You are on page 1of 24

APPENDISITIS AKUT

KASUS

Pasien T, wanita, belum kawin, 17 tahun, MR 01-27-47, datang ke IGD RSUD Bangkinang, Senin, 22
September 2008, dengan :

ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA : Nyeri perut kanan bawah

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :


 Sejak 3 hari sebelum masuk RS, pasien merasakan nyeri pada perut kanan bawah. Sekitar 6 jam
sebelumnya, nyeri dirasakan di ulu hati. Nyeri bersifat terus-menerus semakin lama semakin kuat tidak
tertahankan, bertambah dengan pergerakan dan batuk.
 Pasien merasakan mual dan muntah ± 5x/hari, berisi air bercampur makanan, sebanyak ¼ gelas aqua
sekali muntah
 Demam sejak 3 hari yang lalu.
 Pasien tidak BAB sejak 3 hari yang lalu
 BAK tidak nyeri, tidak berdarah, berwarna kuning jernih, riwayat keluar batu (-).
 Riwayat nyeri pinggang (-), Riwayat nyeri panggul (-), Riwayat nyeri yang menjalar ke punggung (-).
 Riwayat menstruasi teratur, nyeri menstruasi (-), HPHT tanggal 16-9-2008 dan selesai menstruasi 1
hari sebelum masuk RS
 Riwayat keputihan (-)

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :


Riwayat sakit maag (-)

PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Keadaan umum : Tampak kesakitan, pasien berbaring dengan kaki kanan sedikit flexi
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Gizi : Baik
Vital sign : TD : 130/90 mmHg
Nadi : 128x/’
Nafas : 20 x/’
Suhu : 38,6 °C

KEPALA-LEHER : TAK
THORAK : TAK
ABDOMEN : Status lokalis
GENITOURINARIUS : TAK
EKSTREMITAS : TAK

STATUS LOKALIS:
Abdomen
 Inspeksi : Perut tampak datar
 Palpasi : Nyeri tekan dan nyeri lepas Mc Burney, Rovsing sign (-), Blumberg sign (-), massa (-),
muscle rigidity (-)
 Perkusi : Timpani, nyeri ketok kuadran kanan bawah (+)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal

PEMERIKSAAN KHUSUS
Psoas sign (+)
Obturator sign (+)

CVA KANAN KIRI


Tanda radang - -
Ginjal teraba - -
Ballotement - -
Nyeri tekan - -
Nyeri ketok - -

RECTAL TOUCHER
 Anus tenang
 Tonus sphincter ani baik
 Mukosa licin
 Ampula berisi
 Nyeri tekan (+) jam 9-11
 Tidak teraba massa
 Hand schoen feces (+) warna kuning, darah (-), lendir (-)

DIAGNOSIS KERJA : Appendisitis akut

DIAGNOSIS DIFFERENSIAL : Kista ovarium terpuntir

RENCANA PEMERIKSAAN :
 Leukosit darah
 Urin rutin
 Plano test
 USG abdomen

HASIL PEMERIKSAAN:
 Leukosit : 11.000/ml

HASIL PEMERIKSAAN USG (oleh Sp.OG)


- Uterus besar biasa, adnexa kiri-kanan dalam batas normal
- cairan kavum douglas tidak ada
- Ginekologi tidak ada kelainan
saat ini tidak ada kelainan emergensi di bagian obstetri dan ginekologi

PENATALAKSANAAN:
 IVFD RL 20 gtt/i
 Antibiotik
 Rencana Appendectomy

Apendisitis

Kasus: Wanita, 25 tahun, datang dengan keluhan nyeri abdomen kanan bawah sejak 2 hari yg lalu.
Keluhan utama : Pasien datang dengan nyeri abdomen kanan bawah sejak 2 hari lalu.
Riwayat penyakit sekarang :
- Deskripsi nyeri  terus-menerus/tidak, onset, lokasi, penjalaran, faktor yang memperingan dan
memperburuk
- Keluhan penyerta  cth : mual
- Ada demam? Hubungan demam dengan nyeri  kalau demam dulu biasanya tifoid, kalau nyeri
dulu baru demam bisa apendisitis.
- Keadaan BAB, BAK
- Jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi
- Riwayat menstruasi
Riwayat penyakit dahulu : misal alergi, hemofilia, hipertensi, SLE (pemakaian steroid jangka panjang)
Riwayat penyakit keluarga : misalnya DM, hipertensi, hemofilia
Pemeriksaan Fisik.
- Bisa trauma dan non trauma. Yang PF untuk trauma terbagi 2 yaitu primary survey dan secondary
survey. Yg primer menilai ABC sedangkan yang sekunder menilai status generalis (tanda vital,
status gizi, PF lengkap, status gizi) dan status lokalis trauma.
- Jangan lupa colok dubur untuk kasus nyeri abdomen (pemeriksaan rutin intraabdomen). Kalau
apendisitis nyerinya di jam 9-12
Pemeriksaan Penunjang : Apendisitis biasanya ada leukositosis. Kehamilan ektopik biasanya Hb turun
karena perdarahan. Selain itu dilakukan urinalisis dan USG. USG digunakan bila ada infiltrat dan abses
pada apendisitis
Untuk kasus apendisitis akut, antibiotik diberikan sebagai terapeutik dari operasi yang diduga kotor dan
tercemar (persiapan belum sempurna). Sedangkan pada apendisitis kronis, antibiotik diberikan sebagai
profilaksis karena operasinya dianggap lebih bersih. Untuk kasus-kasus di mana apendisitis belum
ditegakkan (ragu-ragu) jangan sembarangan kasih analgesik dan antibiotik, lebih baik rujuk saja.

Diskusi
Nyeri abdomen:
- Seperti apa?
- Hilang timbul?
- Penyebab/ pencetus??
Kolik: nyeri hilang timbul pada organ berongga akibat gangguan passage disertai gejala otonom
(mual, keringat dingin, pingsan…)
Apa saja yang dimaksud organ berongga??
Saluran cerna:
Esophagus – esophageal junction (sphincter) – gaster (kardia, funsug, anthrum, pylorus) – duodenum –
ligamentum Treitz – jejunum – ileum – valvula Bauhini – caecum – colon ascendens – ligamentum
hepatica – colon transversum – ligamentum lienalis – colon descendens – colon sigmoid – rectum
Saluran bilier:
Hepar (lobus kanan-kiri) – duktus hepatikus dextra/sinistra – duktus hepatica communis – duktus cysticus
– duktus choledocus – papilla Vateri
Pankreas – duktus Wirsungi – papilla Vateri
Sistem Urologi:
Renal – pelviokalises (pelvis renalis) – pelviokalises junction – ureter – vesica urinaria – uretra
Sistem genitalia (wanita)
Ovarium – fimbriae – tuba falopii – uterus – cervix – vagina

Apa yg dimaksud dengan passage?


