Professional Documents
Culture Documents
Di Susun oleh :
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat , taufiq dan hidayah-Nya kepada kita semua , sehingga dalam kesempatan ini kami
dapat menyelesaikan penyusunan Makalah Keperawatan Jiwa yang berjudul: Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan
Maksud dan tujuan kami menyusun makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan jiwa.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna dan
tidak lepas dari kekurangan , karena kurangnya pengetahuan dan referensi yang kami
dapatkan, sehingga kami memerlukan kritik dan saran yang membangun untuk
kesempurnaan penyusunan makalah berikutnya .
Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat pengetahuan bagi
para pembaca umumnya dan penyusun khususnya .
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PROSES TERJADINYA MASALAH
b. Tanda dan gejala
c. Etiologi
d. Asuhan Keperawatan
2. Pohon Masalah
3. Diagnosa Keperawatan
4. Tindakan keperawatan
A. Evaluasi
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas
2. Alasan Masuk
3. Faktor Predisposisi
4. Pemeriksaan fisik
5. Psikososial
6. Status Mental
7. Mekanisme Koping
8. Aspek Medis
9. Daftar Masalah Dan Pohon Masalah
A. Diagnosa Keperawatan
B. Prioritas Keperawatan
C. Intervensi
D. Implementasi
E. Catatan Perkembangan
BAB IV
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku kekerassan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrem dari marah atau
ketakutan/panik. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan sering dipandang sebagai rentang
dimana agresiv verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) disisi yang lain. Suatu
keadaan yang menimbulkan emosi, perasaan frustasi, benci atau marah. Hal ini kan
mempengaruhi perilaku seseorang berdasarkan keadaan emosi secara mendalam tersebut
terkadang perillaku menjadi agresif atau melukai karena penggunaan koping yang kurang bagus
(Wati, 2010).
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah yang di ekspresikan dengan
melakukan ancaman mencederai orang lain, dan atau merusak lingkungan. Respon tersebut
biasanya muncul akibat adanya stressor.Respon ini dapat menimbulkan kerugian baik pada diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan.Melihat dampak dari kerugian yang di timbulkan, maka
penanganan pasien dengan perilaku kekerasan perlu di lakukan secara cepat dan tepat oleh
tenaga-tenaga professional (Keliat, Model praktik keperawatan profesional jiwa, 2012).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai orang lain atau secara fisik maupun psikologis ( Berkowitz dalam Hernawati 1993.
Hasil riset WHO dan World Bank menyimpulkan bahwa gangguan jiwa dapat
mengakibatkan penurunan produktivitas sampai dengan 8,5 %, saat ini gangguan jiwa
menempati urutan kedua setelah penyakit infeksi dengan 11,5 % (Dayly lost (1998) dalam
Rasmun,2001).
WHO menyatakan satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental atau
jiwa.Who memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia yang mengalami gangguan
kesehatan jiwa. Dalam hal ini, Azrul Azwar (Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes)
mengatakan angka itu menunjukan jumlah penderita gangguan kesehatan jiwa di masyarakat
yang sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk indonesia menderita kelainan jiwa dari rasa
cemas, setress, depresi, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja, sampai skizofrenia (Yosep,
2007).
Perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan secara verbal dan fisik
( Ketner et al., 1995 dalam Keliat, Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas, 2012).
Melihat dampak dari kerugian yang ditimbulkan, maka penanganan pasien dengan
perilaku kekerasan perlu dilakukan secara cepat dan tepat oleh tenaga-tenaga profesional. .
Tidak sedikit masyarakat yang beranggapan bahwa individu yang sakit jiwa adalah aib
dan memalukan, tidak bermoral bahkan tidak beriman.Pada umumnya pasien gangguan jiwa di
bawa keluarga ke rumah sakit jiwa atau unit pelayanan kesehatan jiwa lainnya karena keluarga
tidak mampu merawat dan terganggu perilaku pasien.
