Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
M1A1 16 172
KEHUTANAN A
JURUSAN KEHUTANAN
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat serta
karunia yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah Konservasi Sumber Daya Hutan yang
berjudul “Strategi Konservasi Tanah dan Air” makalah ini disusun secara
sistematis dan diuraikan dengan bahasa yang sederhana, sehingga pembaca dapat
dengan mudah memahami seluruh isi makalah ini.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis sangat
menyadari masih banyak keterbatasan serta kekurangan dalam penyusunan
makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun, penulis
sangat harapkan demi perbaikan dimasa yang akan datang.
Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca serta
masyarakat pada umumnya.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ....................................................................................................
B. Saran ...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan data yang dibuat oleh puslitbangtanak pada tahun 2002,
potensi lahan kering di Indonesia sekitar 75.133.840 ha. Suatu keadaan lahan yang
sangat luas. Akan tetapi lahan-lahan kering tersebut tidak begitu menghasilkan
dan berguna bagi masyarakat yang tinggal di sekitar area lahan kering. Hal ini
disebabkan oleh masih kurangnya teknologi pengelolaan lahan kering sehingga
sering mengakibatkan makin kritisnya lahan-lahan kering.
Erosi, kekurangan air dan kandungan unsur hara adalah masalah yang
paling serius di daerah lahan kering. Paket-paket teknologi untuk mananggulangi
masalah-masalah tersebut juga sudah banyak, akan tetapi kurang optimal di
manfaatkan karena tidak begitu signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan
petani daerah lahan kering. Memang perlu kesabaran dalam pengelolaan daerah
lahan kering, karena meningkatkan produktivitas lahan di daerah lahan kering
yang kondisi lahannya sebagian besar kritis dan potensial kritis tidaklah mudah
Konservasi tanah dan air merupakan cara konvensional yang cukup
mampu menanggulangi masalah diatas. Dengan menerapkan sisitem konservasi
tanah dan air diharapkan bisa menanggulangi erosi, menyediakan air dan
meningkatkan kandungan hara dalam tanah serta menjadikan lahan tidak kritis
lagi. Ada 3 metode dalam dalam melakukan konservasi tanah dan air yaitu metode
fisik dengan pegolahan tanahnya, metode vegetatif dengan memanfaatkan
vegetasi dan tanaman untuk mengurangi erosi dan penyediaan air serta metode
kimia yaitu memanfaatkan bahan2 kimia untuk mengawetkan tanah.
Menurut Sitanala Arsyad (1989), Konservasi Tanah adalah penempatan
setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah
tersebut dan memperlakukkannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan
agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sedangkan konservasi Air menurut Deptan
(2006) adalah upaya penyimpanan air secara maksimal pada musim penghujan
dan pemanfaatannya secara efisien pada musim kemarau. Konservasi tanah dan
konservasi air selalu berjalan beriringan dimana saat melakukan tindakan
konservasi tanah juga di lakukan tindakan konservasi air.
Salah satu bagian penting dari budi daya pertanian dan kehutanan yang
sering terabaikan oleh para praktisi pertanian di Indonesia adalah konservasi
tanah. Hal ini terjadi antara lain karena dampak degradasi tanah tidak selalu
segera terlihat di lapangan, atau tidak secara drastis menurunkan hasil panen.
