You are on page 1of 14

Humanitas Vol. 13 No. 2 .

135-148 ISSN 1693-7236

FAKTOR RISIKO KEJADIAN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA


GRHASIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (DIY)

Lina Handayani, Febriani, Aprilia Rahmadani, Azidanti Saufi


Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan
Jalan Prof. Dr. Soepomo, S.H, Umbulharjo, Warungboto, Umbulharjo, Kota Yogyakarta ,
Daerah Istimewa Yogyakarta 55164
linafkm@gmail.com

Abstract
Schizophrenia is a mental disorder that is quite widespread in nature in Indonesia, which
is about 99% of patients, the mental hospital in Indonesia are people with schizophrenia.
The highest prevalence of psychosis is in DIY is 2.7 per 1000 population. Based on the
data reports the top 10 disease hospitalization from January to June 2015 at the Mental
Hospital Grhasia DIY disease schizophrenia is a disease with a high of 371 while other
mental disorders as many as 54 people. This study aimed to determine risk factors of
schizophrenia in patients hospitalized in the Psychiatric Hospital Grhasia DIY. This research
was an analytic observational with cross sectional design. The sample was 79 people
schizophrenia and non-schizophrenia. Data analysis was using Fisher’s Exact Test. There
were relationships between heredity RP = 1.195 (95% CI 1.004 to 1.423), psychosocial
stressors of interpersonal relationship problems RP = 1.257 (CI95% from 1.056 to 1.497),
psychosocial stressors of family factors RP = 1.366 (CI95% from 1.063 to 1.756) to the
incidence of schizophrenia in-patients at the Mental Hospital Grhasia DIY. This research
concluded that heredity, psychosocial stressors of interpersonal relationship problems and
family factors are risk factors of the incidence of schizophrenia in the Mental Hospital DIY.

Keywords: heredity, interpersonal relationship problems, psychosocial stressors,


schizophrenia

Abstrak

Skizofrenia adalah gangguan mental yang cukup luas dialami di Indonesia, yaitu sekitar
99% pasien RS Jiwa di Indonesia adalah penderita skizofrenia. Prevalensi psikosis
tertinggi adalah di DIY yaitu 2,7 per 1000 penduduk. Berdasarkan laporan data 10 besar
penyakit rawat inap bulan Januari-Juni 2015 di Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY penyakit
skizofrenia merupakan penyakit tertinggi yaitu dengan 371 orang sedangkan gangguan
mental lainnya sebanyak 54 orang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko
kejadian skizofrenia pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY. Jenis
Penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan cross sectional. Sampel
penelitian ini adalah 79 pasien skizofrenia dan tidak skizofrenia. Analisis data dengan
136

menggunakan uji Fisher’s Exact Test. Ada hubungan faktor keturunan RP= 1,195 (CI 95%
1,004-1,423), stresor psikososial dari masalah hubungan interpersonal RP= 1,257 (CI95%
1,056-1,497), stresor psikososial dari faktor keluarga RP= 1,366 (CI95% 1,063-1,756)
dengan kejadian skizofrenia pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor keturunan, stresor psikososial dari masalah
hubungan interpersonal dan faktor keluarga merupakan factor risiko kejadian skizofrenia
di Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY.

Kata kunci: faktor keturunan, masalah hubungan interpersonal, stresor psikososial,


skizofrenia

Pendahuluan Keberadaan penderita skizofrenia


dalam masyarakat sering dianggap
Skizofrenia merupakan gangguan
berbahaya. Seringkali penderita skizofrenia
kejiwaan dan kondisi medis yang
disembunyikan bahkan dikucilkan, tidak
mempengaruhi fungsi otak manusia,
dibawa untuk berobat ke dokter karena
mempengaruhi fungsi normal kognitif,
adanya rasa malu. Bahkan di beberapa
mempengaruhi emosional dan tingkah
daerah di Indonesia penderita skizofrenia
laku (Depkes RI, 2015). Gangguan jiwa
sebagian ada yang sampai dipasung (Hawari,
skizofrenia sifatnya adalah ganguan yang
2014). Menurut Riset Kesehatan Dasar
lebih kronis dan melemahkan dibandingkan
tahun 2013, mengatakan bahwa skizofrenia
dengan gangguan mental lain (Puspitasari,
termasuk masalah kesehatan masyarakat
2009).
yang menjadi perhatian karena dampak
Data America Psychiatric Association
dari skizofrenia bukan hanya dirasakan
(APA) tahun 1995 menyebutkan bahwa
oleh penderita dan keluarga tetapi juga
1 % populasi penduduk dunia menderita
masyakarakat serta pemerintah (Riskesdas,
skizofrena dan 75% penderita dari skizofrenia
2013).
dapat terjadi pada usia 16-25 tahun (Depkes
Beban finansial yang ditimbulkan oleh
RI, 2015). Adapun data prevalensi penderita
skizofrenia, dapat berpengaruh pada individu
skizofrenia di Indonesia adalah 0,3-1% dan
yang menderita skizofrenia, keluarga
biasanya penyakit ini timbul di usia sekitar
maupun masyarakat, karena masih sering
18-45 tahun, dan ada juga yang baru berusia
terdapatnya pandangan negatif (stigma).
11-12 tahun sudah menderita skizofrenia
Akibatnya pasien dan keluarganya sering
(Gunarsa, 2004).
mendapat penolakan sosial dari masyarakat
Menurut Riset Kesehatan Dasar
akibat ketidaktahuan masyarakat terhadap
(Riskesdas) tahun 2007 bahwa prevalensi
jenis gangguan jiwa (Hawari, 2001).
gangguan jiwa berat tertinggi terdapat di
Membangun persepsi positif keluarga
Provinsi DKI Jakarta yaitu sebesar 20,3
dan masyarakat dapat berperan serta dalam
per 1000 penduduk. Adapun menurut Riset
upaya pencegahan, terapi, rehabilitasi, dapat
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013,
menerima kembali penderita skizofrenia
bahwa prevalensi psikosis atau skizofrenia
ke keluarga dan masyarakat, tidak merasa
tertinggi adalah di DI Yogyakarta dan Aceh
“phobia” dan tidak bertindak diskriminatif
(masing-masing 2,7 per 1000 penduduk)
terhadap penderita. Menurut Hawari (2014)
(Riskesdas, 2007; Riskesdas, 2013).
Faktor Risiko Kejadian Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta 137
(DIY)

mengatakan bahwa upaya pencegahan terjadinya skizofrenia (Sue, dkk, 2014).


