Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu
yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan
tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman.
1
8. Apa saja kelembagaan yang mengatur ketahanan pangan.?
9. Apa saja program-program dalam upaya ketahanan pangan.?
10. Apa saja permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dalam mencapai
ketahanan pangan.?
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Ketahanan Pangan
Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996 memberikan definisi ketahanan pangan
sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan
terjangkau.
Berdasarkan pengertian dan konsep tersebut di atas maka beberapa ahli sepakat
bahwa ketahanan pangan minimal mengandung dua unsur pokok yaitu ”ketersediaan pangan
dan aksesibilitas masyarakat terhadap pangan”. Salah satu unsur tersebut tidak dipenuhi maka
suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik (Arifin, 2004).
Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan regional, tetapi jika akses individu
untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata, maka ketahanan pangan masih
dikatakan rapuh. Akses terhadap pangan, ketersediaan pangan dan resiko terhadap akses dan
ketersediaan pangan tersebut merupakan determinan yang esensial dalam ketahanan pangan
(Von Braun et al, 1992).
Menurut FAO jumlah penduduk dunia yang menderita kelaparan pada tahun 2010
mencapai 925 juta orang. Situasi ini diperparah dengan semakin berkurangnya investasi di
sektor pertanian yang sudah berlangsung selama 20 tahun terakhir, sementara sektor
pertanian menyumbang 70% dari lapangan kerja baik secara langsung maupun tidak
langsung. Kekhawatiran akan makin menurunnya kualitas hidup masyarakat, bahaya
kelaparan, kekurangan gizi dan akibat-akibat negatif lain dari permasalahan tersebut secara
keseluruhan akan menghambat pencapaian goal pertama dari Millennium Development Goals
(MDGs) yakni eradication of poverty and extreme hunger.
3
dan pembangunan pertanian harus kembali menjadi fokus dari arus utama pembangunan
nasional dan global. Oleh karena itu Indonesia mengambil peran aktif dalam menggalang
upaya bersama mewujudkan ketahanan pangan global dan regional.
Sebagai negara dengan komitmen yang tinggi untuk menjaga stabilitas ketahanan
pangan global, Indonesia juga telah menandatangani Letter of Intent (LoI) dengan FAO pada
bulan Maret 2009 sebagai bentuk dukungan Indonesia terhadap berbagai program
peningkatan ketahanan pangan global dan pembangunan pertanian negara-negara
berkembang lainnya. terutama dalam kerangka Kerjasama Selatan-Selatan (South-South
Cooperation), kerjasama teknis negara-negara berkembang (KTNB/TCDC) dan pencapaian
goal dari MDGs. Penandatanganan LoI ini juga diharapkan akan semakin memperkuat peran
Indonesia dalam membantu peningkatan pembangunan pertanian di negara-negara
berkembang, terutama di negara-negara Asia Pasifik dan Afrika yang telah berjalan sejak
tahun 1980.
Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan UU RI No. 7 tahun
1996, yang mengadopsi definisi dari FAO, ada 4 komponen yang harus dipenuhi untuk
mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu:
4
1. kecukupan ketersediaan pangan;
2. stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke
tahun.
3. aksesibilitas/keterjangkauan terhadap pangan serta
4. kualitas/keamanan pangan
Ketahanan Pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang
tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah, maupun mutunya, aman,
merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan merupakan hal yang penting dan strategis, karena
berdasarkan pengalaman di banyak negara menunjukkan bahwa tidak ada satu negarapun
yang dapat melaksanakan pembangunan secara mantap sebelum mampu mewujudkan
ketahanan pangan terlebih dahulu. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan
mengamanatkan bahwa pemerintah bersama masyarakat mewujudkan ketahanan pangan bagi
seluruh rakyat Indonesia. Karena Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk
yang banyak dan tingkat pertumbuhannya yang tinggi, maka upaya untuk mewujudkan
ketahanan pangan merupakan tantangan yang harus mendapatkan prioritas untuk
kesejahteraan bangsa. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim dengan sumberdaya alam
dan sosial budaya yang beragam, harus dipandang sebagai karunia Ilahi untuk mewujudkan
ketahanan pangan.
5
pangan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga yang terus terus
berkembang dari waktu ke waktu.
