You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit tertua yang sampai saat

ini masih menyerang manusia (Carter et al., 2003). Penyakit ini sudah

diketahui sejak zaman Yunani, namun penyebabnya baru diketahui pada abad

ke-19 oleh Laveran yang dalam penelitiannya melihat ada sesuatu berbentuk

pisang dalam darah penderita penyakit malaria. Temuan Laveran tersebut

disempurnakan oleh Ross pada tahun 1897 yang menyatakan bahwa penyakit

malaria ditularkan oleh nyamuk-nyamuk yang hidup di rawa-rawa

(Gandhahusada et al., 1998).

Sampai saat ini, tingkat kejadian penyakit malaria juga masih tinggi.

WHO melaporkan sekitar setengah populasi dunia mengalami risiko penyakit

malaria dengan estimasi 243 juta kasus infeksi dan mengakibatkan hampir

863 ribu orang mengalami kematian pada tahun 2008 (WHO, 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh ahli kimia di Imperial College London di

Inggris dan ilmuwan biologi di Institut Pasteur/Centre National de la

Recherche Scientifique (CNRS) di Perancis melaporkan bahwa penyakit

malaria menyebabkan 3 juta kematian setiap tahun. Sementara pendapat lain

menyatakan bahwa empat puluh persen orang di seluruh dunia berisiko

terjangkit infeksi penyakit malaria (Kaushansky et al., 2014).


Sebagai bagian dari Benua Asia, Indonesia merupakan negara

kepulauan dengan iklim tropis yang perubahan iklimnya akan berdampak

pada masalah kesehatan (Suwito et al., 2010) terutama penyakit malaria

(Puspawati et al., 2011). Penyakit malaria merupakan masalah kesehatan

yang penting, khususnya di luar Pulau Jawa dan Bali (Handayani et al.,

2008). Lebih dari 20 vektor malaria telah menginfeksi jutaan penduduk setiap

tahunnya ( Elyazar et al., 2011).

Indonesia merupakan negara yang berkomitmen memberantas penyakit

malaria (Murhandarwati, 2014). Berbagai upaya pemberantasan telah

dilakukan dengan dibantu oleh WHO dan United State of America Indonesia

Development sebanyak 10.217 kasus (API 90 per 1.000 penduduk). Tahun

2013, kasus malaria di Kabupaten Jayapura meningkat lagi dengan API 232

per 1000 penduduk.

Gambar 1.1. Grafik Perbandingan Prediksi dan Realita


Angka Malaria Sampai Tahun 2026
Gambar 1.2. API Kabupaten Jayapura 2013
Sumber: Bidang Dalmaskes Dinkes Kabupaten Jayapura 2014

Kejadian penyakit malaria di Kabupaten Jayapura juga tidak merata. Dari

16 wilayah Puskesmas, pada tahun 2008 kejadian penyakit malaria ditemukan di

tiga wilayah Puskesmas yaitu Puskesmas Sentani Timur, Puskesmas Sentani, dan

Puskesmas Sentani Barat dinyatakan sebagai daerah endemis. Tingkat

endemisitas penyakit malaria di Kabupaten Jayapura dinyatakan dengan

stratifikasi High Case Incidence (HCl), terhadap tiga distrik ini.

Penyebab penyakit malaria juga erat kaitannya dengan lingkungan

biologi. Keberadaan danau dan didukung oleh curah hujan yang tinggi

memungkinkan tumbuhnya pohon-pohon dan hewan-hewan liar di wilayah

danau Sentani, mulai dari tanaman yang bisa hidup di air maupun di bantaran

danau. Tumbuhan yang hidup di air misalnya eceng gondok dan sejenisnya

dapat menjadi tempat yang baik bagi nyamuk untuk berkembang biak.

