Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses kehamilan sampai melahirkan merupakan rantai satu kesatuan dari hasil
konsepsi. Gangguan dan penyulit pada kehamilan umumnya ditemukan pada kehamilan
resiko tinggi. Yang dimaksud dengan kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan yang akan
menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar baik terhadap ibu maupun
terhadap janin yang dikandungnya selama masa kehamilan, melahirkan ataupun nifas bila
dibandingkan dengan kehamilan persalinan dan nifas normal. Secara garis besar,
kelangsungan suatu kehamilan sangat bergantung pada keadaan dan kesehatan ibu, plasenta
dan keadaan janin.
Makrosomia adalah salah satu komplikasi pada kehamilan yang akan berdampak
buruk pada persalinan dan pada saat bayi lahir apabila komplikasi tersebut tidak dideteksi
secara dini dan segera ditangani. Bayi besar (makrosomia) adalah bayi yang begitu lahir
memiliki bobot lebih dari 4000 gram.Padahal pada normalnya, berat bayi baru lahir adalah
sekitar 2.500-4000 gram.Berat neonatus pada umumnya kurang dari 4000 gram dan jarang
melebihi 5000 gram. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000 gram adalah 5,3% dan yang
lebih dari 4500 gram adalah 0,4%.
Persalinan dengan penyulit makrosomia umumnya faktor keturunan memegang
peranan penting.Selain itu janin besar dijumpai pada wanita hamil dengan diabetes mellitus,
pada postmaturitas dan pada grande multipara.Apabila kepala anak sudah lahir tetapi
kelahiran bagian-bagian lain macet janin dapat meninggal akibat asfiksia.Pada disproporsi
sefalopelvik (tidak seimbang kepala panggul) karena janin besar, seksio sesarea perlu
dipertimbangkan.
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. G
Umur : 31tahun
Suku/Bangsa : Melayu/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jln. DR.Tazar No. 34 RT 16 Buluran Kenali
Suami
Nama Suami : Tn. R
Umur : 27 tahun
Suku/Bangsa : melayu/Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jln. DR.Tazar No. 34 RT 16 Buluran Kenali
No. MR : 361002
II. Anamnesis
Keluhan utama :
Os. Datang dengan keluhan mules - mules disertai keluarnya lendir bercampur
darah dari jalan lahir.
.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), Hepatitis (-)
Riwayat Haid
Menarche umur : 13 tahun
Haid : teratur
Lama haid : 7 hari
Siklus : 28 hari
Warna : Merah tua
Bentuk Perdarahan/Haid : Encer
Bau Haid : Anyir
Flour Albus :-
Riwayat Perkawinan
Status perkawinan : Ya
Jumlah : 1 kali
Lama : 6tahun
Umur : 31 tahun
a. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
NN Tahun Umur Jenis Anak Ket
Penolong Penyulit Nifas
o partus Kehamilan Persalinan JK BB (gr)
1. 2014 Aterm Sc Dokter Bayi - LK 4600 Hidup
Besar
2. Ini
b. Riwayat KB
DM : Disangkal
Hepatitis : Disangkal
Hipertensi : Disangkal
Tifoid : Disangkal
PJK : Disangkal
TB : Disangkal
b. Leher
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV
Perkusi : apex jantung berapa di ICS IV
Auskultasi : BJ I/II reguler, murmur (-), gallop s3 (-)
Pulmo :
Palpasi : Nyeri tekan (-), Nyeri lepas (-), pembesaran hepar (-),
pembesaran lien (-)
Perkusi : Tympani (+) pada seluruh bagian abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) normal
