Professional Documents
Culture Documents
Di sisi penawaran, Indonesia sendiri juga terdapat sejumlah faktor yang menghambat
pengembangan ekspor komoditi primer. Salah satu diantarannya yang terpenting adalah
kekakuan struktural di banyak sistem produksi di pedesaan. Seperti terbatasnya sumber daya,
iklim yang tidak menguntungkan, tanah yang sangat gersang, struktur kelembagaan, sosial –
ekonomi yang kolot, dan pola penguasaan tanah yang tidak produktif dan tidak seimbang.
Bahkan setinggi apa pun tingkat permintaan internasional terhadap komoditi primer tertentu
(jelas akan berbeda untuk masing-masing komoditi), pengembangan ekspor tetap sangat
terbatas apabila struktur-struktur ekonomi dan sosial di daerah pedesaaan yang selama ini
terbukti menghambat peningkatan penawaran tidak diperbaiki secepatnya.
Hal terakhir yang perlu kita catat di sini adalah banyaknya kebijakan-kebijakan luar
negeri (bersifat politik) dair negara-negara maju yang secara lansung maupun tidak langsung
ikut memukul ekspor komodiit primer. Contoh yang sangat memprihatinkan adalah
kebijaksanaan Uni Eropa untuk menjual daging sapi murah (karena subsidi) dengan kedok
“bantuan ekonomi”.
Pada masa penjajahan Belanda dan pemerintahan Orde Lama ekspor Indonesia berupa hasil-hasil
pertanian, terutama hasil-hasil perkebunan perusahaan perkebunan swasta milik Belanda yang
kemudian dinasionalisasi pada akhir pemerintahan Orde Lama, dan hasil pertenakan berupa sapi dan
babi. Impor pada waktu itu terutama beras, sarana produksi untuk perkebunan swata Belanda, konsumsi
tahan lama seperti mobil, dan bahan modal untuk pembangunan ekonomi. Karena sulitnya menaikan
ekspor hasil pertanian dan perkebunan yang dihadapkan pada kebutuhan impor yang selalu meningkat
maka pada masa stabilisasi ekonomi dan politik (tahun 1966-68) dan beberapa tahun setelah itu impor
selalu lebih besar daripada ekpor (neraca perdagangan yang defisit) sampai pada tahun 1971.
Setelah Undang-Undang Penanaman Modal (UUPMA) pada tahun 1967 dan Undang-Undang
Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPMDN) pada tahun 1968 diundangkan, terjadi aliran modal asing
yang sangat besar masuk Indonesia, terutama pada sektor minyak (minyak tanah dan gas alam) dan
sektor ekstraktif lain. Kredit perbankan tumbuh dengan pesat sehingga mampu menunjang sektor
swasta untuk bangkit kembali. Pertamina memulai program raksasanya dengan sumber biaua dari
penerimaan minyak dan (beberapa tahun kemudian) dari pinjaman luar negeri dalam jumlah yang besar.
Mulai tahun 1972 dan terutama tahun 1973 dan 1974 produksi minyak dalam negeri sudah memberikan
buah yang besar ditambah lagi kenaikan harga minyak bumi di pasar internasional, ekspor Indonesia
melonjak dengan angka yang dramatis. Melonjaknya aliran modal asing (bantuan) dan naiknya harga
minyak bumi di pasaran internasional tidak diimbangi dengan proporsi yang sama dengan kenaikan
impor yang mengakibatkan neraca perdagangan menjadi surplus (1972-1977). Sejak saat itu, kenaikan
harga minyak bumi di pasar internasional menyebabkan ekspor Indonesia dari minyak bumi
mendominasi jumlah ekspor seluruhnya. Indonesia menjadi anggota OPEC (organization of Petroleum
Exporting Countries).
Begitu selajutnya untuk tahun-tahun berikutnya pangsa pasar ekspor migas (minyak bumi dan gas alam)
selalu lebih besar daripada ekspor non migas (lihat Tabel 11.2) berkisar dari di atas 80% dari jumlah
ekspor. Pangsa ini dalam persentase selalu menurun sehingga menjadi sekitar 50% pada tahun mana
perkembangan industri dalam negeri sudah demikian maju sehingga panga pasar ekspor nonmigas bisa
mengimbangi pangsa pasar untuk migas, yakni sekitar 50% pada tahun 1987.
