You are on page 1of 37

Case Report Session

*Kepaniteraan Klinik Senior / G1A215005 / 2017


**Pembimbing

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Erwin K Sjah Alam, S.Ked*,

dr. Ade Permana, Sp.OG (K)**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017
LEMBAR PENGESAHAN
CASE REPORT SESSION

*Kepanitraan Klinik Senior/ 2017 ** Pembimbing

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Erwin K Sjah Alam, S.Ked*,

dr. Ade Permana, Sp.OG (K) **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017
Jambi, November 2017

Pembimbing,

dr. Ade Permana, Sp.OG (K)


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Casse Report
Session yang merupakan syarat kelengkapan dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Raden Mattaher Jambi
dengan judul “HIPEREMESIS GRAVIDARUM”.
Terima kasih banyak penulis ucapkan kepada dr.Ade Permana, Sp.OG (K)
yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Obstetri dan Ginekologi
RSUD Raden Mattaher Penulis juga menyadari bahwa Clinical Report Session ini
masih banyak kekurangan dan belum sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan sumbangan kritik dan saran terhadap referat ini agar nantinya
dapat menjadi lebih baik. Semoga referat berjudul “ HIPEREMESIS
GRAVIDARUM” ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua serta dapat
menambah wawasan.

Jambi, November 2017

Penulis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii


KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
BAB II STATUS PASIEN............................................................................... 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 10
3.1 Definisi .................................................................................................. 10
3.2 Epidemiologi ........................................................................................... 10
3.3 Klasifikasi ............................................................................................... 10
3.4 Etiologi .................................................................................................... 14
3.5 Patofisiologi ............................................................................................ 15
3.6 Manifestasi Klinis ................................................................................... 18
3.7 Diagnosis ................................................................................................. 20
3.8 Diagnosis Banding .................................................................................. 24
3.9 Penatalaksanaan ...................................................................................... 24
3.10 Prognosis ............................................................................................... 27
BAB IV ANALISIS KASUS ........................................................................... 27
BAB V KESIMPULAN ................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 32
BAB I

PENDAHULUAN

Mual dan muntah merupakan hal yang umum dalam kehamilan. Sekitar

50%-90% kehamilan disertai dengan mual dan muntah yang dikenal sebagai

emesis gravidarum (Niebyl, 2010). Wanita yang mengalami emesis gravidarum

atau morning sickness 2% mengalami mual di pagi hari dan 80% mual sepanjang

hari. Kondisi ini biasanya ringan, dapat hilang sendiri dan puncak keluhan pada

sekitar 9 minggu kehamilan. Usia kehamilan 20 minggu biasanya gejala berhenti

namun pada 13% kehamilan, mual dan muntah dapat bertahan hingga 20 minggu

kehamilan (Mylonas, 2007, Sheehan, 2007).

Sejumlah kecil wanita hamil mengalami mual dan muntah berat yang

disebut hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum ditandai oleh muntah

berat yang menyebabkan penderita kekurangan cairan, gangguan keseimbangan

elektrolit dan asam basa, defisiensi nutrisi dan penurunan berat badan. Insidensi

hiperemesis gravidarum bervariasi antara 0,3 – 1,5% kelahiran hidup. Etiologi

hiperemesis gravidarum sendiri masih belum jelas, namun insiden menigkat pada

kondisi yang berhubungan denghan konsentrasi HCG dan estrogen yang tinggi.

Insiden hiperemesis gravidarum sendiri yaitu 3,5 per 1000 kelahiran (Sheehan,

2007, Sonsukare, 2008).

Wanita hamil dengan hiperemesis gravidarum memuntahkan makanan dan

minuman yang dikonsumsi sehingga berat badannya turun, turgor kulit dan

diuresis berkurang. Dapat pula terjadi alkalosis hipokalemia, ketosis, asetonuria

ptyalism dan timbul asetonuria apabila tidak tertangani. Keadaan demikian

5
membutuhkan perawatan di rumah sakit. Sekitar 5% dari ibu hamil membutuhkan

penanganan untuk penggantian cairan dan kroeksi ketidaksembangan elektrolot.

Prognosis pada pasien hiperemesis gravidarum pada umumnya baik, tetapi tetap

memberikan efek buruk pada pertumbuhan janin. Gejala yang timbul pada pasien

mual dan muntah serta penurunan nafsu makan membuat asupan nutrisi ibu

semakin berkurang. Suplai nutrisi pada janin tidak adekuat sehingga dapat

menghambat pertumbuhan janin jika hal ini tidak segera ditangani (Sacramento,

2008). Hal inilah yang menjadi alasan penulis mengajukan kasus gravidarum

sebagai laporan presentasi kasus kali ini.


BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. D
Umur : 20 Tahun
Suku / Bangsa : Melayu/ Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : RT 08/RW 02.Kel.Paal V. Kec.Kota Baru
MRS : 29 Oktober 2017.

Nama Suami : Tn. I


Umur : 23 tahun
Suku / Bangsa : Melayu/ Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : RT 08/RW 02.Kel.Paal V. Kec.Kota Baru

Datang ke ruang VK bagian Obsgyn RSUD Raden Mattaher via IGD, Hari
Minggu, Tanggal 29 Oktober 2017.