4. Ekstremitas : akral hangat, pucat (-),Edema (-/-),Simetris kiri dan kanan.
5 .GenitaliaExterna:
Labia Mayora/Minora : simetris
Pembengkakan Kelenjar Bartholini :Tidak ada
3. Palpasi
TFU : 40 cm
Leopold I : teraba massa lunak tidak melenting
Leopold II : punggung kiri
Leopold III : teraba masa keras melenting
Leopold IV : belum masuk PAP
TBJ : 4,495 gr
HIS :2x10’x15”
4. Auskultasi
Lokasi DJJ : Di bawah pusat
Frekuensi DJJ : 145x
Bising Usus : Positif
5. Pemeriksaan dalam
Portio : Tebal
Pembukaan :-
Ketuban :+
Penunjuk : UUK anterior kanan
Presentasi :Kepala
Penurunan :Hodge I
6. Pemeriksaan panggul:
a) Pintu Atas Panggul:
- Linea ingeminta: tidak dilakukan
- Promontorium : tidak dilakukan
- Conjugata vera : -
b) Pintu Tengah panggul:
- Dinding Panggul: tidak dilakukan
- Os sacrum: tidak dilakukan
- Spina Ischiadica: tidak dilakukan
c) Pintu Bawah Panggul
- Oc Coccygeus:
- Arcus Pubis:-
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Rutin (23-09-2017)
WBC : 7,12 x 10 3 /mm3
RBC : 3,99 x 10 6 /mm3
Hb : 10 g/dl
Ht : 31,2 %
PLT : 227x 109/mm3
MCV : 78,2
MCH : 25,1
MCHC : 321
b.GDS : 99 mg/dl
DIAGNOSIS
G2P1A0 gravida 38-39 minggu inpartu kala 1 fase laten JTH intrauterin, preskep +
Riwayat SC + Makrosomia
PENATALAKSANAAN
IFVD RL 500cc 20 tpm
Observasi KU dan TTV
Ceftiaxone 1x2 gr
R/ SC cito
LAPORAN OPERASI
Nama dokter : dr. Firmansyah, Sp.OG
Diagnosa pre operatif : G2P1A0 gravida 38-39 minggu inpartu kala 1 fase laten JTH
intrauterin, preskep + Riwayat SC + Makrosomia
Diagnosa post operatif : P2A0 Post SCTP dengan bekas SC + makrosomia
Tanggal operasi : 23 September 2017 pukul 17.30 wib
- Os tidur di meja operasi dengan anastesi spinal, desinfeksi daerah tindakan dengan
aseptik dan antiseptik
- Insisi dinding abdomen secara pfannenstel / Mediana sampai peritoneum terbuka
- Buka Plika Vesica Uteria
- Insisi SBR Seminular
- Luksir ( Kepala/ Bokong ) bayi hingga bayi lahir
JK: P BB:29kg PB:48 Jam: 13:25 A/S :7/8
- Lahir Plasenta secara manual, kesan lengkap
- Jahit SBR Secara jelujur dan over hecting, lakukan reperionisasi
- Bersihkan Cavum abdomen
- Perdarahan baru tidak ada
- Tutup dinding abdomen lapis demi lapis
- Tindakan Selesai
Instruksi post op :
- Observasi tanda-tanda vital
- Tidur memakai bantal
- Boleh minum perlahan
Terapi :
- Terpasang kateter
- Boleh minum bertahap
- Pengawasan TTV
P:
Non medika mentosa :
- Asupan nutrisi
- Pantau TTV
Medika Mentosa :
- IVFD RL + drip ketorolac 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
- Inj. Tramadol 3x1amp
- Cek HB post op
Medika Mentosa :
- Cefixime 2x100 mg
- As. Mafenamat 3x500 mg
- Vit. C 2x1
- Aff infus
- GV
- BLPL
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Makrosomia adalah bayi yang berat badannya pada saat lahir lebih dari 4.000
gram..Berat neonatus pada umumnya kurang dari 4000 gram dan jarang melebihi 5000 gram.
Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000 gram adalah 5,3% dan yang lebih dari 4500 gram
adalah 0,4%. 1
B. ETIOLOGI
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan terjadinya kelahiran bayi besar / baby
giant.1
Faktor-faktor dari bayi tersebut diantaranya :
1. Bayi dan ibu yang menderita diabetes sebelum hamil dan bayi dari ibu yang
menderita diabetes selama kehamilan. Sering memiliki kesamaan, mereka
cenderung besar dan montok akibat bertambahnya lemak tubuh dan membesarnya
organ dalam, mukanya sembab dan kemerahan (plethonic) seperti bayi yang
sedang mendapat kortikosteroid. Bayi dari ibu yang menderita diabetes
memperlihatkan insiden sindrom kegawatan pernafasan yang lebih besar dari pada
bayi ibu yang normal pada umur kehamilan yang sama. Insiden yang lebih besar
mungkin terkait dengan pengaruh antagonis antara kortisol dan insulin pola sintesis
surfakton.
2. Terjadinya obesitas pada ibu juga dapat menyebabkan kelahiran bayi besar (bayi
giant).