Setelah tahun itu keadaanya menjadi terbalik. Pangsa ekspor migas yang selalu mengalami penurunan
(dari sekitar 49% pada tahun 1987 menjadi 23% pada tahun 1995), diimbangi oleh pangsa pasar ekspor
nonmigas yang selalu meningkat (dari sekitar 50% pada tahun 1987 menjadi sekitar 77% pada tahun
1995)
Kemajuan industri dalam negeri ditunjukan oleh besarnya impor untuk keperluan bahan baku industri
dan kebutuhan akan modal. Yang termasuk dalam bahan baku adalah bahan makanan dan minuman
(untuk industri), makanan dan minuman (industri ½ jadi), bahan baku mentah untuk industri, bahan
baku ½ jadi untuk industri, bahan bakar dan pelumas (mentah), bahan bakar dan pelumas (½ jadi), suku
cadang dan pelengkapan barang modal, suku cadang dan perlengkapan alat angkutan. Sedangkan yang
termasuk bahan modal adalah barang modal (selain alat angkutan), mobil penumpang, alat transportasi
untuk industri. Impor bahan konsumsi tidak lebih dari 10% dari jumlah impor. Yang termasuk barang
konsumsi adalah bahan makaanan dan minuman (rumah tangga), mobil penumpang, alat angkutan
(bukan untuk industri), barang konsumsi tahan lama, barang konsumsi setengah tahan lama, barang
konsumsi tidak tahan lama, dan lainnya.
Nilai impor bahan baku dan bahan modan untuk tahun 2010 – 2015 terutama diimpor dari Amerika
(Amerika Serikat, Amerika Latin, Kanada), Eropa (terutama MEE), dan Asia (terutama ASEAN) dan
juga australia ditunjukan oleh tabel dibawah
Dengan jumlah impor yang didonimasi oleh bahan dan alat untuk keperluan pembangunan industri,
maka industri manufaktur telah menunjukan kemajuan pembangunan industri. Perkembangan industri
dalam negeri ini ditunjukan oleh pangsa sektor industri manufaktur terhadap nilai ekspor untuk tahun
2002-2007 meliputi 80% sampai 85% dari total ekspor. Sektor pertanian yang terlebih dahulu pada
masa pemerintahan Orde Baru merupakan komoditi ekspor utama, kini hanya mempunyai pangsa 5%.
Sedangkan komoditi ekspor mineral, yang mencakup sekitar 10% dari total ekspor nonmigas.
Kalau Indonesia mengimpor alat dan bahan untuk keperluan pembangunan industrinya adalah terutama
dari Amerika Serikat, Eropa (khususnya MEE), ASEAN dan Australia, demikian juga halnya dengan
ekspor nonmigas Indonesia ditujukan terutama ke negara tujuan itu juga. Hal ini disebabkan oleh karena
perdagangan luar negeri itu bersifat resiprokal (bolak-balik) yang kurang lebih imbang. Nilai ekspor
nonmigas Indonesia untuk tahun 2010-2015 ditunjukan pada tabel dibawah ini.
AMERIKA/AMERICA
NAFTA 15.761,2 18.077,8 16.316,7 17.161,3 18.136,0 17.787,1
Amerika Serikat 14.266,6 16.459,1 14.874,4 15.691,7 16.530,1 16.240,8
Kanada 731,9 960,3 792,4 782,3 755,0 722,3
Meksiko 762,7 658,4 649,9 687,3 850,9 824,0
Amerika Lainnya 2.740,3 3.295,2 2.975,2 3.018,5 2.899,6 2.450,2
EROPA
Uni Eropa 17.127,4 20.508,9 18.027,3 16.763,7 16.918,9 14.842,5
Eropa Lainnya 1.450,7 1.789,7 1.696,9 1.858,7 1.752,7 2.546,0
Catatan:
r) Angka diperbaiki
1) Berdasarkan Keppres No.12/2014 tentang penggunaan kata Tiongkok untuk menggantikan kata Cina
Diolah dari dokumen kepabeanan Ditjen Bea dan Cukai (PEB dan PIB)
Dikutip dari Publikasi Statistik Indonesia