Professional Documents
Culture Documents
Studi Observasional di Puskesmas Brati Grobogan pada Bulan Desember 2017-Januari 2018
Diajukan oleh :
PENDAHULUAN
Diabetes melitus (DM) adalah salah satu penyakit yang menyebabkan kematian bagi
empat juta orang setiap tahunnya. Dengan demikian, DM merupakan penyakit tidak menular
pertama yang dinyatakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai penyakit yang
memerlukan perhatian khusus bagi dunia (Soegondo & Sukardji, 2008). PBB membuat perkiraan
bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita DM di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang
dan dalam kurun waktu 25 tahun kemuadian, akan terus bertambah menjadi 300 juta orang.
Orang dengan DM tipe 2 megalami resiko tinggi terhadap sejumlah masalah kesehatan yang
serius, termasuk penyakit jantung, kematian dini, kebutaan, gagal ginjal, amputasi, patah tulang,
kelemahan, dan depresi (The Action to Control Cardiovascular Risk in Diabetes Study Group,
2008).
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
c. Tingkat Pendidikan
Faktor tingkat pendidikan juga sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup
karena pendidikan rendah akan mempengaruhi kebiasaan fisik yang kurang baik.
Tingkat pendidikan juga dapat mempengaruhi seseorang dalam menerima
informasi. Tingkat pendidikan merupakan faktor yang penting pada penderita DM
dalam mengelola penyakitnya berdasarkan pengetahuan yang di milikinya,
sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka kualitas hidup
penderita DM semakin meningkat (Gautam et al dalam Yusra, 2011).
d. Pekerjaan
Pekerjaan akan berpengaruh terhadap kualitas hidup. Pekerjaan akan membuat
seseorang mendapatkan upah atau gaji untuk biaya pengobatan. Kualitas hidup
meningkat seiiring dengan adanya pekerjaan yang dimiliki seseorang
(Murdiningsih & Ghofur dalam Tamara, 2014).
f. Komplikasi
Menurut penelitian Isa dan Baiyewu (2006), Komplikasi berpengaruh terhadap
kualitas hidup penderita DM. Komplikasi DM seperti hipoglikemia dan
hiperglikemia yang merupakan keadaan darurat dari perjalanan penyakit DM.
Semakin berat komplikasi yang dimiliki seseorang, maka kualitas hidupnya
semakin berkurang.
g. Lama Menderita
Lama menderita akan mempengaruhi kualitas hidup penderita DM seperti
penderita DM yang sudah menderita DM hingga bertahun-tahun akan memiliki
efikasi diri dan pengelolaan penyakitnya dengan baik (WU et al dalam Yusra,
2011), sedangkan menurut Bernal et al dalam Yusra (2011), lama mederita disertai
komplikasi akan memiliki efikasi diri yang rendah, sehingga dapat disimpulkan
lama menderita disertai dengan komplikasi akan cenderung berpengaruh terhadap
kualitas hidup.
d. Lingkungan yaitu pada pertanyaan nomer 8, 9, 12, 13, 14, 23, 24 dan 25 (WHO, 2004).
2) Kebutuhan Kalori
Cara untuk memperhitungkan kebutuhan kalori pada penderita DM yaitu dengan
memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30kalori/kgBB.
Kebutuhan kalori ini dipengaruhi oleh beberapa faktor (Perkeni, 2011) antara lain :
a. Jenis kelamin
Kebutuhan kalori wanita 25 kal/kgBB dan untuk pria 30 kal.kgBB
b. Usia
Penderita DM usia diatas 40 tahun kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk
dekade antara 40 dan 59 tahun, dan 10% untuk dekade antara 60 dan 69 tahun,
dan 20% untuk usia diatas 60 tahun.
c. Berat badan
Kebutuhan kalori pada penderita yang mengalami kegemukan dikurangi
sekitar 20–30% (tergantung tingkat kegemukan), sedangkan pada penderita
yang kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk
meningkatkan berat badan.
Penderita DM makan sesuai jadwal, yaitu 3 kali makan utama dan 3 kali makan
selingan dengan interval waktu 3 jam. Jadwal makan standar untuk penderita DM
yaitu:
Tabel 2.1 Jadwal Makan Penderita DM
Jenis Makanan Waktu Total Kalori
Makan pagi 07.00 20%
Selingan 10.00 10%
Makan siang 13.00 30%
Selingan 16.00 10%
Makan sore/malam 19.00 20%
Selingan 21.00 10%
Sumber : Waspadji (2008)
Secara standar diet untuk penderita DM yang gemuk adalah 1100-1600 kalori,
penderita dengan berat badan normal 1700-1900 kalori dan 2100-2500 kalori untuk
penderita DM yang kurus (Waspadji, 2008).