skizofrenia dapat dilakukan dengan Faktor keempat adalah status pekerjaan,
pendekatan holistik yaitu pendekatan masalah pekerjaan dapat merupakan sumber
organobiologik, psikodinamik, psikoreligius stres pada diri seseorang yang bila tidak
dan psikososial (Hawari, 2014). diatasi yang bersangkutan dapat jatuh sakit
Berdasarkan laporan data 10 besar dan dapat memicu terjadinya skizofrenia
penyakit rawat inap di Rumah Sakit (Hawari, 2014).
Jiwa Grhasia DIY bulan Januari sampai Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
dengan Juni 2015, jenis-jenis skizofrenia faktor risiko kejadian skizofrenia pada
di Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY yaitu pasien rawat inap di Rumah Sakit Jiwa
undifferentiated schizophrenia sebanyak 156 Grhasia DIY.
orang, paranoid schizophrenia sebanyak 108
orang, schizoaffective disorder, manic type Metode Penelitian
sebanyak 51 orang, residual schizophrenia
sebanyak 25 orang, schizoaffective disorder, Penelitian ini merupakan penelitian
depressive type sebanyak 17 orang, epidemiologi analitik observasional dengan
hebephrenic schizophrenia sebanyak 7 menggunakan rancangan penelitian studi
orang dan acute schizophrenia-like psychotic cross sectional. Populasi dalam penelitian
disorder sebanyak 7 orang (SIMRS Grhasia, ini adalah seluruh pasien gangguan jiwa
2015). rawat inap yang telah tercatat di laporan data
Kejadian skizofrenia dipengaruhi 10 besar penyakit rawat inap di Rumah Sakit
oleh beberapa faktor. Faktor pertama Jiwa Grhasia DIY pada bulan Januari-Juni
adalah keturunan bahwa semakin dekat 2015 yang berjumlah 425 orang. Sampel
relasi seseorang dengan pasien skizofrenia, dalam penelitian ini adalah 79 orang dengan
maka semakin besar risiko seseorang teknik simple random sampling.
tersebut untuk mengalami penyakit Instrumen yang digunakan dalam
skizofrenia (Arif, 2006). Faktor kedua penelitian ini adalah lembar check list
stresor psikososial adalah setiap keadaan untuk mengetahui faktor risiko terjadinya
yang menimbulkan perubahan dalam hidup skizofrenia pada pasien rawat inap di
seseorang sehingga memaksa seseorang Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY. Analisis
untuk melakukan penyesuaian diri (adaptasi) data pada penelitian ini adalah univariat dan
guna menanggulangi stresor (tekanan bivariat. Analisis univariat menggunakan
mental). Masalah stresor psikososial dapat tabel dan narasi, sedangkan analisis bivariat
digolongkan yaitu masalah perkawinan, menggunakan uji Fisher’s Exact Test.
masalah hubungan interpersonal, faktor
keluarga dan faktor psikososial lain (penyakit Hasil dan Pembahasan
fisik, korban kecelakaan atau bencana alam,
masalah hukum, perkosaan dan lai-lain) Hasil analisis univariat didapatkan
(Hawari, 2014). dengan menghitung distribusi frekuensi
Faktor ketiga adalah tingkat sebaran jenis kelamin, umur, dan status
pendidikan menurut hipotesis sosiogenik perkawinan yang disajikan dalam Tabel 1.
yang menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan yang rendah dapat berakibat
pada stres yang dapat menjadi faktor
138

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden 2) Masalah Hubungan


Rawat Inap Menurut Jenis Kelamin, Umur Interpersonal
a. Ya 38 55 1 10 39 49
dan Status Perkawinan di Rumah Sakit b. Tidak 31 45 9 90 40 51
Jiwa Grhasia DIY 3) Faktor Keluarga
Frekuensi a. Ya 50 72 2 20 52 66
Variabel b. Tidak 19 28 8 80 27 34
n %
4) Faktor Psikososial
Jenis Kelamin Lain
a. Laki-laki 42 53,2 a. Ya 48 70 6 60 54 68
b. Perempuan 37 46,8 b. Tidak 21 30 4 40 25 32
Umur Tingkat Pendidikan
a. Rendah 42 61 6 60 48 61
a. 15-24 10 12,7 b. Tinggi 27 39 4 40 31 39
b. 25-44 44 55,7
Status Pekerjaan
c. 45-54 16 20,3
a. Tidak Bekerja 43 62 5 50 61 68
d. ≥ 55 9 11,4
b. Bekerja 26 38 5 50 39 32
Status Perkawinan Total 69 100 10 100 79 100
a. Menikah 32 40,5
b. Tidak Menikah 47 59,5
Total 79 100
Tabel 2 menunjukkan bahwa total
subyek penelitian kelompok skizofrenia
Ta b e l 1 m e n u n j u k k a n b a h w a sebanyak 69 orang dan tidak skizofrenia
responden jumlah jenis kelamin laki- sebanyak 10 orang. Subyek penelitian
laki cenderung lebih banyak daripada kelompok skizofrenia dan tidak skizofrenia
perempuan dengan persentase 53,2% laki- yang memiliki riwayat keturunan lebih
laki dan 46,8% perempuan. Umur responden banyak dibandingkan dengan yang tidak
terbanyak berkisar 25-44 tahun yaitu memiliki riwayat keturunan yaitu sebesar
sebesar 55,7%. Adapun status perkawinan 51%.
responden menunjukkan hasil bahwa banyak Stresor psikososial dari masalah
responden yang tidak menikah sebesar perkawinan menunjukkan bahwa subyek
59,5% dibandingkan dengan responden penelitian kelompok skizofrenia dan tidak
yang menikah sebesar 40,5%. Adapun skizofrenia banyak yang tidak memiliki
data distribusi frekuensi menurut variabel masalah perkawinan dibandingkan dengan
penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. yang menderita skizofrenia yang memiliki
masalah perkawinan yaitu sebesar 64%.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Subyek penelitian kelompok skizofrenia
Rawat Inap Menurut Faktor Risiko dan tidak skizofrenia yang tidak memiliki
Kejadian Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa stresor psikososial dari masalah hubungan
Grhasia DIY interpersonal lebih banyak dibandingkan
Kejadian
dengan yang memiliki hubungan
Skizofrenia Total interpersonal yaitu sebesar 49%. Subyek
Variabel
Ya Tidak penelitian kelompok skizofrenia dan tidak
N % N % N % skizofrenia menunjukkan bahwa yang
Keturunan
a. Ya 38 55 2 20 40 51
memiliki stresor psikososial dari faktor
b. Tidak 31 45 8 80 39 49 keluarga lebih banyak dibandingkan dengan
Stresor Psikososial yang tidak yaitu sebesar 66%. Subyek
1) Masalah Perkawinan penelitian kelompok skizofrenia dan tidak
a. Ya 25 36 3 30 28 35
b. Tidak 44 64 7 70 51 65 skizofrenia menunjukkan bahwa yang
Faktor Risiko Kejadian Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta 139
(DIY)