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Mual dan muntah yang dirasakan sejak ± 2 minggu dan semakin memberat 2
hari SMRS

7
Riwayat perjalanan Penyakit/ Penyakit Sekarang :
G1A0P0 usia 20 tahun hamil 12 minggu datang dengan keluhan mual dan
muntah yang dirasakan sejak ± 2 minggu dan semakin memberat 2 hari
SMRS, muntah dirasakan setiap setelah makan dan minum, Os mengaku
dalam sehari muntah bias lebih dari 7 kali sebanyak ± 1 gelas belimbing tiap
kali muntah. Keluhan disertai dengan penurunan nafsu makan, pusing, dan
lemas. Os mengaku mengalami penurunan berat badan dari 72 Kg menjadi 65
Kg.
Data Kebidanan
1. Haid
 Menarche : Umur 13 tahun
 HPHT : 28-07-2017
 Haid : Teratur
 Lama haid : 8 Hari
 Siklus : 28 hari
 Dismenorrhea : Iya
 Warna : Merah tua,bergumpal
 Bentuk perdarahan : encer
 Bau Haid : anyir
 Flour Albous :-
 Kapan :-
 Lama :-
 Warna :-
 Banyak :-

2. Riwayat Perkawinan : Pasien menikah satu kali. Lamanya 1 Tahun. Pada


usia 20 tahun
P1 : ini
Riwayat Kontrasepsi : tidak ada
Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan keluarga
Keturunan kembar : tidak ada
Penyakit Keturunan : tidak ada

2. Perilaku kesehatan yang lalu


Penyakit menular / keturunan : tidak ada

2.3 Pemeriksaan Fisik


Status Generalis
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Compos Mentis
 Vital Sign : TD : 130/90 mmHg
HR : 92 x/menit
RR : 20 x/menit
Temp : 36,5 º C
 Berat badan : 65 kg
 Tinggi badan : 158 cm

Pemeriksaan Fisik Umum


Kepala
 Rambut : Kebersihan cukup, rontok (-)
 Wajah : Pucat (+), sianosis (-), cloasma gravidarum (-)
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor, refleks cahaya (+/+), sedikit cekung.
 THT : Dalam batas normal
 Mulut : Simetris, bibir sianosis (-), gigi karies (-), gusi perdarahan
(-), lidah kotor (-)
 Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP
5 – 2 cmH2O

9
Thorax
 Inspeksi : Bentuk simetris kanan dan kiri, tarikan dada (-),
Retraksi (-), mammae dbn
 Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
 Perkusi : Sonor pada semua lapangan paru
 Auskultasi :
o Pulmo : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
o Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
 Inspeksi : Simetris, abdomen datar, bekas luka operasi (-), striae (-),
linea (-)
 Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, massa (-), nyeri
tekan (+)
 Perkusi : Timpani
 Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas : Simetris (+), akral dingin (-/-), edema (-/-), CRT < 2 detik

2.4 Pemeriksaan Obsteteri


a. Pemeriksaan luar : Abdomen tegang, simetris, Tinggi Fundus Uteri tidak
teraba. Labia mayora minora simetris, pembengkakan kelenjar bartolini (-
), perdarahan ± 0,5 cc (+), Nyeri tekan pada perut bagian bawah (+),
nyeri lepas (+)
b. Pemeriksaan inspekulo : Tidak dilakukan

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Darah rutin (29 – 10 – 2017)
Hb : 11,3 g/dl
Ht : 31,1 L %
Eritrosit : 4,23. 106/mm3
Leukosit : 16,373/mm3
Trombosit : 437.103/mm3
Golongan Darah: B

Kimia darah (28-10 – 2017)


GDS : 105 mg/dl
Urine rutin (28 – 10– 2017)
Gravindex Test : (+)

2.6 Diagnosis Kerja


G1P0A0 gravida 12 minggu + Hiperemesis Gravidarum
2.7 Penatalaksanaan
IGD
 Rawat inap
 Bed Rest
 IVFD D5% 20 gtt/menit
 Observasi keadaan umum, Tanda Vital dan perdarahan.
 Inj. Ondancentron 3x1
 Inj. Ranitidine 2x1
 Konsul ke dr.Firmansyah, Sp. OG
2.8 Prognosis
Quo ad vitam et fungsionam : dubia at bonam

11
2.8 Follow up
Tabel 2.1 Follow up pasien
Tanggal Jam Follow up Ket.
29/10/2017 06:00 S : Pusing (+),mual(+), muntah(-),lemas
WIB sudah berkurang,tidak ada nafsu makan
O : TD :130/80mmHg
N : 87x/mnt
S : 36,7ºC
RR : 18x/mnt
A : HEG
P : IVFD 5% + Neurobion 1 Amp 20 tpm
Inj. Ondancentron 3x1
Inj. Ranitidine 2x1
Inj. Cefotaxime 2x1

30/10/2017 06:00 S : Pusing(+), mual sudah berkurang,


WIB muntah(-), nafsu makan sudah ada
O : TD :110/60mmHg
N : 80x/mnt
S : 36,6ºC
RR : 18x/mnt
A : HEG
P : IVFD 5% + Neurobion 1 Amp 20 tpm
Inj. Ondancentron 3x1
Inj. Ranitidine 2x1
Inj. Ceftriaxone 2x1
Asam Folat 2x1 P.O
31/10/2017 06.00 S : Pusing(-), mual sudah berkurang, Boleh
WIB muntah(-), nafsu makan sudah ada Pulang

O : TD :110/60mmHg
N : 72x/mnt
S : 36,6ºC
RR : 18x/mnt
A : HEG
P : IVFD 5%
Inj. Ondancentron 3x1
Inj. Ranitidine 2x1
Inj. Ceftriaxone 2x1
Asam Folat 2x1 P.O

13
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI
Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi pada awal kehamilan
sampai umur kehamilan 20 minggu. Mual dan muntah, pusing, perut kembung,
dan badan terasa lemah terjadi hampir pada 50% kasus ibu hamil, dan terbanyak
pada usia kehamilan 6-12 minggu. Keluhan mual muntah sering terjadi pada
waktu pagi sehingga dikenal juga dengan “morning sickness”. Juga terdapat
keluhan ptialisme,hipersalivasi yaitu banyak meludah. Epulis gravidarum, infeksi
gingivitis dapat menyebabkan perdarahan gusi.
Mual dan muntah tampaknya disebabkan oleh kombinasi hormone estrogen
dan progesterone, walaupun hal ini tidak diketahui dengan pasti dan hormone
human chorionic gonadotropin juga berperan dalam menimbulkan mual dan
muntah. Gastroesophageal reflux terjadi kurang lebih 80 % dalam kehamilan, dan
dapat disebabkan oleh kombinasi menurunnya tekanan sfingter esophageal bagian
bawah, meningkatnya tekanan intragastrik, menurunnya kompetensi sfingter pilori
dan kegagalan mengeluarkan asam lambung.
Keluhan mual muntah kadang-kadang begitu hebat dimana segala apa yang
dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga dapat mempengaruhi keadaan
umum dan mengganggu pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun,
dehidrasi,dan terdapat aseton dalam urin. Mual dan muntah mempengaruhi hingga
> 50 % kehamilan. Kebanyakan perempuan mampu mempertahankan kebutuhan
cairan dan nutrisi dengan diet, dan symptom akan teratasi hingga akhir trimester
pertama. Penyebab penyakit ini masih belum diketahui secara pasti, tetapi
diperkirakan erat hubungannya dengan endokrin,biokimiawi,dan psikologis.
3.2 KLASIFIKASI