6
Dalam hal penanggulangan masalah pangan harus terlebih dahulu diketahui secara dini
tentang kelebihan pangan, kekurangan pangan dan ketidakmampuan rumah tangga dalam
memenuhi kebutuhan pangan. Oleh sebab itu, penanggulangan masalah pangan kegiatannya
antara lain pengeluaran pangan apabila terjadi kelebihan pangan, peningkatan produksi
dan/atau pemasukan pangan apabila terjadi kekurangan pangan. Selain dari pada itu,
penyaluran pangan secara khusus diutamakan bagi ketidakmampuan rumah tangga dalam
memenuhi kebutuhan pangan, dan memberikan bantuan pangan kepada penduduk miskin.
7
2.4 Ruang Lingkup Ketahanan Pangan
Subsistem distribusi pangan yang efektif dan efisien sebagai prasyarat untuk menjamin
agar seluruh rumahtangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang baik
sepanjang waktu. Subsistem ini mencakup aspek aksesibilitas secara fisik, ekonomi maupun
sosial atas pangan secara merata sepanjang waktu. Akses pangan didefinisikan sebagai
kemampuan rumahtangga untuk secara periodik memenuhi sejumlah pangan yang cukup,
melalui berbagai sumber atau kombinasi cadangan pangan yang dimiliki, hasil produksi
pangan, pembelian/barter, pemberian, pinjaman dan bantuan pangan. Akses pangan secara
fisik ditunjukkan oleh kemampuan memproduksi pangan, infrastruktur dasar maupun kondisi
sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan demikian akses fisik lebih bersifat kewilayahan
dan dipengaruhi oleh ciri dan pengelolaan ekosistem. Akses pangan secara ekonomi
menyangkut keterjangkauan masyarakat terhadap pangan yang ditunjukkan oleh harga,
sumber mata pencaharian dan pendapatan. Sumber mata pencaharian meliputi kemampuan,
asset dan aktivitas yang dapat menjadi sumber pendapatan. Seringkali, sumber mata
pencaharian sangat dipengaruhi oleh kondisi maupun pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan. Akses pangan secara sosial antara lain dicerminkan oleh tingkat pendidikan,
bantuan sosial, kebiasaan makan, konflik sosial/keamanan. Dalam subsistem distribusi,
hambatan yang terjadi antara lain :
1. Teknis
8
3. Sistem distribusi pangan yang belum efisien.
2. Sosial-ekonomi
Belum berperannya kelembagaan pemasaran hasil pangan secara baik dalam
menyangga kestabilan distribusi dan harga pangan.
Masalah keamanan jalur distribusi dan pungutan resmi pemerintah pusat dan
daerah serta berbagai pungutan lainnya sepanjang jalur distribusi dan pemasaran
telah menghasilkan biaya distribusi yang mahal dan meningkatkan harga produk
pangan.
1. Bakteri
Bakteri merupakan makhluk bersel tunggal yang berkembang biak dengan cara
membelah diri dari satu sel menjadi dua sel. Pada kondisi yang sangat baik, kebanyakan sel
bakteri dapat membelah dan berkembang biak dalam waktu kurang lebih 20 menit.
Pada kecepatan yang tinggi ini satu sel bakteri dapat memperbanyak diri menjadi
lebih dari 16 juta sel baru dalam waktu 8 jam. Berdasarkan bentuk selnya, bakteri dapat
dibedakan atas empat golongan yaitu:
9
2. Kapang
Kapang merupakan mikroba dalam kelompok Fungi yang berbentuk filamen, yaitu
struktumya terdiri dari benang-benang halus yang disebut hifa. Kumpulan dari banyak hifa
membentuk kumpulan massa yang disebut miselium dan lebih mudah dilihat oleh mata tanpa
menggunakan mikroskop. Contoh miselium adalah serat putih seperti kapas yang tumbuh
pada tempe.
Kapang juga mempunyai struktur yang disebut spora yang pada umumnya terletak
pada ujung-ujung dari hifa, dan merupakan struktur yang sangat ringan dan mudah menyebar
kemana-mana. Spora merupakan alat perkembangbiakan kapang, karena pada kondisi
substrat dan lingkungan yang balk spora dapat bergerminasi dan tumbuh menjadi struktur
kapang yang lengkap.
Dari satu struktur kapang dapat dihasilkan beratus-ratus spora yang mudah menyebar
dan mencemari pangan, kemudian tumbuh menjadi bentuk kapang yang lengkap. Jika dilihat
dl bawah mikroskop, berbagai jenis kapang mempunyai struktur hifa dan spora yang berbeda-
beda, dan karakteristik struktur tersebut digunakan untuk mengidentifikasi kapang.