3. Pola makan ibu yang tidak seimbang atau berlebihan juga mempengaruhi kelahiran
bayi besar.
Risiko Ibu
Kemungkinan komplikasi makrosomia janin bagi ibu mungkin mencakup:
• Masalah kelahiran. Makrosomia janin dapat menyebabkan bayi menjadi terjepit di jalan
lahir, mengalami cedera lahir, atau memerlukan penggunaan forsep atau perangkat
vakum selama persalinan (persalinan pervaginam operatif).Kadang-kadang C-section
juga diperlukan.
• Laserasi saluran kelamin. Selama persalinan, makrosomia janin dapat menyebabkan
bayi melukai jalan lahirnya - seperti dengan merobek jaringan vagina dan otot-otot
antara vagina dan anus (perineum otot).
• Perdarahan setelah melahirkan. Makrosomia janin meningkatkan risiko
ketidaksempurnaan kontraksi otot rahim sang ibu pasca melahirkan (atonia uteri).
Hal ini dapat menyebabkan pendarahan yang serius setelah melahirkan.
• Uterine yang pecah. Jika anda sudah pernah melakukan C-section atau operasi rahim
besar sebelumnya, maka makrosomia janin meningkatkan risiko pecahnya rahim -
komplikasi yang jarang namun serius, dimana rahim tergores hingga terbuka di
sepanjang garis bekas luka akibat C-section atau operasi rahim lainnya.C-section
darurat biasanya diperlukan untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa.
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK1
Pemantauan glukosa darah, kimia darah, analisa gas darah
Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht)
F. KOMPLIKASI1
Bayi besar juga kerap menjadi penyulit pada saat persalinan normal, karena dapat
menyebabkan cedera baik pada ibu maupun bayinya.
Kesulitan yang dapat terjadi adalah :
1. Kesulitan pada ibu :
a) Robekan hebat jalan lahir
b) Perdarahan
c) Terjadi peningkatan persalinan dengan sectio caesaria.
d) Ibu sering mengalami gangguan berjalan pasca melahirkan akibat
peregangan maksimal struktur tulang panggul. Keluhan keluhan tersebut bisa
sembuh dengan perawatan yang baik.
2. Pada bayi :
a) Terjadinya distosia bahu yaitu kepala bayi telah lahir tetapi bahu tersangkut
di jalan lahir.
b) Asfiksia pada bayi sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan untuk
melahirkan bahu.
c) Brachial Palsy (kelumpuhan syaraf di leher) yang ditandai dengan adanya
gangguan motorik pada lengan.
d) Patah tulang selangka (clavicula) yang sengaja dilakukan untuk dapat
melahirkan bahu.
e) Kematian bila bayi tidak dapat dilahirkan.
Makrosomia dapat meningkatkan resiko pada bayi mengalami hipoglikemia,
hipokalsemia, hiperviskostas, dan hiperbilirubinemia.
1. Hipoglikemia
Hipoglikemi sering terjadi pada bayi dari ibu yang menderita penyakit DM
karena cadangan glukosa rendah. Pada ibu DM terjadi transfer glukosa yang
berlebihan pada janin sehingga respon insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir di
mana jalur plasenta terputus maka transfer glukosa berhenti sedangkan respon insulin
masih tinggi (transient hiperinsulinisme) sehingga terjadi hipoglikemi.
Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat
menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola
dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan sampai
kematian.
Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup
selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir. Setiap stress yang terjadi
mengurangi cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan penggunaan cadangan
glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan.
Istilah hipoglikemia digunakan bila kadar gula darah bayi secara bermakna
dibawah kadar rata-rata. Dikatakan hipoglikemia bila kadar glukosa darah kurang dari
30 mg/dl pada semua neonatus tanpa menilai masa gestasi atau ada tidaknya gejala
hepoglikemia. Umumnya hepoglikemia terjadi pada neonatus umur 1 – 2 jam.
2. Hipokalsemia
Bayi menderita hipokalsemia bika kadar kalsium dalam serum kurang dari 7
mg/dl (dengan/tanpa gejala), atau kadar kalsium 10 n kurang dari 3 mg/dl.
Kejadiannya adalah kira-kira 50% pada bayi dari ibu penderita DM. Beratnya
hipokalsemia berhubungan dengan beratnya diabetes ibu dan berkurangnya fungsi
kelenar paranoid kadar kalsium terendah terjadi pada umur 24-72 jam.
4. Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah >13 mg/dL.
Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit.Bilirubin
mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5.
Setelah itu perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa
minggu. Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah fisiologis,
kecuali:
a) Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan
b) Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang
bulan >10 mg/dL
c) Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam
d) Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL
e) Ikterus menetap pada usia >2 minggu
f) Terdapat faktor resiko
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:
- Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan
berumur lebih pendek.
- Fungsi hepar yang belum sempurna
SECTIO CAESAREA
a. Definisi
Seksio sesaria atau persalinan sesaria didefinisikan sebagai melahirkan janin melalui
insisi dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi).Definisi ini tidak
mencakup pengangkatan janin dari kavum abdomen dalam kasus ruptur uteri/kehamilan
abdominal.Tindakan ini dilakukan untuk mencegah kematian ibu dan bayi karena
kemungkinan-kemungkinan komplikasi yang dapat timbul bila persalinan tersebut
berlangsung pervaginam.
b. Epidemiologi
Seksio sesarea atau persalinan sesaria adalah prosedur pembedahan untuk melahirkan
janin melalui sayatan perut dan dinding rahim.Seksio sesaria makin meningkat sebagai
tindakan akhir dari berbagai kesulitan persalinan.Indikasi yang banyak dikemukakan adalah;
persalinan lama sampai persalinan macet, ruptura uteri iminens, gawat janin, janin besar, dan
perdarahan antepartum.
Sejak tahun 1986 di Amerika satu dari empat persalinan diakhiri dengan seksio
sesaria. Di Inggris angka kejadian seksio sesaria di Rumah Sakit Pendidikan relatif stabil
yaitu antara 11-12 %, di Italia pada tahun 1980 sebesar 3,2% - 14,5%, pada tahun 1987
meningkat menjadi 17,5%. Dari tahun 1965 sampai 1988, angka persalinan sesarea di
Amerika Serikat meningkat progresif dari hanya 4,5% menjadi 25%. Sebagian besar
peningkatan ini terjadi sekitar tahun 1970-an dan tahun 1980-an di seluruh negara barat. Pada
tahun 2002 mencapai 26,1%, angka tertinggi yang pernah tercatat di Amerika Serikat.2,3,4,5
Di Indonesia angka persalinan dengan seksio sesaria di 12 Rumah Sakit Pendidikan
berkisar antara 2,1%-11,8%. 2,6,7
A. Definisi
VBAC (Vaginal Birth After Cesarean-section) adalah proses melahirkan normal
setelah pernah melakukan seksio sesarea. VBAC menjadi isu yang sangat penting dalam
ilmu kedokteran khususnya dalam bidang obstetrik karena pro dan kontra akan tindakan
ini. Baik dalam kalangan medis ataupun masyarakat umum selalu muncul pertanyaan,
apakah VBAC aman bagi keselamatan ibu.Pendapat yang paling sering muncul adalah
orang yang pernah melakukan seksio harus seksio untuk selanjutnya.Juga banyak para ahli
yang berpendapat bahawa melahirkan normal setelah pernah melakukan seksio sesarea
sangat berbahaya bagi keselamatan ibu dan seksio adalah pilihan terbaik bagi ibu dan
anak.
VBAC belum banyak diterima sampai akhir tahun 1970an. Melihat peningkatan
angka kejadian seksio sesarea oleh United States Public Health Service, melalui
Consensus Development Conference on Cesarean Child Birth pada tahun 1980
menyatakan bahwa VBAC dengan insisi uterus transversal pada segmen bawah rahim
adalah tindakan yang aman dan dapat diterima dalam rangka menurunkan angka kejadian
seksio sesarea pada tahun 2000 menjadi 15%.8 Pada tahun 1989 National Institute of
Health dan American College of Obstetricans and Gynecologists mengeluarkan statemen,
yang menganjurkan para ahli obstetri untuk mendukung "trial of labor" pada pasien-
pasien yang telah mengalami seksio sesarea sebelumnya, dimana VBAC merupakan
tindakan yang aman sebagai pengganti seksio sesarea ulangan. Walau bagaimanapun,
mulai tahun 1996 jumlah percobaan partus pervaginal telah berkurang dan menyumbang
kepada peningkatan jumlah partus secara seksio sesarea ulang.
