Professional Documents
Culture Documents
Dari teori di atas dapat diketahui bahwa ekosistem di kebun biologi dapat
dikatakan baik dan dapat dilihat dari kondisi kebun biologi yang pH nya netral
sehingga sangat cocok bagi hewan untuk hidup. Cahaya di kebun biologi juga sedikit
mungkin karena banyaknya phon-pohon di sana yang menghalangi cahaya masuk
sehingga menyebabkan hewa-hewan tanah sangat suka di sana karena hewan tanah
tergolong hewan yang tidak suka cahaya.
Dari teori di atas menunjukkan bahwa keanekargaman pada kebun biologi yang
sedang berarti antara faktor abiotik dan biotik di kebun biologi sama-sama
mengendalikan ekosistem.Dari faktor abiotik seperti pH netral , kesuburan tanah kecil
, cahaya sedikit sangat cocok untuk tempat hidup hewan tanah.Dari segi faktor biotik
mungkin dengan banyaknya hewan-hewan yang ada di sana akan memungkinkan
untuk hewan saling memangsa dan memburu untuk melanjutkan silkus hidup mereka
dalam jaring-jaring makanan.
Untuk kemerataan di kebun biologi adalah E=0,338 dan kekayaan atau R= 1, 542.
Dari data tersebut kami tidak bisa mengindikasikan apakah kekayaan dan kemerataan
tergolong tinggi atau rendah karena tidak ada bahan yang dapat dijadikan
perbandingan. Tapi kami melihat dari segi hubungannya dengan keanekargaman
bahwa menurut Dharmawa dkk. (2005) keanekargaman merupakan kombinasi dari
kekayaan spesies dan kemerataan spesies.
PEMBAHASAN
Di alam atau di lingkungan banyak ditemui berbagai hewan yang berbagai
macam. Hewan-hewan tersebut dapat ditemukan pada tanah yang lembab, perairan,
udara, di semak belukar, dan lain-lain. Kehadiran suatu populasi hewan pada suatu
tempat dan distribusinya pada muka bumi selalu berkaitan dengan masalah habitat
dan relung ekologinya. Habitat merupakan lingkungan yang cocok untuk ditempati
suatu populasi hewan (Dharmawan, dkk, 2005). Dalam hal ini tanah merupakan suatu
habitat bagi hewan-hewan tanah, baik epifauna atau infauna.
Menurut Suin (1989), perkembangan hewan tanah tidak terlepas dari
pengaruh faktor biotik dan abiotik dari habitat tempat tinggalnya. Namun secara garis
besar faktor abiotik sangat banyak mempengaruhi perkembangan dan kepadatan suatu
populasi serangga. Disamping ukuran pori-pori tanah, distribusi suhu, kelembaban
dan faktor lingkungan lainnya juga ikut menentukan distribusi vertikal hewan dalam
tanah.
Kehidupan hewan tanah, selain ditentukan oleh struktur vegetasi, tetapi juga
ditentukan oleh faktor-faktor lain seperti zat kimia dalam tanah, pH tanah, kandungan
air tanah, iklim dan cahaya matahari sehingga dapat menentukan kehadiran suatu jenis
tertentu dari hewan tanah dan kepadatan populasi hewan tanah. Faktor ketersediaan
makanan juga menentukan kepadatan dan distribusi hewan yang ada didalam tanah.
Secara umum semakin besar kedalaman tanah maka jumlah individu semakin sedikit
disebabkan oleh berkurangnya oksigen untuk pernapasan (Suwondo, 2007).
Faktor lingkungan yang paling esensial bagi kesuburan dan perkembangan
hidup hewan tanah adalah temperatur, cahaya, kelembaban dan jumlah makanan yang
tersedia. Cahaya memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan hidup
hewan tanah dan merupakan faktor yang sangat vital berhubungan dengan perilaku
untuk memberikan variasi morfologi dan fisiologi pada hewan tanah (Suwondo,
2007).
Dalam penggunaan barlese tullgreen, sumber panas yang didapatkan dari
cahaya matahari langsung. Menurut Arias, dkk (2003), cahaya memiliki efek ganda
karena cahaya tersebut memaksa organisme fotofobik untuk menjauh dari sumber
cahaya dan dapat memanaskan sampel agar sampel kering. Ketika sampel mengering,
gradien suhu dan kelembaban terbuat antara permukaan atas dan bawah sampel
(Haarlov 1947, Block 1966 dalam Arias, dkk, 2003). Gradien ini akan bergerak ke
bawah, sehingga hewan masuk ke dalam cairan pengumpul (botol sampel) (Coleman et
al., 2004 dalam Arias, dkk, 2003). Adanya peningkatan suhu pada corong (alat barlese)
akan membakar hewan sebelum terkoleksi sehingga dalam kondisi lapangan terpencil,
ekstraksi tanpa cahaya logistik lebih terjangkau dan layak, dalam hal pembentukan
gradien dan pengeringan dari sampel tergantung pada suhu kamar di mana ekstraksi
dilakukan (Krell et al. 2005 dalam Arias, dkk, 2003).