Spora kapang pada umumnya mempunyai warna tertentu tergantung dari jenis
kapangnya. Oleh karena itu pertumbuhan kapang pada pangan mudah dilihat dengan mata,
yaitu ditandai dengan perubahan warna yang menunjukkan adanya spora kapang dan sering
disebut sebagai bulukan.
Beberapa kapang jika tumbuh pada pangan dapat memproduksi racun yang berbahaya
yang disebut toksin (racun) kapang atau mikotoksin. Spesies kapang yang memproduksi
mikotoksin terutama adalah dari jenis Aspergillus, Penicillium dan Fusarium. Beberapa
contoh mikotoksin yang sering ditemukan pada pangan misalnya aflatoksin yang diproduksi
oleh Asperglllus flavus dan okratoksin yang diproduksi oleh Aspergillus ochraceus.
3. Virus
10
Virus merupakan organisme dengan ukuran yang paling kecil dibandingkan dengan
organisme lainnya. Virus merupakan organisme yang tidak dapat berkembang biak sendiri
melainkan harus berada pada sel organisme lainnya, oleh karena itu digolongkan ke dalam
parasit. Virus sering mencemari pangan tertentu seperti susu, pangan hasil laut, dan sayur-
sayuran serta air. Salah satu virus yang sering mencemari pangan yaitu virus hepatitis A, serta
virus polio yang sering mencemari susu sapi mentah.
Pertumbuhan mikroba pada pangan dipengaruhi oleh berbagai faktor, dan setiap
mikroba membutuhkan kondisi pertumbuhan yang berbeda. Oleh karena itu jenis dan jumlah
mikroba yang dapat tumbuh kemudian menjadi dominan pada setiap pangan juga berbeda,
tergantung dari jenis pangan tersebut. Pada kondisi yang optimum untuk masing-masing
mikroba, bakteri akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan kapang dan kamir. Hal ini
disebabkan bakteri mempunyai struktur sel yang lebih sederhana, sehingga pada kebanyakan
bakteri hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk membelah. Struktur sel kapang dan kamir
lebih kompleks daripada bakteri dan membutuhkan waktu lebih lama untuk membentuk sel
baru, yaitu sekitar 2 jam atau lebih.
4. Suhu
Kebanyakan mikroba perusak pangan merupakan mikroba mesofil, yaitu tumbuh baik
pada suhu ruangan atau suhu kamar. Bakteri patogen umumnya mempunyai suhu optimum
pertumbuhan sekitar 370C, yang juga adalah suhu tubuh manusia. Oleh karena itu suhu tubuh
manusia merupakan suhu yang baik untuk pertumbuhan beberapa bakteri patogen. Mikroba
perusak dan patogen umumnya dapat tumbuh pada kisaran suhu 4-660C. Oleh karena kisaran
suhu tersebut merupakan suhu yang kritis untuk penyimpanan pangan, maka pangan tidak
boleh disimpan terlalu lama pada kisaran suhu tersebut. Pangan harus disimpan pada suhu di
bawah 40C atau di atas 660C. Pada suhu di bawah 4°C, mikroba tidak akan mati tetapi
kebanyakan mikroba akan terhambat pertumbuhannya, kecuali mikroba yang tergolong
psikrofil. Pada suhu di atas 66°C, kebanyakan mikroba juga terhambat pertumbuhannya
meskipun beberapa bakteri yang tergolong termofil mungkin tidak mati.
11
2.7 Indikator Ketahanan Pangan
Dalam ICOSOC itu ditegaskan, hak setiap orang atas standar kehidupan yang layak
baginya dan keluarganya atas pangan, sera setiap orang harus bebas dari kelaparan. (kpl/bar)
Landasan Hukum
Undang-Undang yang secara eksplisit menyatakan kewajiban mewujudkan ketahanan
pangan adalah UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. UU tersebut menjelaskan konsep
ketahanan pangan, komponen, serta para pihak yang harus berperan dalam mewujudkan
ketahanan pangan. Secara umum UU tersebut mengamanatkan bahwa pemerintah bersama
masyarakat wajib mewujudkan ketahanan pangan. UU tersebut telah dijabarkan dalam
beberapa Peraturan Pemerintah (PP) antara lain: (i) PP Nomor 68 Tahun 2002 tentang
12
Ketahanan Pangan yang mengatur tentang Ketahanan Pangan yang mencakup ketersediaan
pangan, cadangan pangan, penganekaragaman pangan, pencegahan dan penanggulangan
masalah pangan, peran pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat, pengembangan
sumberdaya manusia dan kerjasama internasional; (ii) PP Nomor 69 tahun 1999 tentang
Label dan Iklan Pangan yang mengatur pembinaan dan pengawasan di bidang label dan iklan
pangan untuk menciptakan perdagangan pangan yang jujur dan bertanggungjawab; dan (iii)
PP Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, yang mengatur tentang
keamanan, mutu dan gizi pangan, pemasukan dan pengeluaran pangan ke wilayah Indonesia,
pengawasan dan pembinaan, serta peranserta masyarakat mengenai hal-hal di bidang mutu
dan gizi pangan.
