria evaluasi:
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, ada kontak mata, mau
berjabat tangan, mau menyebutkan nama, menjawab salam, duduk
berdampingan dengan perawat, dan mau mengutarakan masalah yang
dihadapinya.

Intervensi :

1) Bina Hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip


komunikasi terapeutik
a) Sapa klien dengnramah baik verbal maupun non verbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Tunjukan sikap empati dan memerima klien apa danya
f) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien

b. Klien dapat mengenal halusinasinya


Kriteria hasil:

a) Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya halusinasi


b) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya
Intervensi:

a) Adakan kontak sering dan singkat


b) Observasi perilaku (verbal/non verbal) yang berhubungan dengan
halusinasinya
c) Bantu klien mengenal halusinasinya
1 Jika menemukan klien yang sedang halusinasi, tanyakan apakah
ada suara yang terdengar
2 Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang dikatakan oleh suara
tersebut
3 Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun
perawat tidak mendengar
4 Katakan bahwa klien yang lain juga ada yang seperti klien
5 Katakan bahwa perawat akan membantu klien
d) Diskusikan dengan klien
1. situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi
2. waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, malam, atau
jika sendiri, jengkel atau sedih)
3. diskusikan dengn klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, sedih, senang) beri kesemapatan mengungkapkan
perasaanya.

c. Klien dapat mengontrol halusinasinya


Kriteria hasil:

1) Klien dapat menyebutkan tindakan yang bisa dilakukan untuk


mengontrol halusinasinya
2) Klien dapat menyebutkan cara baru
3) Klien dapat memilih cara untuk mengatasi halusinasi seperti yang telah
didiskusikan dengan klien
4) Klien dapat melaksanakan cara yang dipilih untuk mengendalikan
halusinasinya
5) Klien dapat mengikuti TAK

Intervensi:

a. Identifikasi bersama klien tindakan yang bisa dilakukan untuk


mengendalikan halusinasinya
b. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat
beri pujian
c. Diskusikan cara baru untuk mengontrol timbulnya halusinasi:
 Katakan “saya tidak mau dengan kamu” (nada saat halusiansi
terjadi)
 Menemui perawat atau teman dan keluarga untuk bercakap-cakap
dan untuk mengatakan halusinasi yang didengar
 Membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak
muncul
d. Bantu klien untuk memilih dan melatih cara memutus halusinasi
secara bertahap
e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi
hasilnya dan beri pujian jika berhasil
f. Anjurkan klien mengikuti TAK

d. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya


Intervensi:

a) Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga ketika mengalami


halusinasi
b) Lakukan kunjungan rumah: Diskusikan dengan keluarga tentang:
 Halusinasi klien
 Cara memutuskan hausinasi
 Cara merawat anggota keluarga halusinasi
 Cara memodifikasi lingkungan untuk menurunkan kejadian
halusinasi
 Cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan pada saat
mengalami halusinasi
e. Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol halusinasinya
Intervensi:

a) Diskusikan dengan klien tentang manfaat obat untuk mengontrol


halusinasi
b) Bantu klien menggunakan obat secara benar
DAFTAR PUSTAKA

Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I. 2000 Keperawatan Jiwa. Teori
dan Tindakan Keperawatan Jiwa: Jakarta

Keliat Budi, Anna. 1995. Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa.
EGC: Jakarta

Maramis, W.F. 1990. Ilmu Kedokteran Jiwa. Erlangga Universitas Press: Surabaya

Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga. CV.
Sagung Seto: Jakarta.

You might also like