You are on page 1of 21

PENGARUH PENGALAMAN AUDIT, KOMPETENSI, BEBAN KERJA, DAN SITUASI

AUDIT TERHADAP SKEPTISISME PROFESIONAL AUDITOR

Disusun Oleh:
Sang Ayu Putu Thania Parameswari Eka Putri

Dosen Pembimbing:
Dr. Drs. Bambang Hariadi, M.Ec., Ak., CPA.

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh pengalaman audit, kompetensi, beban kerja,
dan situasi audit terhadap skeptisisme profesional auditor. Sampel dalam penelitian ini adalah 120
auditor yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik Non Big 4 di Jawa Timur. Pengambilan sampel
dilakukan dengan teknik pengambilan sampel yang mudah (convenience sampling). Pengumpulan
data menggunakan teknik survei kuesioner dengan responden sebanyak 91 auditor. Analisis data
dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukan
bahwa pengalaman audit, kompetensi, dan situasi audit memiliki pengaruh positif terhadap
skeptisisme profesional auditor, sedangkan beban kerja memiliki pengaruh negatif terhadap
skeptisisme profesional auditor.

Kata kunci: pengalaman audit, kompetensi, beban kerja, situasi audit, skeptisisme profesional
auditor.

PENDAHULUAN
Tugas seorang akuntan publik dalam dunia auditing adalah memeriksa dan memberikan opini
terhadap kewajaran laporan keuangan entitas agar sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan
(SAK). Akuntan publik dituntut untuk menggunakan skeptisisme profesional dalam
mengumpulkan dan mengevaluasi bukti serta informasi yang diperoleh untuk memberikan opini
audit atas laporan keuangan yang dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan (Oktania dan
Suryono, 2013). Sikap skeptisisme profesional memungkinkan auditor untuk mencari tahu alasan
dibalik tindak kecurangan seseorang serta melawan hasutan orang lain yang akan memengaruhi

1
keputusan auditor (Attamimi dan Riduwan, 2015). Salah satu penyebab dari suatu gagal audit
(audit failure) adalah rendahnya skeptisisme profesional yang dimiliki oleh auditor (Tuanakotta,
2011:77). Kegagalan dalam penerapan skeptisisme merupakan suatu pelanggaran dalam standar
audit dan tentunya akan dikenakan sanksi.
Kegagalan dalam penerapan skeptisisme salah satunya terjadi pada kasus mark up atas laporan
keuangan PT Kimia Farma pada tahun 2001 berupa overstated laba bersih sebesar
Rp132.000.000.000 dan pada saat itu laporan keuangan tersebut diaudit oleh akuntan publik Hans
Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Kasus lainnya adalah pencabutan dan pembekuan ijin beberapa
akuntan publik selama tahun 2015 sampai 2017. Kedua kasus tersebut merupakan bentuk sikap
ketidakhati-hatian auditor dalam melaksanakan audit. Keharusan auditor untuk mempraktikkan
skeptisisme profesional juga diungkapkan dalam Paragraf 12 Standar Audit (SA) 240, yang
menyatakan bahwa auditor harus mengenali kemungkinan salah saji material yang disebabkan oleh
kecurangan yang dapat terjadi pada saat pelaksanaan audit laporan keuangan.
Penerapan skeptisisme profesional pada auditor dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
pengalaman audit, kompetensi, beban kerja, dan situasi audit. Pengalaman audit merupakan salah
satu faktor yang memengaruhi skeptisisme profesional auditor karena auditor yang lebih
berpengalaman dapat lebih mudah mendeteksi adanya kecurangan-kecurangan pada laporan
keuangan (Fakhri, 2016). Kompetensi juga berpengaruh terhadap skeptisisme profesional ketika
digunakan untuk mengevaluasi bukti. Auditor yang berkompeten akan memiliki keahlian-keahlian
yang diperoleh dari beberapa seminar atau pelatihan-pelatihan mengenai dunia auditing sehingga
dapat memengaruhi auditor untuk memiliki sikap skeptisisme profesional auditor, dimana
selanjutnya auditor akan menemukan item-item kesalahan yang cenderung lebih besar
dibandingkan dengan auditor yang keahliannya masih kurang (Handayani dan Merkusiwati, 2015).
Beban kerja diduga berpengaruh terhadap skeptisisme profesional auditor dimana auditor akan
cenderung menghapuskan beberapa prosedur audit dan akan lebih mudah untuk menerima
penjelasan klien. Menurut Sabrina dan Januarti (2012), situasi audit yang berbeda-beda dan
bermacam-macam akan memengaruhi pemberian opini oleh seorang akuntan publik melalui
skeptisisme profesional auditor yang ia miliki seperti adanya hubungan dekat antara auditor
dengan klien, kurangnya komunikasi antara auditor lama dan auditor baru, dan situasi audit dengan
risiko tinggi lainnya.

2
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk menguji dan
memberikan bukti empiris mengenai pengaruh faktor-faktor internal dan eksternal yang berkaitan
dengan auditor yaitu pengalaman audit, kompetensi, beban kerja, dan situasi audit terhadap
skeptisisme profesional auditor.

TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Auditing


Definisi auditing menurut Agoes (2011:4) dalam bukunya “Auditing” adalah suatu
pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independen, terhadap
laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan
bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran
laporan keuangan tersebut. Agar pemeriksaan dapat dilakukan secara kritis, maka pemeriksaan
tersebut harus dipimpin oleh seorang yang mempunyai pendidikan, pengalaman, dan keahlian di
bidang akuntansi, perpajakan, sistem akuntansi, dan pemeriksaan akuntan. Akuntan publik harus
merencakan pemeriksaannya sebelum proses pemeriksaan dimulai dengan membuat rencana
pemeriksaan (audit plan). Hal ini bertujuan agar pemeriksaan tidak hanya dilakukan secara kritis,
namun juga secara sistematis. Tujuan dari pemeriksaan akuntan publik adalah untuk dapat
memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa.