13
dilakukan terutama untuk kedelai, gula dan garam karena rasio impor terhadap produksi besar
(30-70%). Lahan yang diperluas diperuntukkan bagi petani miskin dan tunakisma (< 0.1 Ha),
tetapi memiliki keahlian/pengalaman bertani. Lahan kering yang potensial seluas 31 juta Ha
dapat dimanfaatkan menjadi lahan usahatani.
2. Intensifikasi
3. Diversifikasi
Keberadaan, peran dan fungsi lembaga pangan seperti kelompok tani, UKM, Koperasi
perlu direvitalisasi dan restrukturisasi untuk mendukung pembangunan kemandirian pangan.
Kemitraan antara lembaga perlu didorong untuk tumbuhnya usaha dalam bidang pangan.
Koordinator kegiatan ini adalah Meneg Koperasi dan UKM dan Deptan dibantu oleh
Depperindag. Alokasi dana untuk kegiatan ini berupa koordinasi antar departemen dan
instansi untuk melahirkan kebijakan baru untuk kelembagaan pangan. Kebutuhan dana
dibebankan pada anggaran masing-masing departemen.
14
6. Kebijakan Makro
Kebijakan dalam bidang pangan perlu ditelaah dan dikaji kembali khususnya yang
mendorong tercapainya ketahanan pangan dalam waktu 1-5 tahun. Beberapa hal yang perlu
dikaji seperti pajak produk pangan, retribusi, tarif bea masuk, iklim investasi, dan
penggunaan produksi dalam negeri serta kredit usaha.
1. Konsolidasi lahan agar lahan pertanian dapat dikelola lebih efisien dan efektip,
karena masuknya peralatan dan mesin dan menggiatkan aktivitas ekonomi dan
pedesaan.
2. Perluasan pemilikan lahan pertanian oleh petani.
15
2.10 Permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh pemerintah dalam
mencapai ketahanan pangan
1. Teknis
a. Berkurangnya areal lahan pertanian karena derasnya alih lahan pertanian ke non
pertanian seperti industri dan perumahan (laju 1%/tahun).
b. Produktifitas pertanian yang relatif rendah dan tidak meningkat.
c. Teknologi produksi yang belum efektif dan efisien.
d. Infrastruktur pertanian (irigasi) yang tidak bertambah selama krisis dan
kemampuannya semakin menurun.
e. Masih tingginya proporsi kehilangan hasil pada penanganan pasca panen (10-
15%).
f. Kegagalan produksi karena faktor iklim seperti El-Nino yang berdampak pada
musim kering yang panjang di wilayah Indonesia dan banjir .
2. Sosial- ekonomi
a. Penyediaan sarana produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh pemerintah.
b. Sulitnya mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam produksi pangan karena
besarnya jumlah petani (21 juta rumah tangga petani) dengan lahan produksi yang
semakin sempit dan terfragmentasi (laju 0,5%/tahun).
c. Tidak adanya jaminan dan pengaturan harga produk pangan yang wajar dari
pemerintah kecuali beras.
d. Tata niaga produk pangan yang belum pro petani termasuk kebijakan tarif impor
yang melindungi kepentingan petani.
e. Terbatasnya devisa untuk impor pangan sebagai alternatif terakhir bagi
penyediaan pangan.
16
1. Teknis
a. Belum memadainya infrastruktur, prasarana distribusi darat dan antar pulau yang
dapat menjangkau seluruh wilayah konsumen.
b. Belum merata dan memadainya infrastruktur pengumpulan, penyimpanan dan
distribusi pangan , kecuali beras.
c. Sistem distribusi pangan yang belum efisien.
d. Bervariasinya kemampuan produksi pangan antar wilayah dan antar musim
menuntut kecermatan dalam mengelola sistem distribusi pangan agar pangan
tersedia sepanjang waktu diseluruh wilayah konsumen.
