You are on page 1of 9

Case Report Session

APPENDISITIS

Disusun oleh :

Dian Anggraini 1110312114

Perseptor :

dr. Yahya Marpaung Sp.B

BAGIAN ILMU BEDAH

RSUP DR.M.DJAMIL PADANG

2016
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi Appendik

appendik merupakan organ berbentuk tabung dengan ujung tertutup yang bermula dari

posteromedial caecum dengan panjang antara 2 cm hingga 20 cm (panjang rata-rata 9 cm).1 Pada

orang dewasa, lumen appendik menyempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Hal

tersebut berbeda pada bayi yang memiliki appendik berbentuk kerucut, dimana bagian distal

appendik bayi menyempit.2

Lokasi appendik ada beberapa macam. Lokasi terbanyak ialah dibelakang caecum

(retrocaecal) sebanyak 65%. Selain itu, appendik juga dapat berada di bawah menuju ke daerah

pelvis (pelvis), tepat berada dibawah caecum (subcaecal), di depan ileum terminal (pre-ileal), serta di

belakang ileum (post-ileal).1 Persarafan appendik terbagi atas dua, yakni persarafan simpatis dan

parasimpatis. Persarafan parasimpatis appendik adalah cabang nervus vagus yang mengikuti arteri

mesenterika superior dan arteri appendikularis. Sementara, persarafan simpatis berasal dari nervus

torakalis X.2 Perdarahan appendik berasal dari arteri appendikularis yang merupakan cabang dari

arteribileokolik. Arteri ini merupakan arteri tanpa kolateral. Oleh karena itu, permasalahan pada

arteri ini, musalnya trombosis, dapat menyebabkan gangren pada appendik.1,2

1.2 Histologi appendik


Bagian mukosa appendik tersusun atas sel-sel kolumnar yang twrdiri atas kripta-kripta yang

mengandung kelenjar pensekresi mukus. Pada lamina propia, banyak terdapat jaringan limfoid.

Jaringan limofoid ini mengandung sel-sel plasma seperti limfosit, eusinofil, dan makrofag. Lapisan

otot pada appendik merupakan otot polos yang terbagi menjadi dua bagian, bagian luar berbentuk

longitudinal s3mentara bagian dalam berbentuk sirkular. Kesemuanya itu ditutupi oleh lapisan

serosa.1

1.3 Fisiologi appendik

appendik merupakan salah satu dari GALT (Gut Asssociated Lymphoid Tissue) yang

merupakan imunoglobulin sekretoar berupa igA yang akan memberikan perlindungan terhadap

infeksi. Akan tetapi, jumlah limfosit pada appendik terlalu sedikit jika dibandingkan dengan yang

dihasilkan di saluran cerna serta seluruh tubuh, sehingga pengangkatan appendik pada

appendiktomi tidak mempengaruhi imunitas tubuh.2

2.1 Epidemiologi dan Etiologi

Appendesitis lebih banyak terjadi di negara maju dibandingkan negara berembang. Namun,

terjadi penurunan bermakna dalam 3-4 dasawarsa terakhir pada angka kejadian apppendisitis di

negara maju. Hal tersebut kemubgkinan besar terjadi akibat perubaan diet tinggi serat pada

kehidupan sehari-hari. Kejadian appendik dapat mengebai semua usia dengan insiden tertinggi pada

usia 20-30 tahun, lalu semakin menurun seiring pertambahan usia. Akan tetapi, appendisitis pada

anak dibawah 1 tahun jarang dilaporkan. Prevalensi appendik berdasarkan jenis kelamin adalah

sama antara laki-laki dan perempuan pada semua tingkatan usia. Namun, pada usia 20-30 tahun

ditemukan bahwa pria lebih banyak menderita appendisitis dibandingkan wanita.2


Appendisitis dapat dicetuskan oleh beberapa hal, yakni infeksi bakteri, erosi mukosa, dan

sumbatan lumen appendik. Sumbatan pada lumen appendik dapat disebabkan oleh berbagai hal,

seperti infeksi parasit yakni cacing ascaris, hiperplasia jaringan limfa, fekalit, dan tumor appendik.

Selain hal-hal yang disebutkan sebelumnya, peningkatan tekanan intrasekal juga dapat menimbulkan

sumbatan pada lumen appendik. Biasanya, hal tersebut disebabkan oleh kebiasaan diet rendah serat

yang memicu terjadinya konstipasi.2

2.2 Patofisiologi

Perjalanan awal appendisitis dapat dimulai dari terjadinya konstipasi yang akan

meningkatkan jumlah flora kuman kolon. Kemudian, adanya penyumbatan disana dan disertai

dengan katup ileosekal yang konpeten akan meningkatkan tekanan di sekum. Peningkatan tekanan

dan koloni kuman akan mengiritasi mukosa appendik dan menimbulkan apppendisitis mukosa.

yang
Hambatan pengosongan isi appendiks akibat stenosis, adhesi, ataupun mesoappendik pendek

disertai dengan erosi mukosa akan menyebabkan terjadinya appendisitis komplit.2 Jika hal tersebut

terus berlanjut (multiplikasi bakteri di bagian distal dan peningkatan tekanan), suplai darah ke

appendik akan teganggu. Gamnguan suplai darah akan mengakibat appendisitis menjadi progresif

sehingga terjadi gamgren. Ruptur appendik kemungkinan besar akan terjadi setelah adanya gangren.

Ruptur akan menyebabkan terjadinya penyebaran ke daerah peritonium dan masuknya organisme

usus ke daerah tersebut sehingga menimbulkan peritonitis.1

2.3 Gejala Klinis

Appendisitis dapat muncul dengan gejala klasik yang khas maupun gejala yang tidak khas

pada kelompok tertentu. Pada gejala tipikal appendisitis, dapat ditemukan nyeri yang semakin lama

semakin kuat pada daerah epigastrium dan mesogastrik. Selain itu, dapat ditemukan rasa tidak
nyaman yang disertai dengan nausea dan terkadang muntah. Nyeri hebat pada kuadran kanan

bawah merupakan gejala pada tahap lanjut appendisitis. Gejala lain yang ditemukan adalah demam

ringan dengan suhu berkisar antara 37,5C hingga 38,5C, takikardi, dan ileus. Hal yang perlu

diwaspadai adalah tanda-tanda telah terjadinya perforasi pada appendiks. Gejala yang dapat

ditemukan antara lain nyeri perut yang sangat hebat. Demam tinggi, abdomen rigid, nyeri lepas, dan

nyeri saat pemeriksaan colok dubur dapat mengindikasikan telah terjadinya peritonitis purulenta.2,4

Pada usia yang ekstrim (orang tua dan anak kecil), gejala appendisitis tidaklah khas. Pasien

dapat datang dengan keluhan ileus selama beberapa hari, nausea, muntah, imbalans eletrolit, dan

adanya tanda-tanda toksisitas sitemik. Pasien anak dapat datang dengan gejala rewel dan tidak mau

makan pada awal terjadinya appendisitis. jika dibiarkan, anak dapat menunjukkan gejala muntah,

lemah dan letargik dalam waktu beberapa jam. Selain itu, appendisitis pada kehamilan juga

menunjukkan gejala yang tidak khas. Keluhan utama seperti nyeri perut, mual, dan muntah

merupakan keluhan yang juga sering muncul pada kehamilan trimester pertama. Sehingga perlu

dibedakan apakah gejala tersebut muncul dari appendik atau merupakan gejala dari kehamilan.