Skeptisisme Profesional Auditor


Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 04 (SA Seksi 230) mendefiniskan skeptisisme
profesional auditor sebagai suatu sikap yang mencakup suatu pikiran yang selalu mempertanyakan,
waspada terhadap kondisi yang dapat mengindikasikan kemungkinan kesalahan penyajian, baik
yang disebabkan oleh kecurangan maupun kesalahan, dan suatu penilaian penting atas bukti audit.
Auditor harus merencanakan dan melaksanakan audit dengan skeptisisme profesional mengingat
kondisi tertentu dapat saja terjadi yang menyebabkan laporan keuangan mengandung kesalahan
penyajian material.
International Federation of Accountant (IFAC) mendefinisikan skeptisisme profesional dalam
konteks evidence assessment atau penilaian atas bukti menyatakan bahwa:
“skepticism means the auditor makes a critical assessment, with a questioning mind, of the
validity of audit evidence obtained and is alert to audit evidence that contradicts or brings

3
into the reliability of documents and responses to inquiries and other information obtained
from management and those charged with governance” (ISA 200).
Di dalam pernyataan tersebut dijelaskan bahwa sikap skeptisisme profesional yang dimiliki oleh
auditor akan menuntun auditor untuk membuat penaksiran kritis (critical assessment), memiliki
pikiran yang selalu mempertanyakan (questioning mind) terhadap validitas dari bukti audit yang
diperoleh, waspada terhadap bukti audit yang bersifat kontradiktif atau menimbulkan pertanyaan
yang berhubungan dengan keandalan dari dokumen, dan memberikan tanggapan terhadap
pertanyaan-pertanyaan dan informasi lain yang diperoleh dari manajemen dan pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola.
Hurtt (2010) mengembangkan enam karakteristik skeptisisme profesional yang dimiliki oleh
seorang auditor. Tiga karakteristik pertama adalah pikiran mempertanyakan (questioning mind),
penangguhan penilaian (suspension of judgment), dan pencarian pengetahuan (search for
knowledge) yang menunjukkan keinginan untuk mencari dan memeriksa secara penuh bukti yang
cukup sebelum mengambil keputusan. Seorang auditor yang memiliki skeptisisme profesional
bersedia menunggu untuk membuat keputusan sebagaimana dinyatakan dalam SAS No. 1 “should
not be satisfied with less than persuasive evidence” (AU 230). Karakteristik selanjutnya adalah
pemahaman antarpribadi (interpersonal understanding) yang berkaitan dengan pertimbangan
aspek manusia dan pemahaman penyedia informasi (understanding evidence providers) ketika
mengevaluasi bukti audit. Dua karakteristik terakhir adalah pengahrgan diri (self-esteem) dan
otonomi (autonomy) yang berkaitan dengan kemampuan individu untuk bertindak atas informasi
yang diperoleh.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Skeptisisme Profesional Auditor Pengalaman Audit


Pengalaman audit adalah pengalaman auditor dalam melakukan audit laporan keuangan baik
dari segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah ditangani (Suraida, 2005).
Pengalaman audit ditunjukkan dengan jam terbang auditor dalam melakukan prosedur audit terkait
dengan pemberian opini atas laporan keuangan auditee (Fakhri, 2016). Standar audit di Indonesia
menyatakan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang
yang memiliki pendidikan dan pengalaman praktik sebagai auditor independen, dan tidak termasuk
orang yang berkeahlian dalam profesi atau jabatan lain (PSA No. 02, SA Seksi 110). Auditor yang
memiliki banyak pengalaman tidak hanya akan memiliki kemampuan untuk menemukan

4
kekeliruan (error) atau kecurangan (fraud) yang terdapat dalam laporan keuangan, akan tetapi juga
dapat memberikan penjelasan yang lebih akurat terhadap temuannya tersebut dibandingkan dengan
auditor yang memiliki sedikit pengalaman.

Kompetensi
Undang-Undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
mendefinisikan kompetesi kerja sebagai kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Kompetensi seorang auditor pada umumnya diukur dari faktor-faktor penting seperti tingkat
pendidikan dan jumlah pelatihan yang telah dijalani oleh auditor tersebut. Pengetahuan auditor
tentang akuntansi dan auditing yang diperoleh melalui pendidikan formal memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap hasil audit (Sabrina dan Januarti, 2012). Pelaksanaan tugas audit yang lebih
mudah dapat dilakukan oleh auditor apabila mereka menjalani pelatihan teknis yang cukup
sehingga dapat meningkatkan keterampilan serta wawasannya.

Beban Kerja
Beban kerja (workload) secara umum merupakan pekerjaan yang harus dilakukan oleh
seseorang. Beban kerja adalah sejumlah kegiatan yang membutuhkan proses mental atau
kemampuan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu, baik dalam bentuk fisik maupun
psikis (Dhania, 2010). Menurut Nasution & Fitriany (2012), beban kerja auditor dapat dilihat dari
banyaknya jumlah klien yang harus ditangani oleh seorang auditor atau terbatasnya waktu auditor
untuk melakukan proses audit. Pada umumnya, beban kerja seorang auditor berhubungan dengan
busy season yang biasanya terjadi pada kuartal pertama di awal tahun. Pekerjaan yang berlebih
pada saat busy season akan mengakibatkan kelelahan dan ketatnya time budget bagi auditor
sehingga akan menghasilkan kualitas audit yang rendah (Lopez dan Peters, 2011).