Secara klinis, hiperemesis gravidarum dibedakan atas 3 tingkatan, yaitu :

1. Tingkat I
Muntah yang terus menerus, timbul intoleransi terhadap makanan dan
minuman, berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar
makanan, lender dan sedikit cairan empedu, dan yang terakhir keluar
darah. Nadi meningkat sampai 100x/ menit dan tekanan darah sistolik
menurun. Mata cekung dan lidah kering, turgor kulit berkurang dan urin
sedikit tetapi masih normal.
2. Tingkat II
Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, haus
hebat, subfebril, nadi cepat dan lebih dari 100 – 140x/ menit,tekanan darah
sistolik kurang dari 80 mmHg, apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang
ikterus, aseton, bilirubin dalam urin, dan berat badan cepat menurun.
3. Tingkat III
Walaupun kondisi tingkat III sangat jarang, yang mulai terjadi adalah
gangguan kesadaran (delirium-koma), muntah berkurang atau berhenti,
tetapi dapat terjadi ikterus , sianosis, nistagmus, gangguan jantung,
bilirubin, dan proteinuria dalam urin.

3.3 ETIOLOGI

Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Tidak ada


bukti bahwa penyakit ini belum diketahui secara pasti. Tidak ada bukti bahwa
penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik juga tidak ditemukan kelainan
biokimia, perubahan-perubahan anatomik yang terjadi pada otak, jantung,
hati dan susunan syaraf, disebabkan oleh kekurangan vitamin serta zat-zat
lain akibat kelemahan tubuh karena tidak makan dan minum. Beberapa faktor
predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan oleh beberapa sebagai
berikut:

15
1. Faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola
hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola
hidatidosa dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor
hormon memegang peranan karena pada kedua keadaan tersebut hormon
khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.
2. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi meternal dan perubahan
metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu
terhadap perubahan ini merupakan faktor organik.
3. Alergi, sebagai salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak, juga
disebut sebagai salah satu faktor organik
4. Faktor psikologik memegang peranan yang penting pada penyakit ini,
rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut akan kehamilan
dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat
menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah
sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau
sebagai pelarian kesukaran hidup.

3.4 PATOFISIOLOGI
 Fisiologi Muntah

Mual merupakan perasaan tidak nyaman subjektif di balik

kerongkongan yang merupakan sinyal terhadap muntah. Sementara

muntah merupakan eliminasi paksa isi perut melalui mulut yang dibantu

oleh otot perut dan pembukaan sfingter lambung (Shelke et al., 2004).

Muntah dengan tanda awal berupa mual terutama merupakan refleks

perlindungan. Pusat muntah terletak di medula oblongata, melalui

kemoreseptor pada area postrema di bawah ventrikel keempat (zona

pencetus kemoreseptor/ CTZ) (Silbernagl & Lang, 2007). Area ini tidak
dilindungi oleh sawar darah otak, sehingga dapat dipengaruhi oleh bahan-

bahan perangsang muntah melalui cairan serebrospinal maupun melalui

darah (Shelke et al., 2004). CTZ diaktivasi oleh agonis dopamin seperti

apomorfin, oleh banyak obat atau toksin, seperti digitalis glikosida,

nikotin, enterotoksin stafilokokus serta hipoksia, uremia, dan diabetes

melitus. Sel-sel CTZ juga mengandung reseptor neurotransmitter seperti

epinefrin, serotonin, GABA, serta substansi P. Akan tetapi pusat muntah

dapat juga diaktivasi tanpa perantara CTZ seperti pada perangsangan

nonfisiologis di organ keseimbangan (motion sickness) dan penyakit

vestibular seperti Meniere (Silbernagl & Lang, 2007).

Pusat muntah dapat diaktifkan melalui saluran pencernaan melalui aferen

N. Vagus pada beberapa kondisi di bawah ini (Silbernagl & Lang, 2007):

a. Peregangan lambung yang berlebihan atau kerusakan mukosa

lambung misalnya akibat alkohol

b. Pengosongan lambung yang terlambat misalnya akibat makanan yang

sukar dicerna serta akibat penghambatan saluran keluar lambung

misalnya pada stenosis pilorus, atau tumor, atau pada penghambatan

pada usus seperti atresia atau ileus.

c. Distensi berlebihan atau inflamasi peritoneum, saluran empedu,

pankreas, dan usus.

Pusat muntah dapat diaktivasi juga oleh serabut aferen visera dari

jantung, misalnya pada iskemia koroner. Muntah dapat juga dipicu dengan

sengaja dengan meletakkan satu jari di kerongkongan (saraf aferen dari

17
sensor raba di faring). Selain itu, muntah dapat diakibatkan karena pajanan

terhadap radiasi (radioterapi) dan peningkatan tekanan intrakranial

(Silbernagl & Lang, 2007).