Masalah tindakan kekerasan perilaku agresi merupakan kejadian kompleks yang bukan
hanya mencakup aspaek perilaku (behavior) tapi merupakan suatu problema kesehatan jiwa yang
dapat dialami oleh siapapun. Fenomena social yang terjadi beberapa tahun belakangan ini seperti
krisis berkepanjangan, adakan penduduk yang tidak merata karena sulitnya mencari kehidupan
layak sehingga penduduk melakukan migrasi (urbanisasi) ke wilayah yang lebih menjanjikan
pendapatan layak secara ekonomi seperti di negara Indonesia banyak terjadi PHK, antara
lapangan pekerjaan yang sedikit .
Berdasarkan latar belakang di atas mengenai gangguan kesehatan jiwa yang salah satunya
merupakan perilaku kekerasan maka penulis tertarik untuk menulis makalah dengan judul asuhan
keperawatan dengan perilaku kekerasan, guna membantu klien dan keluarga dalam menangani
masalah kesehatan yang di hadapi melalui penerapan asuhan keperawatan jiwa.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengetahui konsep teori dan memberikanAsuhan Keperawatan dan
Strategi Pelaksanaan pada pasien dengan perilaku kekerasan.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan pengertian perilaku kekerasan
b. Mahasiswa mampu mengetahui Etiologi dari Perilaku Kekerasan
c. Mahasiswa mampu mengetahui Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan
d. Mahasiswa mampu memberikan Asuhan keperawatan pada pasien dengan perilaku kekerasan
meliputi pengkajian, pohon masalah, diagnosa keperawatan serta tindakan keperawatan
BAB II
TINJAUAN TEORI
a. Pengertian
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang dimana melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain,
disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Wati, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang,
baik secara fisik maupun psikologis.Berdasarkan definisi ini, perilaku kekerasan dapat di
lakukan secara verbal di arahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.Perilaku kekerasan
dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu perilaku kekrasan saat sedang berlangsung atau perilaku
kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).(Keliat, Keperawatan kesehatan jiwa
komunitas, 2012)
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang di hadapi oleh seseorang
yang di tunjukan dengan perilaku actual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri orang lain
maupun lingkungan secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lain secara
fisik maupun psikologis (Menurut Berkowizt dalam buku Yosep 2011).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang individu mengalami perilaku
yang dapat melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain ( Menurut Towsend
dalam buku Yosep 2011).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat
membahayakan di klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-barang (Menurut
Maramis dalam buku Yosep 2011).
b. Tanda dan gejala
Data subyektif :
1. mengatakan mudah kesal dan jengkel ,
2. merasa semua barang tidak ada harganya sehingga dibanting-banting.
( keliat, proses keperawatan kesehatan jiwa, 1998 )
Data obyektif :
1. Muka merah dan tegang
2. Pandangan tajam
3. Mengatupkan rahang dengan kuat
4. Menegepalkan tangan
5. Jalan mondar-mandir
6. Bicara kasar
7. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
8. Mengancam secara verbal atau fisik
9. Melempar atau memukul benda/ orang lain
10. Merusak barang atau benda
11. Tidak memiliki kemampuan mencegah/ mengendalikan perilaku kekerasan
(Keliat, Keperawatan kesehatan jiwa komunitas, 2012).
Menurut Fitria (2009) tanda dan gejala perilaku kekerasan diantaranya adalah :
1. Fisik : mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah
dan tegang serta postur tubuh kaku.
2. Verbal : mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, bicara dengan nada keras, kasar dan
ketus.
3. Perilaku : menyerang orang lain, melukai diri sendiri, atau orang lain, merusak lingkungan,
amuk atau agresif.
4. Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual : mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak jarang mengeluarkan
kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual : merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral dan kreatifitas
terhambat.
7. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.
8. Perhatian : bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan seksual.
Menurut Direja (2011) tanda dan gejala pada pasien data yang perlu dikaji adalah :
masalah keperawatan data yang perlu dikaji
Perilaku kekerasan Subjektif
1. Klien mengancam.
2. Klien mengumpat dengan kata-kata kotor.
3. Klien mengatakan dendam dan jengkel.
4. Klien mengatakan ingin berkelahi.
5. Klien menyalahkan dan menuntut.
6. Klien meremehkan.
Objektif
1. Mata melotot/pandangan tajam.
2. Tangan mengepal.
3. Rahang mengatup.
6. Suara keras.
c. Etiologi
1. Faktor predisposisi
a) Teori biologi
Beardasarkan hasil penelitian pada hewan, adanya pemberian stimulus elektris ringan pada
hipotalamus ternyata menimbulkan prilaku agresif, dimana jika terjadi kerusakan fungsi limbic
(untuk emosi dan perilaku) lobus frontal (untuk pemikiran rasional), lobius temporal (untuk
interprestasi indra penciuman dan memori) akan menimbulakn mata terbuka lebar, pupil
berdilatasi, dan hendak menyerang objek yang ada disekitarnya.
