You are on page 1of 7

KASUS PENYELESAIAN HUBUNGAN

INDUSTRIAL & ANALISANYA


D

1. RUDI SINAGA
NIM: 1205061037
2. TRI CARDO PURBA
NIM: 1205061050

TEKNIK TELEKOMUNIKASI
POLITEKNIK NEGERI MEDAN
MEDAN
2013
KASUS:

PHK SEPIHAK SIS TERHADAP MANTAN GURUNYA

Setelah Jakarta International School, kini giliran Singapore International


School (SIS) Pantai Indah Kapuk digugat oleh mantan gurunya. Pemutusan hubungan kerja
(PHK) yang dianggap semena-mena menjadi sebab sang guru meradang. Guru tersebut di
PHK karena melanggar kontrak berbentuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. PHKnya
dilakukan secara sepihak tanpa adanya surat peringatan terlebih dahulu.

` Francois Xavier Fortis, warga negara Kanada, dipecat SIS karena telah
dianggap telah melanggar peraturan perusahaan. Dalam anjuran Suku Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi (Sudinakertrans) Jakarta Utara tertanggal 4 Januari 2007 dijelaskan
Francois telah melanggar kontrak dengan berulang kali. Pelanggaran yang dilakukan dalam
masa percobaan Francois itu berupa perbuatan dan ucapan tidak pantas kepada staf SIS
lainnya. Atas perbuatannya itu, Francois juga sempat diperingati secara lisan.

Lewat kantor hukum Adams & Co, Francois menggugat SIS. Dalam surat
gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta, Francois menjelaskan ia
dipekerjakan oleh SIS sejak 1 Juli 2006 hingga 31 Mei 2008, alias 23 bulan. Pada 30
Nopember 2006 Francois di PHK karena gagal dalam masa percobaan. Merasa dirugikan,
Francois meminta ganti rugi sebesar Rp. 394 juta. Rinciannya, ialah sisa gaji Rp. 20 juta per
bulan dan tunjangan transpor dan akomodasi sebesar Rp. 2 juta per bulan yang belum
dibayar SIS sejak PHK hingga akhir masa kontraknya.

Pada 22 Februari lalu mediator Sudinakertrans telah mengeluarkan anjuran


yang menyarankan SIS untuk membayar sisa upah Francois dalam kontrak tersebut. Kepala
Bagian Hukum SIS Haifa Segeira menyatakan Francois telah melanggar suatu pasal dari
perjanjian kerja. Ada beberapa hal yang jelas-jelas sudah disetujui di kontrak, dan dasar kita
PHK sudah tercantum dalam kontrak itu ujarnya. Jadi, menurutnya, selama para pihak sudah
sepakat hal-hal yang tercantum dalam kontrak, perjanjian tersebut dapat dieksekusi.

Ia pun mengaku bingung mengapa Sudinakertrans kurang memperhatikan


alasan dan bukti-bukti yang diajukan SIS. Yang jelas, dalam surat anjuran Sudinakertrans, SIS
tercatat mengakui perjanjian kerja mencantumkan masa orientasi dan SIS menyatakan
Francois tak lulus masa orientasi itu. Dan dinyatakan itu pula alasan Francois di-PHK. Dalam
dokumen itu tidak dicantumkan adanya pemberian surat peringatan dari SIS pada Francois.

Yang dilakukan SIS, Haifa menambahkan, tidak bertentangan dengan norma


yang ada. Ia juga mengaku tak dapat memberi kejelasan apa tepatnya perbuatan Francois
yang menyebabkan guru tersebut di PHK.

Sumber kasus diperoleh dari:


http://www.hukumonline.com/berita/baca/ho[16459/kotrak-diputus-upah-pun-hangus
ANALISA KASUS

Dasar : UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003

Pasal 59

1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan
tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan
selesai dalam waktu tertentu, yaitu:

a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya ;


b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang
tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun ;
c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau
d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan
baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau
penjajakan.

2. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan
yang bersifat tetap.
3. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.
4. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu
tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh
diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
5. Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu
tersebut, paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu
berakhir telah memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada
pekerja/buruh yang bersangkutan.
6. Pembaharuan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah
melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian
kerja waktu tertentu yang lama, pembaharuan perjanjian kerja waktu tertentu
ini hanya boleh dilakukan 1 (satu) kali dan paling lama 2 (dua) tahun.
7. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat
(6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
8. Hal-hal lain yang belum diatur dalam pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri.

Pada dasarnya sebelum terjadi kasus PHK terhadap Francois , permasalahan


sudah muncul terlebih dahulu pada masa pembuatan perjanjian kontrak kerja. Perjanjian
kontrak kerja dibuat dalam bentuk PKWT dimana jenis dan sifat pekerjaan yang ditentukan
dalam kontrak kerja tersebut sebenarnya tidak sesuai dengan pekerjaan yang akan selesai
dalam waktu tertentu.

Menurut pasal 59 UU No.13 Tahun 2003 angka 1 jelas menyatakan bahwa,


pekerjaan yang membuat perjanjian hanya dapat dibuat untuk pekerjaan yang sekali selesai
atau sementara sifatnya, yang bersifat musiman, dan berhubungan dengan produk baru.
Sementara pekerjaan yang dilakoni oleh Francois bersifat tetap dan tidak identik dengan
pekerjaan yang dapat dibuat dengan PKWT.

Menurut pasal 59 angka 7 yang tidak memenuhi ketentuan tersebut, demi


hukum menjadi PKWTT.

Kontrak kerja tersebut juga mencantumkan masa percobaan kerja (masa


orientasi). SIS menyatakan Francois tak lulus masa orientasi itu. Padahal jelas tercantum di
pasal 58 angka 1 UU No.13 Tahun 2003 PWKT tidak dapat mensyaratkan adanya masa
percobaan kerja. Di angka 2 tegas dijelaskan apabila diisyaratkan masa percobaan kerja
dalam PKWT maka masa percobaan kerja yang diisyaratkan batal demi hukum.

PHK dilakukan secara sepihak tanpa adanya surat peringatan terlebih dahulu.
Padahal menurut pasal 161 angka 1 menyatakan Dalam hal pekerja/buruh
melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat
melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh
yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga
secara berturut-turut.

Dari pasal di atas jelas menyatakan bahwa pengusaha dapat melakukan PHK
setelah pekerja yang bersangkutan diberikan surat pemanggilan pertama, kedua, dan ketiga
secara berturut-turut. Dalam hal ini Francois sama sekali tidak diberi surat peringatan dan
langsung di PHK.

Dalam melaksanakan PHk ini Pihak SIS tidak melakukan segala upaya yang
harus dilaksanakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja, selain itu maksud
pemutusan hubungan kerja tersebut tidak dirundingkan terlebih dulu oleh pihak SIS dan
Francois, dan pengusaha (SIS) hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja
setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industria.
Kalaupun ingin melakukan PHK seharusnya pihak SIS harus melalui proses PHK yang diatur
oleh undang-undang sebagaimana diatur dalam pasal 151 UU No. 13 Tahun 2003 yang
menyatakan:
1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah,
dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan
hubungan kerja.
2) Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja
tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib
dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan
pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi
anggota serikat pekerja/serikat buruh.
3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) benar-benar
tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan
hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Selain itu kesalahan Francois bukanlah termasuk kedalam kesalahan berat


yang menyebabkan pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh,
sebagaimana diatur dalam Pasal 158 UU No. 13 Tahun 2003 yang menyatakan:

1. Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh


dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai
berikut :

a. melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau


uang milik perusahaan;
b. memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga
merugikan perusahaan;
c. mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai
dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
di lingkungan kerja;
d. melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
e. menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman
sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;
f. membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
g. dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam
keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian
bagi perusahaan;
h. dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau
pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
i. membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya
dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara, atau
j. melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam
pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

2. Kesalahan berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didukung


dengan bukti sebagai berikut :
a. pekerja/buruh tertangkap tangan;
b. ada pengakuan dari pekerja/buruh yang bersangkutan, atau
c. bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang
berwenang di perusahaan yang bersangkutan dan didukung oleh
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.

3. Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan alasan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat memperoleh uang penggantian
hak sebagai dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4).
4. Bagi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tugas dan
fungsinya tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung, selain
uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) diberikan uang
pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Pembuatan kontrak kerja yang dibuat secara PKWT terhadap tenaga pendidik
tidak sinkron pula terhadap hak para pendidik untuk mendapat jaminan kesejahteraan
social yang memadai sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 40 UU Sisdiknas No. 20
tahun 2003. Dengan pembuatan kontrak kerja secara PKWT terhadap pendidik seperti tidak
menghargai peran-peran tenaga pendidik dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan
bagi peserta didik.

Kemudian hal-hal yang diatur dalam kontrak kerja apabila ada


ketidaksesuaian dengan peraturan lebih atas yang berlaku sebaiknya dibatalkan karena akan
menimbulkan banyak problema seperti yang terjadi pada kasus ini.

Dengan demikian, contoh kasus ini dapat dijadikan pelajaran untuk menjadi
lebih baik lagi dalam bidang ketenagakerjaan sesuai dengan UU yang berlaku.

You might also like