Berbagai faktor medis dan nonmedis diperkirakan menjadi faktor penurunan
jumlah percobaan partus pevaginam ini.Faktor-faktor ini sebenarnya masih belum
difahami dengan jelas.Salah satu faktor yang paling sering dikemukan para ahli adalah
resiko ruptur uteri.Pada tindakan percobaan partus pervaginal yang gagal, yaitu pada
maternal yang harus melakukan seksio sesarea ulang didapati resiko komplikasi lebih
tinggi berbanding VBAC dan partus secara seksio sesarea elektif.Faktor nonmedis
termasuklah restriksi terhadap akses percobaan partus pervaginal.
B. Prasyarat VBAC
Panduan dari American College of Obstetricians and Gynecologists pada tahun
1999 dan 2004 tentang VBAC atau yang juga dikenal dengan trial of scar memerlukan
kehadiran seorang dokter ahli kebidanan, seorang ahli anastesi dan staf yang mempunyai
keahlian dalam hal persalinan dengan seksio sesarea emergensi. Sebagai penunjangnya
kamar operasi dan staf disiagakan, darah yang telah di-crossmatch disiapkan dan alat
monitor denyut jantung janin manual ataupun elektronik harus tersedia .
Pada kebanyakan senter merekomendasikan pada setiap unit persalinan yang
melakukan VBAC harus tersedia tim yang siap untuk melakukan seksio sesarea emergensi
dalam waktu 20 sampai 30 menit untuk antisipasi apabila terjadi fetal distress atau ruptur
uteri.9
D. Induksi Persalinan
McDonagh MS et al dalam suatu sistematik review mengidentifikasi 14 penelitian
dan belum ada suatu penelitian yang baik untuk mengetahui keuntungan dan kerugian
induksi persalinan pada pasien dengan persalinan sesar sebelumnya. Mereka mendapatkan
bahwa induksi lebih sering mengakibatkan persalinan secara sesar dibandingkan dengan
persalinan spontan, yang secara tak terduga konsisten terlihat pada pasien tanpa parut
uterus.Angka persalinan sesar pada pasien dengan riwayat sesar yang mengalami
persalinan spontan dan induksi dengan oksitosin kira-kira 20% (11-35%) dan 32% (18-
44%). (Wing)
Dodd JM et al pada suatu sistematik review yang lain menduga risiko ruptura parut
uterus pada lebih dari 20 ribu pasien dengan riwayat sesar antara tahun 1987-1996. Rata-
rata terjadi ruptur 4,5 per 1000 (91 dari 20.095). Pada persalinan dengan induksi perlu
pertimbangan selanjutnya terhadap risiko yang berhubungan dengan induksi prostaglandin
dan non-prostaglandin. Sedangkan McDonagh mengemukakan OR ruptur uteri adalah
6,15 (95% CI 0,74-51,4) untuk induksi persalinan dibanding dengan persalinan spontan.
1. Induksi dengan oksitosin
Suatu sistematik review secara retrospektif mengumpulkan data bahwa pada
pasien dengan riwayat persalinan sesar tidak didapatkan gangguan parut uterus yang
lebih besar pada pasien yang menggunakan oksitosin dalam persalinan dibandingkan
dengan persalinan spontan. (OR 2,1 95% CI 0,76-5,78). Hasil ini memberikan
pengertian yang serius karena tidak adanya data yang cukup dari percobaan random,
kualitas kontrol penelitian yang kurang baik dan pengamatan yang kebanyakan
rangkaian dilaporkan tentang peningkatan risiko ruptura uteri dengan induksi tetapi
dengan interval kepercayaan yang luas sehingga arti statistik tidak bisa ditunjukkan.
Penting juga dicatat bahwa maksimal dosis oksitosin yang digunakan jarang dilaporkan
dengan begitu ambang batas dosis yang dapat menyebabkan ruptura uteri tidak dapat
dipastikan dari data yang ada.
Data ini tidak memberikan kesimpulan yang pasti seperti pada penggunaan
oksitosin untuk induksi persalinan pada wanita yang mencoba vaginal birth after
caesarean (VBAC) yang berhubungan peningkatan risiko ruptura uteri. Yang pasti
pengambilan keputusan klinis seperti pada penggunaan oksitosin pada pasien dengan
riwayat sesar dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk ada tidaknya aktivitas uterus
sebelumnya, kondisi pembukaan serviks, usia kehamilan saat induksi, riwayat
persalinan vaginal sebelumnya dan indikasi induksi. Tidak adanya data yang pasti
menunjukkan risiko tinggi ruptura, Wing et all menggunakan oksitosin untuk induksi
persalinan pada VBAC jika ada indikasi standar obstetrik.