Muntah dapat disebabkan oleh rangsangan terhadap satu atau lebih


dari 4 lokasi seperti saluran pencernaan, organ vestibular, CTZ, dan
korteks dan thalamus. Ketika reseptor teraktivasi, impuls ditransmisikan
baik oleh aferen n. vagus maupun saraf simpatis ke pusat muntah bilateral
di medulla, yang terletak di dekat traktus solitarius setingkat mukleus
motorik dorsalis vagus menuju pusat muntah melalui saraf kranialis IX
(glosofaringeus) dan X (vagus). Reseptor-reseptor yang sudah diketahui
diantaranya adalah H1 histamine, M1 acetylcholine, 5-HT3 serotonine, DA2
dopamine, NK1 neurokinin, substansi P, dan mu/ kappa opioid. Transmisi
mediator pada korteks serebri dan thalamus belum diketahui dengan pasti,
namun diduga CB1 cortical cannabinoid (Becker, 2010; Guyton & Hall,
2007).
Impuls motorik ditransmisikan dari pusat muntah melalui saraf
kranialis V, VII, IX, X, dan XII ke saluran pencernaan bagian atas dan
melalui saraf spinalis ke diafragma dan otot abdomen. Sebelum muntah
terjadi, terdapat periode antiperistaltis yang menyebabkan kontraksi terjadi
ke atas bukan ke bawah. Kemudian saat saluran pencernaan bafian atas
terutama duodenum menjadi sangat meregang, peregangan ini menjadi
faktor pencetus muntah yang sebenarnya. Pada saat muntah, kontraksi
intrinsik kuat terjadi baik pada duodenum maupun pada lambung, bersama
dengan relaksasi sebagian sfingter esofagus bagian bawah, sehingga
membuat muntahan mulai bergerak ke dalam esofagus. Dari sini, kerja
muntah spesifik yang melibatkan otot-otot abdomen mengambil alih dan
mendorong muntahan ke luar (Guyton & Hall, 2007).
Sekali pusat muntah telah cukup dirangsang dan timbul muntah,
yang terjadi adalah bernafas dalam, naiknya tulang lidah dan laring untuk
menarik sfingter esofagus bagian dalam supaya terbuka, penutupan glotis,
dan pengangkatan palatum mole untuk menutupi nares posterior.
Kemudian datang kontraksi yang kuar ke bawah diafragma bersama
dengan rangsangan kontraksi semua otot dinding abdomen. Keadaan ini
memeras perut diantara diafragma dan otot-otot abdomen, membentuk
suatu tekanan intragastrik. Akhirnya sfingter esofagus bagian bawah
berelaksasi secara lengkap membuat pengeluaran isi lambung ke atas
memalui esofagus (Guyton & Hall, 2007).

 Patogenesis Hiperemesis Gravidarum

Sampai saat ini, penjelasan penyebab HG yang paling banyak


diterima berbagai kalangan adalah “teori hormon”. Banyak penelitian yang
menunjukkan hubungan antara peningkatan hCG dengan muntah patologis
pada kehamilan. Berbagai penyebab fisik lain juga dikemukakan dalam
berbagai diskusi namun belum terdapat penelitian yang memuaskan. HG
lebih sering terjadi pada usia kehamilan muda ketika plasenta dan korpus
luteum bersama-sama memproduksi hormon seperti progesteron dan hCG
(Verberg et al., 2005). HG diyakini juga sebagai penyakit kompleks hasil
interaksi berbagai faktor baik itu biologis, psikologis, maupun sosial-
kultural (Pirimoglu et al., 2010). Terdapat etiologi lain seperti imunologis
dan infeksi bakteri serta kelainan anatomis (Verberg et al., 2005). Buhling
& David (2006) membagi patogenesis HG menjadi 2 hipotesis, hipotesis I
dengan penyebab endokrin, dan hipotesis II dengan penyebab non-
endokrin.

19
Hipotesis II: faktor
Hipotesis I: faktor
non endokrin
endokrin

Hipotalamus/ Kortisol/ Overaktif HPA aksis


korteks adrenal ACTH

Tirotoksikosis pada
Kelenjar TSH/ kehamilan
Tiroid Tiroksin

Overaktif sistem Penyebab-penyebab


imun Imunologis

Penyebab-
Infeksi H. pylori penyebab infeksi

Corpus luteum hCG Perubahan GIT GIT Penyebab


anatomik

Plasenta Estrogen/ Defisiensi Vitamin


Progesteron

Defisiensi Vitamin

Penyebab Psikologis Penyebab-


penyebab saraf

Gambar 2.2. Patogenesis Hiperemesis Gravidarum (Buhling & David, 2006).

a. Hipotesis Endokrin
Hormon-hormon endokrin meliputi hCG, TSH/ tiroksin, estrogen/
progesteron, kortisol/ ACTH, prolaktin, dan leptin.

1) Human Chorionic Gonadotropin (hCG)

hCG sering disebut sebagai penyebab paling mungkin dari


HG. Berbagai penelitian menunjukkan kadar hCG diketahui lebih
tinggi pada kehamilan kembar, mola hidatidosa, kehamilan dengan
janin perempuan, dan kehamilan dengan down syndrome.
Mekanisme hCG menyebabkan HG belum diketahui dengan jelas,
namun diyakini kadar hCG yang tinggi menstimulasi pengeluaran
enzim saluran pencernaan atas dan merangsang peningkatan
fungsi tiroid karena strukturnya yang mirip dengan Thyroid
Stimulating Hormone (TSH).
Berbagai penelitian lain pada pasien dengan HG
menunjukkan bahwa bukan semata-mata tingginya kadar hCG
yang menyebabkan HG, namun HG disebabkan oleh isoform
spesifik hCG seperti hCG dengan rantai asialo-carbohydrate.
Berbagai pola isoform hCG yang berbeda-beda pada pasien dapat
disebabkan oleh pengaruh lingkungan jangka panjang atau faktor
genetik (Verberg et al., 2005).
Terdapat 4 varian hCG, masing-masing diproduksi oleh
jenis sel yang berbeda. Semua varian hCG tersebut memiliki
subunit amino yang sama yaitu subunit-β hCG. Keempat varian
tersebut adalah hCG yang diproduksi oleh vili sel-sel
sinsitiotrofoblas, hCG-hiperglikosilat yang diproduksi oleh sel-sel
sitotrofoblas, subunit β-bebas yang diproduksi oleh sel-sel kanker
non-trofoblas, dan hCG hipofisis yang diproduksi oleh sel-sel
gonadotropin pada hipofisis anterior. hCG dan hCG-
hiperglikosilat disekresikan oleh blastokista untuk mempersiapkan
implantasi pada endometrium. hCG-hiperglikosilat kemudian
memicu diferensiasi sel-sel sitotrofiblas menjadi sinsitiotrofoblas.
Sinsitiotrofoblas kemudian memproduksi hCG dan bersama-sama
dengan LH memicu produksi progesteron oleh korpus luteum
sampai plasenta dapat membuat cukup progesteron sendiri. Selain
produksi progesteron, hCG memiliki berbagai fungsi lain yang
diketahui dari terdapatnya reseptor hCG pada berbagai organ baik
itu fetal maupun maternal. Diantara lokasi reseptor hCG tersebut
adalah pada otak ibu, yaitu pada hipokampus, hipotalamus, dan
batang otak, yang diyakini menjadi penyebab terjadinya HG
(Cole, 2010).
Penelitian sampai saat ini menunjukkan hubungan antara
HG dengan kadar hCG, namun mekanisme patogenesisnya belum