memiliki stresor psikososial dari faktor yaitu sebesar 68% dibandingkan dengan
psikososial lain memiliki persentase lebih responden yang bekerja.
besar dibandingkan dengan yang tidak yaitu Analisis bivariat merupakan analisis
sebesar 68%. untuk mengetahui hubungan variabel bebas
Subyek penelitian kelompok dan terikat. Uji statistik yang digunakan
skizofrenia dan tidak skizofrenia untuk mengetahui hubungan dua variabel ini
menunjukkan bahwa tingkat pendidikan adalah uji Fisher’s Exact Test dikarenakan
yang paling banyak dimiliki adalah tingkat syarat uji Chi-Square tidak terpenuhi yaitu
pendidikan rendah yaitu sebesar 61%. terdapat 1 sel yang nilai expected count-nya
Adapun status pekerjaan responden yang kurang dari lima. Hasil analisis bivariat
terbanyak adalah berstatus tidak bekerja dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Analisis Bivariat Hubungan Faktor Risiko Kejadian Skizofrenia pada
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY
Kejadian Skizofrenia
Total
Variabel Ya Tidak RP CI 95% p Value
N % n % n %
Keturunan
1,004-
a. Ya 38 55 2 20 40 51
1,195 1,423 0,048
b. Tidak 31 45 8 80 39 49
Stresor Psikososial
1) Masalah Perkawinan
0,874-
a. Ya 25 36 3 30 28 35 1,035 1,000
1,225
b. Tidak 44 64 7 70 51 65
2) Masalah Hubungan Interpersonal
a. Ya 1,056-
1,257 0,014
b. Tidak 38 55 1 10 39 49 1,497
31 45 9 90 40 51
3) Faktor Keluarga
1,063-
a. Ya 50 72 2 20 52 66 1,366 0,002
1,756
b. Tidak 19 28 8 80 27 34
4) Faktor Psikososial Lain
0,870-
a. Ya 48 70 6 60 54 68 1,058 0,717
1,286
b. Tidak 21 30 4 40 25 32
Tingkat Pendidikan
0,845-
a. Rendah 42 61 6 60 48 61 1,005 1,000
1,194
b. Tinggi 27 39 4 40 31 39
Status Pekerjaan
0,890-
a. Tidak Bekerja 43 62 5 50 61 68 1,068 0,502
1,281
b. Bekerja 26 38 5 50 39 32
Total 69 100 10 100 79 100

Tabel 3 menunjukkan bahwa hasil Hasil penelitian tentang faktor risiko


statistik uji Fisher’s Exact Test antara kejadian skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa
variabel keturunan, stresor psikososial Grhasia DIY, dari variabel keturunan, stresor
dari masalah hubungan interpersonal dan psikososial (masalah perkawinan, masalah
faktor keluarga memiliki hubungan dengan hubungan interpersonal, faktor keluarga dan
kejadian skizofrenia pada pasien rawat inap faktor psikososial lain) sebagai berikut:
di Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY dengan
P value < 0,05.
140