Gerakan peristalik  gerakan kontraksi dan relaksasi usus / saluran lain yang terkoordinir, sistematik
(dari proksimal  distal) yang mempunyai daya dorong.
Dengan demikian, gangguan passage = obstruksi
Obstruksi dimana?
Usus  ada 3 bagian besar:
1. Rongga (intralumen)
2. Dinding  komponennya: otot, pembuluh darah, saraf
3. Extralumen  penggantung dan rongga extraluminal
Obstruksi pada salah satu dari 3 bagian ini akan mengganggu passage.
- Pada rongga intralumen  skibala, benda asing, batu, cacing (bolus ascaris)
- Pada dinding  tumor (leiomyoma), atresia, spasme (saraf), aganglionik (Morbus Hirschprung),
ulkus, rupture (inflammasi), volvulus, stenosis, atrofi villi, asidosis, gangguan elektrolit, saraf
(central, perifer).
- Pada ekstralumen  tumor mesenterium, Ca prostate (mendorong rectum), hepatoma, kista
ovarium, tumor ginjal (menekan kolon), hepatosplenomegali, myoma uterus, Ca servix, Ca
kandung kemih, tumor omentum

Nyeri  ada 3 jenis:


1. Kolik
2. Iskemia
3. Inflammasi

Kolik
Nyeri hilang timbul pada organ berongga akibat gangguan passage disertai gejala otonom (mual,
keringat dingin, pingsan…)
Mengapa hilang timbul??
Karena nyeri kolik disebabkan karena obstruksi  otot berkontraksi untuk mendorong melawan obstruksi
 akibatnya timbullah nyeri.
Ingat lg di atas, gerakan peristaltic terdiri dari kontraksi dan relaksasi. Nah, waktu kontraksi itulah, karena
benturan gaya, timbul nyeri… waktu relaksasi, ga nyeri. Makanya nyerinya hilang timbul.
Bgini gambaran polanya:

Iskemia
Nyeri iskemia sifatnya menetap. Contohnya pada volvulus dan hernia.
Bgini gambaran polanya:

Kasus khusus: volvulus


Volvulus: ususnya muter  awalnya kolik karena gangguan passage, lalu putarannya semakin parah,
timbullah iskemia, sehingga polanya spt ini:
Iskemia akan menyebabkan nekrosis  perforasi  inflamasi.

Inflamasi
Nyeri inflamasi intensitasnya tinggi dan dipengaruhi oleh peristaltic. Contohnya pada appendicitis.
Polanya:

Pada appendicitis, awalnya iskemia  nyeri somatik (oleh T10), menjalar sampai epigastrium; kemudian
perforasi (inflamasi)  nyeri visceral di kanan bawah.

Appendisitis
- Keluhan: sakit perut (lamanya bervariasi, bisa 1, 3, atau 7 hari), mual muntah, demam.
- Kl anak-anak, biasanya tidak bisa menunjukkan letak sakitnya, secara umum di tengah. Kl nangis
 tambah sakit
- Kl dewasa  sakit di region kanan bawah
- PF:
Nyeri bisa hilang-timbul atau menetap. Jantung paru d.b.n.
Abdomen:
I: datar, kembung (karena gangguan passage) , kulit normal.
Pa: mulai dari bagian yang kira-kira tidak sakit! Pelan-pelan… Nyeri tekan, nyeri lepas?
Pada orang dewasa, bedakan regio nyeri nya  kl cm si kanan bawah, berarti masih local, kl uda
kemana-mana, berarti uda banyak pus, uda menyebar.
Defans  tahanan (kl mau menilai defans, perut harus rileks).
Massa?
Pe: Pelan-pelan, mulai dari yang normal, baru ke yang sakit. Suara biasanya normal.
A: Bising usus  regio kanan bias meningkat, regio lain menurun, atau bias juga tidak terdengar (usus
paralitik karena ada peradangan)
RT bila perlu, biasanya pada orang dewasa ada nyeri tekan di peritoneum bagian bawah kanan, tapi kalau
uda parah, bagian kiri juga sakit.
- P. penunjang:
Lab lengkap  terutama Hb, leu, trombosit  untuk membedakan dengan DHF. Pd DHF, dapat terjadi
ekstravasasi cairan juga ke peritoneum sehingga menimbulkan nyeri abdomen.
- Penatalaksanaan: Operasi
Indikasi operasi: kondisi akut dengan gejala yang khas.
Pada appendicitis, diagnosis hanya dapat ditegakkan berdasarkan gejala. Tidak ada pemeriksaan
penunjang yang benar-benar dapat memastikan. Kadang dalam kasus akut, appendicitis dapat terlihat
dengan USG. Dapat juga digunakan appendixogram  dengan menggunakan kontras, untuk melihat
appendix  masih kelihatan? Kl keliatan: kesan normal (dinding mulus, terisi semua)
1. Dijelaskan tentang anamnesis yang baik. Tujuan anamnesis utk menggali informasi dan diagnosis,
nyeri abdomen ada byk, hrs tau masing2 penyakit, perbedaan, dan persamaan dlm menimbulkan nyeri.
Gali informasi general, utk tau DD dan working diagnosis.
Nyeri kolik: kontraksi kuat karena obstruksi pada organ berongga: GIT, Billiary tract, UTI.
Dimana letaknya? Kapan timbulnya? Bagaimana kondisi timbulnya? Seberapa sakit? Dll.
2. Pemeriksaan Fisik: lebih tekanin juga ke penyakit. Nyeri perut lebih ke keadaan abdomen, dll. Tidak
hanya cek tanda vitalnya. Lebih tekenin ke fungsi organnya terutama saat monitoring post-op. Ca.colon,
gimana BAB nya? Dll.

Nyeri Perut, dibagi 2:


1. Iskemik: karena ada radang, gigitan, gabungan. Nyeri menetap.
2. Colicky: obstruksi organ bersaluran. Nyeri hilang timbul.
Kalau apendisitis gabungan kedua nyeri diatas: radang dan obstruksi. Jadi kalau apendisitis sakit terus,
tapi ada waktu yang sakit banget.

Anatomi apendiks:
Lapisan terluar ada peritoneum visceral-tunika serosa-tunika muskularis-tunika mukosa. Dan sekrsi
mukus diproduksi terus di apendiks. Dan karena ada obstruksi, produksi mukus ga bisa mengalir,
numpuk, jadilah si apendiks membesar, peritoneum visceral melar, dan permeabilitas sel meningkat,
cairan2 pad akeluar, bahkan sampai ke peritoneum parietal.
Semua cairan radang keluar apendiks, jadilah radang meluas dan mulai panas.
-Apendisitis: sakit dulu baru panas.
-Inflamasi lain: panas dulu baru sakit.
Kalau volvulus harus segera, karena iskemik, bisa nekrosis.