Pasien dapat diminta untuk berbaring dan miring ke arah kiri, jika nyeri berpindah ke arah kiri

mengikuti gerakan uterus kemungkinan keluhan pasien muncul karena kehamilan. Pada kehamilan

lanjut, keluhan nyeri akan terasa di regio lumbal kanan. Hal ini disebabkan oleh pendorongan

caecum dan appendik ke arah kraniolateral.2

2.4 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Penegakan diagnosis appendisitis dibuat berdasarkan data dari anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan demam

ringan dengan suhu berkisar antara 37,5˚C - 38,5˚C. Jika didapatkan suhu yang lebih tinggi pada

pasien, harus dicurigai kemungkinan terjadinya perforasi pada pasien. Perut kembung juga dapat
ditemukan pada pasien dengan komplikasi perforasi. Selain itu, penonjolan di perut kanan dapat

terlihat jika ada massa atau abses periappendikular.2

Pada palpasi, akan terasa nyeri di regio iliaka kanan. Tanda ransangan peritoneum parietal

muncul dengan manifestasi defans muskular. Peristaltik usus seringkali normal kecuali pada ileus

paralitik pada peritonitis generalisata. Nyeri pada daerah infeksi dapat terasa pada pemeriksaan

colok dubur yang kemungkinan menandakan lokasi appendisitis di pelvik. Lokasi appendisitis juga

dapat diperkirakan dengan pemeriksaan fisik lain yakni dengan melakukan uji psoas dan uji

obturator. Uji psoas dilakukan dengan melakukan hiperekstensi pada sendi panggul kanan atau

dengan melakukan fleksi aktif sendi panggul kanan lalu memberikan tahanan pada paha kanan.

Apabila appendik menempel di otot psoas mayor akan terasa nyeri. Uji obturator dilakukan dengan

melakukan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Apabila terasa nyeri, appendik

berada pada posisi yang bersentuhan dengan otot obturator internus atau dikenal dengan appendik

pelvis.2

Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu penegakkan diagnosis appendisitis antara lain

pemeriksaan laboratorium dan USG. Pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukositosi dengan

nilai diatas 12.000 mm3 pada appendisitis akut. Nilai leukosit diatas 16.000 mm3 biasanya

menandakan telah terjadinya perforasi pada pasien. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah

dengan melakukan USG. Dari hasil USG dapat terlihat adanya cairan di abdomen dan atau di pelvis.

Hasil tersebut juga dapat digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kelainan pada

ovarium dan atau tuba serta kolesistisis. Selain itu, adanya appendik yang luas dengan atau tanpa

abses juga dapat dinilai dari pemeriksaan ini.2,4

Perlu diperhatikan bahwa masih ada kemungkinan salah pada penegakkan diagnosis

appendisitis akut sekitar 15%-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan

dibandingkan laki-laki. Hal tersebut biasanya disebabkan oleh gangguan lain pada perempuan yang
seperti pada genitalia interna, ovulasi, menstruasi, penyakit radang panggul, dan lain-lain. Jika

meragukan, dapat dilakukan observasi dalam waktu 1-2 jam.2

Diagnosis banding appendisitis antara lain : 2,4

- gastroenteritis

- demam dengue

- limfadenitis mesenterika

- karsinoma rektum

- kelainan ovulasi

- infeksi panggul

- kehamilan ektopik

- kista ovarium terpuntir

- penyakit radang panggul akut

- patologi pada adneksa

2.5 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan appendisitis adalah dengan melakukan appendektomi. Appendektomi

dapat dilakukan dengan metode laparoskopi appendektomi atau pun dengan appendektomi

konvensional.4
(Gambar 1. Anatomi appendik3)
Daftar Pustaka

1. Henry M, Thompson J. 2005. Clinical Surgery 2nd edition. United States. Elsevier Saunders.

408-411.

2. De Jong. Ilmu Bedah

3. Atlas anatomi yokochi

4. García JC, Vázquez-frías JA. Appendectomy. 2003. In: García JC, Jacobs M, Gagner M. 2003.

Laparoscopic surgery. United States. McGraw-Hill Companies Inc.

You might also like