1) Neurologic faktor, beragam komponen dari sistem saraf seperti synap, neurotransmitter, dendrit,
axon terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan
yamg akan mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku bermusuhan dan respons agresif.
2) Genetic faktor, adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi perilaku
agresif. Menurut riset Kazuo Murakami (2007) dalam gen manusia terdapat dormant (potensi)
agresif yang sedang tidur dan akan bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut
penelitian genetik tipe karkotype XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak
kriminal serta orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif.
3) Cyrcardian Rhytm (irama sirkardian tubuh), memegang peranan pada individu. Menurut
penelitian pada jam-jam tertentu manusia menghalangi peningkatan cortisol terutama pada jam-
jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya pkerjaan sekitar jam 9 dan
jam 13. Pada jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi untul bersikap agresif.
4) Biochemistry faktor (Faktor biokimia tubuh) seperti neurotransmiter di otak (epinephrin,
norepinephrin, dopamin, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian
informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari luar tubuh yang di
anggap mengancam atau membahayakan akan dihantar melalui implus neurotransmitter ke otak
dan meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan hormon androgen dan norephinephrin
serta penurunan serotonin dan GABA pada cairan cerebospinal vertebra dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya perilaku agresif.
5) Brain Area dirsorder, gangguan pada sistem imbik dan lobus temporal, sindrom otak organik,
tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilesi ditemukan sangat berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b) Faktor psikologis
1) Teori Psikoanalisa
Agresif dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang seseorang (life span
hystori). Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpusan fase oral antara usia 0-2 tahun
dimana anak tidak mendapatkan kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup
cendurung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai kompesasi
adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman
dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.Perilaku
agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaanya dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
2) Imitation, modeling, and information processing theory:
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang menolelir
kekerasan.Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari madia atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa anak
dikumpulkan untuk menonton tayangan pamukulan pada boneka dengan raward positif (makin
keras pukulanya akan diberi coklat), anak lain menonton tayangan cara mengasihii dan mencium
boneka tersebut dengan reward positif pula (makin baik belainya mendapat hadiah coklat).
Setelah anak-anak keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai
dengan tontonan yang pernah dialaminya.
3) Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan terdekatnya.Ia
mengamati bagaimana respon ayah saat menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana
respons ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa dengan agresifitas lingkungan sekitar menjadi
peduli, bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk
diperhitungkan.
(Yosep, 2011)
c) Aspek Religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresifitas merupakan dorongan dan bisikan
syetan yang menyukai kerusakan agar menusia menyesal (devil support). Semua bentuk
kekerasan adalah bisikan syetan yang dituruti masunia sebagai bentuk kompensasi bahwa
kebutuhan dirinya terancam dan segera dipenuhi tetapi tanpa melibatkan akal (ego) dan norma
agama (super ego) (Yosep, 2011).
2. Faktor presipitasi
Menurut Yosep (2011) Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan:
a) Ekspresi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah
konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b) Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c) kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuati dalam keluarga serta tidak membisakan dialog
untuk memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d) ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan menempatkan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
e) adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak
mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f) kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa reancam, baik berupa imjury
secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa factor pencetus injury perilkau
kekerassan adalah sebagai berikut(Wati, 2010) :
a) Klien: kelemahan fisik, keputasasaan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh dengan agresif,
dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
b) Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, mersa terancam baik
internal dari permasalan diri klien sendiri maupun eksternal dari lingkungan.
c) Lingkungan: panas, padat, dan bising.
d. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap stressor yang di
hadapi oleh seseorang.Respons ini dapat menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri, orang
lain, maupun lingkungan.Melihat dampak dari kerugian yang di timbulkan, penanganan pasien
perilaku kekerasan perlu di lakukan secara tepat dan cepat oleh tenaga yang professional(Wati,
2010).
