Professional Documents
Culture Documents
A. TUJUAN
1. Memhami pentingnya faktor biomasa dalam analisis vegetasi
2. Melatih mahasiswa untuk mengerjakan salah satu keterampilan yang
dibutuhkan dalam analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).
B. DASAR TEORI
Biomassa didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas
permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat
kering per satuan luas (Brown 1997). Biomassa vegetasi merupakan berat
bahan vegetasi hidup yang terdiri dari bagian atas dan bagian bawah
permukaan tanah pada suatu waktu tertentu. Biomassa hutan dapat
digunakan untuk menduga potensi serapan karbon yang tersimpan dalam
vegetasi hutan karena 50% biomassa tersusun oleh karbon (Darussalam,
2011).
Terdapat 4 cara utama untuk menghitung biomassa yaitu (i)
sampling dengan pemanenan (Destructive sampling) secara in situ;(ii)
sampling tanpa pemanenan (Non-destructive sampling) dengan data
pendataan hutan secarain situ; (iii) Pendugaan melalui penginderaan jauh;
dan (iv) pembuatan model. Untuk masing masing metode di
atas, persamaan allometrik digunakan untuk mengekstrapolasi cuplikan
data ke area yang lebih luas. Penggunaan persamaan allometrik standard
yang telah dipublikasikan sering dilakukan, tetapi karena koefisien
persamaan allometrik ini bervariasi untuk setiap lokasi dan spesies,
penggunaan persamaan standard ini dapat mengakibatkan galat (error)
yang signifikan dalam mengestimasikan biomassa suatu vegetasi (Sutaryo,
2009).
Serasah merupakan salah satu komponen di dalam hutan yang juga
dapat menyimpan karbon. Serasah didefinisikan sebagai bahan organik
mati yang berada di atas tanah mineral. Kualitas serasah ditentukan dengan
melihat morfologinya terutama yang berasal dari daun yang gugur untuk
mengasumsikan kecepatan dekomposisinya. Kecepatan pelapukan daun
ditentukan oleh warna, sifatnya ketika diremas dan kelenturannya. Warna
daun kering coklat, daun tetap lemas bila diremas, bila dikibaskan daun
tetap lentur berarti daun tersebut cepat lapuk. Apabila warna daun kering
kehitaman, bila diremas pecah dengan sisi-sisi yang tajam dan bila
dikibaskan kaku maka daun tersebut lambat lapuk. Kualitas serasah yang
beragam akan menentukan tingkat penutupan permukaan tanah oleh
serasah. Kualitas serasah berkaitan dengan kecepatan pelapukan serasah
(dekomposisi). Semakin lambat lapuk maka keberadaan serasah di
permukaan tanah menjadi lebih lama (Yustian, dan Donhi , 2010).
Biomassa lantai hutan merupakan bahan- bahan organik berupa
daun, ranting, cabang, buah, bunga, batang maupun fauna yang jatuh di
lantai hutan. Bahan-bahan tersebut apabila terdekomposisi oleh
mikroorganisme akan termineralisasi menjadi unsur-unsur yang siap
digunakan oleh tanaman. Biomassa lantai hutan terbagi dalam tiga lapisan,
yaitu: litter, fermentasi/forna, dan humus. Berdasarkan pengamatan
horizon tanah yang dibuat pada lantai hutan mangrove di plot pengamatan,
didapatkan kedalaman masing masing lapisan (Siarudin dan Rachman,
2008).
Pengukuran biomassa dilakukan pada tiga tempat yakni tegakan
pohon (diatas permukaan tanah), serasah (di permukaan tanah) dan akar
yang ada di bawah permukaan tanah yang semuanya dilakukan dalam
petak contoh. Untuk mengukur biomassa vegetasi di atas permukaan tanah
dapat dilakukan dengan dua tahap yakni : Pertama, metode pendugaan
dengan menggunakan persamaan allometrik W= aDb Kedua, untuk
pengukuran biomasa tumbuhan bawah atau rumput-rumputan/semak
dilakukan dengan petak contoh (Monde, dkk, 2008).
Menurut Mason (1977) terdapat 3 tahap proses dekomposisi
serasah, yaitu:
1. Proses pelindian (leaching), yaitu mekanisme hilangnya bahan-
bahan yang terdapat pada serasah atau detritus akibat curah hujan
atau aliran air.
