You are on page 1of 12

LAPORAN PENDAHULAN

ASMA BRONKHIAL

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Asma adalah gangguan inflamasi kronik pada jalam napas. Pada individu
yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode baru rekuren dari batuk, mengi, dada
terasa sesak, dan sulit bernapas. Inflamasi membuat jalan napas peka terhadap
rangsangan seperti alergen, iritan kimia, asap rokok, udara dingin, atau olahraga. Saat
terpajan dengan rangsangan ini, jalan napas dapat menjadi bengkak, terkonstriksi,
terisi mukus dan hiperresponsif terhadap berbagai rangsangan. Keterbatasan aliran
udara yang disebabkannya bersifat reversibel (tetapi tidak seluruhnya pada beberapa
pasien), baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Jika terapi asma memadai,
inflamasi dapat diturunkan untuk jangka waktu yang panjang, gejala dapat dikontrol,
dan sebagai besar masalah yang berhubungan dengan asma dapat dicegah (Francis,
2008).
Asma merupakan bentuk inflamsi kronis yang terjadi pada saluran jalan nafas
dengan mempertahankan berbagai inflamsi sel dengan gejala hiperaktivitas bronkus
dalam berbagai tingkatan, obstruksi jalan nafas, dan gejala pernafasan yang lain
(mengi dan sesak ). (Arief Mansjoer, dkk 2001 dalam Riyadi 2011). Sedangkan
menurut Sylvia A,Priece (1995) dalam Riyadi (2011) asma merupakan suatu penyakit
yang dicirikan oleh hipersensitifitas cabang – cabang trakhea bronkhial terhadap
berbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan seluruh
nafas secara periodik dan reversibel akibat bronkhospasme.

2. Etiologi
Etiologi asma menurut Wijaya & Yessie (2013) dapat dibagi atas :
a) Asma ekstrinsik/alergi
Asma yang disebabkan oleh elergen yang diketahui masanya sudah terdapat
semenjak anak – anak seperti alergi terhadap protein, serbuk sari, bulu halus,
binatang dan debu.
b) Asma intrinsik/idopatik
Asma yang tidak ditemukan faktor pencetus yang jelas, tetapi adanya faktor –
faktor non spesifik seperti : flu, latihan fisik atau emosi sering memicu serangan
asma ini sering muncul/timbul sesudah usia 40 tahun setelah menderita infeksi
sinus/cabang trakeobronchial.
c) Asma campuran
Asma yang terjadi/timbul karena adanya komponen ekstrinsik dan intrinsik.

3. Anatomi Fisiologi
3.1 Anatomi

3.2 Fisiologi
a) Hidung
Narres anterior adalah saluran saluran didalam lubang hidung. Saluran ini
bermuara kedalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum hidung. Rongga
hidung dilapisi selaput lendir yang sangat kaya akan pembulih darah dan
bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir . Semua sinus yang
mempunyai lubung masuk ke rongga hidung.
b) Laring
Laring berperan untuk pembentukan suara dan untuk melindungi jalan nafas
terhadap masuknya makan an dan cairan. Laring dapat tersumbat antara lain
benda asing (gumpalan makanan), infeksi (misalnya difteria) dan tumor.
Dibagian laring terdapat beberapa bagian:
 Epiglotis merupakan katup tulang rawan utnuk menutup laring sewaktu
orang menelan
 Jika bernafas melalui mulut udara yang masuk ke paru paru tidak dapat di
saring,dilembabkan atau di hangatkan yang menimbulkan gangguan
tubuh dan sel sel bersilia akan rusak adanya gas beracun di dehidrasi.
 Pita suara , terdapat dua pita suara yang dapat ditegakkan dan
dikendurkan, sehingga lebar sela sela antara pita pita tersebut berubah
ubah sewaktu bernafas dan berbicara.
c) Trakea
Trakea merupakan lanjutan dari laring yang di bentuk oleh 16 sampai 20
cincin kartilago yang terdiri dari tulangtulang rawan yang berbentuk seperti
C.Trakea dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epitilium bersilia dan sel
cangkir
d) Bronkus
Bronkus merupakan percabangan trakea. Setiap bronkus primer bercabang 9
sampai 12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan tersier dengan diameter
yang semakin kecil.Struktur mendasar dari paru paru adalah bronki,
bronkiolus, bronkiolus terminalis,bronkiolus respiratorik , dukrus alveolar,
dan alveoli.
e) Paru- paru
Paru – paru berada dalam rongga thorak yang terkandung dalam susunan
tulang iga dan letaknya di sisi kiri dan kanan mediastinum, yaitu struktur blok
padat ayng berada di belakangtulang dada. Paru-paru menutupi jantung arteri
dan vena besar, esofagus dan trakes. Paru- paru berbentuk spons dan berisi
udara dengan pembagian ruang paru kanan memilki tiga lobus dan paru kiri
dua lobus.
(Syaifuddin, 2011 ).

