Professional Documents
Culture Documents
MODUL
PRAKTIKUM PROSES OPERASI TEKNIK - II
“Water Weated Column”
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
perpindahan massa dari fase gas ke fase cair atau sebaliknya dari sifat¬-sifat zat untuk
menekan. Karakteristik perpindahan massa pada keadaan laminar akan berbeda dengan
perpindahan massa pada keadaan turbulen. Seperti kita ketahui, aliran pada fluida dapat
dikategorikan menjadi tiga, yakni:
1. Aliran Laminer
Aliran laminer merupakan aliran dengan fluida yang bergerak dalam lapisan –
lapisan, atau lamina – lamina dengan satu lapisan yan bergerak secara sejajar
dalam satu arah alir. Dalam aliran laminar ini viskositas berfungsi untuk meredam
kecendrungan terjadinya gerakan relatif antara lapisan. Sehingga aliran laminar
memenuhi hukum viskositas Newton yaitu:
𝑑𝑢
𝜏=𝜇 (1)
𝑑𝑦
2. Aliran transien
Aliran transisi merupakan aliran peralihan dari aliran laminar ke aliran turbulen.
3. Aliran turbulen
Aliran dimana pergerakan dari partikel – partikel fluida sangat tidak menentu
karena mengalami percampuran serta putaran partikel antar lapisan, yang
mengakibatkan saling tukar momentum dari satu bagian fluida kebagian fluida
yang lain dalam skala yang besar. Dalam keadaan aliran turbulen maka turbulensi
yang terjadi membangkitkan tegangan geser yang merata diseluruh fluida
sehingga menghasilkan kerugian – kerugian aliran.
Pada dasarnya, proses difusi dapat terjadi melalui dua mekanisme, yakni mekanisme
Secara teoritis proses difusi molekular (molecular diffussion) dan Mekanisme perpindahan
massa konveksi (mass transfer convection). Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai
keduanya:
Mekanisme difusi molekular (molecular diffussion): Proses ini sering terjadi pada
fluida yang tidak mengalir. Banyak hal yang ada di sekitar kita melibatkan mekanisme difusi
jenis ini, diantaranya adalah gula pasir yang dimasukkan ke dalam air akan melarut dan
berdifusi ke dalam larutan air, begitu juga dengan kasus pakaian basah yang dijemur akan
menjadi kering secara perlahan akibat adanya difusi dari air ke udara.
3
Mekanisme perpindahan massa konveksi (mass transfer convection) adalah
mekanisme perpindahan yang melibatkan adanya konveksi paksaan untuk meningkatkan laju
perpindahan. Contoh: zat pewarna yang diteteskan ke dalam segelas air akan berdifusi secara
perlahan-lahan melalui mekanisme difusi molekular, apabila secara mekanik larutan tersebut
diaduk maka akan terjadi mekanisme perpindahan massa konveksi.
Dalam dinding kolom yang terbasahi (Wetted Wall Column), perpindahan massa
terjadi melalui pengontakkan air dan udara yang saling tidak larut. Dalam hal ini,
perpindahan massa berdasarkan sifat pengontakkan larutannya diklasifikasikan menjadi dua:
1. Operasi perpindahan massa dengan zat-zat pengontaknya secara langsung.
Operasi ini dilakukan jika ingin menghasilkan pemisahan dua fasa dan larutan
fasa tunggal dengan adanya penambahan atau perpindahan panas.
2. Operasi perpindahan massa dengan pengontakan zat-zatnya secara tidak langsung.
Operasi jenis ini memerlukan zat-zat lain yang harus ditambahkan sehingga
pemisahan zatnya dapat lebih sempurna dan dihasilkan produk hasil pemisahan
yang lebih murni.
Dalam dinding kolom yang terbasahi (Wetted Wall Column), prinsip yang digunakan
adalah bahwa pada kenyataannya pada sistem dua fasa beberapa komponen dalam
kesetimbangan memiliki komposisi fasa yang berbeda-beda, sehingga karena dalam fasa
kesetimbangan tidak akan ditemukan komponen murni akibatnya saat dua fasa dikontakkan,
mereka tidak akan mencapai komposisi kesetimbangan. Sistem akan berusaha mencapai
kesetimbangan dengan pergerakan difusif antara molekul yang berkontakkan dan tentunya
sesuai dengan hukum Fick tentang difusi.
Persamaan diatas biasa disebut sebagai Hukum Fick pertama. Hukum Fick Pertama
didasarkan adanya pemahaman mengenai gradien konsentrasi antara dua titik akibat
terjadinya difusi molekular (molecular diffusion), yang dapat didefinisikan sebagai proses
perpindahan atau gerakan molekul-molekul secara individual yang terjadi secara acak.
4
DABdisebut sebagai difusifitas zat A melalui zat B. Jika komponen A dan komponen B
bergerak, maka perpindahan massa harus didefinisikan terhadap suatu posisi yang tertentu,
berkas aliran komponen A disebut NA dan berkas B berharga negatif dan disebut NB.
Sehingga berkas aliran total menjadi:
N = NA + NB (3)
Persamaan ini menunjukkan gerakan berkas molar komponen A yang merupakan jumlah
resultan berkas molar total (molar total flux) yang memiliki fraksi A sebesar xA = CA/C dan
pergerakan komponen A yang dihasilkan dari difusi JA. Persamaan 3 dapat ditulis ulang
sebagai berikut:
𝐶𝐴 𝑑𝑥𝐴
𝑁𝐴 = (𝑁𝐴 + 𝑁𝐵 ) − 𝑐𝐷𝐴𝐵 (4)
𝐶 𝑑𝑧
Persamaan diatas disebut sebagai Hukum Fick kedua. Pada persamaan Hukum Fick kedua
mekanisme perpindahan massa konveksi mulai diperhitungkan karena fluida mengalami
pergerakan sehingga mempengaruhi proses difusi. Untuk gas ideal berlaku:
𝑃 𝑐 𝑃
𝑐 = 𝑅𝑇 , 𝑃𝐴 = 𝑥𝐴 𝑃, 𝑑𝑎𝑛 ( 𝑐𝐴) = ( 𝑃𝐴) (5)
Pada suatu perpindahan massa WWC, laju perpindahan massa pada lokasi tertentu dapat
dihitung dengan mengintegrasikan persamaan di atas dengan menganggap NA=0 (tidak ada
perpindahan massa udara ke air).
1.2.2 Perpindahan Massa pada Dinding Kolom yang Terbasahi (Wetted Wall Column)
Proses difusi dalam percobaan ini berlangsung pada daerah antar muka (interface)
antara aliran udara dan aliran air. Aliran air yang menyusuri dinding kolom diusahakan
membentuk lapisan tipis atau film yang kemudian akan kontak dengan aliran udara yang
mengalir di tengah kolom.
5
Gambar 1.1 Diagram Perpindahan Massa WWC
Perpindahan massa sangat dipengaruhi dengan waktu kontak antara aliran air dan
udara, selain itu banyak dipengaruhi oleh faktor lain seperti keadaan aliran air yang laminer
atau turbulen. Pada percobaan ini divariasikan pula aliran udara dengan merubah laju alirnya
dan variasi laju air dari laminer, transisi, dan turbulen. Hasil perpindahan massa yang terjadi
diukur melalui humiditas (kelembaban) udara yang telah melakukan kontak dengan air.
1.2.3 Neraca Massa pada Dinding Kolom yang Terbasahi (Wetted Wall Column)
Laju perpindahan massa pada lokasi tertentu dapat dihitung dengan mengintegrasikan
dan mengatur ulang persamaan 6 dengan menganggap NA = 0 karena diasumsikan tidak ada
perpindahan massa dari udara ke air.