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Hewan infauna yang didapatkan di kawasan Hutan Pantai Tanaman Nasional
Alas Purwo yang menggunakan metode dekantasi yaitu Hemisotoma sp,
Isotomella sp, Hypogastruma sp, Sminthuridae sp. Sedangkan untuk metode
barlese mendapatkan spesies Myrmica sp, Ponera sp, Allocoma sp, Collophora
delamase, Allacma sp, Hemisotoma sp, Collembola celebensis, Seira sp,
Isotomiella sp.
2. Pada metode barlese menggunakan bantuan cahaya yang akan menghasilkan
panas sehingga hewan-hewan yang ada pada sampel tanah akan menghindar
dari sinar cahaya dan jatuh dalam botol pengumpul sampel sedangkan metode
dekantasi basah merupakan isolasi basah untuk memisahkan hewan-hewan
pada sampel tanah dengan tanah menggunakan air dan disaring. Tetapi, hewan
meso-mikrofauna yang banyak didapatkan berasal dari metode barlese
3. Faktor abiotik sangat banyak mempengaruhi perkembangan dan kepadatan
suatu populasi serangga. Disamping ukuran pori-pori tanah, distribusi suhu,
kelembaban dan faktor lingkungan lainnya juga ikut menentukan distribusi
vertikal hewan dalam tanah. Kehidupan hewan tanah, selain ditentukan oleh
struktur vegetasi, tetapi juga ditentukan oleh faktor-faktor lain seperti zat
kimia dalam tanah, pH tanah, kandungan air tanah, iklim dan cahaya matahari
sehingga dapat menentukan kehadiran suatu jenis tertentu dari hewan tanah
dan kepadatan populasi hewan tanah
6.2 Saran
1. Untuk melakukan penelitian tentang meso-mikrofauna sebaiknya menggunakan
metode barlese agar didapatkan hasil yang maksimal.
2. Alat-alat pengamatan sebaiknya dipersiapkan secara maksimal agar pengamatan
di lapangan tidak terganggu.
Daftar Rujukan
H. Pembahasan
Dari hasil praktikum yang kami lakukan di kebun biologi, kebun biologi
mempunyai ideks keanekaragaman sedang yaitu 0,358 sehingga dikatakan ekosistem
pada kebun biologi cenderung moderat . Sedangan keanekargaman di kebun biologi
menunjukkan bahwa di sana tercemar sedang. Hal itu sesuai teori menurut
Shanon-Winner (Krebs, 1989 dalam Wijayanti, 2007) adalah sebagai berikut :
Dari teori di atas dapat diketahui bahwa ekosistem di kebun biologi dapat
dikatakan baik dan dapat dilihat dari kondisi kebun biologi yang pH nya netral
sehingga sangat cocok bagi hewan untuk hidup. Cahaya di kebun biologi juga sedikit
mungkin karena banyaknya phon-pohon di sana yang menghalangi cahaya masuk
sehingga menyebabkan hewa-hewan tanah sangat suka di sana karena hewan tanah
tergolong hewan yang tidak suka cahaya.
Dari teori di atas menunjukkan bahwa keanekargaman pada kebun biologi yang
sedang berarti antara faktor abiotik dan biotik di kebun biologi sama-sama
mengendalikan ekosistem.Dari faktor abiotik seperti pH netral , kesuburan tanah kecil
, cahaya sedikit sangat cocok untuk tempat hidup hewan tanah.Dari segi faktor biotik
mungkin dengan banyaknya hewan-hewan yang ada di sana akan memungkinkan
untuk hewan saling memangsa dan memburu untuk melanjutkan silkus hidup mereka
dalam jaring-jaring makanan.
Untuk kemerataan di kebun biologi adalah E=0,338 dan kekayaan atau R= 1, 542.
Dari data tersebut kami tidak bisa mengindikasikan apakah kekayaan dan kemerataan
tergolong tinggi atau rendah karena tidak ada bahan yang dapat dijadikan
perbandingan. Tapi kami melihat dari segi hubungannya dengan keanekargaman
bahwa menurut Dharmawa dkk. (2005) keanekargaman merupakan kombinasi dari
kekayaan spesies dan kemerataan spesies.
Dari situ kebun biologi yang mempunyai keanekaragaman sedang berarti
kekayaan dan kemerataannya juga tergolong sedang. Kekayaan spesiesnya tidak
terlalu besar dan kemerataannya juga tidak tinggi dan tidak terlalau rendah.
I. Kesimpulan
J. Daftar Rujukan
Irwan, Z.D. 1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi: Ekosistem, Komunitas dan
Lingkungan. Jakarta :Bumi Aksara.
Leksono, A.Setyo. 2007. Ekologi Pendekatan Deskriptif dan Kuantitatif. Malang
:Bayumedia
Suin, N.M.2006. Ekologi Hewan Tanah. Jakarta :Bumi Aksara