You are on page 1of 2

PENDAHULUAN

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang
dihadapi oleh negara berkembang maupun negara maju. Hal ini disebabkan karena masih
tingginya kesakitan dan kematian terhadap penyakit ISPA. ISPA adalah radang akut saluran
pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus
maupun riketsa tanpa atau disertai radang parenkim paru (Utami, 2013). Infeksi saluran
pernafasan atas meliputi sinusitis, faringitis, laryngitis, otitis, influenza, epiglottitis, rhinitis,
sedangkan infeksi saluran bawah meliputi bronchitis, bronchiolitis, pneumonia, tuberculosis
dan komplikasi yang dapat menyerang semua golongan umur baik dewasa maupun anak-anak.
Berdasarkan Riskesdas (2013) Prevalensi ISPA di Indonesia mencapai 25.0 %. Salah satu
provinsi yang terkena ISPA tertingi yaitu pada Provinsi Jawa Timur dengan presentase 28.3%
(Riskesdas, 2014)

Di Provinsi Jawa Timur tepatnya di daerah Kota Malang pada tahun 2014 ISPA
merupakan penyakit tertinggi dari 10 penyakit, meliputi ISPA, Hipertensi, influenza, dm tipe
2, gastritis, batuk, penyakit pulpa, deman yang tidak diketahui penyebabnya, headcache
(Riskesdas, 2014). Berdasarkan data tersebut ISPA salah satu penyebab utama kunjungan
pasien di sarana kesehatan sebanyak 40- 60 % kunjungan berobat di Puskesmas dan 15- 30 %
kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit (Depkes, 2009). Tingginya
prevalensi ISPA tersebut menyebabkan penggunaan antibiotik.

Menurut Muharni (2014) Antibiotik adalah obat paling banyak digunakan pada infeksi
yang disebabkan oleh bakteri yang bertujuan untuk mengobati maupun untuk pencegahan.
Dengan kemajuan teknologi jumlah dan jenis antibiotic semakin meningkat, sehingga
diperlukan ketepatan yang tinggi dalam memilihnya, dalam hal ini penggunaan antibiotic harus
dilakukan secara rasional. Penggunaan obat secara rasional menurut Depkes RI (2008) adalah
penggunaan obat sesuai dengan kebutuha klinisnya (tepat indikasi), dalam dosis yang sesuai
dengan kebutuhannya (tepat dosis), dalam periode waktu yang sesuai (tepat lama pemberian)
dan sesuai dengan biaya yang terjangkai oleh kebanyakan masyarakat. Hal ini dilakukan agar
tidak menimbulkan masalah seperti timbulnya pathogen yang resistensi antibiotika dan
peningkatan efek samping (Tobat, 2015).

You might also like