Dampak erosi tanah dan pencemaran agrokimia, misalnya, tidak segera dapat
dilihat seperti halnya dampak tanah longsor atau banjir badang. Padahal tanpa
tindakan konservasi tanah yang efektif, produktivitas lahan yang tinggi dan usaha
pertanian sulit terjamin keberlanjutannya. Praktek pertanian yang buruk ini tidak
hanya ditemui di Indonesia, tetapi juga di negara-negara berkembang lainnya. Hal
ini tercermin dari pernyataan Lord John Boyd Orr (1948), Dirjen FAO pertama,
dalam (Dudal 1980) sebagai berikut: “If the soil on which all agriculture and all
human life depends is wasted away, then the battle to free mankind from want
cannot be won”. Pernyataan tersebut menegaskan pentingnya konservasi tanah
untuk memenangkan perjuangan kemanusiaan dalam memenuhi kebutuhan dasar
manusia. Sebagai gambaran yang mengkhawatirkan di Indonesia, khusus di Pulau
Jawa saja, kerugian akibat erosi tanah mencapai US$341-406 juta/tahun
(Margrath dan
Arens 1989). Data lain menunjukkan bahwa selama periode 1998-2004,
terjadi 402 kali banjir dan 294 kali longsor di Indonesia, yang mengakibatkan
kerugian materi sebagai tangible product senilai Rp668 miliar (Kartodihardjo
2006). Nilai intangible products yang hilang sulit dikuantifikasi, baik dalam aspek
ekologis, lingkungan maupun sosial dan budaya, sebagai bagian dari multifungsi
pertanian. Namun dapat dipastikan bahwa nilai intangible tersebut sangat besar,
baik secara material maupun immaterial. Tingkat laju erosi tanah pada lahan
pertanian berlereng antara 3-15% di Indonesia tergolong tinggi, yaitu berkisar
antara 97,5-423,6 t/ha/tahun. Padahal, banyak lahan pertanian yang berlereng
lebih dari 15%, bahkan lebih dari 100%, sehingga laju erosi dipastikan sangat
tinggi. Hal ini terjadi terutama karena curah hujan yang tinggi dan kelalaian
pengguna lahan dalam menerapkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air.
Pemerintah melalui Departemen Pertanian terus mengupayakan peningkatan
produksi pertanian nasional khususnya bahan pangan dengan melaksanakan dua
program utama, yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian.
Kedua program yang untuk mensukseskannya tidak mudah dan
memerlukan biaya besar ini, pada implementasi di lapangan tidak selalu disertai
penerapan tindakan konservasi tanah, yang sebenarnya sangat penting untuk
menjamin keberlanjutannya. Peran dan kebijakan pemerintah sangat penting dan
menentukan keberhasilan upaya konservasi tanah, guna mewujudkan
pembangunan pertanian berkelanjutan, yang dicirikan dengan tingkat
produktivitas tinggi dan penerapan kaidah-kaidah konservasi tanah.
Upaya konservasi tidak akan berhasil apabila dipercayakan hanya kepada
pengguna lahan, karena terkendala oleh berbagai keterbatasan, terutama lemahnya
modal kerja. Mengingat makin luas dan cepatnya laju degradasi tanah, dan masih
lemahnya implementasi konservasi tanah di Indonesia, maka perlu segera
dilakukan upaya terobosan yang efektif untuk menyelamatkan lahan-lahan
pertanian. Upaya konservasi tanah harus mengarah kepada terciptanya sistem
pertanian berkelanjutan yang didukung oleh teknologi dan kelembagaan serta
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan melestarikan sumber daya
lahan dan lingkungan. Upaya ini selaras dan mendukung Revitalisasi Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan (RPPK), yang salah satu sasaran utamanya adalah
optimalisasi dan pelestarian lahan.
B. Rumusan Masalah
1. Penyebab Kerusakan Tanah
2. Dampak Kerusakan Tanah
3. Strategi Konservasi Tanah dan Air
II. PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
Hutan telah terbukti mampu menurunkan limpasan permukaan dan erosi.
Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: pertama, (a) hutan memiliki lapisan
seresah yang tebal, (b) penutupan permukaan tanah oleh kanopi tanaman dan (c)
cacing tanah yang hidup pada tanah hutan ukuran tubuhnyalebih besar
dibandingkan dengan lahan pertanian monokultur. Kedua, hutan dapat
menurunkan ketersediaan air bawah tanah sehingga limpasan permukaan akan
berkurang. Hal ini karena hutan memiliki sistem perakaran yang panjang dan
berkembang dengan sangat baik dalam sistem tanah. Ketiga,dibandingkan
dengan lahan monokultur, evapotranspirasi hutan cenderung lebih tinggi. Hal ini
berkaitan dengan tajuk tanaman di hutan yang relatif lebih tinggi dan beraneka
ragam dibandingkan pertanian monoklutur monokultur.
