Professional Documents
Culture Documents
A. Pengertian
Menurut Tjerk Hooghiemstra, profesional adalah mereka yang memiliki kompetensi-
kompetensi tertentu yang mendasari kinerjanya. Kompetensi menurut Tjerk Hooghiemstra,
Hay group, The Netherlands pada tulisannya yang berjudul Integrated Management of
Human Resourcese, kompetensi adalah karakteristik pokok seseorang yang berhubungan
dengan unjuk kerja yang efektif pada jabatan tertentu.
Sedangkan image (citra) adalah gambaran atau potret diri Anda dimana image yang
Anda tampilkan akan mencerminkan perusahaan Anda. Image (citra) adalah alat komunikasi,
bagian dari paket ketrampilan Anda, dan papan untuk mengiklankan siapa Anda, apa yang
Anda kerjakan, dan seberapa baik Anda mengerjakannya.
Jadi kesimpulannya, professional image adalah gambaran tentang keprofessionalan
Anda. Seorang yang memiliki professional image adalah seseorang yang memiliki keahlian
dan ketrampilan, juga sikap mental dan tingkah laku yang terpuji. Segala sesuatu yang
dihasilkan dari perbuatan dan pekerjaannya dijamin berada dalam kondisi terbaik dan
mendapat penilaian yang objektif dari semua pihak.
2. BAHASA TUBUH
Penggunaan bahasa tubuh yang baik sangatlah penting karena membuat penampilan
karyawan lebih elegan, enerjik, proporsional, memberikan postur tubuh yang baik, serta
meningkatkan rasa percaya diri. Berikut ringkasan mengenai bahasa tubuh yang tepat.
1. Sikap Berdiri dan Berjalan
Posisi berdiri terbaik adalah dengan menegakkan badan dan menggerakkan tangan
dengan santai dan tidak berlebihan. Disaat akan beralan, langkah kaki harus lurus dan
tidak menyeret sepatu. Pandangan mata saat berjalan harus lurus ke depan dengan
posisi dagu yang sejajar dengan lantai.
2. Berjabat Tangan dan Menjamu Tamu
Saat akan berjabat tangan, sebaiknya karyawan memperkenalkan diri dan juga
menyempatkan untuk bertanya kabar client hari ini, baru dilanjtkan dengan
genggaman dengan sedikit tekanan. Barulah setelah itu, berkomunikasi dengan client
perihal sesuatu yang dapat kita bantu.
3. Sikap Berbicara
Hal utama dalam komunikasi adalah senyuman. Senyuman merupakan respon yang
sangat positif dan merupakan sinyal bahwa kita tertarik dengan pembicaraan client.
Kita juga harus ekspresif selama obrolan berlangsung. Namun, kita harus tetap on
track dengan mampu mengendalikan intonasi dan diksi yang digunakan.
4. Lain-lain
Hal lain-lain yang dabat dilakukan adalah tepat waktu saat kita akan melakukan
pertemuan, selain itu kita dapat melakukan basa-basi sebelum membahas permasalah
inti. Setelah diskusi selesai, sangatlah bijak untuk mengantar client ke depan pintu.
Jangan lupakan perihal tiga kata ajaib yaitu maaf, tolong dan terimakasih.
Internal Control
Menurut internal control framework, Internal control terdiri dari 5 komponen yang saling
terkait, yaitu:
1. Control Environment
2. Risk Assessment
3. Control Activities
4. Information and communication
5. Monitoring
Pengendalian intern terdiri dari lima komponen yang saling berkaitan sebagai berikut:
1. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi, mempengaruhi kesadaran
pengendalian orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua
komponen pengendalian intern, menyediakan disiplin dan struktur. Lingkungan pengendalian
menyediakan arahan bagi organisasi dan mempengaruhi kesadaran pengendalian dari orang-
orang yang ada di dalam organisasi tersebut. Beberapa faktor yang berpengaruh di dalam
lingkungan pengendalian antara lain integritas dan nilai etik, komitmen terhadap kompetensi,
dewan direksi dan komite audit, gaya manajemen dan gaya operasi, struktur organisasi,
pemberian wewenang dan tanggung jawab, praktik dan kebijkan SDM. Auditor harus
memperoleh pengetahuan memadai tentang lingkungan pengendalian untuk memahami sikap,
kesadaran, dan tindakan manajemen, dan dewan komisaris terhadap lingkungan pengendalian
intern, dengan mempertimbangkan baik substansi pengendalian maupun dampaknya secara
kolektif.