−𝐷𝐴𝐵 𝑃𝑇
𝑁𝐴 = (𝑃𝐴𝑖 − 𝑃𝐴1 ) (7)
𝑅𝑇 𝑧𝑃𝐵𝑀
𝑧 𝐷𝐴𝐵 𝑃 𝑑𝑃𝐴
𝑁𝐴 ∫𝑧 2 𝑑𝑧 = − ∫𝑃 𝐴𝑖 𝑃 (8)
1 𝑅𝑇 𝐴1 (1− 𝐴 )
𝑃
𝐷 𝑃
𝑁𝐴 = 𝑅𝑇(𝑧𝐴𝐵−𝑧 ) (𝑃𝐴𝑖 − 𝑃𝐴1 ) = 𝑘𝐺 (𝑃𝐴𝑖 − 𝑃𝐴1 ) (9)
1 𝑖
(10)
Persamaan 7 dapat ditulis ulang dengan berdasarkan satuan konstanta perpindahan massa,
seperti NA = ky(yAi–yA1) = kG(PAi–PA1) = kc(cAi – cA1). Dengan ky, kG, kc adalah koefisien
perpindahan massa lokal dengan satuan yang sesuai.
Perpindahan massa terjadi sepanjang kolom seperti terlihat pada gambar 3 dibawah,
maka berkas molar NA dapat dituliskan sebagai berikut:
6
𝑁𝐴 = 𝑘𝑦,𝑎𝑣 (𝑦𝐴𝑖 − 𝑦𝐴1 )𝑀 = 𝑘𝐺,𝑎𝑣 (𝑃𝐴𝑖 − 𝑃𝐴1 )𝑀
(11)
ky,av dan kG,av adalah koefisien perpindahan massa rata-rata.
Dan dengan:
(𝑦𝐴𝐼 −𝑦𝐴𝑂 )−(𝑦𝐴𝐼 −𝑦𝐴𝐿 )
(𝑦𝐴𝑖 − 𝑦𝐴1 )𝑀 = = beda konsentrasi logaritmik
(𝑦𝐴𝐼 −𝑦𝐴𝑂 )
𝑙𝑛 ⁄(𝑦
𝐴𝐼 −𝑦𝐴𝐿 )
[ ]
(12)
7
𝐺𝑑𝑦
𝑑𝐿 = = 𝑁𝐴 𝑑𝐴 = 𝑘𝐺 𝑑𝐴 (𝑃𝐴𝑖 − 𝑃𝐴𝐺 ) = 𝑘𝐺 𝑃(𝑦𝐴𝑖 − 𝑦)𝑑𝐴
1−𝑦
𝐺𝑑𝑦
∫ = ∫ 𝑑𝐴
𝑘𝐺 𝑃(1 − 𝑦)(𝑦𝑖 − 𝑦)
𝐺
diasumsikan 𝑘 dan yi konstan, maka:
𝐺𝑃
𝑘𝐺 𝑃 1 𝑑𝑦 1 𝑦 −𝑦 1−𝑦
= (1−𝑦 ) ∫ (1−𝑦)(𝑦 −𝑦) = (1−𝑦 ) 𝑙𝑛 [(𝑦𝑖 −𝑦𝐴0 ) (1−𝑦𝐴𝐿)]
𝐺 𝑖 𝑖 𝑖 𝑖 𝐴𝐿 𝐴0
(13)
(15)
𝜌𝑣𝑑
𝑅𝑒 = 𝜇
(16)
𝜇
𝑆𝑐 = 𝜌𝐷
𝐴𝐵
(17)
8
untuk menentukan karakter aliran fluida jika ada momentum secara simultan dan difusi massa
selama proses konveksi.