2. Induksi dengan prostaglandin
Sama halnya dengan oksitosin, pada penggunaan prostaglandin belum ada data
dari percobaan random yang besar dan kurangnya data dari kontrol penelitian yang
berkualitas sebagai dasar rekomendasi penggunaan prostaglandin atau agen lain untuk
induksi pada VBAC.
Perhatian tentang penggunaan prostaglandin muncul setelah adanya publikasi
penelitian cohort dari 20.095 primipara yang melahirkan bayi tunggal secara sesar dan
sesudahnya melahirkan bayi kedua. Angka kejadian rupture adalah:
a. Seksio sesar ulangan belum dalam persalinan adalah 1,6/1000
b. Persalinan spontan adalah 5,2/1000
c. Induksi bukan prostaglandin adalah 7,7/1000
d. Induksi prostaglandin adalah 24,5/1000
Kejadian ruptura pada persalinan spontan dan persalinan induksi bukan dengan
prostaglandin secara signifikan tidak berbeda, tetapi keduanya lebih tinggi dibanding
dengan seksio sesar ulangan belum dalam persalinan.Risiko ruptura tertinggi terjadi
pada induksi persalinan dengan prostaglandin. Dibandingkan dengan seksio sesar
ulangan belum dalam persalinan risiko rupture pada persalinan spontan adalah RR
3,3(95% CI 1,8-6,0) dan dengan prostaglandin RR 15,6 (95% CI 8,1-30,0).
Landon (2004) membandingkan risiko ruptura penggunaan prostaglandin
(140/10.000) dengan foley kateter (89/10.000) untuk dilatasi serviks. Suatu penelitian
retrospektif yang besar di skotlandia pada lebih 36.000 wanita dengan riwayat sesar,
4.600 diantaranya menggunakan prostaglandin menunjukkan peningkatan risiko ruptura
uteri sebagai penyebab utama kematian perinatal yang berhubungan dengan
penggunaan prostaglandin.
ACOG ( American College of Obstetricians and Gynecologists) menyarankan
adanya konseling seperti risk dan benefit terhadap induksi persalinan, seleksi wanita
yang akan menjalani VBAC dan menghindari penggunaan prostaglandin E1 dan
oxytosin. SOGC (Society of Obstericians and Gynaecologists of Canada) juga
merekomendasi hal yang sama.
F. Resiko VBAC10
1. Terhadap ibu
Menurut Kirt EP dan Goldberg menyatakan resiko terhadap ibu yang melakukan
persalinan pervaginal dibandingkan dengan seksio sesarea ulangan elektif pada bekas
seksio sesarea adalah seperti berikut :
a. Insiden demam lebih kecil secara bermakna pada persalinan pervaginal yang
berhasil dibanding dengan seksio sesarea ulangan elektif
b. Pada persalinan pervaginal yang gagal yang dilanjutkan dengan seksio sesarea
insiden demam lebih tinggi
c. Tidak banyak perbedaan insiden dehisensi uterus pada persalinan pervaginal
dibanding dengan seksio sesarea elektif
d. Dehisensi atau ruptur uteri setelah gagal persalinan pervaginal adalah 2.8 kali dari
seksio sesarea elektif
e. Mortalitas ibu pada seksio sesarea ulangan elektif dan persalinan pervaginal sangat
rendah
f. Kelompok persalinan pervaginal mempunyai rawat inap yang lebih singkat,
penurunan insiden transfusi darah pada paska persalinan dan penurunan insiden
demam paska persalinan dibanding dengan seksio sesarea elektif
2. Terhadap bayi
Angka kematian perinatal dari hasil penelitian terhadap lebih dari 4.500
persalinan pervaginal adalah 1.4% serta resiko kematian perinatal pada persalinan
percobaan adalah 2.1 kali lebih besar dibanding seksio sesarea elektif namun jika berat
badan janin < 750 gram dan kelainan kongenital berat tidak diperhitungkan maka angka
kematian perinatal dari persalinan pervaginal tidak berbeda secara bermakna dari seksio
sesarea ulangan elektif (Kirk, 1990).