Anamnesa Peritonitis

Penderita akan mengeluhkan adanya :

1. Nyeri abdominal akut yang terjadi secara tiba - tiba, hebat, dan pada penderita perforasi (misalnya
perforasi usus), nyeri akan menyebar ke seluruh abdomen. Pada keadaan lain, misalnya
apendisitis, nyeri mula - mula dikarenakan penyebab utamanya, kemudian menyebar secara
gradual dari fokus infeksi dan bila pertahanan tubuh cukup, maka peritonitis tidak akan berlanjut
menjadi peritonitis umum.

2. Nausea dan vomitus biasanya terjadi.

3. Kolaps yang tiba - tiba dapat terjadi pada awal peritonitis kimiawi.
2. Pemeriksaan fisik

Abdomen :

Inspeksi : Simetris, distensi (+)

Palpasi: : Rigiditas pada seluruh lapangan perut (+), nyeri tekan pada seluruh lapangan perut (+), nyeri
lepas pada seluruh lapangan perut (+)

Perkusi : Hipertimpani, pekak hati menurun / tidak ada

Auskultasi : Peristaltik usus menurun / tidak ada

RT (Rectal Toucher)

Perineum : Normal

Sfingter ani : Longgar

Mukosa : Licin, nyeri pada seluruh lapangan

Ampula recti : Kosong

HS : Feses (-), darah (-), Lendir (-).(4.7.9)

Pada anamnesis pasien didapatkan :

- Nyeri seluruh perut yang bersifat akut. Awalnya pasien mengaku sempat merasa nyeri di
daerah epigastrium lalu kemudian menjadi seluruh perut (difus)

- Perut terasa kembung

- Mual-muntah

- Riwayat trauma sebelumnya disangkal

- Riwayat panas badan disangkal

- Riwayat makan jamu-jamuan yang mengandung NSAID à predisposisi tukak peptik

- Riwayat gastritis diakui


- Susah BAB

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

- Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan Hipertensi (165/110 mmHg), Takikardi


(114x/mnt), Takipneu (32x/mnt), Subfebris (37,8oC)

- Pada regio abdomen terdapat nyeri tekan, nyeri lepas, defans muskuler, auskultasi bising
usus menurun

- Pada rectal toucher terdapat nyeri tekan di seluruh jam

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan :

- Leukositosis ringan (10.900)

- Pada thoraks foto tampak pembesaran jantung dan tampak free air di sub diafragma dekstra

- Pada abdomen tegak dan datar, tampak preperitoneal fat menghilang dan psoas line kabur

Kebanyakan pasien datang dengan keluhan nyeri abdomen. Nyeri ini bisa timbul tiba-tiba atau
tersembunyi. Pada awalnya, nyeri abdomen yang timbul sifatnya tumpul dan tidak spesifik (peritoneum
viseral) dan kemudian infeksi berlangsung secara progresif, menetap, nyeri hebat dan semakin
terlokalisasi (peritoneum parietale). Dalam beberapa kasus (misal: perforasi lambung, pankreatitis akut,
iskemia intestinal) nyeri abdomen akan timbul langsung secara umum/general sejak dari awal.9

Mual dan muntah biasanya sering muncul pada pasien dengan peritonitis. Muntah dapat terjadi karena
gesekan organ patologi atau iritasi peritoneal sekunder.9
Anamnesis mengandung data kunci yang dapat mengarahkan diagnosis gawat abdomen. Sifat, letak dan
perpindahan nyeri merupakan gejala yang penting. Demikian juga muntah, kelainan defekasi dan
sembelit. Adanya syok, nyeri tekan, defans muskular, dan perut kembung harus diperhatikan sebagai
gejala dan tanda penting. Sifat nyeri, cara timbulnya dan perjalanan selanjutnya sangat penting untuk
menegakkan diagnosis.3

Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi, pernapasan, suhu badan,
dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi,
perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan.3
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik. Demam dengan
temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan muncul gejala hipotermia.
Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang
disebabkan karena mual damuntah, demam, kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen.
Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal
ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan
keadaan syok sepsis.9
Pada pemeriksaan abdomen, pemeriksaan yang dilakukan akan sangat menimbulkan ketidaknyamanan
bagi pasien, namun pemeriksaan abdomen ini harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan terapi
yang akan dilakukan. Pada inspeksi, pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi
menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan usus
yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang membuncit
dan tegang atau distended.2

Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa sakit di abdomen, auskultasi
dimulai dari arah yang berlawanan dari yang ditunjuik pasien. Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah
terjadi penurunan suara bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau
menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus
ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar
normal.8

Palpasi. Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang sangat sensitif. Bagian
anterir dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif. Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain
dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak
nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses
inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks
otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan
tekanan.8

Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut
menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi bagian yang meradang dan menghindari
gerakan atau tekanan setempat.3
Perkusi. Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara bebas atau cairan bebas
juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien
dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara
bebas tadi.8

Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan colok dubur dan
pemeriksaan vaginal untuk membantu penegakan diagnosis.2,3
Nyeri yang difus pada lipatan peritoneum di kavum doglasi kurang memberikan informasi pada
peritonitis murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan adanya kelainan di daeah panggul, seperti apendisitis,
abses, atau adneksitis. Nyeri pada semua arah menunjukkan general peritonitis. Colok dubur dapat pula
membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus, karena pada paralisis dijumpai ampula rekti
yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampula biasanya kolaps. Pemeriksaan vagina menambah
informasi untuk kemungkinan kelainan pada alat kelamin dalam perempuan.3

Pemeriksaan penunjang kadang perlu untuk mempermudah mengambil keputusan, misalnya pemeriksaan
darah, urin, dan feses. Kadang perlu juga dilakukan pemeriksaan Roentgen dan endoskopi.
Beberapa uji laboratorium tertentu dilakukan, antara lain nilai hemoglobin dan hemotokrit, untuk melihat
kemungkinan adanya perdarahan atau dehidrasi. Hitung leukosit dapat menunjukkan adanya proses
peradangan. Hitung trombosit dan dan faktor koagulasi, selain diperlukan untuk persiapan bedah, juga
dapat membantu menegakkan demam berdarah yang memberikan gejala mirip gawat perut.3
Pencitraan diagnostik yang perlu dilakukan biasanya foto abdomen 3 posisi (supine, upright and lateral
decubitus position) untuk memastikan adanya tanda peritonitis, udara bebas, obstruksi, atau paralisis usus.
Pemeriksaan ultrasonografi sangat membantu untuk menegakkan diagnosis kelainan hati, saluran empedu,
dan pankreas.3
Kadang-kadang, aspirasi cairan dengan jarum (peritoneal fluid culture) dapat digunakan untuk
pemeriksaan laboratorium. Dimana cairan yang diambil diperiksa untu mengetahui organisme penyabab,
sehingga dapat diketahui antibiotik yang efektif yang dapat digunakan. Prosedur ini cukup sederhana, dan
dapat dilakukan pada saat pasien berdiri atau pun berbaring.6

Dalam mengevaluasi pasien dengan kecurigaan iritasi peritoneal, pemeriksaan fisik secara komplit,
adalah penting. Proses penyakit di thoraks dengan iritasi diafragma (misal: emyema), proses ekstra
peritoneal (misal: pyelonefritis, cystitis, retensi urin) dan proses pada dinding abdomen (misal: infeksi,
hematoma dari rektus abdominis) dapat menimbulkan gejala dan tanda yang serupa dengan peritonitis.
Selalu periksa pasien dengan hati-hati untuk menyingkirkan hernia inkarserat yang juga menimbulkan
gejala serupa.9

Pemasaangan Infus
PERSIAPAN

I. Persiapan Klien
- Cek perencanaan Keperawatan klien
- Klien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan

II. Persiapan Alat


- Standar infus
- Ciran infus dan infus set sesuai kebutuhan
- Jarum / wings needle / abocath sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan
- Bidai / alas infus
- Perlak dan torniquet
- Plester dan gunting
- Bengkok
- Sarung tangan bersih
- Kassa seteril
- Kapas alkohol dalam tempatnya
- Bethadine dalam tempatnya

B. PELAKSANAAN

- Perawat cuci tangan


- Memberitahu tindakan yang akan dilakukan dan pasang sampiran
- Mengisis selang infus
- Membuka plastik infus set dengan benar
- Tetap melindungi ujung selang seteril
- Menggantungkan infus set dengan cairan infus dengan posisi cairan infus mengarah keatas
- Menggantung cairan infus di standar cairan infus
- Mengisi kompartemen infus set dengan cara menekan ( tapi jangan sampai terendam )
- Mengisi selang infus dengan cairan yang benar
- Menutup ujung selang dan tutup dengan mempertahankan keseterilan
- Cek adanya udara dalam selang
- Pakai sarung tangan bersih bila perlu
- Memilih posisi yang tepat untuk memasang infus
- Meletakan perlak dan pengalas dibawah bagian yang akan dipungsi
- Memilih vena yang tepat dan benar
- Memasang torniquet
- Desinfeksi vena dengan tekhnik yang benar dengan alkohol dengan tekhnik sirkuler atau dari atas
ke bawah sekali hapus
- Buka kateter ( abocath ) dan periksa apakah ada kerusakan
- Menusukan kateter / abocath pada vena yang telah dipilih dengan apa arah dari arah samping
- Memperhatikan adanya darah dalam kompartemen darah dalam kateter, bila ada maka mandrin sedikit
demi sedikit ditarik keluar sambil kateter dimasukan perlahan-lahan
- Torniquet dicabut
- Menyambungkan dengan ujung selang yang telah terlebih dahulu dikeluarkan cairannya sedikit, dan
sambil dibiarkan menetes sedikit
- Memberi plester pada ujung plastik kateter / abocath tapi tidak menyentuh area penusukan untuk fiksasi
- Membalut dengan kassa bethadine seteril dan menutupnya dengan kassa seteril kering
- Memberi plester dengan benar dan mempertahankan keamanan kateter / abocath agar tidak tercabut
- Mengatur tetasan infus sesuai dengan kebutuhan klien
- Alat-alat dibereskan dan perhatikan respon klien
- Perawat cuci tangan
- Catat tindakan yang dilakukan

C. EVALUASI

- Perhatikan kelancaran infus, dan perhatikian juga respon klien terhadap pemberian tindakan
Memasang infus merupakan salah satu cara
pemberian terapi cairan dengan menggunakan prosedur infasif yang dilaksanakan dengan menggunakan
tehnik aseptik.
Tujuan Memasang Infus:
 Mempertahankan atau menganti cairan tubuh yang hilang
 Memperbaiki keseimbangan asam basa
 Memperbaiki komponen darah
 Tempat memasukkan obat atau terapi intra vena
 Rehidrasi cairan pada pasien shock

Persiapan Alat:
 Alkohol spry
 Infus Set
 IV catheter sesuai ukuran
 Pengalas
 Infus sesuai pesanan
 Toniquet
 Sarung tangan bersih
 Kapas steril
 Plester
 Bengkok
Prosedur Kerja:
1. Melakukan verifikasi program pengobatan
2. Mencuci tangan
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien
4. Mengecek tanggal kadaluarsa: infus, selang infus, catheter vena.
5. Menusuk saluran infus dengan benar ( jangan diputar ).
6. Menggantung cairan infus dan mengisi tabung reservoar sebanyak duapertiga bagian /sebatas tanda
hingga tidak ada udara dalam selang.
7. Atur posisi pasien, pasang pengalas, selanjutnya pasang toniquet 5cm dari area insersi.
 Lakukan tindakan aseptik dengan kapas alkohol 70% dan biarkan selama 15-20 detik
 Pertahankan vena pada posisi stabil dengan menekan dan menarik bagian distal vena yang akan diinsersi
dengan ibu jari
8. Menusuk vena dengan sudut 30 derajat dan lubang jarum menghadap ke atas
9. Setelah dipastikan jarum masuk, turunkan posisi jarum 20 derajat dan tarik mandrin 0,5 cm, masukan
catether secara perlahan.
 Lakukan teknik V saat melepas mandrin dengan menekan port dan vena lalu segera sambungkan selang
infus dengan catheter.

10. Lepas torniquet dan masukan catheter secara perlahan, sambil menarik jarum keluar
11. Alirkan infus, selanjutnya lakukan fiksasi antara sayap dan lokasi insersi tanpa menutup lokasi insersi
12. Letakkan kapas/gaas steril di atas area insersi.
13. Lepaskan sarung tangan
14. Lakukan fiksasi (plaster ukuran ± 5x8cm sampai menutup kapas steril.
15. Atur tetesan infus sesuai program dan tulis tanggal pemasangan, kolf, tetesan, jam habis,dan k/p obat
16. Observasi respon pasien.
17. Bereskan alat dan kembalikan pada tempatnya dalam keadaan bersih
18. Cuci tangan
19. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
•Tanggal dan jam dipasang
•Jenis cairan
•Jumlah tetesan/menit•Jangka waktu
•Obat bila ada dll
Tahap Terminasi

1. Observasi terhadap kondisi umum(vital sign, keluhan nyeri, alergi)


2. Observasi kelancaran tetesan dan jumlah tetesan
3. Observasi area insersi (warna kulit / pembengkakan/ sakit)
4. Berikan KIE pada pasien/keluarga bila terjadi ketidaknyamanan

Resusitasi Jantung Paru (RJP)

ALGORITMA DASAR

1. Ada pasien tidak sadar


2. Pastikan kondisi tempat pertolongan aman bagi pasien dan penolong
3. Beritahukan kepada lingkungan kalau anda akan berusaha menolong
4. Cek kesadaran pasien
Lakukan dengan metode AVPU
a. A –> Alert : Korban sadar jika tidak sadar lanjut ke poin V
b. V –> Verbal : Cobalah memanggil-manggil korban dengan berbicara keras di telinga
korban ( pada tahap ini jangan sertakan dengan menggoyang atau menyentuh
pasien ), jika tidak merespon lanjut ke P
c. P –> Pain : Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling mudah adalah
menekan bagian putih dari kuku tangan (di pangkal kuku), selain itu dapat juga
dengan menekan bagian tengah tulang dada (sternum) dan juga areal diatas mata
(supra orbital)
d.U –> Unresponsive : Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih tidak bereaksi
maka pasien berada dalam keadaan unresponsive
5.Call for Help, mintalah bantuan kepada masyarakat di sekitar untuk menelpon ambulans
(118) dengan memberitahukan :
a. Jumlah korban
b. Kesadaran korban (sadar atau tidak sadar)
c. Perkiraan usia dan jenis kelamin ( ex: lelaki muda atau ibu tua)
d. Tempat terjadi kegawatan ( alamat yang lengkap)
6.Bebaskanlah korban dari pakaian di daerah dada ( buka kancing baju bagian atas agar
dada terlihat
7.Posisikan diri di sebelah korban, usahakan posisi kaki yang mendekati kepala sejajar
dengan bahu pasien
8.Cek apakah ada tanda-tanda berikut :
a.Luka-luka dari bagian bawah bahu ke atas (supra clavicula)
b.Pasien mengalami tumbukan di berbagai tempat (misal : terjatuh dari sepeda motor)
c. Berdasarkan saksi pasien mengalami cedera di tulang belakang bagian leher
9.Tanda-tanda tersebut adalah tanda-tanda kemungkinan terjadinya cedera pada tulang
belakang bagian leher (cervical), cedera pada bagian ini sangat berbahaya karena disini
tedapat syaraf-syaraf yang mengatur fungsi vital manusia (bernapas, denyut jantung)

KOMPRESI

Pijat jantung adalah usaha untuk “memaksa” jantung memompakan darah ke seluruh tubuh, pijat
jantung dilakukan pada korban dengan nadi karotis yang tidak teraba. Pijat jantung biasanya dipasangkan
dengan nafas buatan
Prosedur pijat jantung :
1. Posisikan diri di samping pasien
2. Posisikan tangan seperti gambar di center of the chest ( tepat ditengah-tengah dada)
3. Posisikan tangan tegak lurus korban
4. Tekanlah dada korban menggunakan tenaga yang diperoleh dari sendi panggul (hip joint)
5. Tekanlah dada kira-kira sedalam 4-5 cm (seperti gambar kiri bawah)
6. Setelah menekan, tarik sedikit tangan ke atas agar posisi dada kembali normal 7. Satu set pijat jantung
dilakukan sejumlah 30 kali tekanan, untuk memudahkan menghitung dapat dihitung dengan cara
menghitung sebagai berikut :
Satu Dua Tiga EmpatSATU
Satu Dua Tiga Empat DUA
Satu Dua Tiga Empat TIGA
Satu Dua Tiga Empat EMPAT
Satu Dua Tiga Empat LIMA
Satu Dua Tiga Empat ENAM
8. Prinsip pijat jantung adalah :
a. Push deep
b. Push hard
c. Push fast
d. Maximum recoil (berikan waktu jantung relaksasi)
e. Minimum interruption (pada saat melakukan prosedur ini penolong tidak boleh diinterupsi)
Perlindungan Diri Penolong
Dalam melakukan pertolongan pada kondisi gawat darurat, penolong tetap harus senantiasa memastikan
keselamatan dirinya sendiri, baik dari bahaya yang disebabkan karena lingkungan, maupun karena bahaya
yang disebabkan karena pemberian pertolongan.
Poin-poin penting dalam perlindungan diri penolong :
1. Pastikan kondisi tempat memberi pertolongan tidak akan membahayakan penolong dan pasien
2. Minimasi kontak langsung dengan pasien, itulah mengapa dalam memberikan napas bantuan sedapat
mungkin digunakan sapu tangan atau kain lainnya untuk melindungi penolong dari penyakit yang
mungkin dapat ditularkan oleh korban
3. Selalu perhatikan kesehatan diri penolong, sebab pemberian pertolongan pertama adalah tindakan yang
sangat memakan energi. Jika dilakukan dengan kondisi tidak fit, justru akan membahayakan penolong
sendiri.

AIRWAY DAN BREATHING


a.Jika tidak ada tanda-tanda tersebut maka lakukanlah Head Tilt and Chin Lift.
Chin lift dilakukan dengan cara menggunakan dua jari lalu mengangkat tulang dagu (bagian dagu yang
keras) ke atas. Ini disertai dengan melakukan Head tilt yaitu menahan kepala dan mempertahankan posisi.
Ini dilakukan untuk membebaskan jalan napas korban.
b.Jika ada tanda-tanda tersebut, maka beralihlah ke bagian atas pasien, jepit kepala pasien dengan
paha, usahakan agar kepalanya tidak bergerak-gerak lagi (imobilisasi) dan lakukanlah Jaw Thrust
Gerakan ini dilakukan untuk menghindari adanya cedera lebih lanjut pada tulang belakang bagian leher
pasien.
10. Sambil melakukan a atau b di atas, lakukan lah pemeriksaan kondisi Airway (jalan napas) dan
Breathing (Pernapasan) pasien.
11. Metode pengecekan menggunakan metode Look, Listen, and Feel
Look :
Lihat apakah ada gerakan dada (gerakan bernapas), apakah gerakan tersebut simetris ?
Listen :
Dengarkan apakah ada suara nafas normal, dan apakah ada suara nafas tambahan yang abnormal (bisa
timbul karena ada hambatan sebagian)
Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas :
a.Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan napas bagian atas oleh
benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah pengecekan langsung dengan cara cross-finger
untuk membuka mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk tangan yang digunakan untuk
chin lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah
apakah ada benda yang menyangkut di tenggorokan korban (eg: gigi palsu dll). Pindahkan benda
tersebut
b. Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan oleh
cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-finger(seperti di atas), lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai
namanya, menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk “menyapu” rongga mulut dari
cairan-cairan).
c.Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena pembengkakan (edema) pada trakea,
untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust saja
Feel :
Rasakan dengan pipi pemeriksa apakah ada hawa napas dari korban ?

12. Jika ternyata pasien masih bernafas, maka hitunglah berapa frekuensi pernapasan pasien itu dalam 1
menit (Pernapasan normal adalah 12 -20 kali permenit)
13. Jika frekuensi nafas normal, pantau terus kondisi pasien dengan tetap melakukan Look Listen and
Feel
14. Jika frekuensi nafas < 12-20 kali permenit, berikan nafas bantuan (detail tentang nafas bantuan
dibawah)
15. Jika pasien mengalami henti nafas berikan nafas buatan (detail tentang nafas buatan dibawah
16. Setelah diberikan nafas buatan maka lakukanlah pengecekan nadi carotis yang terletak di leher
(ceklah dengan 2 jari, letakkan jari di tonjolan di tengah tenggorokan, lalu gerakkan lah jari ke samping,
sampai terhambat oleh otot leher (sternocleidomastoideus), rasakanlah denyut nadi carotis selama 10
detik.

17. Jika tidak ada denyut nadi maka lakukanlah Pijat Jantung diikuti dengan nafas buatan, ulang sampai 6
kali siklus pijat jantung-napas buatan, yang diakhiri dengan pijat jantung
18. Cek lagi nadi karotis (dengan metode seperti diatas) selama 10 detik, jika teraba lakukan Look Listen
and Feel (kembali ke poin 11) lagi. jika tidak teraba ulangi poin nomer 17.
19. Pijat jantung dan nafas buatan dihentikan jika
a.Penolong kelelahan dan sudah tidak kuat lagi
b.Pasien sudah menunjukkan tanda-tanda kematian (kaku mayat)
c.Bantuan sudah datang
d.Teraba denyut nadi karotis
20. Setelah berhasil mengamankan kondisi diatas periksalah tanda-tanda shock pada pasien :
a.Denyut nadi >100 kali per menit
b.Telapak tangan basah dingin dan pucat
c.Capilarry Refill Time > 2 detik ( CRT dapat diperiksa dengan cara menekan ujung kuku pasien dengan
kuku pemeriksa selama 5 detik, lalu lepaskan, cek berapa lama waktu yg dibutuhkan agar warna ujung
kuku merah lagi)
21. Jika pasien shock, lakukan Shock Position pada pasien, yaitu dengan mengangkat kaki pasien setinggi
45derajat dengan harapan sirkulasi darah akan lebih banyak ke jantung
22. Pertahankan posisi shock sampai bantuan datang atau tanda-tanda shock menghilang
23. Jika ada pendarahan pada pasien, coba lah hentikan perdarahan dengan cara menekan atau membebat
luka (membebat jangan terlalu erat karena dapat mengakibatkan jaringan yg dibebat mati)
24. Setelah kondisi pasien stabil, tetap monitor selalu kondisi pasien dengan Look Listen and Feel, karena
pasien sewaktu-waktu dapat memburuk secara tiba-tiba.

ADAPUN CARA PROSES PEMBERIAN PERTOLONGAN HINGGA KE


CARDIPOPULMONARY RESUSCITATION (CPR) / RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)
ADALAH SEBAGAI BERIKUT:

1. Ketika anda menemukan korban, lakukanlah Penilaian dengan memeriksa responnya melalui
respon suara anda. Panggillah nama korban jika anda mengenalnya atau dengan cara
mengoyangkan bahu korban (hati-hati bila curiga ada cedera tulang belakang).
2. Telepon Ambulance Gawat Darurat ( 021-26443300 / 081387721612 / 085770346558 ) untuk
meminta bantuan atau mintalah bantuan kepada orang disekeliling anda.
3. Cek nafas korban jika ada nafas berilah oksigen
4. jika TIDAK ADA NAFAS segera cek nadi korban selama 10 detik jika TIDAK ADA DENYUT
NADI segera INGAT C-A-B dan segera lakukan KOMPRESI DADA / CHEST
COMPRESSIONS dengan rasio 30 kali kompresi dada : 2 kali bantuan nafas. (Perbadingan 30:2
dilakukan dengan satu atau dua penolong) lakukan dengan penekanan yang cepat dan penekanan
yang dalam dengan kecepatan 100/mnt.
5. RJP di lakukan 5 siklus kemudian cek kembali kondisi korban.
6. Jika korban menunjukkan tanda-tanda pulihnya satu atau semua sistem (Jantung dan Pernapasan),
maka tindakan RJP harus segera dihentikan atau hanya diarah ke sistem yang belum pulih
saja.Biasanya yang paling lambat pulih adalah pernafasan spontan, maka hanya dilakukan
tindakan Resusitasi Paru (nafas buatan) saja.
7. Jika korban belum menunjukkan tanda-tanda pulihnya kedua sistem, lakukan kembali Resusitasi
Jantung Paru (RJP) selama 5 siklus, setelah itu cek kembali kondisi korban.

Posisi Tangan Penolong Harus Tegak Lurus


CATATAN :

1. Pada korban dewasa rasio perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30:2 (satu/dua penolong)
2. Pada korban anak dan bayi rasio perbandinganya 30:2 (satu penolong)
3. pada korban anak dan bayi rasio perbandinganya 15:2 (dua penolong)

Untuk menentukan keberhasilan tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) / Cardiopulmonary


Resuscitation (CPR) maupun pemulihan sistem pada korban diantaranya:

 Saat melakukan pijatan jantung luar suruh seseorang menilai nadi karotis, bila ada denyut maka
berarti tekanan kita cukup baik.
 Gerakan dada terlihat naik turun dengan baik pada saat memberikan bantuan pernafasan.
 Reaksi pupil / manik mata mungkin akan kembali normal.
 Warna kulit korban akan berangsur-angsur membaik.
 Korban mungkin akan menunjukkan refleks menelan dan bergerak.
 Nadi akan berdenyut kembali.

Resusitasi Jantung Paru (RJP) dapat dihentikan apabila:

1. Korban pulih kembali.


2. Penolong kelelahan.
3. Diambil alih oleh tenaga yang sama atau yang lebih terlatih dimungkinkan juga dengan peralatan
yang lebih canggih (seperti kejutan listrik).
4. Jika ada tanda pasti mati.
Aplikasi Resusitasi Jantung Paru (RJP) dan Cara Melakukan RJP pada Dewasa, Anak, Bayi dan
Situasi Khusus meliputi Tenggelam, Hipotermi, dan Sumbatan Jalan Nafas oleh Benda Asing
Aplikasi RJP:

1. Jika kita melihat pasien/korban yang tergeletak tampak tidak, pertama kali yang kita harus
lakukan adalah memastikan bahwa lingkungan di sekitar korban yang tergeletak itu aman. Jika
belum aman (misalnya korban tergeletak di tengah jalan raya atau di dalam gedung terbakar),
maka korban harus dievakuasi/dipindah terlebih dahulu ke tempat yang aman dan memungkinkan
mendapatkan pertolongan.
2. Nilai respon pasien apakah pasien benar-benar tidak sadar atau hanya tidur saja. Mengecek
kesadarannya dengan cara memanggil-manggil nama pasien, menepuk atau menggoyang bahu
pasien, misalnya “Pak-pak bangun !” atau “Bapak baik-baik saja?” Jika masih belum sadar atau
bangun juga bisa diberi rangsang nyeri seperti menekan pangkal kuku jari. Jika pasien sadar,
tanyakan mengapa ia terbaring di tempat ini. Jika pasien sadar, terlihat kesakitan atau terluka
segera cari bantuan dan kemudian kembali sesegera mungkin untuk menilai kondisi pasien.
3. Jika tidak ada respon berarti pasien tidak sadar. Aktifkan sistem emergensi dengan cara meminta
tolong dibawakan alat-alat emergensi atau dipanggilkan petugas terlatih atau ambulan jika berada
di luar RS. Misalnya ‘Tolong ada pasien tidak sadar di ruang A, ”tolong panggil petugas
emergensi ” atau ”Tolong ambil alat-alat emergensi ada pasien tidak sadar di ruang A”. Jika di
lapangan : ”Tolong ada pasien tidak sadar di pantai tolong panggil ambulan atau 118 ”. Jika yang
menemukan korban tidak sadar lebih dari satu orang, maka satu orang mengaktifkan sistem
emergensi sedangkan lainnya menilai kondisi pasien. INGAT ! Dalam menolong pasien tidak
sadar, kita tidak mungkin bekerja sendiri jadi harus meminta bantuan orang lain. Dalam meminta
bantuan, penolong harus menginformasikan kepada petugas gawat darurat mengenai lokasi
kejadian, penyebabnya, jumlah dan kondisi korban dan jenis pertolongan yang akan diberikan.
Jika tersedia alat defibrilator dengan AED (Automatic Emergency Defibrilator), maka kita dapat
menyiapkannya untuk pemeriksaan heart rate dan irama jantung dan jika ada indikasi melakukan
defibrilasi.

4. Gunakan manuver chin lift untuk membuka jalan nafas korban yang tidak mengalami cedera
kepala dan leher. Jika diperkirakan ada trauma leher maka gunakan tehnik jaw thrust. Untuk lebih
jelas lihat kembali pengelolaan jalan nafas.Periksa pernafasan dengan menggunakan tehnik LLF
(Look, Listen, Feel) dengan tetap mempertahankan terbukanya jalan nafas selama 10 detik.
Teknik LLF dapat dilihat di pengelolaan jalan nafas.
5. Jika yakin tidak ada pernafasan maka segera beri nafas buatan dua kali pernafasan dengan tetap
menjamin terbukanya jalan nafas. Bisa dengan mulut ke mulut/hidung atau dengan menggunakan
sungkup muka. Satu kali pernafasan selama satu detik sampai dada tampak mengembang. Jika
dada tidak mengembang kemungkinan pemberian nafas buatan tidak adekuat atau jalan nafas
tersumbat.
6. Setelah nafas buatan diberikan segera nilai sirkulasi dengan mengecek nadi arteri karotis. Nadi
carotis dapat diraba dengan menggunakan 2 atau 3 jari menempel pada daerah kira-kira 2 cm dari
garis tengah leher atau jakun pada sisi yang paling dekat dengan pemeriksa. Waktu yang tersedia
untuk mengukur nadi carotis sekitar 5 – 10 detik.
7. Jika nadi teraba, nafas buatan diteruskan dengan kecepatan 10-12 kali/menit atau satu kali
pernafasan diberikan setiap 5-6 detik disertai pemberian oksigen dan pemasangan infus. Jika
perlu pemasangan ETT dan ventilator. Pemantauan/monitoring terus dilakukan. Pemeriksaan
denyut nadi dilakukan setiap 2 menit sampai pasien stabil. Pasien dirawat di ruang Intensif Care
Unit (ICU). Penyebab henti nafas harus dicari dengan melakukan anamnesis pada keluarga
penderita dan pemeriksaan fisik
8. Pikirkan penyebabnya hipotensi/syok, edema paru, infark myokard dan aritmia. Aritmia bisa
berupa aritmia yang sangat cepat seperti Supra Ventrikel Takikardi (SVT), atrial flutter, atrial
fibrilasi, ventrikel takikardi. Aritmia sangat lambat bisa berupa AV blok derajat II dan derajat III.
Koreksi penyebab atau konsul ke dokter ahli.
9. Jika nadi tidak teraba segera lakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dengan perbandingan
kompresi dada (pijat jantung luar) 30 dan ventilasi (nafas buatan) 2. Kecepatan kompresi dada
adalah 100 kali/menit. Kompresi dada merupakan tindakan yang berirama berupa penekanan
telapak tangan pada tulang sternum sepertiga bagian bawah dengan tujuan memompa jantung dari
luar sehingga aliran darah terbentuk dan dapat mengalirkan oksigen ke otak dan jaringan tubuh.
Usahakan mengurangi penghentian kompresi dada selama RJP.
CARA melakukan RJP:

1. Penderita harus berbaring terlentang di atas alas yang keras. Posisi penolong berlutut di sisi
korban sejajar dengan dada penderita.
2. Penolong meletakkan bagian yang keras telapak tangan pertama penolong di atas tulang sternum
di tengah dada di antara kedua puting susu penderita (2-3 jari di atas prosesus Xihoideus) dan
letakkan telapak tangan kedua di atas telapak tangan pertama sehingga telapak tangan saling
menumpuk. Kedua lutut penolong merapat, lutut menempel bahu korban, kedua lengan tegak
lurus, pijatan dengan cara menjatuhkan berat badan penolong ke sternum.
3. Tekan tulang sternum sedalam 4-5 cm (1 ½ - 2 inci) kemudian biarkan dada kembali normal
(relaksasi). Waktu kompresi dan relaksasi dada diusahakan sama. Jika ada dua penolong,
penolong pertama sedang melakukan kompresi maka penolong kedua sambil menunggu
pemberian ventilasi sebaiknya meraba arteri karotis untuk mengetahui apakah kompresi yang
dilakukan sudah efektif. Jika nadi teraba berarti kompresi efektif.
4. Setelah 30 kali kompresi dihentikan diteruskan dengan pemberian ventilasi 2 kali (1 siklus = 30
kali kompres dan 2 kali ventilasi). Setiap 5 siklus dilakukan monitoring denyut nadi dan
pergantian posisi penolong jika penolong lebih dari satu orang.

Jika terpasang ETT maka tidak menggunakan siklus 30 : 2 lagi. Kompresi dilakukan dengan kecepatan
100 kali/menit tanpa berhenti dan ventilasi dilakukan 8-10 kali/menit. Setiap 2 menit dilakukan
pergantian posisi untuk mencegah kelelahan

ROSEDUR RESUSITASI JANTUNG PARU / CPR


Posted by ramzkesrawan on 2012/03/27

Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan pertolongan yang dilakukan kepada korban yang
mengalami henti napas dan henti jantung. Keadaan ini bisa disebabkan karena korban mengalami
serangan jantung (heart attack), tenggelam, tersengat arus listrik, keracunan, kecelakaan dan lain-lain.
Pada kondisi napas dan denyut jantung berhenti maka sirkulasi darah dan transportasi oksigen berhenti,
sehingga dalam waktu singkat organ-organ tubuh terutama organ fital akan mengalami kekurangan
oksigen yang berakibat fatal bagi korban dan mengalami kerusakan. Organ yang paling cepat mengalami
kerusakan adalah otak, karena otak hanya akan mampu bertahan jika ada asupan gula/glukosa dan
oksigen.

Jika dalam waktu lebih dari 10 menit otak tidak mendapat asupan oksigen dan glukosa maka otak akan
mengalami kematian secara permanen. Kematian otak berarti pula kematian si korban. Oleh karena itu
GOLDEN PERIOD (waktu emas) pada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung adalah
dibawah 10 menit. Artinya dalam watu kurang dari 10 menit penderita yang mengalami henti napas dan
henti jantung harus sudah mulai mendapatkan pertolongan. Jika tidak, maka harapan hidup si korban
sangat kecil.

Adapun pertolongan yang harus dilakukan pada penderita yang mengalami henti napas dan henti jantung
adalah dengan melakukan resusitasi jantung paru / CPR.

Berdasarkan konvensi American Heart Association (AHA) terbaru pada tanggal 18 Oktober 2010,
Prosedur CPR terbaru adalah sebagai berikut :

A. Kewaspadaan Terhadap Bahaya [DANGER] Penolong mengamankan diri sendiri dengan memakai
alat proteksi diri (APD). ALat proteksi yang paling dianjurkan adalah sarung tangan untuk mencegah
terjadinya penularan penyakit dari korban kepada penolong. Selanjutnya penolong mengamankan
lingkungan dari kemungkinan bahaya lain yang mengancam, seperti adanya arus listrik, ancaman
kejatuhan benda (falling object), Setelah penolong dan lingkungan aman maka selanjutnya meletakan
korban pada tempat yang rata, keras, kering dan jauh dari bahaya.

B. Cek Respons / Penilaian Kesadaran Cek kesadaran korban dengan memanggil dan menepuk bahunya.
Jika dengan memanggil dan menepuk tidak ada respos, maka lakukan pengecekan kesadaran dengan
melakukan Rangsangan Nyeri. lakukan rangsang nyeri dengan menekan tulang dada korban dengan cara
penolong menekuk jari-jari tangan kanan, lalu tekan dengan sudut ruas jari-jari tangan yang telah ditekuk.
Jika tidak ada respon dengan rangsany nyeri berarti korban tidak sadar dan dalam kondisi koma.

C. Panggil Bantuan / Call For Help Jika korban tidak berespons selanjutnya penolong harus segera
memanggil bantuan baik dengan cara berteriak, menelepon, memberi tanda pertolongan (SOS) dan cara
lainya. BERTERIAK : Memanggil orang disekitar lokasi kejadian agar membantu pertolongan atau
disuruh mencari pertolongan lebih lanjut. Jika ada AED (Automatic External Defibrilation) maka suruh
penolong lain untuk mengambil AED. MENELEPON : menghubungi pusat bantuan darurat (emergency
call number) sesuai dengan nomor dilokasi / negara masing-masing. Seperti : 911, 118, 112, 113, 999,
000, 555 dan lain-lain. EMERGENCY SIGNAL : dengan membuat asap, kilauan cahaya, suar dan lain-
lain jika lokasi ada didaerah terpencil.

D. Cek Nadi Pengecekan nadi korban dilakukan untuk memastikan apakah jantung korban masih
berdenyut atau tidak. Pada orang dewasa pengecekan nadi dilakukan pada nadi leher (karotis) dengan
menggunakan 2 jari. Caranya letakan 2 jari tangan pada jakun (tiroid) kemudian tarik ke arah samping
sampe terasa ada lekukan rasakan apakah teraba atau tidak denyut nadi korban. Pada bayi pengecekan
nadi dilakukan pada lengan atas bagian dalam. Dengan menggunakan 2 jari rasakan ada tidaknya denyut
nadi pada lengan atas bagian dalam korban. Jika nadi tidak teraba berarti korban mengalami henti
jantung, maka segera lakukan penekanan / kompresi pada dada korban. Jika nadi teraba berarti jantung
masih berdenyut maka lanjutkan dengan membukaan jalan napas dan pemeriksanaan napas.

E. Kompresi Dada Jika korban tidak teraba nadinya berarti jantungnya berhenti berdenyut maka harus
segera dilakukan penekanan / kompresi dada sebanyak 30 kali. CARANYA : posisi penolong sejajar
dengan bahu korban. Letakan satu tumit tangan diatas tulang dada, lalu letakan tangan yang satu lagi
diatas tangan yang sudah diletakan diatas tulang dada. Setelah lalu tekan dada korban denga menjaga siku
tetap lurus. Tekan dada korban sampai kedalaman sepertiga dari ketebalan dada atau 3-5 cm / 1-2 inci
(korban dewasa), 2-3 cm (Pada anak), 1-2 cm (bayi)

F. Buka Jalan Napas Setelah melakukan kompresi selanjutnya membuka jalan napas. Buka jalan napas
dengan menengadahkan kepala korban. Pada korban trauma yang dicurigai mengalami patah tulang leher
melakukan jalan napas cukup dengan mengangkat dagu korban.

G. Memberikan Napas Buatan Jika korban masih teraba berdenyut nadinya maka perlu dilakukan
pemeriksaan apakah masih bernapas atau tidak. Pemeriksaaan pernapasan dilakukan dengan Melihat ada
tidaknya pergerakan dada (LOOK), mendengarkan suara napas (LISTEN) dan merasakan hembusan
napas (FEEL).

Jika korban berdenyut jantungnya tetapi tidak bernapas maka hanya diberikan napas buatan saja sebanyak
12-20 kali per menit. Jika korban masih berdenyut jantungnya dan masih bernapas maka korban
dimiringkan agar ketika muntah tidak terjadi aspirasi. Korban yang berhenti denyut jantungnya / tidak
teraba nadi maka tidak perlu dilakukan pemeriksaan pernapasan karena sudah pasti berhenti napasnya,
penolong setelah melakukan kompresi dan membuka jalan napas langsung memberikan napas buatan
sebanyak 2 kali.

H. Evaluasi Evaluasi pada CPR dilakukan setiap 5 Siklus. (5 x 30 kompresi) + (5 x 2 napas buatan)
Evaluasi pada pemebrian napas buatan saja dilakukan setiap 2 menit

You might also like