Situasi Audit
Menurut Mulyadi (2011), situasi audit adalah situasi dalam penugasan audit, dimana auditor
dihadapkan pada keadaan yang mengandung risiko audit rendah (regularities) dan keadaan yang
mengandung risiko audit yang tinggi (irregularities). Situasi audit yang mengandung risiko tinggi
menuntut auditor untuk menggunakan sikap skeptisnya dengan level yang tinggi agar terhindar

5
dari risiko kesalahan dalam pemberian opini. Situasi audit yang mengandung risiko tinggi
(irregularities) seringkali diartikan sebagai suatu keadaan dimana terdapat kecurangan atau
kesenjangan yang dilakukan secara sengaja. Menurut Suraida (2005), situasi audit yang
mengandung risiko tinggi antara lain: (1) related party transaction, (2) client misstatement (klien
melakukan penyimpangan), (3) kualitas komunikasi, (4) initial audit (klien baru pertama kali
diaudit), dan (5) klien bermasalah.

Pengembangan Hipotesis Pengaruh Pengalaman Audit terhadap Skeptisisme Profesional


Auditor
Skeptisisme profesional auditor dapat dipengaruhi oleh pengalaman audit yang dimilikinya.
Larimbi (2013) menemukan bahwa pengalaman audit yang semakin tinggi memberikan dampak
positif terhadap peningkatan skeptisisme profesional auditor. Permasalahan dan kondisi yang
dihadapi pada audit sebelumnya akan menambah pengalaman auditor dalam menghadapi
penugasan audit berikutnya dan dengan pengalaman yang lebih banyak, pengetahuan auditor
tentang penyebab kesalahan dan frekuensi kesalahan akan meningkat. Hasil penelitian Fakhri
(2016) juga menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan antara pengalaman audit
terhadap skeptisisme profesional auditor. Jangka waktu dalam bekerja dan audit tenure seorang
auditor akan memberikan wawasan lebih dan menjadikan auditor tersebut lebih skeptis dalam
melaksanakan pekerjaan audit.
Hl: Pengalaman audit berpengaruh positif terhadap skeptisisme profesional

Pengaruh Kompetensi terhadap Skeptisisme Profesional Auditor


Handayani dan Merkusiwati (2015) menyatakan bahwa kompetensi auditor berpengaruh
positif terhadap skeptisisme profesional auditor. Auditor sebagai orang yang melakukan audit
berkewajiban untuk terus memperluas pengetahuannya. Dengan kompetensi yang dimiliki, maka
auditor dapat melakukan tugas-tugas auditnya dengan mudah. Hasil penelitian Oktania dan
Suryono (2013) juga menyatakan bahwa semakin auditor memiliki kompetensi, maka semakin
tinggi sikap skeptisisme profesionalnya. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut.
H2: Kompetensi berpengaruh positif terhadap skeptisisme profesional auditor.

6
Pengaruh Beban Kerja terhadap Skeptisisme Profesional Auditor
Novita (2015) membuktikan bahwa beban kerja memiliki hubungan yang negatif dan
signifikan terhadap skeptisisme profesional. Tingginya beban kerja akan mengakibatkan auditor
tidak terlalu mengembangkan pencarian informasi tambahan dalam melakukan pemeriksaan.
Nasution dan Fitriany (2012) juga menemukan bahwa beban kerja mempunyai pengaruh negatif
terhadap skeptisisme profesional auditor. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut.
H3: Beban kerja berpengaruh negatif terhadap skeptisisme profesional auditor.

Pengaruh Situasi Audit terhadap Skeptisisme Profesional Auditor


Sabrina dan Januarti (2012) menemukan bahwa situasi audit yang berbeda-beda dan
bermacam-macam akan memengaruhi sikap skeptisisme profesional auditor yang dimiliki.
Winantyadi dan Waluyo (2014) menyatakan bahwa situasi audit memiliki pengaruh positif
terhadap skeptisisme profesional auditor. Jika auditor menghadapi situasi audit dengan risiko yang
tinggi maka skeptisisme profesional auditor yang dimiliki juga akan tinggi, akan tetapi jika auditor
menghadapi situasi audit dengan risiko yang rendah maka skeptisisme profesional auditor yang
dimiliki juga akan rendah. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut.
H4: Situasi audit berpengaruh positif terhadap skeptisisme profesional auditor.

METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah auditor yang bekerja di Kantor Akuntan Publik (KAP)
Non Big 4 di Provinsi Jawa Timur yang terdaftar pada Direktori Institut Akuntan Publik Indonesia
(IAPI) tahun 2016 dengan sampel sebanyak 120 orang auditor. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah convenience sampling (teknik pengambilan sampel yang mudah). Convenience
sampling digunakan karena peneliti kesulitan dalam memperoleh informasi mengenai identitas
auditor di Kantor Akuntan Publik (KAP) Non Big 4 di Provinsi Jawa Timur secara lengkap.

7
Defisini Operasional Variabel Penelitian 1. Skeptisisme Profesional Auditor
Indikator yang digunakan untuk mengukur skeptisisme profesional auditor dalam penelitian
ini diadopsi dari Hurtt (2010). Adapun 6 (enam) instrumen pengukuran skeptisisme
profesional yang dikembangkan oleh Hurtt (2010) adalah pikiran mempertanyakan
(questioning mind), penangguhan penilaian (suspension of judgement), pencarian
pengetahuan (search for knowledge), pemahaman antarpribadi (interpersonal understanding),
penghargaan diri (self-esteem), dan otonomi (autonomy). Pengukuran variabel skeptisisme
profesional auditor ini adalah melalui serangkaian situasi dan skenario dalam kuesioner yang
diberikan kepada responden menggunakan skala likert 1-6, dengan skor 1 adalah “Sangat
Tidak Setuju (STS)” hingga skor 6 yang merupakan “Sangat Setuju (SS)” terhadap 30
pernyataan yang berkaitan dengan keenam dimensi di atas.
2. Pengalaman Audit
Pengalaman audit pada penelitian ini adalah sejauh mana jam terbang auditor dalam
melaksanakan tugasnya dan seberapa banyak jumlah klien yang pernah diaudit. Variabel
pengalaman audit ini diukur dengan pertanyaan terbuka pada kuesioner dengan indikator masa
kerja (length of services) sebagai auditor dan jumlah klien yang pernah diaudit.
3. Kompetensi
Variabel kompetensi diukur dengan strata pendidikan responden, mulai dari D3, D4, Sl, S2,
S3, atau strata lainnya. Indikator pengukuran lainnya adalah dengan melihat jumlah pelatihan
profesional serta frekuensi dan rata-rata pelatihan profesional dalam bidang akuntansi dan
auditing yang pernah diikuti, seperti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL),
trainingtraining profesional yang diselenggarakan sendiri oleh masing-masing Kantor
Akuntan Publik (KAP), ujian sertifikasi akuntan publik, atau pelatihan profesional lainnya.
4. Beban Kerja
Variabel beban kerja diukur melalui rata-rata jumlah penugasan audit yang dilakukan oleh
auditor selama satu tahun. Semakin rendah skor variabel ini, menunjukkan semakin ringan
beban kerja yang dimiliki auditor.
5. Situasi Audit
Variabel situasi audit diukur dengan memberikan 6 (enam) pernyataan kepada responden
mengenai kompleksitas situasi audit (irregularities) yang dihadapi oleh auditor. Responden
diminta untuk memberikan respon berdasarkan menggunakan skala likert 1-6, dengan skor 1