4. Manifestasi Klinis
a) Gambaran objektif yang ditangkap perawat adalah kondisi pasien dalam
keadaan seperti dibawah ini :
 Sesak napas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing
 Dapat disetai batuk dengan sputum kental dan sulit dikeluarkan
 Bernafas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan
 Sianosis, takikardia, gelisah, dan pulsus paradoksus
 Fase ekspirasi memanjang disetai wheezing (di apeks dan hilus)
b) Gambaran subjektif, yang ditangkap perawat adalah pasien mngeluhkan sukar
bernafas, sesak, dan anoreksia.
c) Gambaran psikososial yang diketahui perawat adalh cemas, takut, mudah
tersinggung dan kurangnya pengetahuan pasien terhadap situasi penyakitnya.
(Somantri, I, 20120).
5. Patofisologi
Patofiologi asma tamapaknya melibatkan suatu hiperresponsivitas reaksi
peradangan. Pada respon alergi di saluran nafas, anti bodi igE berikatan dengan
alergen dan menyebabkan granulasi sel mast. Akibat granulasi tersebut, histamin
dilepaskan.Histamin menyebabkan kontriksi otot polos bronkiolus. Apabila respons
histaminya berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik.Karena histamin juga
merangsang pembentukan mukus dan meningkatakan permeabiilitas kapiler, maka
juga akan terjadi kongesti dan pembengakakan ruang intestisium paru.
Individu yang ,menagalami asma mungkin memiliki respons igE yang senistif
berlebihan terhadap suatu alergen atau sel-sel mast nya terlalu mudah mengalami
degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respons peradangan tersebut, hasil
akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema, dan obstruksi aliran
udara. Apakah kejadian pencetus dari suatu serangan asma adalah infeksi virus, debu,
atau iriatan alergi, reaksi peradangan hipersensitif dapat mencetuskan suatu
serangan.Olahraga juga dapat berlaku sebagai suatu iritan karena terjadi aliran udara
keluar masuk paru dalam jumlah besar dan cepat, atau pembersih dari partikel-
partikel debu secara adekuat sehingga dapat mencetuskan serangan asma ( Doenges,
EM, 2000).
6. Patoflow
Faktor ekstrinsik Faktor instrinsik (emosi ,
(serbuk sari, asap suhu, genetik, obat , dll)
rokok, makanan, dll)

masuk zat iritan


kedalam tubuh
Hiperaksi bronkus

Hipersekresi Pembentukan
Menstimulasi sel
mukus sputum
B limposit
Sel plasma memproduksi Gangguan Batuk
antibody IgE mobilisasi sekret
Bersihan jalan
Granulasi sel-sel Peningkatan O2 nafas inefektif
mast basofil dalam bronkus
Histamine, bradikin,
prostaglandin, anafilaksis Peningkatan ventilasi
Gangguan
Kontraksi otot polos pertukaran gas
bronkial & permeabilitas Dispnea/takipnea
kapiler
bronkhospasme Pola nafas
Peningkatan kerja
jantung infektif

Hipermetabolisme tubuh
Mual/muntah
Malaise
Anoreksia
Intolerasnsi
Aaktivitas Intake oral terganggu

Perubahan pola
nutrisi

7. Komplikasi
a) Pneumotorak
b) Pneumodiastinum dan emfisema subkutis
c) Atelektasis
d) Aspirasi
e) Kegagalan jantung/gangguan irama jantung
f) Sumbatan saluran nafas yang meluas/gagal nafas
g) Asidosis
(Wijaya & Yessie, 2013).
8. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Suyuno (2004) pemeriksaan diagnostik asma bronkial antaralain :
1. Spirometri
Cara yang paling tepat dan sederhana untuk menegakkan diagnosis asma adalah
melihat respons pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan
sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator hirup (inhaler atau nebulizer)
golongan adrenergik beta.peningkatan VEP1 atau KVP sebanyak ≥ 20 % menunjukan
diagnosis asma. Tetapi respons yang kurang dari 20% tidak berarti bukan asma. Hal-
hal tersebut dapat dijumpai pada pasien yang sudah normal atau mendekati normal.
Demikian pula respons terhadap bronkodilator tidak dijumpai pada obstruksi saluran
napas yang berat, oleh karena obat tunggal bronkodilator tidak cukup kuat
memberikan efek yang diharapkan. Untuk melihat reversibilitas pada hal yang
disebutkan di atas mungkin diperlukan kombinasi obat golongan adrenergik beta,
teofilin dan bahkan kortikosteroid untuk jangka waktu pengobatan 2-3 minggu.
Reversibilitas dapat terjadi tanpa pengobatan yang dapat dilihat dari hasil
pemeriksaan spirometri yang dilakukan pada saat yang berbeda-beda misalnya
beberapa hari atau beberapa bulan kemudian.
Pemeriksaan spirometri selain penting untuk menegakkan diagnosis, juga
penting untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan. Kegunaan spirometri
pada asma dapat disamakan dengan tensimeter pada penatalaksanaan hipertensi atau
glukormeter pada diabetes melitus. Banyak pasien tanpa keluhan, tetapi pemeriksaan
spirometrinya menunjukan obstruksi. Hal ini mengakibatkan pasien mudah mendapat
serangan asma dan bahkan bila berlangsung lama atau kronik dapat berlanjut menjadi
penyakit paru obstruktif kronik.
2. Uji Provokasi Bronkus
Jika pemeriksaan spirometri normal, untuk menunjukkan adanya
hiperreaktivitas bronkus dilakukan uji provokasi bronkus. Ada beberapa cara untuk
melakukan uji provokasi bronkus seperti uji provokasi dengan histamin,
metakolin,kegiatan jasmani, udara dingin, larutan garam hipertonik, dan bahkan
dengan aqua destilata. Penurunan VEP1 sebesar 20% atau lebih dianggap bermakna.
Uji dengan kegiatan jasmani, dilakukan dengan menyeluruh pasien berlari cepat
selama 6 menit sehingga mencapai denyut jantung 80-90% dari maksimumdi anggap
bermakna bila menunjukkan penurunan APE (Arus Puncak Ekspirasi) paling sedikit
10%. Akan halnya uji provokasi dengan alergen, hanya dilakukan pada pasien yang
alergi terhadap alergen yang uji.
a) Pemeriksaan Sputum
Sputum eosinofil sangat karakteristik untuk asma, sedangkan neutrofil sangat
dominan pada bronkitis kronik. Selain untuk melihat adanya eosinofil, kristal charcot-
Leyden, dan spiral Curschmann, pemeriksaan ini penting untuk melihat adanya
miselium Aspergillus fumigatus.
b) Pemeriksaan Eosinofil Total
Jumlah eosinofil total dalam darah sering meningkat pada pasien asma dan hal
ini dapat membantu dalam membedakan asma dari bronkitis kronik. Pemeriksaan ini
juga dapat dipakai sebagai patokan untuk menentukan cukup tidaknya dosis
kortikosteroid yang dibutuhkan pasien asma.
c) Uji Kulit
Tujuan uji kulit adalah adalah untuk menunjukkan adanya antibodi IgE
spesifik dalam tubuh. Uji ini hanya menyokong anamnesis, karena uji alergen yang
positif tidak selalu merupakan penyebab asma, demikian pula sebaliknya.
d) Pemeriksaan Kadar IgE Total dan IgE Spesifik dalam Sputum
Kegunaan pemeriksaan IgE total hanya untuk menyokong adanya atopi.
Pemeriksaan IgE spesifik lebih bermakna dilakukan bila uji kulit tidak dapat
dilakukan atau hasilnya kurang dapat dipercaya.
e) Foto Dada
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain obstruksi
saluran napas dan adanya kecurigaan terhadap proses patologis di paru atau
komplikasi asma seperti pneumotoraks, pneumotoraks, pneumomediastinum,
atelektasis, dan lain-lain.
f) Analisa Gas Darah
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase awal
serangan, terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2 < 35 mmHg) kemudian pada
stadium yang lebih berat PaCO2 justru mendekati normal sampai normokapnia.
Selanjutnya pada asma yang sangat berat terjadinya hiperkapnia (PaCO2 ≥ 45
mmHg), hipoksemia, dan asidosis respiratorik.

9. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis asma bronkial menurut Harwina & Angga (2010) antara
lain :
a) Pemberian terapi kortikosteroid. Kortikosteroid diberikan untuk mengatasi
inflamasi yang biasa digunakan untuk mengobati obstruksi aliran udara
reversibel dan mengontrol gejala serta mengurangi hiperreaktivitas pada sama
kronik. Kortikosteroid diberika melalui parenteral, oral, atau aerosol. Obat
antiinflamasi nonsteroid seperti Cromolyn sodium diberikan untuk memblok
rekasi cepat dan lambat terhadap alergi yang menstabilkan membran sel mast,
menghambat aktivasi dan membebaskan mediator dari eosinofil dan sel
epitelium, dan menghambat penyempitan jalan nafas akut setelah mengalami
aktivitas, udara dingin kering, dan sulfur dioksida.
b) Pemberian terapi bronkhodilator. Terapi antikolinergik digunakan untuk
mengurangi intrinsik tonus vagal pada jalan nafas dan memblok refleks
bronkhokostrinksi yang disebabkan iritasi inhalasi.
c) Peningkatan intake cairan
d) Pengobatan respirasi seperti batuk, latihan nafas dalam, dan fifioterapi dada.
Fisioterapi dada membantu relaksasi fisik dan mental, memperbaiki postur
tubuh, kekuatan otot respirasi, dan pola pernapasan lebih efisien. Fisioterapi
dada dianjurkan dilakukan pada asma akut, kongesti berat atau pneumonia.
e) Pengobatan nebulizer diberikan dengan inhalasi.

B. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, ras, dll
b. Informasi dan diagnosa medik yang penting
c. Data riwayat kesehatan
d. Riwayat kesehatan dahulu : pernah menderita asma sebelumnya, menderita
kelelahan yang amat sangat dengan sianosis ujung jari.
e. Riwayat kesehtan sekarang
 Biasanya klien sesak nafas, batuk – batuk, lesu tidak bergairah, pucat tidak
ada nafsu makan, sakit pada dada dan pada jalan nafas.
 Sesk setelah melakukan aktifitas/menghadapi suatu krisis emosional.
 Sesak nafas karena perubahn udara dan debu.
 Batuk dan susah tidur karena nyeri dada.
f. Riwayat kesehatan keluarga
 Riwayat keluarga (+) asma
 Riwayat keluarga (+) menderita penyakit alergi, seperti rinitis alergi,
sinusitis, dermatitis, dan lain – lain.
Data dasar pengkajian klien
a. Aktifitas/istirahat
Gejala :
 Keletihan, kelelahan, malaise
 Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari – hari karena sulit
bernafas.
 Ketidakmampuan untuk tidur perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.
 Dispnea pada saat istirahat aktivitas dan hiburan.
b. Sirkulasi
Gejala : pembengkakan pada ekstremitas bawah
c. Integritas ego
Gejala :
 Peningkatan faktor resiko
 Perubahan pola hidup
d. Makanan dan cairan
Gejala :
 Mual/muntah
 Nafsu makan menurun
 Ketidakmampuan untuk makan
e. Pernafasan
Gejala :
 Nafas pendek, dada rasa tertekan dan ketidakmampuan untuk bernafas
 Batuk dengan produksi sputum berwarna keputihan
Tanda
 Pernafasan biasanya cepat, fase ekspirasi biasanya memanjang
 Penggunaan otot bantu nafas
 Bunyi nafas mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan
selalu inspirasi berlanjut sampai penurunan/tdak adanya bunyi nafas.
f. Keamanan
Gejala : riwayat reaksi alergi/sensitif terhadap zat
g. Seksualitas
Penurunan libido
2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme,peningkatan
produksi sekret, sekresi btertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energy/
kelemahan.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen,
kerusakan alveoli.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelemahan,efek samping obat,produksi sputum dan anoreksia, mual/ muntah