Prinsip diet bagi penderita DM (Perkeni, 2011) yaitu:
a) Energi disesuaikan dengan kebutuhan dan faktor koreksi umur, jenis kelamin,
aktivitas dan berat badan
b) Karbohidrat 45-65% dari energi total
c) Protein 10-20% dari energi total
d) Lemak 20-25% dari energi total, penggunaan lemak jenuh <7%; lemak tidak jenuh
ganda <10%; selebihnya lemak tidak jenuh tunggal; dan kolesterol <300 mg/hari
e) Makanan yang perlu dihindari adalah makanan yang banyak mengandung
kolesterol, lemak trans, lemak jenuh serta makanan yang banyak mengandung
natrium.
f) Makanan yang dianjurkan adalah sumber karbohidrat kompleks, makanan tinggi
serat dan makanan yang diolah dengan sedikit minyak.
g) Gula untuk bumbu diperbolehkan dengan ketentuan <5% dari kebutuhan energi.
6) Jenis Diet dan Indikasi Pemberian
Diet yang digunakan sebagai bahan penatalaksanaan DM dikontrol berdasarkan
kandungan energi, protein, lemak dan karbohidrat. Sebagai pedoman dipakai 8 jenis
diet DM sebagaimana dapat dilihat dalam tabel 2.2. Penerapan diet ditentukan oleh
keadaan pasien, jenis DM, dan program pengobatan secara keseluruhan.
Tabel 2.3 Jenis Diet Diabetes Mellitus berdasarkan kandungan energi, protein,
lemak dan karbohidrat
Jenis Diet Energi (kkal) Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat
(gr)
I 1100 43 30 172
II 1300 45 35 192
III 1500 51,5 36,5 235
IV 1700 55,5 36,5 235
V 1900 60 48 299
VI 2100 62 53 319
VII 2300 73 59 369
VIII 2500 80 62 396
Sumber : Penuntun Diet, Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo
2) Jenis Kelamin
3) Pekerjaan
4) Pendidikan
Semakin rendah pendidikan seseorang maka akan semakin rendah pula
kemampuannya dalam menyikapi suatu permasalahan. Penelitian yang
dilakukan Bangun (2009) menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan diet pada penderita DM.
5) Lama Menderita DM
Sukamadinata (2009) dalam Phitri (2013) menyatakan, bahwa seseorang
yang lama menderita penyakit akan mampu merespon penyakit dengan rajin
melakukan pengobatan. Semakin lama seseorang menderita DM maka ia akan
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang baik dalam hal diet sehingga akan
patuh terhadap diet yang dianjurkan.
Namun pendapat lain menyatakan bahwa lama penyakit memberikan efek
negatif terhadap kepatuhan pasien. Makin lamaseseorang menderita penyakit
DM, makin kecil tingkat kepatuhannya (BPOM RI, 2006). Hasil penelitian
yang dilakukan pada 60 penderita DM di Poliklinik Endokrin Rumah Sakit
Hasan Sadikin Bandung menunjukkan bahwa lama menderita penyakit
iniberpengaruh 0,091 kali terhadap kepatuhan, semakin singkat durasi
seseorang menderita DM, maka akan semakin patuh terhadap rekomendasi
terapi (Bangun, 2009). Penelitian Fisher dalam Yusra (2011) mengatakan
bahwa pasien yang menderita DM selama 4 bulan sudah menunjukkan
keyakinan diri yang baik. Wu et al., (2006) menemukan bahwa pasien yang
telah menderita DM ≥ 11 tahun memiliki keyakinan diri yang lebih baik
daripada pasien yang menderita DM < 10 tahun.
6) Pengetahuan
Sikap penderita DM sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, dalam hal ini
pengetahuan tentang penyakit DM sangatlah penting karena pengetahuan ini
akan membawa penderita untuk menentukan sikap, berusaha, berpikir dan
berusaha untuk tidak terkena penyakit atau dapat mengurangi kondisi
penyakitnya. Jika seseorang pengetahuannya baik maka sikap yang yang
dimiliki terhadap diet DM semestinya dapat mendukung terhadap kepatuhan
diet DM itu sendiri (Effendi dikutip dalam Phitri 2013).
7) Dukungan Keluarga
2.3.1 Definisi
gangguan aktivitas atau sekresi insulin. Gejala penderita DM antara lain banyak
minum (polidipsi), banyak makan (polifagi), banyak kencing (poliuri), lemas, dan
ditandai dengan kadar glukosa darah puasa >126 mg/dL dan kadar glukosa darah
2.3.2 Etiologi
Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya
kekurangan insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi
melalui 3 jalan, yaitu:
a. Rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia, gangguan
autoimun, dll) yang menjadi penyebab dari diabetes tipe 1.
b. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas yang menjadi
penyebab dari diabetes tipe 2.
c. Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer yang menjadi
penyebab dari diabetes tipe 2 (Fatimah, 2015; Eisenbarth & Buse, 2011; Greenstein
& Wood, 2010).
c. Jenis Kelamin
Penyakit DM ini sebagian besar dijumpai pada perempuan dibandingkan laki-
laki karena terdapat perbedaan dalam melakukan semua aktivitas dan gaya hidup
sehari-hari yang sangat mempengaruhi kejadian suatu penyakit, dan hal tersebut
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit DM (Soegondo, 2007).
Jumlah lemak pada laki-laki dewasa rata-rata berkisar antara 15-20% dari berat
badan total, dan pada perempuan sekitar 20-25%. Jadi peningkatan kadar lemak
pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki, sehingga faktor risiko
terjadinya DM pada perempuan 3-7 kali lipat lebih tinggi dibandingkan pada
laki-laki yaitu 2-3 kali lipat (Soegondo, 2007).
d. Obesitas
Obesitas adalah berat badan yang berlebih minimal 20% dari BB idaman atau
indeks massa tubuh lebih dari 25 kg/m2. Soegondo (2007) menyatakan bahwa
obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap peningkatan glukosa
darah berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel di seluruh tubuh termasuk di
otot berkurang jumlahnya dan kurang sensitive
e. Aktifitas Fisik
Kurangnya aktifitas merupakan salah satu faktor yang ikut berperan dalam
menyebabkan resistensi insulin pada DM tipe II (Soegondo, 2007). Kriska
(2007) menyatakan mekanisme aktifitas fisik dapat mencegah atau menghambat
perkembangan DM tipe II yaitu : 1) resistensi insulin; 2) peningkatan toleransi
glukosa; 3) Penurunan lemak adipose; 4) Pengurangan lemak sentral; perubahan
jaringan otot. Aktivitas fisik yang semakin jarang maka gula yang dikonsumsi
juga akan semakin lama terpakai, akibatnya prevalensi peningkatan kadar gula
dalam darah juga akan semakin tinggi.
f. Pola Makan
Penurunan kalori berupa karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan,
merupakan faktor eksternal yang dapat merubah integritas dan fungsi sel beta
individu yang rentan (Prince & Wilson, 2006). Individu yang kelebihan berat
badan harus melakukan diet untuk mengurangi kebutuhan kalori sampai berat
badannya turun mencapai batas ideal. Penurunan kalori yang moderat (500-1000
Kkal/hari) akan menghasilkan penurunan berat badan yang perlahan tapi
progresif (0,5-1 kg/minggu). Penurunan berat badan 2,5-7 kg/bulan akan
memperbaiki kadar glukosa darah (ADA, 2010).
g. Stress
Respon stress menyebabkan terjadinya sekresi sistem saraf simpatis yang diikuti
oleh sekresi simpatis-medular, dan bila stress menetap maka sistem hipotalamus-
pituitari akan diaktifkan dan akan mensekresi corticotropin releasing factor yang
menstimulasi pituitary anterior untuk memproduksi adenocorticotropic factor
(ACTH). Adenocorticotropic menstimulasi produksi kortisol, kortisol adalah
hormon yang dapat menaikkan kadar gula darah (Guyton, 2008).
2.3.4 Klasifikasi
seluruh populasi penderita DM dan sering terjadi pada usia<40 tahun. DM tipe 1
disebabkan karena kerusakan sel beta pankreas karena reaksi autoimun. DM tipe 2
lebih sering terjadi, sekitar 95% dari seluruh kasus. DM tipe 2 lebih sering terjadi
pada usia>40 tahun. Pada DM tipe 2 produksi insulin tetap berjalan namun jumlah
reseptor insulin pada sel target menurun sehingga glukosa yang masuk ke sel akan
menurun dan glukosa dalam pembuluh darah akan meningkat. Keadaan ini disebut
resistensi insulin. DM tipe 2 biasanya terjadi pada orang yang obesitas yang
2.3.4 Patofisiologi
Bahan makanan dari mulut dibawa ke lambung lalu ke usus untuk dicerna.