8
adalah “Sangat Tidak Setuju (STS)” hingga skor 6 yang merupakan “Sangat Setuju (SS)”
terhadap 6 pernyataan tersebut.

Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yang berarti data
tersebut berupa angka-angka dana analisis menggunakan statistic (Sugiyono, 2016:7). Sumber data
yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dimana respondennya merupakan auditor
di Kantor Akuntan Publik (KAP) Non Big 4 di Provinsi Jawa Timur.

Metode Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan metode survei kuesioner sebagai alat utama untuk memperoleh
data. Metode survei kuesioner ini nantinya akan menghasilkan data primer. Metode pengumpulan
data yang digunakan oleh peneliti adalah kuesioner secara personal karena letak dari responden
yang dapat dijangkau langsung oleh peneliti dan dengan mendatangi langsung responden,
memungkinkan peneliti untuk mendapatkan response rate yang tinggi.

Model Analisis Data


Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda dengan
menggunakan bantuan program Statistical Package for the Social Science (SPSS). Analisis regresi
berganda merupakan model dimana variabel terikat atau dependen dipengaruhi oleh dua atau lebih
variabel bebas atau independen (Suliyanto, 2011:53). Persamaan regresi linier berganda dari
penelitian ini dapat dituliskan sebagai berikut.
Y = α + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
Keterangan :
Y : Skeptisisme Profesional Auditor α
: Konstanta
b1-b4 : Koefisien Regresi
X1 : Pengalaman Audit
X2 : Kompetensi
X3 : Beban Kerja

9
X4 : Situasi Audit e
: Error atau Nilai Residual

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Objek Penelitian


Peneliti melakukan penyebaran kuesioner pada Kantor Akuntan Publik (KAP) Non Big 4 di
Provinsi Jawa Timur dimana penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 1 bulan mulai dari
tanggal 23 November 2017 – 20 Desember 2017. Peneliti menyebarkan kuesioner secara langsung
kepada 23 Kantor Akuntan Publik (KAP).
Tabel 4.1 Ringkasan Penyebaran dan Pengambilan Kuesioner
Keterangan Jumlah Kuesioner
Kuesioner yang dikirim 120
Kuesioner yang direspon 103
Kuesioner yang tidak direspon 17
Kuesioner yang tidak dapat 12
digunakan
Kuesioner yang dapat digunakan 91
Tingkat pengembalian (respon rate)= 103/ 120 x 100% = 86%
Tingkat pengembalian yang digunakan (usable respon rate) = 91/120 x100% =76%

Berdasarkan pada tabel 4.1, kuesioner yang dikirim adalah sebanyak 120 eksemplar kuesioner.
Kuesioner yang direspon sebanyak 103 eksemplar kuesioner dari keseluruhan kuesioner yang telah
dikirim. 17 eksemplar kuesioner tidak direspon disebabkan karena adanya kesibukan pekerjaan
para auditor di akhir tahun sehingga keterbatasan waktu menjadi halangan untuk menjawab
kuesioner dan 12 eksemplar kuesioner tidak dapat digunakan karena terdapat data yang tidak
lengkap ataupun terdapat pelanggaran atas indikator-indikator pengendali yang ada pada varibel
situasi audit dan skeptisisme profesional auditor.

Hasil Uji Instrumen Penelitian 1. Uji Reliabilitas


Uji reliabilitas merupakan bentuk uji instrumen penelitian apakah kuesioner dapat diandalkan
atau reliable. Hasil uji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
masingmasing butir pernyataan memiliki Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,07 sehingga
kriteria untuk uji reliabilitas terpenuhi. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa semua instrument penelitian dinyatakan reliabel.

10
2. Uji Validitas
Uji validitas di dalam penelitian ini menggunakan pearson correlation untuk mengukur
validitas instrumen. Hasil uji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
instrumen-instrumen pada setiap variabel dalam penelitian ini adalah valid dan dapat
digunakan untuk melakukan penelitian atau menguji hipotesis penelitian karena nilai pada
pearson correlation setiap instrument memiliki nilai rhitung lebih besar dari rtabel (0,1735).

Hasil Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas


Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel dependen dan
variabel independen keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak.Uji normalitas dalam
penelitian ini menggunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov Test Residual, dimana model
regresi berdistribusi normal jika memiliki nilai signifikansi >0,05.
Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas
Unstandardized Residual
Test Statistic 0,074
Asymp. Sig. (1-tailed) 0,200
Sumber: Data diolah (2018)
Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 4.5, diketahui nilai signifikansi Asymp. Sig. (1-
tailed) lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. Hasil tersebut memiliki arti bahwa seluruh
model yang digunakan dalam penelitian ini berdistribusi normal.
2. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas dimaksudkan untuk mengetahui apakah pada model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel independen atau tidak. Pengambilan keputusan pada uji
multikolinearitas dapat diketahui dengan cara melihat nilai tolerance dan nilai VIF masing-
masing variabel independen, jika nilai tolerance ≥0,10 dan nilai VIF ≤10, maka dapat
disimpulkan data bebas dari gejala multikolinieritas.