2. Penghawaan (weathering), merupakan mekanisme pelapukan oleh
faktor-faktor fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan
molekul air.
3. Aktivitas biologi yang menghasilkan pecahanpecahan organik oleh
makhluk hidup yang melakukan dekomposisi (Fiqa dan Sofiah,
2011).
Dalam kuadran hutan yang luas paling sedikit harus ada dua tempat
yang berlainan untuk mengambil sampel. Jenis komonitas yang lain pada
kuadran yang lebih sempit, satu sampel setiap kuadran sudah cukup. Jika
pada tanah-tanah diantara gedung-gedung, ditepi-tepi jalan kecil dan
sebagainya mungkin tak ada peluang untuk mengambil sampel
(Soemartono,dkk, 1978).
Timbang semua bungkusan rumput basah pada timbangan, dan catat berat
awal (berat basah)
Pada hari yang sama memangkas rumput pada kuadrat kedua dan
menimbang berat basah lalu memasukkannya ke dalam oven
E. DATA
Tabel 1 Hasil Pengamatan Pengukuran Biomassa
F. ANALISIS DATA
Lokasi pengamatan dari praktikum kali ini adalah area belakang Kebun
Biologi FMIPA, UM. Dari data yang telah disajikan dapat diketahui berat
susut dari tumbuhan yang telah dipangkas pada setiap hari
pengamatannya. Berikut adalah tabel hasil selisih berat basah dengan berat
kering.
Tabel 2 Hasil Perhitungan Penyusutan Biomassa
Hari/Tanggal Plot BB (g) BK (g) Susut (g)
Kamis/ 9 April 2015 1 160,1 41,6 118,5
2 431,5 76,6 354,9
3 187,2 47,2 140
4 214,1 52,8 161,3
Senin/13 April 2015 2 39,2 18 21,2
Jumat/ 17 April 2015 3 90,09 24,5 65,59
Selasa/ 21 April 2015 4 174,6 40,0 134,6
140
%= × 100%
234,4
% = 59,73%
o Plot 4
161,3
%= × 100%
266,9
% = 60,44%
b. Hari ke 4, 8 dan 12 (13, 17, 21 April 2015)
o Plot 2
21,2
%= × 100%
57,2
% = 37,06%
o Plot 3
65,59
%= × 100%
114,59
% = 57,24%
o Plot 4
134,6
%= × 100%
214,6
% = 62,72%
Dari analisis tersebut dapat diringkas menjadi sebuah tabel presentase
penyusutan, yaitu sebagai berikut:
80
60
Persen (%)
40 hari ke -nol
20 hari ke 4, 8 dan 12
0
Plot 1
Plot 2
Plot 3
Plot 4
G. PEMBAHASAN
Biomassa di definisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas
permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat
kering per satuan luas. Biomassa vegetasi merupakan berat bahan vegetasi
hidup yang terdiri dari bagian atas dan bagian bawah permukaan tanah
pada suatu waktu tertentu (Darussalam 2011).
H. KESIMPULAN
Dari praktikum biomassa yang dilakukan kemarin dapat diketahui
produkvitas primer yang dihasilkan pada lokasi pengamatan. Hal ini
disebabkan karena produktivitas primer merupakan jumlah total bahan
organic yang dihasilkan oleh tumbuhan dari proses fotosintesis. Dari hasil
pembahasan didapatkan bahwa lama interval pemangkasan rumput
berpengaruh kepada hasil presentase penyusutan. Semakin lama interval
tersebut maka presentase penyusutan semakin besar.
I. DAFTAR RUJUKAN
Ewusie JY. 1990. Ekologi Tropika. Bandung: Penerbit ITB.
Hamilton, L.S dan HLM. N. King. 1988. Daerah Aliran Sungai Hutan
Tropika. Yogyakarta : UGM Press.
Heddy, S., S.B Soemitro, dan S. Soekartomo. 1986. Pengantar Ekologi.
Jakarta : Rajawali.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Soemartono, S. N. A.H. Soegiri. 1978. Biologi Umum I. Penerbit
Djambatan: Jakarta
Sutaryo, D . 2009. Perhitungan Biomassa (Sebuah Pengantar Untuk Studi
Karbon dan Perdagangan Karbon. Bumi Aksara : Jakarta.