Dalam saluran cerna, karbohidrat diubah menjadi glukosa, protein menjadi asam
amino, dan lemak menjadi asam lemak. Zat makanan tersebut dimetabolisme dalam
sel. Insulin memegang peranan penting dalam proses metabolisme. Insulin
mentranspor glukosa ke dalam sel untuk dimetabolisme menjadi energi. Bila terjadi
disfungsi insulin, glukosa tetap berada dalam pembuluh darah dan menyebabkan
kadarnya meningkat. Keadaan tersebut menyebabkan tubuh lemah karena tidak ada
sumber energi dalam sel. Disfungsi insulin terjadi karena penurunan sekresinya
maupun karena resistensi jaringan terhadap insulin Pada resistensi insulin, produksi
insulin tetap berjalan namun jumlah reseptor insulin pada sel target menurun
sehingga glukosa yang masuk ke sel akan menurun dan glukosa dalam pembuluh
darah akan meningkat (Guyton dan Hall, 2008).
2.3.5 Penatalaksanaan
Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah
normal (euglikemia) tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola
aktivitas pasien. Menurut Konsensus Perkeni 2011, ada empat pilar
penatalaksanaan DM.
1. Edukasi
b. Lemak
c. Protein
d. Serat
e. Natrium
Hal – hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan obat antidiabetika oral
menurut BPOM tahun 2010 antara lain:
1. Obat antidiabetika oral merupakan obat yang harus digunakan dibawah
pengawasan dokter.
2. Antidiabetika oral sebaiknya diminum pada saat menjelang makan atau
setengah jam sebelum makan untuk mencegah timbulnya reaksi hipoglikemia.
3. Minumlah dosis yang terlupa segera setelah mengingatnya, akan tetapi jika
hampir mendekati dosis berikutnya, jangan diminum dosis tersebut dan
kembali ke jadwal yang seharusnya.
4. Jangan menduakalikan dosis
5. Jangan minum antasida selama 1 setelah minum obat antidiabetika
6. Konsultasikan dengan dokter dalam melakukan penyesuaian dosis, jika anda
sedang dalam diet atau mengalami perubahan dalam pola berolahraga.
7. Jangan minum obat lain kecuali atas petunjuk dokter, apoteker, atau tenaga
kesehatan lainnya terutama untuk obat penghilang rasa nyeri (asetosal), obat
asma, obat pilek dan obat batuk.
8. Jangan minum alkohol selama minum obat antidiabetika oral, karena alkohol
dapat menurunkan kadr gula darah sehingga meningkatkan risiko
hipoglikemia.
2.4 Prolanis
Prolanis adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang
dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan Peserta, Fasilitas Kesehatan dan BPJS
Kesehatan dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita
penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan
yang efektif dan efisien (PROLANIS, 2010).
Prolanis adalah sebuah program manajemen penyakit kronis yang merupakan bagian dari
Askes. Program dimulai pada 2010 dan berfokus pada manajemen mandiri diabetes. Ini
merupakan bagian dari layanan konsultasi dan pemeriksaan bulanan dari rumah sakit ke Pusat
Kesehatan yang memberikan manfaat kepada pasien dari segi waktu tunggu yang lebih rendah
secara signifikan dan lebih banyak waktu untuk berkonsultasi dan memberikan pendidikan
kepada pasien. Ini adalah perubahan positif bagi mereka yang diasuransikan oleh Askes tetapi
menimbulkan pertanyaan adanya ketidakadilan akses terhadap informasi dan pendidikan bagi
mereka tidak diasuransikan oleh Askes (Soewondo, Ferrario and Tahapary, 2013).
Pelayanan yang diberikan oleh Prolanis seperti pelayanan obat untuk penyakit diabetes
pasien selama satu bulan, mengingatkan jadwalkonsultasi dan pengambilan obat, memberi
informasi dan pengetahuan tentang penyakit diabetes secara teratur dan terstruktur pemantauan
status kesehatan secara intensif serta adanya kegiatan kunjungan rumah (home visit) bagi peserta
(PROLANIS, 2010).
Dokter akan memantau kepatuhan pasien terhadap program pengelolaan penyakit kronis
ini untuk mengetahui apakah pasien benar- benar melakukan apa yang direncanakan. Komitmen
peserta dalam mengikuti Prolanis juga merupakan hal yang sangat penting. Peserta diharapkan
mengikuti segala ketentuan pengobatan yang telah direncanakan, karena jika tidak ada komitme
dari pasien maka program ini akan gagal.
Dengan adanya Prolanis, target peningkatan status kesehatan,pengetahuan, kemampuan,
dan kesadaran peserta dalam rangka pemeliharaan kesehatan secara mandiri dapat terwujud
secara maksimal. Target ini juga didasarkan pada panduan klinis yang berlaku. Indikator
keberhasilan program ini adalah terwujudnya Profil Kesehatan Peserta melalui pemantauan
berkesinambungan terhadap peserta.