Sementara tumbuhan yang berada di bantaran danau terdapat tumbuhan sagu,


nipah, dan lain-lain. Bantaran danau yang memiliki Daerah Aliran Sungai

(DAS) (80.117 Ha) yang terhampar sampai kaki pegunungan Cycloops

dengan 16 sungai yang bermuara ke Danau Sentani, memungkinkan banyak

ditumbuhi tumbuhan liar. Tumbuhan liar memungkinkan bagi nyamuk untuk

bersarang dan berkembang biak. Selain tumbuhan, berbagai jenis hewan,

termasuk hewan ternak masyarakat yang kandangnya kurang diperhatikan

masalah kebersihannya, juga menjadi tempat bersarangnya nyamuk.

Selain faktor lingkungan, penyakit malaria juga tidak terlepas dari

faktor sosial, yaitu faktor yang berhubungan dengan segala aktifitas

masyarakat terutama dalam berhubungan dengan lingkungannya (social-

ecology) (Gilioli et al., 2014). Faktor sosial tidak dapat dipisahkan dari

penyakit malaria. Aktifitas yang buruk akan berdampak pada semakin

memburuknya lingkungan sehingga meningkatkan penyakit malaria.

Keadaan sosial di wilayah Danau Sentani mendukung

perkembangbiakan nyamuk. Kepadatan penduduk di wilayah Danau Sentani

tergolong cukup padat. Jumlah penduduk distrik Sentani pada tahun 2012

yang meliputi sepuluh kampung/kelurahan sebanyak 47.758 jiwa/km2.

Kepadatan empat lokasi penelitian adalah 3.755 jiwa yang terdiri dari Kampung

Hobong 846 jiwa, Ifar Besar 817 jiwa, Ifale 1.132 jiwa, dan Kampung

Kehiran/Yoboi 960 jiwa (BPS Jayapura, 2012).

Berdasarkan hasil prasurvei yang dilakukan pada bulan April 2012,

sebagian besar masyarakat di wilayah Danau Sentani memiliki pengetahuan


yang minim terhadap penyakit malaria. Ada masyarakat yang belum

mengetahui bahwa penyakit malaria sangat berbahaya sehingga

membutuhkan penanganan yang cepat. Ada juga masyarakat yang belum

paham dengan jelas gejala penyakit malaria sehingga ketika merasa kurang

enak badan misalnya demam tinggi hanya dianggap sebagai demam biasa.

Sebagian lainnya belum mengetahui bagaimana cara pengobatan penyakit

malaria dengan baik dan benar. Beberapa masyarakat mengemukakan bahwa

ketika digigit nyamuk yang terindikasi nyamuk Anopheles, bahkan

pengobatannya dilakukan secara tradisional (Hasil wawancara pada prasurvei,

18 April 2012).

Kejadian penyakit malaria di wilayah Danau Sentani juga dapat

dikarenakan sikap masyarakat dalam menghadapi penyakit malaria. Sebagian

masyarakat menganggap kalau penyakit malaria merupakan penyakit biasa.

Saat menderita demam, sebagian orang tidak melakukan pengobatan atau

menunggu sembuh dengan sendirinya. Hasil prasurvei yang dilakukan (18

April 2012) memperlihatkan sebagian masyarakat merasa tidak takut dengan

nyamuk Anopheles.

II.Rumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran asuhan keperawatan pasien Malaria ?

2. Bagaimana Healt Education/Promkes pada pencegahan Malaria ?


III. Tujuan Studi Kasus

1. Menggambarkan asuhan keperawatan pasien Malaria

2. Menggambarkan Healt Education/Promkes pencegahan malaria di Papua

IV. Manfaat Studi Kasus

1. Bagi Peneliti

Untuk menerapkan ilmu yang di dapat selama menempuh pendidikan di

Politeknik Kesehatan Kemenkes Jayapura Jurusan D-III Keperawatan.

2. Bagi Institusi

Menambah data dan jumlah penelitian utamanya data terkait penanganan

Malaria dan diharapkan dapat memberi manfaat bagi

mahasiswa/mahasiswi Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes

Jayapura untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi Masyarakat dan Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat dan

petugas kesehatan tentang pencegahan Malaria.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. KONSEP DASAR MEDIS MALARIA

A. Definisi

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit

plasmodium yang hidup dan berkembang biak di dalam sel darah

manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk

anopheles betina.