21
diketahui dengan pasti. Hal ini diantaranya dikarenakan kondisi
dengan kadar hCG tinggi seperti pada choriocarcinoma atau pada
pemberian HCG selama fase luteal untuk memicu maturasi oosit
tidak menimbulkan gejala mual-muntah seperti pada HG. Selain
itu terdapat banyak pasien yang memiliki kadar HCG tinggi
namun tidak menderita HG, sebaliknya terdapat pasien yang terus
mengalami HG bahkan setelah melewati trimester pertama dimana
kadar HCG sudah turun (Verberg et al., 2005).

2) TSH/ Tiroksin

Kelenjar tiroid terstimulasi selama awal kehamilan secara


fisiologis. Terkadang kadar hormon tiroid menyimpang dari nilai
normal, menyebabkan kondisi gestational transient thyrotoxicosis
(GTT). GTT terdapat pada dua pertiga wanita dengan HG.
Estrogen menyebabkan produksi thyroid-binding globulin
meningkat dan metabolisme T4 menurun, menyebabkan
penurunan sementara kadar T4 bebas (Verberg et al., 2005).
Peningkatan kadar hCG menyebabkan peningkatan
stimulasi kelenjar tiroid, begitu pula dengan hipersensitifitas
reseptor hormon tiroid terhadap hCG, atau produksi salah satu
jenis hCG yang lebih kuat merangsang kelenjar tiroid. Saat kadar
hCG mencapai puncak saat kehamilan normal, kadar TSH serum
menurun sementara triiodotironin bebas dan T4 bebas meningkat
menunjukkan peran hCG dalam stimulasi hormon tersebut.
Hipersensitifitas reseptor TSH didapatkan pada keluarga dengan
riwayat GTT dan HG. Anggota keluarga dengan riwayat HG
berulang diketahui memiliki mutasi pada domain ekstraseluler
reseptor TSH yang menyebabkan reserptor tersebut responsif
terhadap hCG. Pasien HG dengan hipertiroid memiliki kadar
elektrolit abnormal, peningkatan kadar enzim hati, dan gejala
muntah yang lebih parah (Verberg et al., 2005).
Hipertiroidisme juga dapat dikaitkan dengan HG.
Sementara T3 dan T4 berada di kisaran normal, ekspresi thyroid
stimulating hormone (TSH) mengalami penurunan. GTT mungkin
berlaku sampai minggu ke-18 kehamilan dan tidak memerlukan
pengobatan. Kondisi untuk diagnosis THHG adalah (Mylonas,
2007):
a) Berdasarkan hasil serologi patologis yang diambil selama HG
b) Tidak ada hipertiroidisme sebelumnya pada kehamilan
c) Tidak ada tanda-tanda klinis hipertiroidisme
d) Antibodi negatif.
Banyak bukti ilmiah yang mendukung hubungan antara
kadar hCG dengan GTT, namun perannya dalam HG masih belum
jelas. Kondisi lain hipertiroid seperti penyakit Grave tidak
menunjukkan gejala mual-muntah seperti pada HG, prevalensi
hipertiroid cukup tinggi namun tidak hanya terdapat pada pasien
HG, serta banyak pasien HG yang tidak menderita hipertiroid
(Verberg et al., 2005).

3) Estrogen/ Progesteron

Prevalensi HG lebih tinggi pada pasien dengan kadar


estrogen tinggi, seperti pada indeks masa tubuh (IMT) ibu hamil
yang tinggi, kehamilan pertama, dan fetus dengan undescended
testis. Didapatkan juga insidensi karsinoma testis pada pria dengan
riwayat HG saat kehamilannya. Pada pengobatan dengan estrogen
sering didapatkan efek samping berupa mual, hal ini mendukung
hipotesis bahwa estrogen mungkin merupakan penyebab HG
(Verberg et al., 2005).
Kadar estrogen tinggi memperlambat pengosongan
lambung dan menurunkan waktu transit usus halus, serta
meningkatkan akumulasi cairan (Verberg et al., 2005). Meskipun
demikian, belum terdapat penjelasan pasti mengenai hubungan

23
langsung estrogen dengan HG, mengingat HG lebih sering terjadi
pada TM pertama sementara kadar estrogen terus meningkat
seiring bertambahnya usia kehamilan, begitu pula dengan
kehamilan yang diinduksi controlled ovarian stimulation (COS)
dimana kadar estrogen sangat tinggi, tidak menyebabkan insidensi
HG meningkat (Verberg et al., 2005).
Diantara berbagai hormon pada kehamilan, pasien dengan
HG memiliki kadar progesteron yang abnormal. Sebagian besar
memiliki kadar progesteron yang lebih rendah, sebagian yang
lainnya memiliki kadar progesteron yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kontrol. Namun demikian, tidak didapatkan korelasi yang
jelas antara HG dengan kadar progesteron, mengingat tidak
terdapat perbaikan kondisi pasien HG yang mendapatkan
pengobatan dengan progesteron. Kehamilan dengan peningkatan
kadar progesteron iatrogenik seperti kehamilan dengan korpus
luteum multipel karena COS, atau kehamilan dengan pemberian
progesteron untuk mendorong fase luteal tidak menunjukkan
kejadian HG, mengindikasikan bahwa kadar progesteron tinggi
(endogen maupun eksogen) saja tidak menyebabkan HG (Verberg
et al., 2005).

4) Kortisol/ ACTH

Terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa insufisiensi


korteks adrenal berhubungan dengan HG. Dapat dikarenakan
insufisiensi produksi ACTH maupun karena ketidakmampuan
aksis hipotalamus-hipofisi-adrenal untuk merespon peningkatan
kebutuhan produk adrenal pada kehamilan awal. Pasien dengan
HG memiliki kadar kortisol serum lebih rendah daripada ibu hamil
tanpa HG (Verberg et al., 2005).
b. Hipotesis Non-Endokrin
Faktor-faktor non-endokrin berupa penyebab imunologis,
infeksi gastrointestinal, kelainan anatomik saluran, dan kelainan saraf.

1) Imunologis

Selama kehamilan, terdapat perubahan sistem imun


humoral dan selular untuk melindungi janin dan desidua dari
kerusakan karena sistem imun ibu. HG diperkirakan disebabkan
oleh sistem imun yang mengalami overeaktif. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa pasien dengan HG memiliki kadar IL-6,
TNF-α, T-helper 2, IgG, IgM, C3, C4, limfosit, sel NK, 5’-
nucleotidase, dan atau adenosine deaminase yang lebih tinggi.
Namun belum dapat disimpulkan dari berbagai penelitian tersebut
apakah aktivasi sistem imun yang terjadi merupakan penyebab
atau merupakan reaksi terhadap HG (Verberg et al., 2005).

2) Infeksi Saluran Gastrointestinal

Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa pasien HG


positif terinfeksi H. Pylori 95% dibandingkan dengan kontrol
sebanyak 50%. Infeksi tersebut dapat disebabkan karena
perubahan pH lambung atau perubahan sistem imun terkait
kehamilan. Peningkatan hormon steroid pada wanita hamil
menyebabkan akumulasi cairan pada lambung dan mengakibatkan
penurunan pH lambung sehingga pasien lebih suseptibel terhadap
infeksi H. Pylori. Perubahan sistem imun humoral dan seluler
selama kehamilan juga meningkatkan suseptibilitas terhadap
infeksi.
Meskipun diyakini bahwa infeksi H. Pylori lebih sering
terjadi pada pasien HG, banyak wanita hamil yang terinfeksi H.
Pylori tidak menunjukkan gejala-gejala HG. Begitu pula
hubungannya dengan hormon steroid, jika infeksi tersebut

25
berhubungan dengan peningkatan hormon steroid, seharusnya
gejala memberat pada akhir kehamilan saat imunitas pasien lebih
teraktivasi. Hipotesis yang lebih diterima adalah kerusakan
saluran gastrointestinal atas akibat muntah yang terus- menerus
meningkatkan suseptibilitas pasien terhadap infeksi H. Pylori
(Verberg et al., 2005).
Studi lain menemukan genom H. pylori dalam air liur
61,8% dari pasien dengan HG (21 dari 34 pasien), dibandingkan
dengan 27,6% dari wanita hamil tanpa gejala. Hubungan ini
tampaknya dikonfirmasi oleh fakta bahwa dalam dua studi
observasional dengan total lima pasien, tidak ada perbaikan dalam
gejala terjadi setelah perawatan obat standar, sedangkan
pengobatan antibiotik untuk H. pylori menghasilkan perbaikan
gejala yang jelas (Mylonas, 2007).

3) Kelainan Anatomis

Verberg et al. (2005) mengemukakan bahwa terdapat


kelainan anatomis pada penderita HG. Diantaranya adalah
terdapatnya perubahan bentuk pada korteks adrenal pada pasien
HG seperti pada penderita penyakit Addison, selain itu ditemukan
pula bahwa secara statistik HG terjadi pada penderita dengan
corpus luteum dari ovarium sebelah kanan.

4) Kelainan Saraf

Mual diyakini sebagai hasil dari penolakan terhadap


kehamilan seorang wannita yang belum siap menjadi seorang ibu
karena imaturitas kepribadian, masih banyak tergantung kepada
orangtua, ketakutan, dan tekanan karena kehamilan. Pendapat lain
menyatakan bahwa HG merupakan kelainan seksual yang berasal
dari ketidaksukaan terhadap jenis kelamin. HG juga dijelaskan
sebagai gejala histeria konversi, neurosis, atau depresi, dan HG
dapat berasal dari stress psikososial, kemiskinan, dan konflik
pernikahan.
Berbagai hipotesis biologis HG belum dapat memberikan
penjelasan yang memuaskan, faktor psikologis diyakini memiliki
peranan yang dominan dalam patofisiologis HG. Insidensi HG
didapatkan lebih rendah saat masa perang, perawatan di RS
menjauhkan lingkungan pasien dari pasangan atau keluarga
menurunkan keluhan muntah, serta terdapat perbedaan insidensi
HG antar etnis. Namun ada peneliti lain yang menyatakan bahwa
gejala-gejala psikologis pasien HG merupakan hasil dari stress
dan beban fisik HG bukan merupakan penyebab (Verberg et al.,
2005).
Beberapa postulat penyebab psikologis dapat dibagi menjadi 4
kategori sebagai berikut (Cole, 2010):
a) HG merupakan ekspresi berbagai konflik, seperti penolakan
terhadap kehamilan, konflik perasaan yang bertentangan akan
menjadi ibu, kepribadian kekanak-kanakan, terlalu
bergantung terhadap ibu, atau ketakutan akan kehamilan
b) HG merupakan sebuah ekspresi dari kelainan seksual
c) HG merupakan gejala konversi, sebuah ekspresi histeria,
neurosis, atau depresi
d) HG merupakan akibat dari stress psikososial, pengalaman
terhadap kekerasan, atau konflik dalam hubungan dengan
pasangan.
Dalam studi yang paling terkenal, indeks psikologis medis
Cornell diukur pada 44 pasien hamil dengan, dan 49 wanita hamil
tanpa HG. Tes Minnesota Multiphasic Personality Psychology
Inventory (MMPI) diberikan hanya pada wanita hamil dengan HG
(Mylonas, 2007; Sheehan, 2007). Kedua studi dengan skor
pertanyaan yang berbeda menunjukkan bahwa pasien dengan HG
memiliki ikatan yang berlebihan dengan ibu mereka dan lebih

27
sering bersifat histeris dan kepribadian kekanak-kanakan. HG
lebih sering terjadi pada gangguan kepribadian dan gangguan
depresif, tetapi hubungannya belum dipelajari sampai batas yang
cukup (Mylonas, 2007).