Kaji Faktor predisposisi dan presipitasi, serta kondisi klien sekarang. Kaji riwayat
keluarga dan masalah yang dihadapi klien.
Jelaskan tanda dan geala klien pada tahap marah, krisis atau perilaku kekerasan, dan
kemungkinan bunuh diri.Muka merah, tergang, pandangan mata tajam, mondar mandir,
memukul, memaksa, irritable, sensitive dan agresif.
Fokus pengkajian pada pasien dengan perilaku kekerasan meliputi :
1) Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan psiritual.
a) Aspek biologis
Respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin sehingga tekanan darah meningkat, taki kardi, muka merah, pupil menebal,
pengeluaran urine meningkat. Paad gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya
kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatuk tangan di kepel, tubuh kaku dan reflek
cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang di keluarkan saat marah bertambah.
b) Aspek emosional
Individu yang marah karena tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam,
ingin memukul orang lain, ngamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
c) Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran
pasca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya di olah dalam
proses intelaktual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara pasien marah,
mengidentifikasi penyebab kemarahan bagai mana informasi di proses, di klarifikasi dan di
integrasikan.
d) Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep, rasa percaya, dan ketergantungan. Emosi marah
sering merangsang kemarahan orang lain. Klien sering kali menyalurkan kemarahan dengan
mengkritik tingkah laku orang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan
kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan
individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
e) Aspek spiritual
Kepercayaan nilai moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang
bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang di manifestasikan
dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara komprehensif
meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan
sebagai berikut; aspek fisik terdiri dari muka merah, pandangan tajam, napas pendek, dan cepat,
berkeringat sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.
Aspek emosi: tidak adekuat, tidak aman, debdam, jengkel. Aspek intelektual : mendominasi
bawel , sarkasme, berdebat, meremehkan. Aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan,
ejekan, humor.
Perawat perlu memahami dan membedakan berbagai perilaku yang ditampilkan klien.
Hal ini dapat di analisa dariperbandingan berikut(Yosep, 2011) :
Aspek Pasif Asertif Agresif
Isi Negatif merendahkan Positif menawarkan Menyombongkan
pembicaraan diri misalnya : diri misalnya : “saya diri, merendahkan
“bisakah saya mampu, saya bisa, orang lain,
melakukan hal itu ? anda boleh, anda misalnya : “kamu
bisakah anda dapat”. pasti tidak bisa,
melakukannya ?”. kamu selalu
melanggar, kamu
tidak pernah
menurut, kamu
tidak akan pernah
bisa”.
Tekanan Lambat. Mengeluh Sedang Keras ngotot
suara
Posisi badan Menunduhkan kepala Tegap dan santai Kaku condong
kedepan
Jarak Menjaga jarak dengan Mempertahankan Siap dengan jarak
sikap mengabaikan jarak yang nyaman akan menyerang
orang lain
Penampilan Loyo tidak dapat Sikap tenang Mengancam,
tenang posisi menyerang
Kontak mata Sedikit/sama sekali Mempertahankan Mata meletot dan
tidak kontak mata sesuai dipertahankan
dengan hubungan
Format pengkajian pada pasien risiko perilaku kekerasan
Berikan tanda centang pada kolom yang sesuai dengan data pada pasien
Pelaku/ usia korban/usia
saksi/usia
1. Aniaya fisik [ ][ ] [ ][ ] [ ] [ ]
2. Aniaya seksual [ ] [ ] [ ][ ] [ ] [
]
3. Penolakan [ ][ ] [ ][ ] [ ][ ]
4. Kekerasan dalam keluarga [ ][ ] [ ][ ] [ ][ ]
5. Tindakan criminal [ ][ ] [ ][ ] [ ][ ]
6. Aktivitas motoric
[ ] lesu [ ] tegang [ ] gelisah [ ] agitasi
[ ] tik [ ] grimasen [ ] tremor [ ] kompulsif
7. Interaksi selama wawancara
[ ] bermusuhan [ ] kontak mata kurang
[ ] tidak kooperatif [ ] defensif
[ ] mudah tersinggung [ ] curiga
2. Pohon Masalah
Stuart dan Sundeen (1997) dalam buku Iyus Yosep, 20111 mengidentifikasikan pohon
masalah perilaku kekerasan sebagai berikut :
Koping keluarga tidak efektif
Inefektif proses terapi
Berduka disfungsional
Isolasi sosial
Gangguan harga diri kronis
Perubahan persepsi sensori halusinasi
Perilaku kekerasan
Risiko tinggi mencederai orang lain
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan di tetapkan sesuai dengan data yang di dapat. Diagnose keperawatan
risiko perilaku kekerasan di rumuskan jika pasien saat ini tidak melakukan perilaku kekerasan,
tetapi pernah melakukan perilaku kekerasan danbelum mempunyi kemampuan
menecegah/mengendalikan perilaku kekerasan tersebut.