Tabel 4.6 Hasil Uji Multikolinieritas


Variabel Independen Nilai Tolerance Nilai VIF
Pengalaman Audit (X1) 0,857 1,167
Kompetensi (X2) 0,992 1,008

11
Beban Kerja (X3) 0,841 1,189
Situasi Audit (X4) 0,960 1,041
Sumber: Data diolah (2018)
Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 4.6, terlihat bahwa seluruh variabel independen
memiliki nilai tolerance lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF lebih kecil dari 10. Oleh karena
itu, dapat disimpulkan bahwa masing-masing variabel independen pada model penelitian tidak
mengalami gejala multikolinearitas.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varians dan residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain atau tidak. Uji
statistik yang digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas varians dan residual
data penelitian ini adalah Uji Glejser. Apabila tidak ada satupun variabel independen yang
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, maka dapat dikatakan persamaan regresi
dalam penelitian ini bebas dari heteroskedastisitas.
Tabel 4.7 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Variabel Independen Sig.
Pengalaman Audit (X1) 0,994
Kompetensi (X2) 0,736
Beban Kerja (X3) 0,382
Situasi Audit (X4) 0,934
Sumber: Data diolah (2018)
Berdasarkan hasil pengolahan data pada tabel 4.7, dapat dilihat bahwa variabel independen
tidak berpengaruh signifikan pada variabel dependen karena signifikansi setiap variabel
independen lebih besar dari taraf signifikansi yaitu 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak terjadi heteroskedastisitas dalam persamaan regresi ini.

Hasil Analisis Regresi Berganda dan Pengujian Hipotesis Tabel 4.8 Hasil Analisis Regresi
Berganda
Variabel Unstandardized Nilai t Sig. Keterangan
Coefficients (B)

12
(Constant) 118,478 13,115 0,000
Pengalaman Audit 0,286 4,055 0,000 Signifikan
(X1)
Kompetensi (X2) 0,439 4,247 0,000 Signifikan
Beban Kerja (X3) -5,350 -3,966 0,000 Signifikan
Situasi Audit (X4) 0,878 2,740 0,007 Signifikan
Sumber: Data diolah (2018)
Berdasarkan tabel di atas, maka model regresi yang diperoleh adalah sebagai berikut.
Y = α + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e Y = 118,478 + 0,286X1 + 0,439X2 – 5,350X3 +
0,878X4 + e
1. Koefisien regresi (b1) sebesar 0,286 menunjukkan bahwa apabila setiap skor variabel
pengalaman audit meningkat satu kali, maka skor untuk variabel skeptisisme profesional
auditor akan meningkat sebesar 0,286. Hal ini berarti bahwa pengalaman audit dan
skeptisisme profesional auditor mempunyai sifat hubungan searah dan positif. Jadi,
apabila variabel pengalaman audit meningkat maka variabel skeptisisme profesional
auditor akan meningkat pula, dan sebaliknya apabila variabel pengalaman audit menurun
maka variabel skeptisisme profesional auditor akan semakin menurun.
2. Koefisien regresi (b2) sebesar 0,439 menunjukkan bahwa apabila setiap skor variabel
kompetensi meningkat satu kali, maka skor untuk variabel skeptisisme profesional auditor
akan meningkat sebesar 0,439. Hal ini berarti bahwa kompetensi dan skeptisisme
profesional auditor mempunyai sifat hubungan searah dan positif. Jadi, apabila variabel
kompetensi meningkat maka variabel skeptisisme profesional auditor akan meningkat
pula, dan sebaliknya apabila variabel kompetensi menurun maka variabel skeptisisme
profesional auditor akan semakin menurun.
3. Koefisien regresi (b3) sebesar -5,350 menunjukkan bahwa apabila setiap skor variabel
beban kerja meningkat satu kali, maka skor untuk variabel skeptisisme profesional auditor
akan menurun sebesar 5,350. Hal ini berarti bahwa beban kerja dan skeptisisme
profesional auditor mempunyai sifat hubungan bertolak belakang dan negatif. Jadi,
apabila variabel beban kerja meningkat, maka variabel skeptisisme profesional auditor
akan menurun, dan sebaliknya apabila variabel beban kerja menurun maka variabel
skeptisisme profesional auditor akan semakin meningkat
4. Koefisien regresi (b4) sebesar 0,878 menunjukkan bahwa apabila setiap skor variabel
situasi audit meningkat satu kali, maka skor untuk variabel skeptisisme profesional

13
auditor akan meningkat sebesar 0,878. Hal ini berarti bahwa situasi audit dan skeptisisme
profesional auditor mempunyai sifat hubungan searah dan positif. Jadi, apabila variabel
situasi audit meningkat maka variabel skeptisisme profesional auditor akan meningkat
pula, dan sebaliknya apabila variabel situasi audit menurun maka variabel skeptisisme
profesional auditor akan semakin menurun.
1. Koefisien Determinasi Tabel 4.9 Koefisien Determinasi
R R Square Adjusted R Square
0.636 0.405 0.377
Sumber: Data diolah (2018)
Berdasarkan hasil pengolahan data yang tercantum pada tabel 4.8, dapat dilihat bahwa nilai
Adjusted R2 sebesar 0,377. Hal ini berarti 37,7% variasi variabel skeptisisme profesional
auditor dipengaruhi oleh variasi variabel pengalaman audit, kompetensi, beban kerja, dan
situasi audit, sedangkan sisanya sebesar 62,3% dipengaruhi oleh variasi variabel-variabel lain
yang tidak dijelaskan di dalam model.
2. Uji Signifikansi Simultan (Uji F) Tabel 4.10 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 8637.629 4 2159.407 14.615 0.000
Residual 12706.986 86 147.756
Total 21344.615 90
Sumber: Data diolah (2018)