Untuk pengelolaan tanah,tiga strategi dasar yang dapat disarankan yaitu(1)
eliminasi pengkerakan tanah atas melalui“pengolahan dalam” secara berkala, (2)
peningkatankandungan bahan organik tanah melalui peningkatanjumlah
masukan seresah yang bervariasi kualitasnya,dengan cara menanam tanaman
penutup tanah ataudengan menanam berbabagai jenis pohon seperti
yangdijumpai dalam sistem agroforestri multistrata.Peningkatan diversivitas
tanaman pohon dalam system agroforestri multistrata juga merupakan strategi ke
(3)dalam rangka meningkatkan jumlah dan penyebaran sistem perakaran di
lahan pertanian monokultur.
B. Saran
Sebaiknya kita sebagai mahasiswa harus lebih menjaga lingkungan
terutama air dan tanah yang merupakan komponen utama dalam kehidupan kita ,
tidak dengan mengharapkan Pemerintah tetapi ikut juga dalam berpastisipasi
untuk menjaga tanah dan air dari kerusakan atau eksploitasi.
DAFTAR PUSTAKA
Calder, I.R. 1999. The Blue Revolution: Land Use and Integrated Water
Resources Management. Earthscan Publications, London. 192
pp.
Cooper, P.J.M., Leakey, R.R.B., Rao, M.R and Reynolds, L. 1996. Agroforestri
and Mitigation of Land Degradation in the Humid and Sub
Humid Trofical of Africa, Experimental Agriculture 32, 249-
261.
Dariah, A.; Agus, F.; Arsyad, S.; Sudarsono danMaswar. 2004. Erosi dan aliran
permukaan pada lahan pertanian berbasis tanaman kopi
diSumberjaya, Lampung Barat.
Agrivita 26 (1):52-60. Departemen Kehutanan. http://www.dephut.org.id/ diakses
tanggal 14 Maret 2018.
Hairiah, K.; Suprayogo, D.; Widianto; Berlian; Suhara,E.; Mardiastuning, A.;
Prayogo, C.; Widodo, R.H.dan S. Rahayu. 2004. Alih guna
lahan hutan menjadi lahan agroforestri berbasis kopi:Ketebalan
seresah, populasi cacing tanah dan makroporositas tanah.
Agrivita 26 (1): 75-88
Marshall, T.J.; Holmes, J.W. and C.W. Rose. 1999.Soil Physics. Cambridge
University Press.
Syam,T.H.; Mshide; Salam, A.K.; Utomo, M.; Mahi,A.K.; Lumbanraja, J.;
Nugroho, S.G. and M.Kimura. 1977. Land Use and Cover
Changes ina Hilly Area of South Sumatra, Indonesia
(from1970 to 1990). Soil Sci. Plant Nutr. 43 (3): 587-599.
Susswein, P.M.; Van Noordwijk, M. dan B. Verbist.2001. Forest Watershed
Functions and Tropical Land Use Change. Dalam van
Noordwijk, M.;Williams, S. dan B.
Verbist (Eds.), Towards integrated natural resource management in forest margins
of the humid tropics: local action andglobal concerns.
International Centre for Research in Agroforestry. Bogor. 28
pp
Widianto; Noveras, H.; Suprayogo, D.; Widodo, R.H.;Purnomosidhi, P. dan M.
Van Noordwijk. 2004.Konversi Hutan Menjadi Lahan
Pertanian :Apakah fungsi hidrologis hutan dapat digantikan
sistem kopi monokultur? Agrivita 26 (1): 47