1. Faktor Keturunan apabila salah satu keluarga memiliki riwayat


Faktor keturunan menunjukkan skizofrenia, sehingga stresor psikososial
nilai P value 0,048, artinya ada hubungan yang mempengaruhi terjadinya skizofrenia
antara faktor keturunan dengan kejadian akibat faktor keturuanan dapat diminimalisir.
skizofrenia pada pasien rawat inap di Rumah Hasil penelitian yang dilakukan Akal
Sakit Jiwa Grhasia DIY. Nilai RP 1,195 et al (2010) menunjukkan hasil bahwa
dengan CI 95% 1,004-1,423, artinya orang responden pada kelompok pasien (patient
yang memiliki faktor keturunan berisiko group) cenderung lahir dari orangtua
1,195 kali lebih besar terkena skizofrenia yang lebih tua daripada responden pada
dibandingkan dengan orang yang tidak kelompok kontrol. Analisis menunjukkan
memiliki faktor keturunan. Hal ini berarti bahwa seorang ayah yang berusia lebih tua
variabel keturunan bermakna secara statistik merupakan faktor risiko untuk skizofrenia
dan bermakna secara biologi (Sastroasmoro, pada umumnya. Studi di Swedia dan
2011). Denmark menunjukkan bahwa seorang
Menurut Arif (2006), berbagai ayah yang beruisa lebih tua merupakan
penelitian menunjukkan bahwa gen faktor dalam peningkatan risiko yang
yang diwarisi seseorang, sangat kuat signifikan terhadap psikosis, sedangkan
mempengaruhi resiko seseorang mengalami tidak ada hubungan yang ditemukan di
skizofrenia. Studi pada keluarga telah Australia (El-Saadi et al, 2004). Hal ini
menunjukkan bahwa semakin dekat relasi menegaskan bahwa usia antara 35-40 tahun
seseorang dengan pasien Skizofrenia, meningkatkan risiko skizofrenia (Brown,
makin besar risikonya untuk mengalami 2002; Mc Grath dan Susser, 2009; Byrne
penyakit tersebut. Berdasarkan teori Blum el al, 2003).
(1974) dalam Notoatmojo (2007) bahwa Riwayat konsumsi obat selama hamil
derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi memiliki hubungan dengan peningkatan
oleh empat faktor yaitu genetik, pelayanan kejadian skizofrenia (Brown, 2002;
kesehatan, perilaku dan lingkunga yang Byrne el al, 2003). Penelitian di Cina dan
saling mempengaruhi satu sama lain. Faktor Belanda menunjukkan bahwa kekurangan
keturunan memiliki risiko lebih besar gizi meningkatkan insiden skizofrenia
terkena skizofrenia apabila dipengaruhi (Tandon el al, 2008; Tien dan Eaton, 1992).
oleh stresor psikososial baik berasal dari Wahlbeck el al (2001) melakukan penelitian
diri sendiri maupun lingkungan. di Firlandia menemukan bahwaintrauterine
Hal ini mengakibatkan seseorang dan defisiensi gizi pada anak dikaitkan
yang mempunyai kerentanan genetik dengan risiko skizofrenia seumur hidup.
skizofrenia akan sangat sulit menangani Kekurangan kalori protein, kekurangan zat
stresor psikososial di dalam kehidupannya gizi mikro (retinoid dan assal lemak), folat
dibandingkan dengan orang yang tidak dan vitamin D selama kehamilan dapat
memiliki kerentanan genetik. Selain meningkatkan risiko skizofrenia (Mc Grath,
menyebabkan produktifitas seseorang yang 1999; Mc Grath dan Welham, 2001).
skizofrenia menjadi menurun tetapi juga Penelitian di Indonesia yang dilakukan
berdampak pada derajat kesehatannya yang Amirudin (2010), yang menyatakan bahwa
ikut menurun (Kumpulan Artikel Kesehatan, riwayat keturunan (faktor keturunan)
2016). Adapun pentingnya melakukan memiliki hubungan dengan kejadian
konsultasi ke pelayanan kesehatan jiwa gangguan jiwa skizofrenia dengan nilai
Faktor Risiko Kejadian Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta 141
(DIY)

P value 0,00 (P value < 0,05). Penelitian 2010).


Setiyowati (2012) sejalan dengan penelitian Stresor psikososial dari masalah
ini yang menyatakan bahwa ada hubungan perkawinan bukan merupakan faktor risiko
antara riwayat keluarga dengan kejadian kejadian skizofrenia. Blum (1974) dalam
skizofrenia (P value = 0,000). Notoatmojo (2007) menerangkan bahwa ada
faktor lain yang mempengaruhi terjadinya
2. Stresor Psikososial dari Masalah skizofrenia. Oleh karena faktor-faktor
Perkawinan lingkungan yang mempengaruhi kesehatan
Variabel stresor psikososial dari mental seseorang akan terus berinteraksi,
masalah perkawinan memperoleh nilai P sehingga suatu stres tidak akan menimbulkan
value 1,000 yang berarti tidak ada hubungan gangguan pada seseorang selama stres itu
masalah perkawinan dengan kejadian dapat diatasi dengan baik.
skizofrenia pada pasien rawat inap di Rumah
Sakit Jiwa Grhasia DIY. Nilai RP 1,035 3. Stresor Psikososial dari Masalah
dengan CI 95% 0,874-1,225, artinya stresor Hubungan Interpersonal
psikososial dari masalah perkawinan bukan Stresor psikososial dari masalah
merupakan faktor risiko kejadian skizofrenia hubungan interpersonal menurut Hawari
pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Jiwa (2014), dapat berupa hubungan dengan
Grhasia DIY (Sastroasmoro, 2011). kawan dekat yang mengalami konflik, atau
Hasil penelitian ini sesuai dengan konflik dengan kekasih, konflik dengan
penelitian Setiyowati (2012) yang rekan sekerja, konflik dengan atasan dan
menyatakan bahwa tidak ada hubungan bawahan dan lain sebagainya. Konflik
masalah ketidakharmonisan perkawinan antar pribadi ini dapat merupakan sumber
pribadi dengan kejadian skizofrenia. stres bagi seseorang yang bila tidak dapat
Penelitian lain yang dilakukan Erlina dkk diperbaiki (silahturahim) yang bersangkutan
(2010) yaitu tidak terdapat perbedaan yang dapat jatuh sakit.
bermakna antara status perkawinan dengan Hasil uji statistik Fisher’s Exact Test
timbulnya skizofrenia dan no skizofrenia diketahui nilai P value 0,014, artinya ada
(OR=1,598: 95% CI: 0,594-4,61, p>0,390). hubungan antara stresor psikososial dari
Mallett et al (2002) juga menyatakan tidak masalah hubungan interpersonal dengan
ada hubungan antara status perkawinan kejadian skizofrenia. Nilai RP 1,257 dengan
terhadap timbulnya skizofrenia, tetapi CI 95% 1,056-1,497 (tidak mencakup
berbeda dengan penelitian yang dilakukan angka 1), artinya orang yang memiliki
Fakhari et al (2005) yang menyatakan ada stresor psikososial dari masalah hubungan
perbedaan terhadap kejadian gangguan jiwa interpersonal berisiko 1,257 kali lebih besar
skizofrenia (p<0,001). terkena skizofrenia dibandingkan dengan
Soewadi (2004) menerangkan bahwa orang yang tidak memiliki stresor psikososial
status marital perlu untuk pertukaran dari masalah hubungan interpersonal
ego ideal dan identifikasi perilaku antara (Sastroasmoro, 2011).
suami dan istri menuju tercapainya Berdasarkan hasil observasi penelitian
kedamaian. Maramis (1994) menambahkan ini di Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY
bahwa perhatian dan kasih sayang adalah menunjukkan bahwa pasien skizofrenia yang
fundamental bagi percapaian suatu hidup memiliki stresor psikososial dari masalah
yang berarti dan memuaskan (Erlina dkk, hubungan interpersonal lebih banyak yaitu
142

sebanyak 38 orang dibandingkan dengan 4. Stresor Psikososial dari Faktor Keluarga


yang tidak. Adapun ini disebabkan oleh Stresor psikososial dari faktor keluarga
masih banyak pasien yang tidak mampu didapatkan nilai P value 0,002, artinya ada
untuk mengelolah stres dengan baik akibat hubungan antara stresor psikososial dari
konflik yang tidak dapat diselesaikan faktor keluarga dengan kejadian skizofrenia
sehingga akan mengakibatkan depresi dan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Jiwa
stres. Grhasia DIY. Nilai RP 1,366 dengan CI 95%
Teori Blum dalam Notoatmodjo 1,063-1,756, artinya orang yang dengan
(2007) menyebutkan bahwa keempat faktor faktor keluarga berisiko 1,366 kali lebih
yang mempengaruhi derajat kesehatan besar terkena skizofrenia dibandingkan
masyarakat adalah faktor lingkungan, dengan orang yang tidak dengan faktor
perilaku, keturunan dan pelayanan keluarga (Sastroasmoro, 2011). Penelitian
kesehatan . Adanya pasien yang memiliki ini sejalan dengan Townsead, dkk (2007)
hubungan interpersonal yang buruk sangat yang menyatakan bahwa ada hubungan
mempengaruhi lingkungan sosialnya dengan yang signifikan antara problem keluarga
sesama teman, rekan kerja, tetangga maupun yang tidak terpecahkan dengan gejala-gejala
masyarakat. Hal ini tentunya dapat menjadi depresi yang persisten.
tekanan berat bagi orang tersebut yang bila Konflik keluarga sangat mempengaruhi
tidak diperbaiki maka akan mempengaruhi perkembangan psikopatologis anak.
kesehatan mental orang tersebut, sehingga K o n fl i k d a l a m k e l u a rg a j u g a a k a n
menjadi rentan untuk terkena skizofrenia. mempengaruhi sikap atau didikan orangtua
Pentingnya kegiatan psikoreligius terhadap anak, dan sikap orangtua sangat
berguna untuk mengurangi stres pasien berpengaruh terhadap pola asuh kepada
akibat konflik antar pribadi ini, sehingga anak. Konflik keluarga tidaklah langsung
dapat mengurangi rasa depresi, permusuhan, menimbulkan gangguan jiwa skizofrenia
penyakit hati dan sebagainya. Ritual tetapi konflik keluarga yang berlarut-
keagamaan seperti sholat, dzikir, membaca larut dapat menggangu perkembangan
Al-Qur’an untuk umat muslim dan bagi mentak seseorang yang jika pribadi itu
umat non-muslim dapat membaca kajian rentan dapat menimbulkan gangguan jiwa
Kitab sangat bermanfaat untuk mengurangi skizofrenia (Townsead et al, 2007). Safarino
stres tersebut (Hawari, 2014). (1990) dalam Erlina (2010) menyatakan
Hal ini dapat di lihat dari redefinisi stresor psikososial faktor keluarga (konflik
sehat menurut WHO (1984) dalam Hawari keluarga) dapat mengakibatkan kehilangan
(2014) yang menyebutkan bahwa yang rasa aman, kehilangan rasa cinta, perasaan
dimaksud sehat tidak hanya dari segi istimewa dan akan membekas sampai
jasmani, jiwa dan sosial saja tetapi juga dari dewasa awal.
segi spiritual (agama). Hasil penelitian ini Menurut Hawari (2014), faktor
sejalan dengan penelitian Setiyowati (2012) keluarga merupakan faktor stres yang dialami
yang menyatakan bahwa ada hubungan oleh anak dan remaja yang disebabkan
antara masalah hubungan interpersonal oleh karena kondisi keluarga yang tidak
dengan kejadian skizofrenia (P value = baik (sikap orangtua). Pola pengasuhan
0,000 dan OR =8,8). orangtua mempengaruhi perkembangan
perilaku sosial anak. Terjadinya skizofrenia
kemungkinan disebabkan pada masa
Faktor Risiko Kejadian Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta 143
(DIY)

kanak-kanaknya mendapatkan perlakukan DIY (Sastroasmoro, 2011).


kekerasan, sehingga menimbulkan trauma Faktor psikososial lain yang
yang mendalam pada diri anak (Read et al, menimbulkan trauma fisik maupun mental
2005). seperti kekerasan fisik, penganiayaan dan
Menurut Blum (1974), bahwa faktor perampokan, perkosaan, sakit berat/cidera,
perilaku dan sikap dapat memperngaruhi menjadi korban bencana alam dapat menjadi
derajat kesehatan seseorang, seperti sikap stresor psikososial yang dapat menimbulkan
orang tua yang yang dingin atau acuh depresi. Adapun stresor psikososial yang
tak acuh, orang tua yang jarang di rumah berhubungan dengan kejadian skizofrenia
dan tidak ada waktu untuk bersama anak- adalah masalah hubungan interpersonal dan
anaknya, orangtua dan lain sebagainya dapat faktor keluarga.
mengganggu kesehatan mental seorang Berdasarkan hasil observasi penelitian
anak. Hal ini dapat menyebabkan stresor ini di Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY
psikososialnya semakin berat dan berisiko menunjukkan bahwa pasien skizofrenia
terkena skizofrenia (Notoatmojo, 2007). yang memiliki stresor psikososial faktor
Dalam keadaan krisis timbul psikososial lain lebih banyak yaitu sebanyak
bermacam-macam perasaan yang tidak 48 orang dibandingkan dengan yang tidak.
enak, seperti cemas, takut, rasa salah atau Walaupun secara statistik tidak berhubungan,
malu, tergantung pada keadaan. Pengaruh hal ini dapat disebabkan oleh masih
keluarga sangat menolong individu dalam banyak pasien yang tidak mampu untuk
mengatasi krisis sesuai dengan adat mengelolah stres dengan baik sehingga akan
istiadat, kebudayaan atau pengalaman mengakibatkan sakit. Kegiatan psikoreligius
keluarga itu. Keluarga harus menolong berguna untuk mengurangi stres pasien
individu agar secara aktif menemukan akibat trauma, rasa bersalah (dosa), depresi
cara nenyelesaikan masalahnya dan bukan dan sebagainya, sehingga dapat membuat
untuk menghidar tantangan atau memakai hati tenang. Ritual keagamaan seperti sholat,
mekanissme pembelaan yang sekedar untuk dzikir dan doa untuk meminta pertolongan
menghilangkan ketegangan. Pada waktu dan pengampunan, membaca Al-Qur’an
krisis individu itu lebih membutuhkan untuk umat muslim dan bagi umat non-
dan lebih tergantung pada hubungan antar muslim dapat membaca kajian Kitab sangat
manusia(Read et al, 2005). bermanfaat untuk mengurangi stres tersebut.
Peran agama menjadi semakin penting
5. S t r e s o r P s i k o s o s i a l d a r i F a k t o r di bidang kesehatan dan dunia kedokteran.
Psikososial Lain Oleh karena setiap orang membutuhkan
Stresor psikososial faktor psikososial rasa aman, tenang, tentram, terlindung,
lain didapatkan nilai P value 0,717, artinya bebas dari rasa cemas, ketakutan, depresi,
tidak ada hubungan antara faktor psikososial stress dan sebagainya. bagi mereka yang
lain dengan kejadian skizofrenia pada pasien beragama kebutuhan kerohanian dapat
rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Grhasia diperoleh lewat agama. Hal ini dapat di lihat
DIY. Nilai RP 1,058 dengan CI 95% 0,870- dari redefinisi sehat menurut WHO (1984)
1,286, artinya stresor psikososial dari faktor dalam Hawari (2014) yang menyebutkan
psikososial lain bukan merupakan faktor bahwa yang dimaksud sehat tidak hanya dari
risiko kejadian skizofrenia pada pasien segi jasmani, jiwa dan sosial saja tetapi juga
rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Grhasia dari segi spiritual (agama).
144

Adapun teori Blum (1974) dalam skizofrenia banyak yang pendidikannya


Notoatmojo (2007), bahwa faktor lain yang rendah yaitu sebanyak 42 orang. Hal
mempengaruhi derajat kesehatan seseorang ini dapat disebabkan oleh banyaknya
salah satunya adalah kesehatan mental, pasien yang terpaksa tidak melanjutkan
apabila kesehatan mental dipengaruhi sekolah karena menderita skizofrenia.
oleh empat faktor utama yaitu faktor Adapun tingkat pendidikan yang rendah
keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku akan mempengaruhi pengetahuan pasien
dan lingkungan, maka hal tersebut dapat tentang skizofrenia menjadi rendah
berisiko menurunnya derajat kesehatan pula sehinggan akan menjadi hambatan
seseorang. Faktor psikososial lain merupakan dalam berinteraksi sosial maupun dalam
stresor psikososial yang menyebabkan mendapatkan informasi tentang skizofrenia.
seseorang mengalami gangguan kejiwaan. Akibatnya keluarga maupun masyarakat
Tentunya faktor ini tidak berdiri sendiri masih memiliki pandangan yang buruk
untuk menyebabkan seseorang mengalami terhadap orang yang menderita skizofrenia,
skizofrenia karena terjadinya skizofrenia sehingga banyak penderita skizofrenia
itu disebabkan oleh multifaktor. Apabila telat untuk dibawa ke pelayanan kesehatan
seseorang dapat menghadapi stresnya jiwa. Kejadian ini mengakibatkan banyak
dengan baik maka dapat mengurangi pasien skizofrenia menjadi sukar untuk
terjadinya skizofrenia (Hawari, 2014; disembuhkan.
Notoatmojo, 2007). Hasil penelitian ini Adapun pentingnya penyebaran
sejalan dengan penelitian Setiyowati (2012) informasi tentang skizofrenia, cara
menyatakan bahwa tidak ada hubungan pencegahan, penanggulangan, maupun
faktor psikososial lain dengan kejadian cara pengobatan skizofrenia dapat
skizofrenia. dilakukan dengan promosi kesehatan mental
(penyuluhan dan sosialisasi kesehatan mental
6. Tingkat Pendidikan maupun mengadakan diskusi (Focus Group
Va r i a b e l t i n g k a t p e n d i d i k a n Discussion)) maupun psiko-edukatif dan
didapatkan nilai P value 1,000, artinya tidak lain sebagainya kepada penderita, keluarga
ada hubungan antara tingkat pendidikan dan masyarakat dengan cara yang mudah
dengan kejadian skizofrenia pada pasien untuk dipahami oleh semua orang baik
rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Grhasia yang berpendidikan rendah maupun tinggi.
DIY. Nilai RP 1,005 dengan CI 95% Hal ini akan bermanfaat untuk menambah
0,845-1,194, artinya artinya bahwa tingkat pengetahuan, mengurangi kekambuhan
pendidikan rendah bukan merupakan faktor maupun stigma negatif masyarakat kepada
risiko terjadinya skizofrenia (Sastroasmoro, penderita skizofrenia, mengingat penderita
2011). Hasil penelitian ini bertentangan skizofrenia yang berpendidikan rendah
dengan penelitian yang dilakukan Fakhari et sebesar 61%.
al (2005) dengan hasil ada hubungan yang Peran penting kegiatan promosi
bermakna anatara tidka ounya pendidikan kesehatan jiwa selain untuk menghilangkan
atau tidak tamat SD dengan timbulnya stigma juga memberikan pengetahuan
gangguan jiwa (p<0,001). kepada keluarga dan masyarakat tentang
Berdasarkan hasil observasi penelitian ikhwal gangguan jiwa skizofrenia itu
ini di Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY sendiri. Hal ini diharapkan pihak keluarga
menunjukkan bahwa pasien yang menderita dan masyarakat dapat berperan serta dalam
Faktor Risiko Kejadian Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta 145
(DIY)

upaya pencegahan, terapi, rehabilitasi, dapat ekonomi rendah mempunyai risiko 6,00
menerima kembali penderita ke keluarga kali untuk mengalami gangguan jiwa
dan masyarakat, tidak merasa “phobia” dan skizofrenia dibandingkan status ekonomi
tidak bertindak dikriminatif (Hawari, 2014) tinggi. Hal ini didukung pendapat Jean
Berdasarkan teori Gordon (1950) dan Canto, (2005) yaitu ada beberapa
dalam Rajab (2008), bahwa suatu penyakit faktor psikososial yang mempengaruhi
tidak tergantung pada suatu sebab yang gangguan jiwa skizofrenia, yaitu sosial
berdiri sendiri melainkan akibat dari proses ekonomi rendah dan stres lingkungan.
sebab-akibat.Tentunya ini akan berpengaruh Mallet et al (2002) menambhakan bahwa
pada lingkungan sosial mereka yang dapat kehilangan orangtua dan pengangguran
menyebabkan stres apabila tidak dapat merupakan faktor psikososial yang dapat
atasi dengan baik. Hal ini dikarenakan mempengaruhi terjadinya gangguan jiwa
f a k t o r- f a k t o r y a n g m e m p e n g a r u h i skizofrenia. Hasil penelitian Mallet et al
terjadinya skizofrenia akan terus berputar (2002) yang menyatakan ada hubungan yang
mempengaruhi kesehatan mental seseorang bermakna antara status pekerjaan dengan
apabila orang tersebut tidak berusaha untuk timbulnya skizofrenia (OR=5,5 (95%CI
melakukan coping terhadap faktor-faktor 2,59-11,68), p=0,000).
yang menyebabkan timbulnya stres sebagai Status ekonomi rendah sangat
risiko terjadinya skizofrenia (Rajab, 2008). mempengaruhi kehidupan seseorang.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Beberaapa ahli tidak mempertimbangkan
Junaidi (2008) yang menyatakan bahwa kemiskinan (status ekonomi rendah) sebagai
tidak ada hubungan tingkat pendidikan faktor risiko, tetapi faktor yang menyertai
terhadap timbulnya gangguan jiwa. bertanggungjawab atas timbulnya gangguan
kesehatan. Menurut Graham (1989), keluarga
7. Status Pekerjaan adalah faktor perantara yang paling penting.
Variabel status pekerjaan didapatkan Ketika kehidupan keluarga dipengaruhi oleh
nilai P value 0,502, artinya tidak ada penyebab lingkungan (rumah yang kecil,
hubungan antara status pekerjaan dengan tidak adanya waktu dan rasa aman) maka
kejadian skizofrenia pasien rawat inap hal ini merupakan beban bagi orangtua yang
di Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY. Nilai akibatnya akan mempengaruhi kesehatan
RP 1,068 dengan CI 95% 0,890-1,281 anak. Kemiskinan ditandai dengan
(mencakup angka 1), artinya orang yang sedikitnya dukungan, keselamatan, tidak
tidak bekerja bukan merupakan faktor adanya ruang sehingga terlalu sesak, tidak
risiko terjadinya skizofrenia (Sastroasmoro, adanya kebebasan pribadi, ketidakpastian
2011). Penelitian sejalan dengan penelitian dalam masalah ekonomi yang akhirnya
Junaidi (2008) menunjukkan bahwa tidak mungkin menimbulkan risiko kesehatan
ada hubungan antara status bekerja dengan bagi keluarga (Erlina dkk, 2010).
kejadian gangguan jiwa. Menurut Van Den (1991) orang yang
Berbeda dengan hasil penelitian tidak bekerja akan lebih mudah menjadi stres
yang dilakukan Erlina dkk (2010) yang yang berhubungan dengaan tingginya kadar
menunjukkan ada perbedaan yang bermakna hormon stres (kadar cathecholamine) dan
antara skizofrenia dan non skizofrenia mengakibatkan ketidakberdayaan. Kessler
berdasar adanya status ekonomi (OR=6,00: et al, (2005) menambahkan, orang yang
95% CI: 2,52-14,60, p=0,000). Status bekerja memiliki rasa optimis terhadap masa
146

depaan dan lebih memiliki semangat hidup Daftar Pustaka


yang lebih besar dibandingkan dengaan
Akal, Burcin. N., and Dogan, Orhan. (2010).
yang tidak bekerja. Menurut Smet (1993)
Potential Risk Factor for Schizophrenia
setiap kerja mempunyai stress agents yang
in Sivas Turkey. Research Article.
potensial, tetapi masing-masing bervariasi
Archives of Neuropsychiatry. Vol. 47,
dalam tingkatan pengalaman stresnya. Yang
Hal 230-236.
biasanya terjadi adalam kombinasi dari
faktor stres yang kemudian menjadi tidak Amirudin. (2010). Analisis Faktor yang
sehat (Erlina dkk, 2010). Berhubungan dengan Kejadian
Terjadinya skizofrenia pada orang Gangguan Jiwa Skizofrenia di
yang tidak bekerja bukan hanya dipengaruhi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sulawesi
oleh faktor itu saja. Akan tetapi dapat pula Tenggara Tahun 2010. Tesis. Program
dipengaruhi oleh faktor lain seperti adanya Pascasarjana Universitas Hasanuddin:
faktor keturunan, adanya stresor psikososial Makasar.
masalah hubungan interpersonal maupun
Arif, I. S. (2006). Skizofrenia Memahami
faktor keluarga yang mendukung terjadinya
Dinamika Keluarga Pasien. Bandung:
stres seseorang yang berstatus tidak bekerja.
Refika Aditama.
Hal ini sejalan dengan teori Gordon (1950)
dalam Rajab (2008) bahwa lingkungan Brown AS, Schaefer CA, Wyatt RJ et
sosial sangat berpengaruh terhadap al. (2002). Paternal age and risk of
kesehatan mental atau jiwa seseorang. schizophrenia in adult offspring. Am
Interaksi ini akan terus berjalan dan saling J Psychiatry. 159:1528-33.
mempengaruhi seperti roda yang berputar. Byrne M, Agerbo E, Ewald H et al. (2003).

Parental age and risk of schizophrenia:
Simpulan a case-control study. Arch Gen
Psychiatry. 60:673-8.
Berdasarkan hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa faktor risiko Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
kejadian skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa (2015). Schizophrenia. Diunduh
Grhasia DIY adalah faktor keturunan dari http://bbtklppjakarta.pppl.depkes.
dan stresor psikososial dari masalah go.id/assets/files/downloads/f1375258333-
hubungan interpersonal dan faktor keluarga. schizophrenia.pdf.
Diharapkan kepada Rumah Sakit Jiwa
El-Saadi, O., Pedersen CB, McNeil TF et al.
Grhasia DIY, meningkatkan promosi
(2004). Paternal and Maternal Age as
kesehatan berupa promosi kesehatan
Risk Factors for Psychosis: Findings
mental, psiko edukatif baik untuk penderita
from Denmark, Sweden and Australia.
skizofrenia, keluarga maupun masyarakat.
Schizophr Res. 67:227-36.
Hal ini untuk menambah pengetahuan dan
dapat meminimalisir kekambuhan serta Erlina, Soewadi, dan Pramono, D. 2010,
stigma negatif masyarakat kepada penderita Faktor-faktor yang Berperan terhadap
skizofrenia. Timbulnya Skizofrenia pada Pasien
Rawat Jalan di Rumah Sakit Jiwa
Prof. HB Saanin Padang Sumatera
Barat. Berita Kedokteran Masyarakat,
Faktor Risiko Kejadian Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Grhasia Daerah Istimewa Yogyakarta 147
(DIY)

Vol. 26, No. 2, Hal: 71-80. Section. Institute Of Psychiatry. De


Crespigny Park. London, SES 8AF,
Fakhari, A., Ranjbar, F., Dadashzadeh,
UK.
H . , Moghaddas F. (2005) . An
Epidemiological Survey of Mental McGrath JJ, Susser ES. (2009). New
Disosders Among Adult In The North, Directions in the Epidemiology of
West Area of Tabriz, Iran. Departement Schizophrenia. Med J Aust. 190
of Psychiatry, Iran. (suppl 4): s.7-9.
Gunarsa, S. D. (2004). Bunga Rampai McGrath JJ, Welham JL. (1999). Season of
Psikologi Perkembangan: dari Anak Birth and Schizophrenia: a Systematic
Sampai Usia Lanjut. Jakarta: BPK Review and Meta-analysis of Data
Gunung Mulia. from Southern Hemisphere. Schizophr
Res. 35:237-42.
Hawari, D. (2001). Pendekatan Holistik
pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Kedokteran Universitas Indonesia. Cipta.
Hawari. (2014). Skizofrenia Pendekatan Puspitasari, E. P. (2009). Peran Dukungan
Holistik (BPSS) Bio-Psiko-Sosial- Keluarga pada Penanganan Penderita
Spiritual Edisi Ketiga. Jakarta: Skizofrenia. Skripsi. Fakultas
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Psikologi Universitas Muhammadiyah
Universitas Indonesia. Surakarta.
Jean, PS., dan Canto, E. (2005). Social Rajab, W. (2008). Buku Ajar Epidemiologi
Defeat: Risk Factor Of Schizophrenia. untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta:
British Journal Of Psychiatry. EGC.
187:101-102
Read, J., Van, O.J., Morrison, AP., Ross,
Junaidi. (2008). Faktor-faktor Psikososial CA. (2005). Childhood Trauma,
y a n g B e r p e n g a r u h Te r h a d a p Psychosis And Schizophrenia: a
Gangguan Jiwa di Kecamatan Ingin Literature Review with Theoretical
Jaya Kabupaten Aceh Besar. Karya and Clinical Implications. Acta
Ilmiah Paripurna. Yogyakarta: Psychiatry Scandanavica. 112:330-50
Fakultas Kedokteran Universitas
Riset Kesehatan Dasar. (2007). Badan
Gajah Mada.
Penelitian dan Pengembangan
Kumpulan Artikel Kesehatan. 2016. Faktor- Kesehatan Republik Indonesia.
Faktor yang Mempengaruhi: http:// Jakarta.
www.ruanginfoguru.com/2014/06/faktor-
Riset Kesehatan Dasar. (2013). Badan
faktor-yang-mempengaruhi.html. Akses 16
Penelitian dan Pengembangan
April 2016: Yogyakarta.
Kesehatan Republik Indonesia.
Mallet, R., Leff, J., Bhugra, D., Pang, Jakarta.
D., Zhao Jing, H. (2002). Social
Sastroasmoro, S. (2011). Dasar-dasar
E n v i ro n m e n t , E t h n i c i t y a n d
Metodologi Penelitian Klinis Edisi
Schizophrenia. Social Psychiatry
148

ke-4. Jakarta: Sagung Seto. T i e n AY, E a t o n W W. ( 1 9 9 2 ) .


Psychopathologic precursors and
Setiyowati, Y. (2012). Hubungan Faktor
sociodemographic risk factors for the
Riwayat Keluarga dan Stresor
schizophrenia syndrome. Arch Gen
Psikososial dengan Kejadian
Psychiatry. 49:37-46.
Skizofrenia di Kabupaten Kebumen.
Te s i s . Yo g y a k a r t a : F a k u l t a s Townsead, D., Lisa., D. A., Cristina, Y.
Kedokteran Universitas Gajah Mada. D., Findling, L. R. (2007). Family
Conflict Moderates Respone to
SIMRS Jiwa Grhasia Tahun 2015. (2015).
Pharmachology Intervensi in Pediatric
Laporan Data 10 Besar Penyakit
Bipolar Disorder. Journal of Child and
Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa
Adolescent Psychopharmachology.
Grhasia Bulan Januari - Juni 2015.
vol. 17, no. 6, Hal: 843-852.
Yogyakarta: Rumah Sakit Jiwa
Grhasia. Wahlbeck K, Forsen T, Osmond C et al.
(2001). Association of Schizophrenia
Sue, D., Sue, D. W., Sue, D., Sue, S.
with Low Maternal Body Mass Index,
(2014). Essentials of Understanding
Small Size and Thinness During
Abnormal Behavior Second Edition,
Childhood. Arch Gen Psychiatry.
Wadsworth, USA: Cengage Learning.
58:48-52.
Tandon R, Keshavan MS, Nasrallah HA.
(2008). Schizophrenia, “Just The
Facts” What We Know In 2008.
E p i d e m i o l o g y A n d E t i o l o g y.
Schizophr Res. 102:1-18

You might also like