Berdasarkan hasil pengolahan data yang tercantum pada Tabel 4.8, dapat dilihat bahwa nilai
Fhitung sebesar 14,615 sedangkan Ftabel untuk sampel sebanyak 91 dengan jumlah 5 variabel
independen sebesar 2,48. Karena nilai Fhitung > Ftabel dengan nilai signifikansi F = 0,000 <
alpha = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa model yang digunakan pada penelitian ini
adalah layak (fit). Hal ini menunjukkan bahwa secara simultan variabel pengalaman audit,
kompetensi, beban kerja, dan situasi audit berpengaruh terhadap variabel skeptisisme
profesional auditor.

3. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)


Berdasarkan test satu arah dengan taraf nyata 0,05, diperoleh nilai ttabel dari 91 sampel dan 4
variabel independen adalah sebesar 1,9876. Hasil pengujian masing-masing variabel
independen adalah sebagai berikut.

14
a. Pengalaman audit berpengaruh positif terhadap skeptisisme profesional auditor (H1).
Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh thitung atas variabel pengalaman audit (X1)
sebesar 4,055. Karena nilai thitung > ttabel dengan angka probabilitas dan signifikansi di
bawah 0,05 (0,000), maka H1 dapat diterima yang artinya pengalaman audit berpengaruh
positif terhadap skeptisisme profesional auditor.
b. Kompetensi berpengaruh positif terhadap skeptisisme profesional auditor (H2).
Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh thitung atas variabel kompetensi (X2) sebesar
4,247. Karena nilai thitung > ttabel dengan angka probabilitas dan signifikansi di bawah 0,05
(0,000), maka H2 dapat diterima yang artinya kompetensi berpengaruh positif terhadap
skeptisisme profesional auditor.
c. Beban kerja berpengaruh negatif terhadap skeptisisme profesional auditor (H3).
Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh thitung atas variabel beban kerja (X2) sebesar
-3,966 dengan tanda negatif yang mengindikasikan adanya hubungan yang bertolak
belakang. Karena nilai thitung > ttabel dengan angka probabilitas dan signifikansi di bawah
0,05 (0,000), maka H3 dapat diterima yang artinya beban kerja berpengaruh negatif
terhadap skeptisisme profesional auditor.
d. Situasi audit berpengaruh positif terhadap skeptisisme profesional auditor (H4).
Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh thitung atas variabel kompetensi (X2) sebesar
2,740. Karena nilai thitung > ttabel dengan angka probabilitas dan signifikansi di bawah 0,05
(0,007), maka H4 dapat diterima yang artinya situasi audit berpengaruh positif terhadap
skeptisisme profesional auditor.

Pembahasan Hasil Penelitian Pengaruh Pengalaman Audit terhadap Skeptisisme


Profesional Auditor
Pengujian hipotesis menunjukkan bahwa pengalaman audit berpengaruh positif terhadap
skeptisisme profesional auditor. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak pengalaman yang
dimiliki oleh auditor dalam melakukan audit, maka semakin tinggi pula sikap skeptisisme
profesionalnya. Auditor dengan masa kerja yang lebih lama tentunya telah banyak melakukan
penugasan audit sehingga akan lebih mudah untuk mendeteksi adanya kecurangan yang dilakukan
oleh klien. Hal ini disebabkan karena auditor yang lebih berpengalaman tentunya memiliki tingkat
15
selektifitas yang lebih tinggi terhadap informasi yang relevan dibandingkan dengan auditor yang
kurang berpengalaman, sehingga sikap selektif dari auditor inilah yang akan meningkatkan
skeptisisme profesionalnya.
Pengalaman audit yang semakin tinggi memberikan dampak positif terhadap peningkatan
skeptisisme profesional auditor. Kondisi dan permasalahan yang dihadapi pada audit sebelumnya
akan menjadi pertimbangan auditor untuk melakukan audit selanjutnya sekaligus menambah
pengalaman auditor. Dengan pengalaman yang lebih banyak, pengetahuan auditor tentang
penyebab kesalahan audit dan indikasi kecurangan klien akan meningkat, sehingga auditor akan
lebih skeptis dalam melakukan audit sebagai bentuk kewaspadaan untuk mengantisipasi terjadinya
kesalahan yang sama pada audit berikutnya (Larimbi, 2013).

Pengaruh Kompetensi terhadap Skeptisisme Profesional Auditor


Pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap
skeptisisme profesional auditor. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kompetensi auditor,
maka semakin tinggi pula sikap skeptisisme profesionalnya. Auditor yang berpendidikan tinggi
serta sering ikut serta dalam pelatihan profesional cenderung memiliki wawasan yang lebih luas
mengenai dunia akuntansi, auditing, atau bahkan bidang lainnya sehingga akan lebih mudah dalam
mengidentifikasi risiko-risiko audit yang berpotensi pada klien serta lebih mudah dalam
mendeteksi adanya kecurangan yang dilakukan oleh klien. Hasil penelitian ini memberikan
dukungan terhadap penelitia Oktania dan Suryono (2013) dan Handayani dan Merkusiwati (2015)
yang menemukan bahwa seorang auditor yang memiliki kompetensi yang tinggi cenderung akan
memiliki skeptisisme profesional auditor yang tinggi pula. Hasil penelitian keduanya
menunjukkan adanya pengaruh positif antara kompetensi terhadap skeptisisme profesional auditor.