Menurut Flamm BL melaporkan angka kematian perinatal adalah 7 per 1.000
kelahiran hidup pada persalinan pervaginal, angka ini tidak berbeda secara bermakna
dari angka kematian perinatal dari rumah sakit yang ditelitinya yaitu 10 per 1.000
kelahiran hidup.
Menurut Caughey AB melaporkan 463 dari 478 (97 %) dari bayi yang lahir
pervaginal mempunyai skor Apgar pada 5 menit pertama adalah 8 atau lebih. Menurut
McMahon bahwa skor Apgar bayi yang lahir tidak berbeda bermakna pada VBAC
dibanding seksio sesarea ulangan elektif.Menurut Flamm BL juga melaporkan
morbiditas bayi yang lahir dengan seksio sesarea ulangan setelah gagal VBAC lebih
tinggi dibandingkan dengan yang berhasil VBAC dan morbiditas bayi yang berhasil
VBAC tidak berbeda bermakna dengan bayi yang lahir normal.
G. Sistem Skoring
Untuk memprediksi keberhasilan penanganan persalinan pervaginal bekas seksio
sesarea, beberapa peneliti telah membuat sistem skoring.Flamm dan Geiger menentukan
panduan dalam penanganan persalinan bekas seksio sesarea dalam bentuk sistem
skoring.Weinstein dkk juga telah membuat suatu sistem skoring untuk pasien bekas seksio
sesarea.
Adapun skoring menurut Flamm dan Geiger yang ditentukan untuk memprediksi
persalinan pada wanita dengan bekas seksio sesarea adalah seperti tertera pada table
dibawah ini:
No Karakteristik Skor
Dari hasil penelitian Flamm dan Geiger terhadap skor development group
diperoleh hasil seperti tabel dibawah ini:
Skor Angka Keberhasilan (%)
0–2 42-49
3 59-60
4 64-67
5 77-79
6 88-89
7 93
8 – 10 95-99
Total 74-75
Weinstein juga telah membuat suatu sistem skoring yang bertujuan untuk
memprediksi keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea, adapun sistem
skoring yang digunakan adalah :
Faktor Ya Tidak
Bhisop Score ≥ 4 0 4
Angka keberhasilan persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea pada sistem
skoring menurut Weinstein adalah seperti di tabel berikut :
Skor Angka Keberhasilan (%)
≥4 ≥4
≥6 ≥ 67
≥8 ≥ 78
≥ 10 ≥ 85
≥ 12 ≥ 88
H. Monitoring
Ada beberapa alasan mengapa seseorang wanita seharusnya dibantu dengan
persalinan pervaginam.Hal ini disebabkan karena komplikasi akibat seksio sesarea lebih
tinggi. Pada seksio sesarea terdapat kecendrungan kehilangan darah yang banyak,
peningkatan kejadian transfusi dan infeksi, akan menambah lama rawatan masa nifas di
Rumah Sakit. Juga akan memperlama perawatan di rumah dibandingkan persalinan
pervaginam. Sebagai tambahan biaya Rumah Sakit akan dua kali lebih mahal.
Walaupun angka kejadian ruptura uteri pada persalinan pervaginam setelah seksio
sesarea adalah rendah, tapi hal ini dapat menyebabkan kematian pada janin dan ibu. Untuk
antisipasi perlu dilakukan monitoring pada persalinan ini.
Pasien dengan bekas seksio sesarea membutuhkan manajemen khusus pada waktu
antenatal maupun pada waktu persalinan. Jika persalinan diawasi dengan ketat melalui
monitor kardiotokografi kontinu; denyut jantung janin dan tekanan intra uterin dapat
membantu untuk mengidentifikasi ruptura uteri lebih dini sehingga respon tenaga medis
bisa cepat maka ibu dan bayi bisa diselamatkan apabila terjadi ruptura uteri.