Diagnose keperawatan yang biasa muncul pada pasien dengan perilaku kekerasan,
Menurut(Wati, 2010)Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1. Resiko cedera
2. Perubahan sensori dan persepsi: halusinasi
3. Koping individu inefektif
4. Tindakan keperawatan
A. Evaluasi
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
No. CM : 10.30.84
1. Identitas
a. Klien
Nama : Tn. R
Umur : 23 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Pendidikan : SMA
Alamat : Semarang
b. Penanggung jawab
Nama : Tn. M
Umur : 49 tahun
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : swasta
Hub. dengan klien: Paman
Alamat : Semarang
2. Alasan Masuk
Keluarga mengatakan, klien 10 hari pasien mulai diam, bicara kacau, susah tidur, mandi
membentak. Kemudian oleh keluarga di bawa ke UGD RSJD dr. Amino Gondho Hutomo dan di
3. Faktor Predisposisi
Klien rawat inap pertama kali di RSJD Dr Amino Gondohutomo Semarang. ± 10 hari
pasien mulai diam, bicara kacau, susah tidur, mandi harus di suruh, ± 1 hari membentur
badannya ke tembok, mengancam bapaknya dan membentak. Keluarga pasien mengatakan dulu
pasien adalah seorang pemabuk. Keluarga pasien mengatakan anggota keluarganya tidak ada
4. Pemeriksaan fisik
b. Antropometri
Berat badan : 50 kg Tinggi badan : 159 cm
c. Keluhan fisik : tidak ada keluhan
5. Psikososial
a. Genogram
Keterangan :
= Laki-laki
= perempuan
= tinggal
serumah
= klien
= orang terdekat
Dalam keluarga tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti klien, klien tinggal serumah
dengan kedua orang tua dan seorang adik perempuannya, hubungan dengan anggota keluarga
baik, komunikasi terbuka, jika ada masalah pengambil keputusan adalah ayah klien sebagai
b. Konsep Diri
1) Citra Diri
Klien merasa puas dengan anggota tubuhnya yang normal, terutama bentuk tubuh.
2) Identitas Diri
Klien Mengatakan dia seorang perempuan berusia 23 tahun, belum menikah, belum
3) Peran Diri
Klien aktif dalam mengikuti kegiatan kemasyarakatan seperti gotong royong dan pemuda.
4) Ideal Diri
Klien mengatakan menerima statusnya sebagai seorang anak, dan ingin cepat pulang dan
bebas biar bisa bekerja dan menjadi orang sukses.
5) Harga Diri
Klien mengatakan hubungan yang paling dekat, di sayang dan dapat di percaya adalah
ibunya.
c. Hubungan Sosial
Klien beragama islam, Klien saat di rumah sakit tidak rutin beribadah.
6. Status Mental
a. Penampilan Klien
Kebersihan dan kerapian cukup terawat, kebersihan kulit terjaga, gigi dan mulut tampak
bersih.
b. Pembicaraan
Kontak mata klien tidak bisa dipertahankan,mata melotot, bicara kacau, klien berbicara
c. Aktivitas Motorik
Klien gelisah, tidak bisa tenang, klien suka mondar-mandir, dan tangan mengepal.
d. Alam Perasaan
e. Afek
Kontak mata tidak dapat dipertahankan, tatapan mata tajam, suara keras, muka memerah
g. Persepsi
h. Proses Pikir
Klien berbicara berbelit-belit tetapi dapat menjawab pertanyaan perawat ( Sirkumstansial ).
i. Tingkat kesadaran
Klien tampak bingung, orientasi terhadap orang, waktu dan tempat sesuai.
j. Memori
Klien ingat yang membawanya ke RSJ, klien masih ingat siapa saja saudaranya.
l. Kemampuan penilaian
Klien dapat mengambil keputusan sederhana seperti menentukan untuk makan atau mandi
terlebih dahulu.