Reynold Number adalah bilangan tak berdimensi yang paling sering dijumpai untuk
menjelaskan kasus mikrofluida. Meskipun demikian, bilangan Reynolds merupakan bilangan
yang paling tidak menarik, karena hampir di setiap kasus mikrofluida nilainya sangat kecil-
yang berarti bahwa gaya inersia tidak berpengaruh pada perilaku sistem, yang dominan
adalah gaya viskosnya. Jika nilai bilangan Reynolds rendah, maka aliran yang terjadi bersifat
linear dan dapat dengan mudah diprediksi. Jika nilai bilangan Reynolds bertambah, maka
akan mulai muncul pengaruh gaya inersia pada aliran tersebut. Fenomena aliran laminar
ditandai dengan nilai Re lebih kecil dari 2100. Untuk nilai Re diatas 10.000 termasuk ke
dalam aliran turbulen. Aliran turbulen terlihat memiliki aliran yang bergejolak. Sedangkan
nilai Re antara rentang 2100-10.000 termasuk kedalam aliran transisi. Dalam percobaan ini,
akan diatur alirannya agar menghasilkan aliran laminar, transisi, dan turbulen.
9
1.2.6 Pshycrometric Chart
Hubungan antara kelembaban, suhu termometer basah, suhu termometer kering, dan
tekanan biasanya dinyatakan dalam suatu chart yang dikenal sebagai psikrometri chart seperti
yang digambarkan pacta gambar 1.3. Pada gambar 1.3 kadar kelembaban udara diberikan oleh
sumbu-y disebelah kanan, clan suhu termometer kering diberikan oleh sumbu-x. Kurva paling
atas menyatakan suhu termometer basah yang merupakan suhu uap air jenuh atau suhu titik
embun (perkataan titik embun berasal dari penelitian yang dilakukan terhadap rumput pada pagi
hari dengan embun yang terbentuk di atasnya, pada saat itu suhunya hampir sama dengan bola
termometer basah). Kurvakurva lainnya yang terletak di antara sumbu suhu termometer kering
dengan kurva. Termometer basah merupakan kurva kelembaban relatif
Berikut ini dijelaskan tujuh parameter udara terpenting yang digunakan untuk
keperluan perancangan air conditioning. Chart yang digunakan sebagai acuan adalah chart
psikrometirk yang disusun oleh Carrier dengan mengacu pada kondisi atmosfir normal.
a. Dry-bulb Temperature (DB). DB adalah suhu udara ruang yang diperoleh melalui
pengukuran dengan Slink Psikrometer pada theremometer dengan bulb kering. Suhu
DB diplotkan sebagai garis vertikal yang berawal dari garis sumbu mendatar yang
terletak di bagian bawah chart. Suhu DB ini merupakan ukuran panas sensibel.
Perubahan suhu DB menunjukkan adanya perubahan panas sensibel.
10
b. Wet-bulb Temperature (WB). WB adalah suhu udara ruang yang diperoleh melalui
pengukuran dengan Slink Psikrometer pada theremometer dengan bulb basah. Suhu
WB diplotkan sebagai garis miring ke bawah yang berawal dari garis saturasi yang
terletak di bagian samping kanan chart. Suhu WB ini merupakan ukuran panas total
(enthalpi). Perubahan suhu WB menunjukkan adanya perubahan panas total.
c. Dew-point temperature (DP). Suhu DP adalah suhu di mana udara mulai
menunjukkan aksi pengembunan ketika didinginkan. Suhu DP ditandai sebagai titik
sepanjang garis saturasi. Pada saat udara ruang mengalami saturasi (jenuh) maka
besarnya suhu DB sama dengan suhu WB demikian pula suhu DP. Suhu DP
merupakan ukuran dari panas laten yang diberikan oleh sistem. Adanya perubahan
suhu DP menunjukkan adanya perubahan panas laten atau adanya perubahan
kandungan uap air di udara.
d. Specific Humidity (W). Specific humidity adalah jumlah kandungan uap air di udara
yang diukur dalam satuan grains per pound udara. ( 7000 grains = 1 pound) dan
diplotkan pada garis sumbu vertikal yang ada di bagian samping kanan chart.