I. Komplikasi
Komplikasi paling berat yang dapat terjadi dalam melakukan persalinan
pervaginam adalah ruptura uteri. Ruptura jaringan parut bekas seksio sesarea sering
tersembunyi dan tidak menimbulkan gejala yang khas. Dilaporkan bahwa kejadian ruptura
uteri pada bekas seksio sesarea insisi Segmen Bawah Rahim lebih kecil dari 1 % (0,2 – 0,8
% ). Kejadian ruptura uteri pada persalinan pervaginam dengan riwayat insisi seksio
sesarea korporal dilaporkan oleh Scott dan American College of Obstetricans and
Gynekologists adalah sebesar 4 – 9 %. Farmer melaporkan kejadian ruptura uteri selama
partus percobaan pada bekas seksio sesarea sebanyak 0,8% dan dehisensi 0,7%
Apabila terjadi ruptur uteri maka janin, tali pusat, plasenta atau bayi akan keluar
dari robekan rahim dan masuk ke rongga abdomen. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
pada ibu, gawat janin dan kematian janin serta ibu. Kadang-kadang harus dilakukan
histerektomi emergensi. Kasus ruptura uteri ini lebih sering terjadi pada seksio sesarea
klasik dibandingkan dengan seksio sesarea pada segmen bawah rahim. Ruptura uteri pada
seksio sesarea klasik terjadi 5-12 % sedangkan pada seksio sesarea pada segmen bawah
rahim 0,5-1 %
Tanda yang sering dijumpai pada ruptura uteri adalah denyut jantung janin tak
normal dengan deselerasi variabel yang lambat laun menjadi deselerasi lambat,
bradiakardia, dan denyut janin tak terdeteksi. Gejala klinis tambahan adalah perdarahan
pervaginam, nyeri abdomen, presentasi janin berubah dan terjadi hipovolemik pada ibu.
Diagnosis
Anamnesis
Teori Kasus
Riwayat Obstetri: Riwayat Merupakan kehamilan kedua
persalinan SC, janin besar pasien dengan usia kehamilan 38-
Riwayat penyakit DM 39 minggu
Pasien riwayat persalinan SC dan
bayi besar
Riwayat penyakit DM tidak ada
Pemeriksaan Fisik
Teori Kasus
Antropometri Ibu Berat badan ibu 100kg.
- Terjadinya obesitas pada ibu juga
dapat menyebabkan kelahiran bayi
besar.
- Pola makan ibu yang tidak
seimbang atau berlebihan juga
mempengaruhi kelahiran bayi
besar.
Pada Palpasi didapatkan TFU= 40
Pemeriksaan Abdomen cm
- Ukuran janin > 4 kg Taksir berat badan janin: (40-11)
Kepala masih diatas PAP x 155 = 4,495 gram
Pemeriksaan leopold
Pemeriksaan Dalam
Teori Kasus
Kemajuan Persalinan
Teori Kasus
Distosia adalah persalinan yang Pasien sudah mengalami pembukaan 1
abnormal atau sulit dan ditandai sejak jam 23:00 malam satu hari sebelum
dengan terlalu lambatnya kemajuan ke rumah sakit, pada jam 11 siang
persalinan. 30% ibu dengan berikutnya , dipoli rumah sakit masih
persalinan berkepanjangan mengalami pembukaan 1 tidak ada kemajuan dari
disproporsi sefalopelvik. pembukaan serviks.
Penunjang Diagnostik
Teori Kasus
Pemantauan glukosa darah, Selama masa kehamilannya,
kimia darah, analisa gas darah pasien rutin melakukan
Hemoglobin (Hb), Hematokrit pemeriksaan kehamilan di bidan
(Ht) dan selalu melakukan
pemeriksaan USG di Praktek
Dokter.
pemeriksaan glukosa darah : 99
Hb : 10 gr% Ht :31,2 %
Tatalaksana
Teori Kasus
Partus Percobaan Pada pasien dilakukan sectio caesarea
- Trial of labor
- Test of labor
Seksio caesarea
BAB V
KESIMPULAN
Makrosomia adalah bayi yang berat badannya pada saat lahir lebih dari 4.000
gram.Faktor-faktor dari bayi tersebut diantaranya :Bayi dan ibu yang menderita diabetes
sebelum hamil dan bayi dari ibu yang menderita diabetes selama kehamilan,terjadinya
obesitas pada ibu pola makan ibu yang tidak seimbang atau berlebihan.
Seksio sesaria atau persalinan sesaria didefinisikan sebagai melahirkan janin melalui
insisi dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi ).
VBAC (Vaginal Birth After Cesarean-section) adalah proses melahirkan normal
setelah pernah melakukan seksio sesarea.Seorang ibu hamil dengan bekas seksio sesarea akan
dilakukan seksio sesarea kembali atau dengan persalinan pervaginam tergantung apakah
syarat persalinan pervaginam terpenuhi atau tidak