B. Etiologi

Penyakit malaria ini disebabkan oleh parasit plasmodium.

Species plasmodium pada manusia adalah :

1. Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika.

2. Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana.

3. Plasmodium malariae, penyebab malaria malariae (quartana)

4. Plasmodium ovale, penyebab malaria ovale.

Kini plasmodium knowlesi yang selama ini dikenal hanya ada

pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), ditemukan pula

ditubuh manusia. Penelitian sebuah tim internasional yang dimuat

jurnal Clinical Infectious Diseases memaparkan hasil tes pada 150

pasien malaria di rumah sakit Serawak, Malaysia, Juli 2006 sampai


Januari 2008, menunjukkan, dua pertiga kasus malaria disebabkan

infeksi plasmodium knowlesi. Plasmodium falciparum merupakan

penyebab infeksi yang berat dan bahkan dapat menimbukan suatu

variasi manisfestasi-manifestasi akut dan jika tidak diobati, dapat

menyebabkan kematian.

C. Patofisiologi

Patofisiologi pada malaria belum diketahui dengan pasti.

Berbagai macam teori dan hipotesis telah dikemukakan. Perubahan

patofisiologi pada malaria terutama berhubungan dengan gangguan

aliran darah setempat sebagai akibat melekatnya eritrosit yang

mengandung parasit pada endotelium kapiler. Perubahan ini cepat

reversibel pada mereka yang dapat tetap hidup (survive). Peran

beberapa mediator humoral masih belum pasti, tetapi mungkin terlibat

dalam patogenesis terjadinya demam dan peradangan. Skizogoni

eksoeritrositik mungkin dapat menyebabkan reaski leukosit dan

fagosit, sedangkan sporozoit dan gametosit tidak menimbulkan

perubahan patofisiologik. Patofisiologi malaria adalah multifaktorial

dan mungkin berhubungan dengan hal-halzsebagaizberikut:

1. Penghancuran eritrosit.

Penghancuran eritrosit ini tidak saja dengan pecahnya

eritrosit yang mengandung parasit, tetapi juga oleh fagositosis


eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung

parasit, sehingga menyebabkan anemia dan anoksia jaringan.

Dengan hemolisis intra vaskular yang berat, dapat terjadi

hemoglobinuria (blackwater fever) dan dapat mengakibatkan

gagal ginjal.

2. Mediator endotoksin-makrofag.

Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit

memicu makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan

berbagai mediator yang berperan dalam perubahan patofisiologi

malaria. Endotoksin tidak terdapat pada parasit malaria, mungkin

berasal dari rongga saluran cerna. Parasit malaria itu sendiri dapat

melepaskan faktor neksoris tumor (TNF). TNF adalah suatu

monokin , ditemukan dalam darah hewan dan manusia yang

terjangkit parasit malaria. TNF dan sitokin lain yang

berhubungan, menimbulkan demam, hipoglimeia dan sindrom

penyakit pernafasan pada orang dewasa (ARDS = adult

respiratory distress syndrome) dengan sekuestrasi sel neutrofil

dalam pembuluh darah paru. TNF dapat juga menghancurkan

plasmodium falciparum in vitro dan dapat meningkatkan

perlekatan eritrosit yang dihinggapi parasit pada endotelium

kapiler. Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan malaria


falciparum akut berhubungan langsung dengan mortalitas,

hipoglikemia, hiperparasitemia dan beratnya penyakit.

3. Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi.

Eritrosit yang terinfeksi plasmodium falciparum stadium

lanjut dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada

permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen malaria

dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan

afinitas eritrosit yang mengandung plasmodium falciparum

terhadap endotelium kapiler darah dalam alat dalam, sehingga

skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam, bukan di sirkulasi

perifer. Eritrosit yang terinfeksi, menempel pada endotelium

kapiler darah dan membentuk gumpalan (sludge) yang

membendung kapiler dalam alam-alat dalam.