2. Sosial-ekonomi
a. Belum berperannya kelembagaan pemasaran hasil pangan secara baik dalam
menyangga kestabilan distribusi dan harga pangan.
b. Masalah keamanan jalur distribusi dan pungutan resmi pemerintah pusat dan
daerah serta berbagai pungutan lainnya sepanjang jalur distribusi dan pemasaran
telah menghasilkan biaya distribusi yang mahal dan meningkatkan harga produk
pangan.
17
d. Ketidakmampuan bagi penduduk miskin untuk mencukupi pangan dalam jumlah
yang memadai sehingga aspek gizi dan keamanan pangan belum menjadi
perhatian utama.
E. Aspek Manajemen
Keberhasilan pembangunan ketahanan dan kemandirian pangan dipengaruhi oleh
efektifitas penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen pembangunan yang meliputi aspek
perencanan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta koordinasi berbagai kebijakan
dan program. Masalah yang dihadapi dalam aspek manajemen adalah:
1. Terbatasnya ketersediaan data yang akurat, konsisten , dipercaya dan mudah diakses
yang diperlukan untuk perencanaan pengembangan kemandirian dan ketahanan
pangan.
2. Belum adanya jaminan perlindungan bagi pelaku usaha dan konsumen kecil di bidang
pangan.
3. Lemahnya koordinasi dan masih adanya iklim egosentris dalam lingkup instansi dan
antar instansi, subsektor, sektor, lembaga pemerintah dan non pemerintah, pusat dan
daerah dan antar daerah.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Istilah ketahanan pangan dalam kebijaksanaan dunia, pertama kali digunakan pada
tahun 1971 oleh PBB, tetapi Inodonesia secara formal baru mengadopsi ketahanan pangan
dalam kebijakan dan program pada tahun 1992, yang kemudian definisi ketahanan pangan
pada undang-undang pangan no:7 ada pada tahun 1996.
Mengacu pada permasalahan dan program pengolahan dan pemasaran hasil pertanian
serta kebijakan strategi ketahanan pangan (ketersediaan, distribusi dan konsumsi), dan
keberhasilan swasta (kasus Garudafood) dan daerah (kasus Pemerintah Daerah Gorontalo)
dalam pengembangan agribisnis jagung dapat dirumuskan kebijakan strategis pengembangan
teknologi pangan. Kebijakan strategis tersebut mencakup aspek pengembangan kualifikasi
teknologi; keterpaduan pengolahan dan pemasaran; relevansi dan efektivitas teknologi;
pemberian otonomi luas kepada daerah; pelibatan swasta/pemilihan komoditas prospektif
berbasis pemberdayaan/dan pengembangan jaringan kerja secara luas; pengembangan
program kemitraan berawal/berbasis pemasaran; dan pengembangan program Primatani
berbasis industri pengolahan.
Ketahanan pangan ialah kondisi dimana setiap individu mampu secara fisik dan
ekonomi untuk memenuhi kebutuhan pangan yang cukup, aman dan bergizi bagi kehidupan
19
yang aktif dan sehat. Pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara merata dengan harga
yang terjangkau juga tidak boleh dilupakan.
Konsumsi pangan adalah salah satu subsistem ketahanan pangan yang erat kaitannnya
dengan tingkat keadaan gizi (status gizi). Hal ini menyebabkan gizi merupakan faklor penting
dalam menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia.
3.2 Saran
Adapun saran yang bisa di berikan adalah sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan
masalah ketahanan pangan yang ada di Indonesia. Karena masih banyak masyarakat yang
belum memahami bagaimana cara atau strategi yang baik guna menjaga ketahanan pangan
mereka.
20
Daftar Pustaka
http://cynthiawidowati.blogspot.com/2013/06/meningkatkan-ketahanan-pangan-di.html di
akses pada minggu, 16 November 2014 jam 05.50 wib
http://novitaekakartika.blogspot.com/2013/06/meningkatkan-ketahanan-pangan-di-
dalam.html di akses pada minggu, 16 november 2014 jam 11.27 wib
http://rufinaaristyani.blogspot.com/2013/06/makalah-ketahanan-pangan-di-indonesia.html di
akses pada minggu, 16 november 2014 jam 12.00 wib
21