Pengaruh Beban Kerja terhadap Skeptisisme Profesional Auditor


Pengujian hipotesis menunjukkan bahwa beban kerja berpengaruh negatif terhadap
skeptisisme profesional auditor. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi beban kerja auditor,
maka semakin rendah sikap skeptisisme profesionalnya. Tingginya beban kerja (workload) yang
dimiliki seorang auditor, dimana banyak tugas yang harus diselesaikan dalam jangka waktu yang
terbatas, cenderung akan menyebabkan auditor menghapuskan beberapa prosedur audit dan
dengan cepat menerima penjelasan klien tanpa mencari tau lebih lanjut (Novita, 2015). Hasil

16
penelitian ini memberikan dukungan terhadap penelitian Novita (2015) dan Nasution dan Fitriany
(2012) yang menemukan bahwa beban kerja memiliki hubungan yang negatif terhadap skeptisisme
profesional auditor dimana beban kerja yang semakin tinggi akan menurunkan sikap skeptis
auditor. Tingginya beban kerja auditor mengakibatkan auditor tidak terlalu mengembangkan
pencarian informasi tambahan dalam melakukan pemeriksaan.

Pengaruh Situasi Audit terhadap Skeptisisme Profesional Auditor


Pengujian hipotesis menunjukkan bahwa situasi audit berpengaruh positif terhadap
skeptisisme profesional auditor. Hal ini menunjukkan bahwa apabila auditor menghadapi situasi
audit dengan risiko yang tinggi maka skeptisisme profesional auditor yang dimiliki juga akan
meningkat. Apabila di dalam pelaksanaan audit seorang auditor menemukan situasi audit yang
berisiko besar, maka dalam pengumpulan bukti audit diperlukan sikap skeptisisme yang lebih
tinggi karena audit dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai atas pendeteksian salah
saji yang material dalam laporan keuangan.
Salah satu contohnya adalah adanya client misstatement (klien melakukan penyimpangan)
dimana akan mengarah pada situasi audit yang mengandung risiko tinggi sehingga auditor akan
meningkatkan sikap skeptisismenya dengan melakukan pencarian informasi lebih lanjut. Adanya
hubungan dekat antara auditor dengan klien serta kurang baiknya kualitas komunikasi antara
auditor lama dengan auditor baru juga dapat mengakibatkan kurang skeptisnya auditor dalam
melaksanakan audit. Auditor yang mengalami kesulitan komunikasi dengan auditor sebelumnya
biasanya akan lebih bersikap skeptis terhadap informasi den penjelasan yang diberikan oleh klien
(Fakhri, 2016).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan


Berdasarkan hasil pengujian, dapat diketahui bahwa keempat variabel tersebut memiliki
pengaruh terhadap skeptisisme profesional auditor. Pengalaman audit memiliki pengaruh positif
terhadap skeptisisme profesional auditor, karena semakin lama seseorang bekerja sebagai auditor
dan semakin banyak klien yang pernah diaudit, maka semakin tinggi pula sikap skeptisisme
profesionalnya. Kompetensi juga memiliki pengaruh positif terhadap skeptisisme profesional
auditor, karena semakin tinggi strata pendidikan dan semakin banyak pelatihan profesional bidang

17
akuntansi dan auditing yang pernah diikuti oleh auditor, maka sikap skeptisisme profesional dari
auditor tersebut juga akan meningkat.

Beban kerja memiliki pengaruh negatif terhadap skeptisisme profesional auditor. Banyaknya
tugas yang harus diselesaikan auditor dalam jangka waktu yang terbatas cenderung akan
menyebabkan auditor menghapuskan beberapa prosedur audit dan dengan cepat menerima
penjelasan klien tanpa mencari tau lebih lanjut atau dengan kata lain auditor cenderung kurang
skeptis dalam melaksanakan tugas audit. Sama halnya dengan pengalaman audit dan kompetensi,
situasi audit juga memiliki pengaruh positif terhadap skeptisisme profesional auditor. Situasi audit
dengan risiko yang lebih tinggi (irregularities) membutuhkan sikap skeptisisme yang lebih tinggi
dari auditor untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam audit.

Saran
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperluas ruang lingkup populasi dan memperbanyak
jumlah Kantor Akuntan Publik (KAP) yang menjadi sampel agar hasil penelitian dapat memiliki
tingkat generalisasinya lebih tinggi. Selain itu, peneliti selanjutnya sebaiknya lebih memfokuskan
penyebaran kuesioner pada waktu dimana para auditor tidak memiliki kesibukan yang tinggi dan
lebih memperpanjang waktu pengembalian kuesioner agar tingkat pengembalian (response rate)
atas kuesioner meningkat. Variabel-variabel yang diuji pengaruhnya terhadap skeptisisme
profesional auditor dalam penelitian ini hanya terbatas pada variabel pengalaman audit,
kompetensi, beban kerja, dan situasi audit saja. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan partisipasi
aktif peneliti berikutnya untuk menguji faktor-faktor lain baik dari sisi internal maupun eksternal
auditor yang memengaruhi skeptisime profesional auditor.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, S. (2016). Auditing: Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Kantor Akuntan Publik.
Jakarta: Salemba Empat.

Anugerah, R., Sari, R., & Frostiana, R. (2011). The Relationship Between Ethics, Expertise, Audit
Experience, Fraud Risk Assessment and Audit Situational Factors on Auditor Professional
Scepticism. Repository University of Riau.

Attamimi, F. & Riduwan, A. (2015). Faktor-Faktor yang Memengaruhi Skeptisme Profesional


Auditor. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi, 4(7).

18
Bailey, T., Frisch, W., & Snyder, C. (2007). Hope and Optimism as Related to Life Satisfaction.
The Journal of Positive Psychology 2(3): 168-175.

Barnes, P., & Huan, H. (1993). The Auditors Going Concern Decision: Some IJK Evidence
Concerning Independence and Competence. Journal of Business, Finance & Accounting.

Boynton, W., Johnson, R., & Kell, W. (2003). Modern Auditing. Jakarta: Erlangga.

Butar, S. & Perdana, H. (2017). Penerapan Skeptisisme Profesional Auditor Internal Pemerintah
dalam Mendeteksi Kecurangan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 20(1), 169-189.

Butt, J. I. (1998). Frequency Judgments I an Auditing – Related Lask. Journal of Accounting


Research, 26.

Castro, F. A. (2015). Pengaruh Tekanan Etis, Kompetensi, Komitmen Profesional, dan Situasi
Konflik Audit terhadap Skeptisme Profesional Auditor. (Tesis tidak dipublikasikan). Jurusan
Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Satya Wacana, Salatiga.

Dhania, D. R. (2010). Pengaruh Stres Kerja, Beban Kerja terhadap Kepuasan Kerja. Jurnal
Psikologi Universitas Muria Kudus, 1(1), 15-23.

Fakhri, E. A. (2016). Pengaruh Pengalaman, Pendidikan dan Pelatihan, dan Situasi Audit
terhadap Skeptisisme Profesional Auditor (Skripsi tidak dipublikasikan). Jurusan Akuntansi,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya, Malang.

Fogelin, R. J. (1994). Pyrrhonian Reflections on Knowledge and Justification. USA: Oxford


University Press.

Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19. Semarang:
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gusti, M. & Ali, S. (2008). Hubungan Skeptisme Profesional Auditor dan Situasi Audit, Etika,
Pengalaman serta Keahlian Audit dengan Ketepatan Pemberian Opini oleh Akuntan Publik.
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi XI Pontianak.

Handayani, K. & Merkusiwati, L. (2015). Pengaruh Independensi Auditor dan Kompetensi Auditor
pada Skeptisisme Profesional Auditor dan Implikasinya terhadap Kualitas Audit. EJurnal
Akuntansi Universitas Udayana, (10)1, 229-243.

Hayes, R., Wallage, P., & Gortemaker, H. (2017). Prinsip-Prinsip Pengauditan. Jakarta: Salemba
Empat.

Hurtt, R. K. (2010). Development of a Scale to Measure Professional Skepticism. Auditing: A


Journal of Practice & Theory, 29(1), 149-171.

Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). (2016). Exposure Draft Panduan Indikator Kualitas
Audit Pada Kantor Akuntan Publik. Diakses dari http://iapi.or.id/Iapi/detail/238.

19
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). (2016). Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta:
Salemba Empat.

Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). (2017). Sanksi Beku & Sanksi Cabut Izin AP. Diakses
dari http://iapi.or.id/Iapi/detail/255.

Jogiyanto. (2004). Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-Pengalaman.


Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Johnson, O. A. (1978). Skepticism and Cognitivism: A Study in The Foundations of Knowledge.


USA: University of California Press.

Larimbi, D. (2013). Pengaruh Faktor-Faktor Personal terhadap Skeptisisme Profesional Auditor


(Tesis tidak dipublikasikan). Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas
Brawijaya, Malang.

Libby, R. & Frederick, D. (1990). Experience and the Ability to Explain Audit Findings. Joumal
of Accounting Research.

Lopez, D. & Peters, G. (2012). The Effect of Workload Compression on Audit Quality. A Journal
of Practice & Theory, 31(4), 139-165.

Mautz, R. & Sharaf, H. (1985). The Philosophy of Auditing. USA: American Accounting
Association.

Mulyadi. (2010). Auditing. Jakarta: Salemba Empat.

Nasution, H. & Fitriany. (2012). Pengaruh Beban Kerja, Pengalaman Audit dan Tipe Kepribadian
terhadap Skeptisme Profesional dan Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan.
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi.

Nelson, M., Libby, R., & Bonner, S. (1995). Knowledge Structure and The Estimation of
Conditional Probabilities in Audit Planning. The Accounting Review, 70(1), 27-47.
Novita, U. (2015). Pengaruh Pengalaman, Beban Kerja, dan Pelatihan terhadap Skeptisme dan
Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan. Jom FEKON, 2(1).

Oktania, R. & Suryono, B. (2013). Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Skeptisme


Profesional Auditor. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi, 2(9).

Sabrina, R. & Januarti, I. (2012). Pengaruh Pengalaman, Keahlian, Situasi Audit, Etika dan Gender
terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor melalui Skeptisisme Profesional Auditor.
Prosiding Simposium Nasional Akuntansi.

Sekaran, U. & Bougie, R. (2013). Research Methods for Business. United Kingdom: John Wiley
& Sons Ltd.

Silalahi, S. P. (2013). Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Situasi Audit terhadap
Skeptisme Profesional Auditor. JURNAL EKONOMI, 21(3).

20
Sivo, S., Saunders, C., Chang, Q., & Jiang J. (2006). How low should you go? low response rates
and the validity of inference in is questionnaire research. Journal of the Association for
Information Systems, 7(6), 351–414.

Stough, C. L. (1969). Greek Skepticism: A Study in Epistemology. USA: University of California


Press.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Suliyanto. (2011). Ekonometrika Terapan: Teori dan Aplikasi dengan SPSS. Yogyakarta: Andi
Offset.

Suraida, I. (2005). Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Risiko Audit terhadap
Skeptisisme Profesional Auditor dan Ketepatan Pemberian Opini Akuntan Publik.
Sosiohumaniora, 7(3), 186-202.

Sutrisno & Fajarwati, D. (2014). Pengaruh Pengalaman, Keahlian, Situasi Audit, Etika, dan Gender
terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor melalui Skeptisisme Profesional Auditor.
JRAK, 5(2), 1-15.

Tuanakotta, T. M. (2011). Berpikir Kritis dalam Auditing. Jakarta: Salemba Empat.


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Akuntan Publik. Diakses dari
www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2011_5.pdf.

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Diakses dari
www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/196.pdf.

Winantyadi, N. & Waluyo, I. (2014). Pengaruh Pengalaman, Keahlian, Situasi Audit, dan Etika
terhadap Skeptisisme Profesional Auditor. JURNAL NOMINAL, 3(1).

21

You might also like