Protein dan cairan merembes melalui membran kapiler yang

bocor (menjadi permeabel) dan menimbulkan anoksia dan edema

jaringan. Anoksia jaringan yang cukup meluas dapat menyebabkan

kematian. Protein kaya histidin P. falciparum ditemukan pada

tonjolan-tonjolan tersebut, sekurang-kurangnya ada empat macam

protein untuk sitoaherens eritrosit yang terinfeksi plasmodium P.

falciparum.
D. Tanda dan Gejala

1. Gejala serangan malaria pada penderita yaitu:

a. Gejala klasik, biasanya ditemukan pada penderita yang berasal

dari daerah non endemis malaria atau yang belum mempunyai

kekebalan (immunitas); atau yang pertama kali menderita

malaria. Gejala ini merupakan suatu parokisme, yang terdiri

dari tiga stadium berurutan:

1) menggigil (selama 15-60 menit), terjadi setelah pecahnya

sizon dalam eritrosit dan keluar zat-zat antigenik yang

menimbulkan mengigil-dingin.

2) demam (selama 2-6 jam), timbul setelah penderita

mengigil, demam dengan suhu badan sekitar 37,5-40°C,

pada penderita hiper parasitemia (lebih dari 5 ℅) suhu

meningkat sampai lebih dari 40 °C.

3) berkeringat (selama 2-4 jam), timbul setelah demam,

terjadi akibat gangguan metabolisme tubuh sehingga

produksi keringat bertambah. Kadang-kadang dalam

keadaan berat, keringat sampai membasahi tubuh seperti

orang mandi. Biasanya setelah berkeringat, penderita

merasa sehat kembali.


b. Gejala malaria dalam program pemberantasan malaria yaitu :

1) Demam.

2) Menggigil.

3) Berkeringat.

4) Dapat disertai dengan gejala lain: Sakit kepala, mual dan

muntah.

5) Gejala khas daerah setempat: diare pada balita, nyeri otot

atau pegal-pegal pada orang dewasa, pucat dan menggigil-

dingin pada orang dewasa.

c. Gejala malaria berat atau komplikasi, yaitu gejala malaria

klinis ringan diatas dengan disertai salah satu gejala di bawah

ini:

1) Gangguan kesadaran (lebih dari 30 menit).

2) Kejang, beberapa kali kejang.

3) Panas tinggi diikuti gangguan kesadaran.

4) Mata kuning dan tubuh kuning.

5) Perdarahan di hidung, gusi atau saluran pencernaan.

6) Jumlah kencing kurang (oliguri).

7) Warna urine seperti tua.

8) Kelemahan umum (tidak bisa duduk/berdiri).

9) Nafas sesak.
d. Kadar darah putih, leukosit, cenderung meningkat. Jika tidak

segera diobati biasanya akan timbul jaundice ringan (sakit

kuning) serta pembesaran hati dan limpa.

e. Kadar gula darah rendah.

f. Jika sejumlah parasit menetap di dalam darah kadang malaria

bersifat menetap. Menyebabkan penurunan nafsu makan, rasa

pahit pada lidah, lemah, sertai demam.

2. Gejala malaria berdasarkan jenis malaria antara lain:

a. Gejala Malaria Vivax dan Ovale.

Gejala yang terlihat sangat samar : berupa demam ringan yang

tidak menetap, keringat dingin, dan berlangsung selama 1

minggu membentuk pola yang khas. Biasanya demam akan

terjadi antara 1 – 8 jam. Setelah demam reda, pengidap malaria

ini merasa sehat sampai gejala susulan kembali terjadi.Gejala

jenis malaria ini cenderung terjadi setiap 48 jam.

b. Gejala Malaria Falcifarum.

Gejala awal adalah demam tinggi, suhu tubuh naik secara

bertahap kemudian tiba-tiba turun.Serangan bisa berlangsung

selama 20 – 36 jam, dan penderita mengalami sakit kepala

hebat. Setelah gejala utama meredah, pengidap akan merasa

tidak nyaman.
c. Gejala Malaria Malariae (quartana).

Suatu serangan seringkali dimulai secara samar-

samar.Serangannya menyerupai malaria vivax, dengan selang

waktu setiap 72 jam.

You might also like