2. Penaksiran Risiko
Penaksiran risiko adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap risiko yang relevan untuk
mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk menentukan bagaimana risiko harus
dikelola. Penentuan risiko tujuan laporan keuangan adalah identifkasi organisasi, analisis, dan
manajemen risiko yang berkaitan dengan pembuatan laporan keuangan yang disajikan sesuai
dengan PABU. Manajemen risiko menganalisis hubungan risiko asersi spesifik laporan
keuangan dengan aktivitas seperti pencatatan, pemrosesan, pengikhtisaran, dan pelaporan
data-data keuangan. Risiko yang relevan dengan pelaporan keuangan mencakup peristiwa
dan keadaan intern maupun ekstern yang dapat terjadi dan secara negatif mempengaruhi
kemampuan entitas untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan data keuangan
konsisten dengan asersi manajemen dalam laporan keuangan. Risiko dapat timbul atau
berubah karena berbagai keadaan, antara lain perubahan dalam lingkungan operasi, personel
baru, sistem informasi yang baru atau yang diperbaiki, teknologi baru, lini produk, produk,
atau aktivitas baru, restrukturisasi korporasi, operasi luar negeri, dan standar akuntansi baru.
3. Aktivitas Pengendalian
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu menjamin
bahwaarahan manajemen dilaksanakan. Aktivitas tersebut membantu memastikan bahwa
tindakan yang diperlukan untuk menanggulangi risiko dalam pencapaian tujuan entitas.
Aktivitas pengendalian memiliki berbagai tujuan dan diterapkan di berbagai tingkat
organisasi dan fungsi. Umumnya aktivitas pengendalian yang mungkin relevan dengan audit
dapat digolongkan sebagai kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan review terhadap
kinerja, pengolahan informasi, pengendalian fisik, dan pemisahan tugas. Aktivitas
pengendalian dapat dikategorikan sebagai berikut.
a) Pengendalian Pemrosesan Informasi
pengendalian umum
pengendalian aplikasi
otorisasi yang tepat
pencatatan dan dokumentasi
pemeriksaan independen
b) Pemisahan tugas
c) Pengendalian fisik
d) Telaah kinerja
5. Pemantauan / Monitoring
Pemantauan adalah proses yang menentukan kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang
waktu. Pemantauan mencakup penentuan desain dan operasi pengendalian tepat waktu dan
pengambilan tindakan koreksi. Proses ini dilaksanakan melalui kegiatan yang berlangsung
secara terus menerus, evaluasi secara terpisah, atau dengan berbagai kombinasi dari
keduanya. Di berbagai entitas, auditor intern atau personel yang melakukan pekerjaan serupa
memberikan kontribusi dalam memantau aktivitas entitas. Aktivitas pemantauan dapat
mencakup penggunaan informasi dan komunikasi dengan pihak luar seperti keluhan
pelanggan dan respon dari badan pengatur yang dapat memberikan petunjuk tentang masalah
atau bidang yang memerlukan perbaikan. Komponen pengendalian intern tersebut berlaku
dalam audit setiap entitas. Komponen tersebut harus dipertimbangkan dalam hubungannya
dengan ukuran entitas, karakteristik kepemilikan dan organisasi entitas, sifat bisnis entitas,
keberagaman dan kompleksitas operasi entitas, metode yang digunakan oleh entitas untuk
mengirimkan, mengolah, memelihara, dan mengakses informasi, serta penerapan persyaratan
hukum dan peraturan.