Klien tahu bahwa dirinya sedang sakit dan membutuhkan pengobatan agar cepat sembuh.
7. Mekanisme Koping
Klien mengatakan jika ada masalah klien memendamnya sendiri dan berusaha
8. Aspek Medis
Diagnosa medis
Therapy
9. Daftar Masalah Dan Pohon Masalah
a. Daftar masalah:
1) Prilaku kekerasan
2) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
3) Disstres spiritual
4) Deficit perawatan diri
b. Pohon masalah
Analisa Data
MASALAH
No DATA FOKUS TTD
KEPERAWATAN
1. Subyektif : Perilaku kekerasan
- tangan mengepal.
mau bercerita.
Obyektif:
berdiam diri
NoD
Implementasi Evaluasi (SOAP) TTD
x
1 Selasa, S: Djati
- Tangan mengepal
A:
Perawat :
yang asertif
Klien :
harian
1 Rabu, S:
mata tajam
- Tangan mengepal
- Klien meminta perbincangan di akhiri dan
marah
- Klien mengungkapkan perasaanya
- Klien mau mencoba cara mengontrol marah
A:
Secara kognitif klien belum mampu mengontrol
P:
Perawat :
Klien :
harian
1 Kamis, S:
kasur atau konversi energi) mengontrol marah yang lain, yaitu pukul bantal
- Membimbing klien
dan memasukkan kedalam jadwal kegiatan
memasukan kedalam jadwal
harian
kegiatan harian Jam 12.30 WIB
- Klien mengatakan jika jengkel akan tarik nafas
Jam 12.30
dalam dan pukul bantal, dan tidak akan marah-
- Memvalidasi masalah dan marah agar tidak dikurung dan di jauhi teman-
mengontrol marah dengan emosinya dengan cara tarik nafas dalam pukul
bantal)
- Klien mau minum obat
- Klien menulis di jadwal kegiatan harian
A:
P:
Perawat :
Klien :
- Ulang kembali apa yang telah didiskusikan dan
diajarkan
- Lakukan yang telah diajarkan jika merasa
jengkel/marah
Masukan kedalam jadwal kegiatan harian
Jumat, S:
kekerasan O:
kegiatan harian A:
P:
Perawat :
klien
- Evaluasi sejauhmana tingkat kemampuan klien
mengontrol marah
Klien :
No
. Catatan Perkembangan TTD
Dx
1 Sabtu, 14 Maret 2015
Jam 11.00 WIB
S:
- Klien mengatakan sudah bisa mengontrol marah
O:
A:
P:
Perawat :
klien
Klien :
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah yang di ekspresikan
dengan melakukan ancaman mencederai orang lain, dan atau merusak lingkungan. Respon
tersebut biasanya muncul akibat adanya stressor.Respon ini dapat menimbulkan kerugian
baik pada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan.Melihat dampak dari kerugian yang di
timbulkan, maka penanganan pasien dengan perilaku kekerasan perlu di lakukan secara cepat
dan tepat oleh tenaga-tenaga professional.
Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana seseorang dimana melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang
lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol. Dengan tanda dan gejala
meliputi : Muka merah dan tegang, pandangan tajam, mengatupkan rahang dengan kuat,
menegepalkan tangan , jalan mondar-mandir, bicara kasar, suara tinggi, menjerit atau
berteriak, mengancam secara verbal atau fisik, melempar atau memukul benda/ orang lain,
merusak barang atau benda, tidak memiliki kemampuan mencegah/ mengendalikan perilaku
kekerasan.
B. Saran
1. Hindarkan klien dari faktor predisposisi maupun presipitasi yang bisa menyebabkan perilaku
kekerasan
2. Beritahu keluarga untuk membantu klien selama masa penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA