Professional Documents
Culture Documents
APPENDISITIS
Disusun oleh :
Perseptor :
2016
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
appendik merupakan organ berbentuk tabung dengan ujung tertutup yang bermula dari
posteromedial caecum dengan panjang antara 2 cm hingga 20 cm (panjang rata-rata 9 cm).1 Pada
orang dewasa, lumen appendik menyempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Hal
tersebut berbeda pada bayi yang memiliki appendik berbentuk kerucut, dimana bagian distal
Lokasi appendik ada beberapa macam. Lokasi terbanyak ialah dibelakang caecum
(retrocaecal) sebanyak 65%. Selain itu, appendik juga dapat berada di bawah menuju ke daerah
pelvis (pelvis), tepat berada dibawah caecum (subcaecal), di depan ileum terminal (pre-ileal), serta di
belakang ileum (post-ileal).1 Persarafan appendik terbagi atas dua, yakni persarafan simpatis dan
parasimpatis. Persarafan parasimpatis appendik adalah cabang nervus vagus yang mengikuti arteri
mesenterika superior dan arteri appendikularis. Sementara, persarafan simpatis berasal dari nervus
torakalis X.2 Perdarahan appendik berasal dari arteri appendikularis yang merupakan cabang dari
arteribileokolik. Arteri ini merupakan arteri tanpa kolateral. Oleh karena itu, permasalahan pada
mengandung kelenjar pensekresi mukus. Pada lamina propia, banyak terdapat jaringan limfoid.
Jaringan limofoid ini mengandung sel-sel plasma seperti limfosit, eusinofil, dan makrofag. Lapisan
otot pada appendik merupakan otot polos yang terbagi menjadi dua bagian, bagian luar berbentuk
longitudinal s3mentara bagian dalam berbentuk sirkular. Kesemuanya itu ditutupi oleh lapisan
serosa.1
appendik merupakan salah satu dari GALT (Gut Asssociated Lymphoid Tissue) yang
merupakan imunoglobulin sekretoar berupa igA yang akan memberikan perlindungan terhadap
infeksi. Akan tetapi, jumlah limfosit pada appendik terlalu sedikit jika dibandingkan dengan yang
dihasilkan di saluran cerna serta seluruh tubuh, sehingga pengangkatan appendik pada
Appendesitis lebih banyak terjadi di negara maju dibandingkan negara berembang. Namun,
terjadi penurunan bermakna dalam 3-4 dasawarsa terakhir pada angka kejadian apppendisitis di
negara maju. Hal tersebut kemubgkinan besar terjadi akibat perubaan diet tinggi serat pada
kehidupan sehari-hari. Kejadian appendik dapat mengebai semua usia dengan insiden tertinggi pada
usia 20-30 tahun, lalu semakin menurun seiring pertambahan usia. Akan tetapi, appendisitis pada
anak dibawah 1 tahun jarang dilaporkan. Prevalensi appendik berdasarkan jenis kelamin adalah
sama antara laki-laki dan perempuan pada semua tingkatan usia. Namun, pada usia 20-30 tahun
sumbatan lumen appendik. Sumbatan pada lumen appendik dapat disebabkan oleh berbagai hal,
seperti infeksi parasit yakni cacing ascaris, hiperplasia jaringan limfa, fekalit, dan tumor appendik.
Selain hal-hal yang disebutkan sebelumnya, peningkatan tekanan intrasekal juga dapat menimbulkan
sumbatan pada lumen appendik. Biasanya, hal tersebut disebabkan oleh kebiasaan diet rendah serat
2.2 Patofisiologi
Perjalanan awal appendisitis dapat dimulai dari terjadinya konstipasi yang akan
meningkatkan jumlah flora kuman kolon. Kemudian, adanya penyumbatan disana dan disertai
dengan katup ileosekal yang konpeten akan meningkatkan tekanan di sekum. Peningkatan tekanan
dan koloni kuman akan mengiritasi mukosa appendik dan menimbulkan apppendisitis mukosa.
yang
Hambatan pengosongan isi appendiks akibat stenosis, adhesi, ataupun mesoappendik pendek
disertai dengan erosi mukosa akan menyebabkan terjadinya appendisitis komplit.2 Jika hal tersebut
terus berlanjut (multiplikasi bakteri di bagian distal dan peningkatan tekanan), suplai darah ke
appendik akan teganggu. Gamnguan suplai darah akan mengakibat appendisitis menjadi progresif
sehingga terjadi gamgren. Ruptur appendik kemungkinan besar akan terjadi setelah adanya gangren.
Ruptur akan menyebabkan terjadinya penyebaran ke daerah peritonium dan masuknya organisme
Appendisitis dapat muncul dengan gejala klasik yang khas maupun gejala yang tidak khas
pada kelompok tertentu. Pada gejala tipikal appendisitis, dapat ditemukan nyeri yang semakin lama
semakin kuat pada daerah epigastrium dan mesogastrik. Selain itu, dapat ditemukan rasa tidak
nyaman yang disertai dengan nausea dan terkadang muntah. Nyeri hebat pada kuadran kanan
bawah merupakan gejala pada tahap lanjut appendisitis. Gejala lain yang ditemukan adalah demam
ringan dengan suhu berkisar antara 37,5C hingga 38,5C, takikardi, dan ileus. Hal yang perlu
diwaspadai adalah tanda-tanda telah terjadinya perforasi pada appendiks. Gejala yang dapat
ditemukan antara lain nyeri perut yang sangat hebat. Demam tinggi, abdomen rigid, nyeri lepas, dan
nyeri saat pemeriksaan colok dubur dapat mengindikasikan telah terjadinya peritonitis purulenta.2,4
Pada usia yang ekstrim (orang tua dan anak kecil), gejala appendisitis tidaklah khas. Pasien
dapat datang dengan keluhan ileus selama beberapa hari, nausea, muntah, imbalans eletrolit, dan
adanya tanda-tanda toksisitas sitemik. Pasien anak dapat datang dengan gejala rewel dan tidak mau
makan pada awal terjadinya appendisitis. jika dibiarkan, anak dapat menunjukkan gejala muntah,
lemah dan letargik dalam waktu beberapa jam. Selain itu, appendisitis pada kehamilan juga
menunjukkan gejala yang tidak khas. Keluhan utama seperti nyeri perut, mual, dan muntah
merupakan keluhan yang juga sering muncul pada kehamilan trimester pertama. Sehingga perlu
dibedakan apakah gejala tersebut muncul dari appendik atau merupakan gejala dari kehamilan.
Pasien dapat diminta untuk berbaring dan miring ke arah kiri, jika nyeri berpindah ke arah kiri
mengikuti gerakan uterus kemungkinan keluhan pasien muncul karena kehamilan. Pada kehamilan
lanjut, keluhan nyeri akan terasa di regio lumbal kanan. Hal ini disebabkan oleh pendorongan
Penegakan diagnosis appendisitis dibuat berdasarkan data dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan demam
ringan dengan suhu berkisar antara 37,5˚C - 38,5˚C. Jika didapatkan suhu yang lebih tinggi pada
pasien, harus dicurigai kemungkinan terjadinya perforasi pada pasien. Perut kembung juga dapat
ditemukan pada pasien dengan komplikasi perforasi. Selain itu, penonjolan di perut kanan dapat
Pada palpasi, akan terasa nyeri di regio iliaka kanan. Tanda ransangan peritoneum parietal
muncul dengan manifestasi defans muskular. Peristaltik usus seringkali normal kecuali pada ileus
paralitik pada peritonitis generalisata. Nyeri pada daerah infeksi dapat terasa pada pemeriksaan
colok dubur yang kemungkinan menandakan lokasi appendisitis di pelvik. Lokasi appendisitis juga
dapat diperkirakan dengan pemeriksaan fisik lain yakni dengan melakukan uji psoas dan uji
obturator. Uji psoas dilakukan dengan melakukan hiperekstensi pada sendi panggul kanan atau
dengan melakukan fleksi aktif sendi panggul kanan lalu memberikan tahanan pada paha kanan.
Apabila appendik menempel di otot psoas mayor akan terasa nyeri. Uji obturator dilakukan dengan
melakukan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Apabila terasa nyeri, appendik
berada pada posisi yang bersentuhan dengan otot obturator internus atau dikenal dengan appendik
pelvis.2
Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu penegakkan diagnosis appendisitis antara lain
pemeriksaan laboratorium dan USG. Pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukositosi dengan
nilai diatas 12.000 mm3 pada appendisitis akut. Nilai leukosit diatas 16.000 mm3 biasanya
menandakan telah terjadinya perforasi pada pasien. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah
dengan melakukan USG. Dari hasil USG dapat terlihat adanya cairan di abdomen dan atau di pelvis.
Hasil tersebut juga dapat digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan pada
ovarium dan atau tuba serta kolesistisis. Selain itu, adanya appendik yang luas dengan atau tanpa
Perlu diperhatikan bahwa masih ada kemungkinan salah pada penegakkan diagnosis
appendisitis akut sekitar 15%-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan
dibandingkan laki-laki. Hal tersebut biasanya disebabkan oleh gangguan lain pada perempuan yang
seperti pada genitalia interna, ovulasi, menstruasi, penyakit radang panggul, dan lain-lain. Jika
- gastroenteritis
- demam dengue
- limfadenitis mesenterika
- karsinoma rektum
- kelainan ovulasi
- infeksi panggul
- kehamilan ektopik
2.5 Penatalaksanaan
dapat dilakukan dengan metode laparoskopi appendektomi atau pun dengan appendektomi
konvensional.4
(Gambar 1. Anatomi appendik3)
Daftar Pustaka
1. Henry M, Thompson J. 2005. Clinical Surgery 2nd edition. United States. Elsevier Saunders.
408-411.
4. García JC, Vázquez-frías JA. Appendectomy. 2003. In: García JC, Jacobs M, Gagner M. 2003.