e. Relative Humidity (% RH). % RH merupakan perbandingan jumlah actual dan
jumlah maksimal (saturasi) dari uap air yang ada pada suatu ruang atau lokasi
tertentu. 100% RH berarti saturasi dan diplortkan menurut garis saturasi. Untuk
ukuran yang lebih kecil diplotkan sesuai arah garis saturasi.
f. Enthalpi (H) . Enthalpi adalah jumlah panas total dari campuran udara dan uap aire
di atas titik nol. Dinyatakan dalam satuan Btu/lb udara. Harga enthapi dapat diperoleh
sepanjang skala di atas garis saturasi
g. Specific volume (SpV). Specific volume atau volume spesifik adalah kebalikan dari
berat jenis, dinyatakan dalam ft3/lb. Garis skalanya sama dengan garis skala bola
basah (wet bulb)
11
BAB II
PROSEDUR PERCOBAAN
12
Air masuk Air masuk
Udara masuk
13
BAB III
DATA PERCOBAAN DAN PENGOLAHAN DATA
14
Perhitungan Tambahan
Volume Air (ml) Perhitungan Turbulen
Reynold
Reynold
Reynold
2. Menghitung kelembaban absolut aliran udara masuk (HA0), kelembaban absolut aliran
udara keluar (HAL) dan kelembaban absolut aliran udara pada suhu interface (Hint).
Langkah-langkah:
a. Pada psychometric chart, Twet dtarik vertikal ke atas sampai bertemu garis
kelembaban 100%. Dari titik temu ini, kemudian dibuat garis yang sejajar
dengan garis adiabatic saturation curve.
15
b. Mencari titik potong dengan menarik Tin dry secara vertikal ke atas sampai
berpotongan dengan garis sejajar yang telah dibuat di atas. Kemudian tarik
garis horizontal ke kanan untuk melihat kelembaban absolut HA0.
c. Hal yang sama berlaku untuk HAL dan Hint dimana masing-masing digunakan
Tout dry dan Tint.
3. Menghitung fraksi mol uap air (YA0, YAL, YAi)
𝐻
𝑀𝐴
𝑦= 𝐻 1
+𝑀
𝑀𝐴 𝐵
16
𝐺 𝑦𝐴𝑖 − 𝑦𝐴0 1 − 𝑦𝐴𝐿
𝑘𝐺 = ln ( )( )
(1 − 𝑦𝐴𝑖 )𝑃𝑡 𝐴𝑠 𝑦𝐴𝑖 − 𝑦𝐴𝐿 1 − 𝑦𝐴0
10. Menghitung Difusivitas air di udara, DAB
17
2) Grafik Hubungan Suhu dengan Laju Alir Udara
3) Grafik Hubungan Laju Alir Udara dengan Kelembaban Absolut
4) Grafik Hubungan Laju Alir Udara dengan Difusivitas
5) Grafik Hubungan Laju Alir Udara dengan Koefisien Perpindahan Massa
6) Grafik Hubungan Bilangan Reynolds dengan Bilangan Schmidt
DAFTAR PUSTAKA
Perry, Robert H. dan Don W. Green. 1999. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook 7th ed.
New York: McGraw-Hill.
Psychrometric Charts. 2014. Psychrometric Charts | Sustainability Workshop. [ONLINE]
Tersedia
pada: https://sustainabilityworkshop.autodesk.com/buildings/psychrometric-charts. [Diakses
pada 27 Maret 2017]
R.B. Bird, W.E. Stewart, and E.N. Lightfoot, Transport Phenomena, Second Edition, Wiley,
New York, 2007
T. H. Chilton and A.P. Colburn, Ind. Eng. Chem. 26, 1183-1187 (1934)
T.K. Sherwood, R.L. Pigford, and C.R. Wilke, Mass Transfer, McGraw-Hill, New York
(1975)
Treybal, Robert E. 1981. Mass Transfer Operation 3rd ed. Tokyo: McGraw-Hill.
18