3. Intervensi
No DX. Keperawatan Tujuan NOC Intervensi NIC

1. Bersihan jalan nafas tidak Tujuan: Setelah diberikan 1. Kaji ulang fungsi
efektif berhubungan dengan tindakan keperawatan pernapasan: bunyi
bronkospasme,peningkatan kebersihan napas menjadi napas, kecepatan,
produksi sekret, sekresi Efektif. irama, kedalaman dan
btertahan, tebal, sekresi Kriteria hasil: penggunaan otot
kental, penurunan energy/ - Mempertahankan jalan aksesori.
kelemahan. napas pasien. 2. Catat kemampuan
- Mengeluarkan secret untuk mengeluarkan
Definisi: tanpa bantuan secret atau batuk
Ketidak mampuan untuk - Berpartisipasi dalam efektif, catat karakter,
membersikan sekresi atau program pengobatan jumlah spuntum,
obstruksi dari saluran sesuai kondisi adanya hemoptisis.
pernafasan untuk - Mengidentifikasi 3. Berikan pasien posisi
mempertahankan potensial komplikasi dan semi atau fowler,
kebersihan jalan nafas. melakukan tindakan bantu/ ajarkan batuk
tepat. efektif dan latihan
- TTV dalam rentang napas dalam.
normal (TD,Nadi,RR) 4. Bersihkan secret dari
mulut dan trakea,
suction bila perlu
5. Pertahankan intake
cairan minimal 2500
ml/hari kecuali
kontraindikasi
6. Lakukan fisiotherapy
dada jika diperlukan.
2. Gangguan pertukaran gas Tujuan: Setelah dilakukan 1. Kaji dispnea, takipnea,
berhubungan dengan keperawatan pertukaran bunyi pernapasan
gangguan suplai oksigen, gas efektif abnormal. Peningkatan
kerusakan alveoli. Kriteria hasil : upaya respirasi,
- Melaporkan tidak keterbatasan ekspansi
Definisi: kelebihan atau terjadinya dispnea dada dan kelemahan
kekurangan dalam - Menunjukkan perbaikan 2. Evaluasi perubahan
oksigenasi dan atau ventilasi dan oksigenasi tingkat kesadaran, catat
pengeluaran jaringan adekuat dengan tanda-tanda sianosis
karbondioksida di dalam GDA dalam rentang dan perubahan warna
membrane kapiler alvioli normal. kulit, membrane
mukosa dan dan warna
kuku
3. Demonstrasikan/
anjurkan untuk
mengeluarkan napas
dengan bibir disiutkan,
terutama pada pasien
dengan fibrosis atau
kerusakan parenkim.
4. Anjurkan untuk bedres,
batasi dan bantu
aktivitas sesuai
kebutuhan
5. Monitor GDA
3. Perubahan nutrisi kurang NOC NIC
dari kebutuhan tubuh - Nutritiomal status Nutrition Management
berhubungan dengan - Nutritional status : food - Kolaborasi dengan ahli
dispnea, kelemahan,efek and fluid intake gizi untuk menentukan
samping obat,produksi - Nutritional status : jumlah kalori dan
sputum dan anoreksia, nutrient intakeweight nutrisi yang dibutuhkan
mual/ muntah control pasien.
Kriteria hasil : - Berikan informasi
Definisi : asupan nutrisi - Adanya peningkatan berat tentang kebutuhan
tidak cukup untuk badan sesuai dengan nutrisi
memenuhi kebutuhan tujian Nutrition Monitoring
metabolik - Berat badan ideal sesuai - Monitor adanya
dengan tinggi badan penurunan berat badan
- Mampu mengidentifikasi - Monitor mual muntah
kebutuhan nutrisi - Montor kadar albumin,
- Tidak ada tanda – tanda total prptein, Hb, dan
malnutrisi kadar Ht
- Menunjukkan - Monitor kalori dan
peningkatan funsi intake nutrisi
pengecapan dari menelan - Catat adanya edema,
- Tidak terjadi penurunan hiperemik, hipertonik
berat badan yang berarti papila lidah dan cavitas
oral.

You might also like