 Patofisiologi Gejala
Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan
karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena
oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya
asam aseton asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah.
Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah
menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma
berkurang. Natrium dan khlorida darah turun, demikian pula khlorida air
kemih. Pada pasien ini terdapat penurunan kadar kalium dalam darah.
Selain itu dapat menyebabkan gangguan keseimbangan asam basa, berupa
alkalosis metabolik akibat hilangnya asam karena muntah-muntah
berlebihan ataupun asidosis metabolik akibat peningkatan asam (ketosis).
Selain itu juga terjadi dehidrasi yang menyebabkan:
a. Penurunan saliva, yang berakibat mulut dan faring kering
b. Peningkatan osmolaritas darah, yang akan merangsang osmoreseptor
di hipothalamus
c. Penurunan volume darah yang berakibat penurunan tekanan darah,
sehingga renin akan meningkat, begitu juga angiotensin II.
Ketiga hal tersebut akan merangsang pusat rasa haus di
hipothalamus, yang seharusnya akan meningkatkan intake cairan, namun
karena terdapat mual dan muntah yang tidak bisa ditoleransi akibatnya
cairan juga tidak dapat masuk per oral, sehingga cairan tubuh tidak
mencapai kadar normal dan dehidrasi tetap terjadi (Ogunyemi, 2007).
Karena muntah terus terjadi dan tidak ada makanan yang dapat
masuk, cadangan karbohidrat pun sangat bekurang, sehingga untuk
memenuhi kebutuhan respirasi sel dan menghasilkan ATP dipakai jalur
pemecahan lemak (katabolisme lipid/lipolisis) secara berlebihan, bukan
memakai jalur glikolisis. Asam lemak dikatabolisis. Asam lemak
dikatabolisme di mitokondria melalui proses yang dinamakan beta
oxidation, yang akhirnya membentuk acetyl coA. Acetyl coA akan masuk
ke dalam siklus krebs. Hepatosit akan mengambil dua molekul acetyl coA
dan terkondensasi, dan aseton (keton bodies). Proses tersebut dinamakan
ketogenesis. Keton-keton tersebut akan mudah berdifusi ke membran
plasma, meninggalkan hepatosit untuk kemudian masuk ke dalam aliran
darah. Akibatnya terjadi ketosis dalam darah, yang kemudian dikeluarkan
melalui urine, sehingga pada hiperemesis gravidarum lanjut didapatkan
keton pada urine (Ronardy, 2006).

Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran


darah ke jaringan berkurang. Sehingga jumlah zat makanan dan oksigen ke
jaringan berkurang dan tertimbunnya zat metabolik yang toksik.
Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi
lewat ginjal, menambah frekuensi muntah-muntah yang lebih banyak,
dapat merusak hati, dan terjadilah lingkaran setan yang sulit dipatahkan.

Ada yang menyatakan bahwa perasaan mual adalah akibat dari


meningkatnya kadar estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada
trisemester pertama. Pengaruh fisiologik hormon estrogen ini tidak jelas,
mungkin berasal dari sistem saraf pusat akibat berkurangnya pengosongan
lambung. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan wanita hamil, meskipun
demikian mual dan muntah dapat berlangsung berbulan-bulan.

Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan


muntah pada hamil muda bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan
dehidrasi dan tidak imbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik.

29
1. Hiperemesis gravidarum dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat
dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi
lemak yang tidak sempurna terjadilah ketosis dengan tertimbunnya
asam aseton–asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah.

2. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan karena muntah


menyebabkan dehidrasi sehingga cairan ekstraseluler dan plasma
berkurang. Natrium dan khlorida darah dan khlorida air kemih turun.
Selain itu juga dapat menyebabkan hemokonsentrasi sehingga aliran
darah ke jaringan berkurang.

3. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya


ekskresi lewat ginjal menambah frekuensi muntah – muntah lebih
banyak, dapat merusak hati dan terjadilah lingkaran setan yang sulit
dipatahkan

4. Selain dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit dapat terjadi


robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (Sindroma Mallory-
Weiss) dengan akibat perdarahan gastro intestinal.

3.5 DIAGNOSA

Diagnosis hiperemesis gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan


adanya kehamilan muda dan muntah yang terus-menerus, sehingga
mempengaruhi keadaan. Namun demikian harus dipikirkan kehamilamn
muda dengan penyakit pielonefritis, hepatitis, ulkus ventrikuli dan tumor
serebri yang dapat pula memberikan gejala muntah.

3.6 PENATALAKSANAAN
1. Obat-obatan.
Sedativa yang sering diberikan adalah pohenobarbital, vitamin yang
dianjurakan yaitu vitamin B1 dan B6, antihistaminika juga dianjurakn
Pada keadaan lebih berat diberikan antimimetik seperti disklomin
hidrokhloride, avomin.

2. Isolasi.

Dilakukan dalam kamar yang tenang cerah dan peradaran udara yang baik
hanya dokter dan perawat yang boleh keluar masuk kamar sampai muntah
berhenti dan pasien mau makan. Catat cairan yang masuk dan keluar dan
tidak diberikan makan dan minum dan selama 24 jam. Kadang-kadang
dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilanhg tanpa
pengobatan

3. Terapi psikologik
Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan,
hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta
menghilangkan masalah dan konflik, yang kiranya dapat menjadi latar
belakang penyakit ini.

4. Cairan parenteral

Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein


dengan glukose 5% dalam cairan fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila
perlu dapat ditambah kalium dan vitamin, khususnya vitamin B komplek
dan vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam
amino secara intra vena.

Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Air
kencing perlu diperiksa sehari-hari terhadap protein, aseton, khlorida dan
bilirubin. Suhu dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali
sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya
menurut keperluan. Bila selama 24 jam penderita tidak muntah dan
keadaan umum bertambah baik dapat dicoba untuk diberikan minuman,
dan lambat laun minuman dapat ditambah dengan makanan yang tidak

31
cair. Dengan penanganan diatas, pada umumnya gejala-gejala akan
berkurang dan keadaan akan bertambah baik.

5. Penghentian kehamilan

Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur.
Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik jika memburuk.
Delirium, kebutaan, takikardi, ikterus, anuria dan perdarahan merupakam
manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu
dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk
melakukan abortus terapuetik sering sulit diambil, oleh karena disatu pihak
tidak boleh dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh
menunggu sampai terjadi gejala irreversibel pada organ vital.

Pengelolaan diet pada hiperemesis gravidarum dapat dilakukan untuk


menjaga kebutuhan gizi selama kehamilan, sesuai dengan derajatnya diet pada
hiperemesis gravidarum diantaranya;

 Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III.


Makanan hanya berupa rod kering dan buah-buahan.Cairan tidak diberikan
bersama makanan tetapi 1 — 2 jam sesudahnya. Makanan ini kurang
dalam semua zat – zat gizi, kecuali vitamin C, karena itu hanya diberikan
selama beberapa hari.
 Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang. Secara
berangsur mulai diberikan makanan yang bernilai gizi linggi. Minuman
tidak diberikan bersama makanan . Makanan ini rendah dalam semua zat-
zal gizi kecuali vitamin A dan D.
 Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis
ringan. Menurut kesanggupan penderita minuman boleh diberikan bersama
makanan. Makanan ini cukup dalam semua zat gizi kecuali Kalsium.
3.7 PROGNOSIS
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat
memuaskan. Penyakit ini biasanya dapat membatasi diri, namun demikian
pada tingkatan yang berat, penyakit ini dapat mengancam jiwa ibu dan janin
yang menjadi pegangan bagi kita untuk menilai maju mundurnya pasien
adalah adanya aseton dam urin dan berat badan sangat turun.

33
BAB IV

ANALISIS KASUS

1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat ?


Pasien ini didiagnosis sebagai hiperemesis gravidarum atas dasar yang

pertama adalah pasien wanita hamil dengan usia kehamilan 12 minggu.

Kedua adalah keluhan utama pasien yaitu mual dan muntah yang memburuk

sejak 2 hari yang lalu. Nafsu makan menurun, makanan yang dimakan segera

dimuntahkan merupakan akibat mual sehingga badan terasa lemas. Terkadang

terdapat nyeri pada lapang perut, hilang timbul dan terasa melilit.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit

sedang, lemah, kesadaran kompos mentis. Tanda-tanda vital dalam batas

normal, yaitu tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 92 x/menit, respirasi 20

x/menit, suhu 36,50C. Terdapat tanda-tanda dehidrasi ringan pada

pemeriksaan fisik yaitu : terus merasa haus (+), mulut dan lidah terasa kering,

badan lemas, mata terlihat sedikit cekung. Berdasarkan kesadaran pasien

kompos mentis dan terdapat tanda-tanda dehidrasi ringan sehingga pasien

termasuk dalam hiperemesis gravidarum derajat 1.

2. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?


Selama menjalani rawat inap, monitoring pasien dilakukan mengenai

keadaan umum, his, perdarahan pervaginam (PPV), mual dan muntah. Terapi

yang diberikan yaitu rehidrasi cairan berupa cairan parenteral;

medikamentosa berupa roborantia dan antiemetic. Cairan parenteral yaitu


cairan infuse D5% dengan kecepatan 20tpm. Roborrantia yang diberikan

yaitu Neurobion, suplemen berisi vitamin B kompleks yang terdiri dari

vitamin B1, B6 dan B12. Antiemetic yang diberikan yaitu ondancentron

ditambah dengan ranitidine. Kedua jenis obat tersebut berfungsi mengurangi

mual dan muntah, serta neurobion mengoreksi defisit vitamin B agar

mencegah komplikasi lebih lanjut.

Nutrisi pasien

Terapi nutrisi pasien meliputi nutrisi dan rehidrasi parenteral. Nutrisi

pasien meliputi jatah makan sehari 3 kali yang terdiri dari nasi, sayur, jus dan

buah setiap porsinya. Aturan makan yang dianjurkan yaitu hindari makanan

berlemak dan berminyak, serta konsumsi makanan dengan pola sedikit tapi

sering.

35
BAB V
KESIMPULAN

1. Diagnosis pada kasus ini sudah tepat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan penunjang yaitu adanya tanda-tanda hiperemesis gravidarum.
2. Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat yaitu dengan resusitasi cairan
tubuh dengan IVFD D5%, Ondancentron, Ranitidine. Dan diberikan juga
Neurobion, suplemen berisi vitamin B kompleks yang terdiri dari vitamin B1,
B6 dan B12.
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi keempat. Cetakan ketiga. Jakarta: PT


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.
2. Stulberg DB, Cain RL, Dahlquist I, Lauderdale DS. Ectopic pregnancy rates
in the Medicaid population. American Journal of Obstetrics & Gynecology
2013, 208:274.e1-7.
3. Chunningham FG, Gent NF, Leveno KJ, Gilstrap L, Hauth JC, Wenstrom KD.
Williams Obstetrics, Vol 1 Edisi 21. McGraw-Hill: EGC, 2006
4. Robbins S, Cotran R, Kumar V. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi ketujuh.
Jakarta: EGC; 2007.
5. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Edisi kedua. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2009.
6. Sastrawinata S. Obstetri Fisiologi. Bandung: FK Unpad; 1981. Hal .49-69

7. Mansjoer, A. 2001. HIPEREMESIS GRAVIDARUM. Kapita Selekta


Kedokteran, Media Aesculapius. FKUI, Jakarta : 267-270.

37

You might also like