Tidak hanya internal audit yang memastikan internal control berfumgsi optimal,
namun unit bisnis merupakan first line of defend harus memastikan internal control telah
berfungsi di unitnya. Berikut adalah three line of defend model:
Fraud
1. Occupational Fraud
Aktivitas fraud yang dilakukan oleh karyawan perusahaan dengan memanfatkan
jabatan serta wewenangnya dalam rangka memperkaya diri sendiri ataupun golongan
tertentu.
2. Fraudulent Financial Reporting
Aktivitas fraud yang dilakukan dengan memanipulasi laporan keuangan perusahaan
sehingga para stakeholder tidak dapat mengetahu secara jelas perihal kesehatan
keuangan perusahaan.
C. KARAKTERISTIK FRAUD
Dalam kasus fraud, modus operandi yang paling banyak digunakan merupakan
penggelapan aset perusahaan namun yang paling banyak memberikan tingkat kerugian
tertinggi adalah modus operandi manipulasi laporan keuangan. Analisis lebih mendalam
menunjukkan bahwa kasus fraud lebih banyak terjadi di dalam aktivitas non kredit. Untuk
pelaku aktivitas fraud, laki – laki lebih dominan dalam hal keterlibatan kasus serta
posisi.jabatan yang seringkali melakukan fraud adalah posisi Asisten.
Berkat sistem kontrol yang baik, aktivitas fraud dapat diidentifikasi dan tim SPI pasti
akan mengusutnya. Dilihat dari metode yang paling efektif terkait temuan fraud,
whistleblowing dan informasi internal lah yang menyumbang kontribusi paling banyak dalam
pembongkaran kasus fraud, disusul dengan metode yang dilakukan jajaran manajemen
puncak dalam me-review pekerjaan bawahan.
Kasus fraud dapat terendus dengan memperhatikan tingkah laku mencurigakan dari
para karyawan. Contohnya adalah adanya perubahan gaya hidup karyawan yang drastis,
kuslitan finansial, kedekatan antara karyawan dengan stakeholder secara tidak wajar, tidak
mau dirotasi ataupun mutasi, dan perilaku menyimpang lainnya.
Secara garus besar, fraud terjadi akibat tiga faktor utama yaitu adanya dorongan dari
dalam diri pelaku, adanya kesempatan dan adanya aspek pembenaran aktivitas fraud. Jika
pihak perusahaan sudah mengetahui apa saja penyebab terjadinya fraud, maka pihak
manajemen dapat melakukan evaluasi di tiap pos kerja untuk meminimalkan potensi
terjadinya fraud.
Cara yang pertama adalah dengan menminimalkan potensi karyawan untuk
termotivasi berbuat fraud, salah satu caranya yaitu dengan sustem remunerasi yang baik serta
melakukan pendidikan mengenai character building. Selain itu¸langkah selanjutnya adalah
dengan melakukan sesuatu agar karyawan tidak bisa memiliki kesempatan utnuk melakukan
fraud. Salah satu contohnya yaitu dengan melakukan perbaikan SOP, memperbaiki alur kerja,
sistem performance appraisal yang jelas, dan mencari celah-celah potensi fraud di tiap pos
kerja.
Kedua adalah meminimalkan adanya rasionalisasi terhadap perilaku fraud. Cara yang
ketiga ini merupakan benteng terakhir karyawan karena jika karyawan sudah melakukan
rasionalisasi terhadap perilaku fraud, maka kemungkinan besar fraud akan terjadi. Hal ini
dapat dicegah dengan memberikan insight mengenai fraud dan juga menghilangkan faktor –
faktor yang dapat membuat karyawan beripikir bahwa dia layak untuk melakukan fraud.
Ketiga adalah menggunakan guidance anti fraud yang dibentuk oleh Bank Indonesia.
Berikut adalah skema dari guidance tersebut: