You are on page 1of 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Persalinan Fisiologis
A. Definisi
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin
dan plasenta) yang telah cukup bulan dan dapat hidup diluar uterus
melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau
tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba, 2010). Persalinan
adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke
dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan
ketuban didorong keluar melalui jalan lahir. Persalinan dan
kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa
komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Prawirohardjo,
2014).

B. Anatomi Jalan Lahir


1. Pelvis
Pelvis adalah bagian tubuh yang terletak di bawah
abdomen. Pelvis terdiri dari empat tulang yaitu sakrum,
koksigeus, dan dua tulang inominata. Masing-masing tulang
inominata ini dibentuk oleh penyatuan ilium, ischium, dan
pubis. Tulang-tulang inominata menyatu ke sakrum pada
sinkondrosis sakroiliaka dan kesatu sam lain pada simfisis
pubis (Snell, 2006; Cunningham. et al., 2014).

8 Universitas Muhammadiyah Palembang


9

Gambar 2.1. Anatomi pelvis


Sumber : Paulsen, F., & Waschke, J. 2013

Pelvis dibagi menjadi dua bagian oleh apertura pelvis


superior, yang dibentuk di belakang oleh promontorium os
sakrum, di lateral oleh linea terminalis, dan di anterior oleh
simfisis pubis. Di atas apertura pelvis superior terdapat pelvis
major yang membentuk sebagian cavitas abdominalis,
sedangkan yang di bawah apertura pelvis superior terdapat
pelvis minor. False pelvis terletak diatas linea terminalis dan
true pelvis, sebelah posterior dibatasi oleh vertebra lumbalis
dan lateral oleh fosa ilika. Di depan, batasnya dibentuk oleh
bagian bawah dinding abdomen anterior. True pelvis adalah
bagian penting dalam melahirkan. Diatas dibatasi oleh
promontorium dan ala sakrum, linea terminalis, dan batas atas
tulang pelvis, serta dibawah oleh apertura pelvis inferior
(Snell, 2006; Cunningham. et al., 2014).

Gambar 2.2. Gambaran true pelvis dan false pelvis wanita dewasa
Sumber : Cunningham, F.G. et.al. 2014

Universitas Muhammadiyah Palembang


10

Pelvis diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu:


1) Jenis ginekoid merupakan bentuk pintu atas panggul yang
hampir bulat. Panjang diameter antero-posterior sama
dengan diameter transversa. Jenis ini ditemukan pada 45%
perempuan.
2) Jenis android merupakan bentuk pintu atas panggul yang
hampir segi tiga. Umumnya pria mempunyai jenis seperti
ini. Panjang diameter antero-posterior hampir sama
dengan diameter transversa, akan tetapi jauh lebih
mendekati sakrum. Jenis ini ditemukan pada 15%
perempuan.
3) Jenis antropoid yaitu pintu atas panggul yang agak
lonjong, seperti telur. Panjang diameter antero-posterior
lebih besar daripada diameter transversa. Jenis ini
ditemukan pada 35% perempuan.
4) Jenis platipelloid merupakan jenis ginekoid yang
menyempit pada arah muka belakang. Ukuran melintang
jauh lebih besar daripada ukuran muka belakang. Jenis ini
ditemukan pada 5% perempuan (Prawirohardjo, 2013).

Gambar 2.3. Jenis-jenis anatomi pelvis


Sumber : Cunningham, et al., 2014

Universitas Muhammadiyah Palembang


11

2. Uterus
Uterus pada perempuan yang tidak hamil terletak di
rongga pelvis di antara kandung kemih di anterior dan rektum
di posterior. Uterus berbentuk piriformis atau berbentuk seperti
buah pir. Berat uterus adalah 70 g dan kapasitas 10 ml atau
kurang. Uterus terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian
segitiga atas yang disebut corpus atau badan dan bagian
silindris bawah yang disebut serviks yang masuk ke dalam
vagina. Hampir seluruh dinding posterior uterus ditutupi oleh
serosa (peritoneum viseral). Bagian bawah peritoneum ini
membentuk batas anterior cul-de-sac rectouterina atau kavum
douglas dan peritoneum ini juga mengarah kedepan kekandung
kemih membentuk kavum vesikouterina. Bagian bawah
dinding uterus anterior disatukan ke dinding posterior kandung
kemih oleh jaringan ikat longgar yang berbatas tegas, spatium
vesikouterina (Cunningham, et al., 2014).

Gambar 2.4 Anatomi Uterus dan Serviks


Sumber : Cunningham, et al., 2014

3. Serviks
Serviks uteri berbentuk fusiformis dan membuka di tiap
ujungnya melalui lubang kecil yaitu ostium internum dan
ostium eksternum. Batas atas serviks di anterior adalah ostium

Universitas Muhammadiyah Palembang


12

internum, yang bersesuaian dengan level peritonium melekat


ke vesika uterina. Segmen atas serviks yaitu porsio
supravaginalis, terletak diatas perlekatan vagina ke serviks.
Ditutupi oleh peritonium pada permukaan posteriornya,
ligamentum kardinale melekat dilateral, dan dipisahkan dari
vesika urinaria yang terdapat diatasnya oleh jaringan ikat
jarang. Bagian vagina bawah serviks disebut porsio vaginalis
(Cunningham. et al, 2014).
4. Vagina
Struktur muskolomembranosa ini memanjang dari vulva
ke uterus dan terletak antara kandung kemih dan rektum
dianterior dan posterior. Bagian atas berasal dari duktus
mulleri dan bagian bawah dibentuk dari sinus urogenital.
Dianterior, vagina dipisahkan dari urethra dan kandung kemih
oleh jaringan ikat yaitu septum vesikovaginal. Di posterior,
diantara bagian bawah vagina dan rektum, terdapat jaringan
serupa yang membentuk septum rektovaginal. Umumnya
panjang dinding vagina anterior kira-kira 6 - 8 cm dan panjang
posterior kira-kira 7 - 10 cm (Cunningham.et al, 2014).

C. Jenis Persalinan
Jenis persalinan Persalinan berdasarkan umur kehamilan yaitu:
1) Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup diluar kandungan, berat badan lahir bayi yaitu < 500
gram atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu.
2) Partus immaturus
Partus dari hasil konsepsi pada kehamilan 20-27 minggu
dengan berat badan lahir bayi 500 gram sampai 999 gram.
3) Partus prematurus
Pengeluaran hasil konsepsi pada kehamilan 28-36 minggu
dengan berat badan lahir 1000 gram sampai 2499 gram.

Universitas Muhammadiyah Palembang


13

4) Partus maturus atau aterm


Persalinan pada kehamilan 37-42 minggu dengan berat badan
lahir bayi antara 2500 gram sampai 4000 gram.
5) Partus postmaturus atau postterm
Kehamilan postterm disebut juga kehamilan serotinus,
kehamilan lewat waktu, kehamilan lewat bulan, prolong
pregnancy, extended pregnancy, postdate/posdatisme, atau
post-term pregnancy. Partus postmaturus atau postterm adalah
persalinan yang terjadi lebih dari 42 minggu dengan berat
badan lahir >4000 gram (Prawirohardjo, 2013).

2.1.2 Hipertensi dalam Kehamilan


A. Definisi
Hipertensi dalam kehamilan adalah kenaikan tekanan darah
melebihi batas normal yaitu tekanan darah sistolik melebihi 140
mmHg atau tekanan darah diastolik melebihi 90 mmHg yang
dilihat dari dua kali pengukuran dengan jeda atau jarak empat jam
pada masa kehamilan (Prawirohardjo, 2013).

B. Klasifikasi
Pada dasarnya terdapat 4 jenis hipertensi yang umumnya
terdapat pada saat kehamilan, yaitu:
1. Hipertensi gestasional
TD sistolik ≥ 140 atau TD diastolik ≥ 90 mmHg ditemukan
pertama kali sewaktu hamil, tidak ada proteinuria, TD kembali
ke normal sebelum 12 minggu postpartum. Diagnosis akhir
hipertensi gestasional hanya dapat dibuat postpartum, memiliki
gejala atau tanda lain preeklampsia misalnya dispepsia atau
trombositopenia (Cunningham, FG., et al. 2014).

Universitas Muhammadiyah Palembang


14

2. Sindrom preeklampsia dan eklampsia


a. Preeklampsia
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik pada kehamilan
yang dapat mempengaruhi hampir semua sistem organ
yang ditandai dengan hipertensi gestasional dan
proteinuria yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu.
Pada preeklampsia tekanan darah melebihi 140/90 mmHg
dan proteinuria melebihi 300 mg dalam 24 jam, rasio
protein urin: kreatinin ≥ 0,3 atau protein 30 mg/dL (1+
dipstick) yang persisten dalam sampel urin acak
(Cunningham, FG., et al. 2014). Namun, proteinuria bukan
ciri khas pada beberapa wanita dengan sindrom
preeklampsia. Menurut Task Force 2013 kriteria
diagnostik preeklampsia terdapat keterlibatan multiorgan
meliputi trombositopenia, disfungsi ginjal, nekrosis
hepatoselular (disfungsi hati), gangguan sistem saraf
pusat, atau edema paru.
b. Eklampsia
Kejang yang tidak disebabkan oleh penyebab lain (seperti
epilepsi) pada perempuan dengan preeklampsia
(Cunningham, FG., et al. 2014).
3. Preeklampsia yang bertumpang tindih pada hipertensi kronis.
Proteinuria onset baru ≥ 300 mg/24 jam pada perempuan
hipertensi, tetapi tidak ditemukan proteinuria sebelum
kehamilan 20 minggu. Peningkatan mendadak proteinuria atau
tekanan darah atau hitung trombosit < 100.000/µL pada
perempuan yang mengalami hipertensi dan proteinuria
sebelum kehamilan 20 minggu (Cunningham, FG., et al. 2014).
4. Hipertensi Kronis
TD ≥ 140/90 mmHg sebelum kehamilan atau terdiagnosis
sebelum kehamilan 20 minggu, tidak disebabkan penyakit
trofoblas gestasional. Hipertensi pertama kali didiagnosis

Universitas Muhammadiyah Palembang


15

setelah kehamilan 20 minggu dan menetap setelah 12 minggu


postpartum (Cunningham, FG., et al. 2014).

C. Pengaruh Hipertensi terhadap Berat Badan Lahir Bayi


Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit
kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi
mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia mortalitas dan
morbiditas hipertensi dalam kehamilan masih cukup tinggi.
Hipertensi dalam kehamilan dapat menyebabkan morbiditas atau
kesakitan pada ibu (kejang eklampsia, perdarahan otak, edema
paru, gagal ginjal akut dan pengumpalan atau pengentalan darah
didalam pembuluh darah) serta morbiditas terhadap janin
(pertumbuhan janin terhambat didalam rahim, kematian janin
didalam rahim, solusio plasenta, dan kelahiran prematur), selain itu
hipertensi dalam kehamilan juga masih merupakan penyebab utama
kematian pada ibu (Prawirohardjo, 2013).
Pada kehamilan normal, terjadi invasi trofoblas kedalam
lapisan otot arteri spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan
otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas
juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis yang menyebabkan
jaringan matriks menjadi longgar sehingga terjadi penurunan
tekanan darah, penurunan resistensi vaskular dan peningkatan
aliran darah uteroplasenta agar aliran darah kejanin tercukupi dan
perfusi kejaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodeling
arteri spiralis (Prawirohardjo, 2013).
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel
trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks
sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras
akibatnya lumen arteri spiralis tidak mengalami distensi dan
vasodilatasi. Hal tersebut menyebabkan arteri spiralis relatif
mengalami vasokontriksi dan terjadi kegagalan remodeling arteri

Universitas Muhammadiyah Palembang


16

spiralis sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadi


hipoksia serta iskemia plasenta (Prawirohardjo, 2013).
Preeklampsia dan eklampsia memberi dampak buruk pada
kesehatan janin yang disebabkan oleh menurunnya perfusi
uteroplasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan endotel
pembuluh darah plasenta. Dampak preeklampsia dan eklampsia
pada janin adalah:
1. Intrauterine growth restriction dan oligohidramnion
2. Peningkatan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak
langsung akibat intrauterine growth restriction, prematuritas,
oligohidramnion dan solusio plasenta (Prawirohardjo, 2013).

2.1.3 Preeklampsia
A. Definisi
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik pada kehamilan
yang dapat mempengaruhi hampir semua sistem organ yang
ditandai dengan hipertensi gestasional dan proteinuria yang terjadi
setelah kehamilan 20 minggu. Pada preeklampsia tekanan darah
melebihi 140/90 mmHg dan proteinuria melebihi 300 mg dalam 24
jam, rasio protein urin: kreatinin ≥ 0,3 atau protein 30 mg/dL (1+
dipstick) yang persisten dalam sampel urin acak (Cunningham,
FG., et al. 2014). Namun, proteinuria bukan ciri khas pada
beberapa wanita dengan sindrom preeklampsia. Menurut Task
Force 2013 kriteria diagnostik preeklampsia terdapat keterlibatan
multiorgan meliputi trombositopenia, disfungsi ginjal, nekrosis
hepatoselular (disfungsi hati), gangguan sistem saraf pusat, atau
edema paru.
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20
minggu kehamilan disertai proteinuria. Preeklampsia merupakan
penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra dan
postpartum (Prawirohardjo, 2013). Preeklampsia adalah timbulnya
hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah

Universitas Muhammadiyah Palembang


17

usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Rohan,


2013).

B. Faktor risiko
Ada beberapa faktor risiko yang terkait dengan preeklampsia,
yaitu :
1. Primigravida
Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya
hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan
multigravida. Hal ini dikarenakan ketika kehamilan pertama
pembentukan human leukocyte antigen protein G (HLA-G)
terhadap antigen plasenta tidak sempurna (Prawirohardjo, S.
2013).
2. Genetik
Faktor genetik merupakan unsur yang penting dalam terjadi
preeklampsia. Preeklampsia adalah hasil interaksi ratusan gen
baik ibu maupun ayah yang mengendalikan fungsi enzimatik
dan metabolik yang beragam di seluruh sistem organ.
Polimorfisme gen yang berpengaruh antara lain : MTHFR
(C677T), F5 (leiden), AGT (M235T), HLA (various), NOS3
(Glu 298 Asp), F2 (G20210A), ACE, CTLA4, LPL dan
SERPINE1 (Cunningham, F.G. et.al. 2014).
3. Usia ibu
Kehamilan dibawah usia 20 tahun dan kehamilan diatas usia
35 tahun berisiko tinggi terjadinya preeklampsia dibandingkan
dengan wanita yang hamil pada usia reproduksi (20-35 tahun).
Ibu yang hamil pada usia < 20 tahun mempunyai risiko
preeklampsia 3,58 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil
yang berusia 20-35 tahun, sedangkan usia > 35 tahun
mempunyai risiko untuk menderita hipertensi kronik yang
akan berlanjut menjadi superimposed preeklampsia ketika
sedang hamil (Denantika, 2014).

Universitas Muhammadiyah Palembang


18

4. Jarak kehamilan
Hasil penelitian Harutyunyan 2013 yang berjudul Interbirth
Interval And History Of Previous Preeclampsia didapatkan
hasil yaitu terdapat hubungan bermakna antara jarak kehamilan
dengan angka kejadian preeklampsia dengan p value 0,0005
dan nilai OR 4,49. Hal ini menunjukkan bahwa ibu hamil
dengan jarak kehamilan >5 tahun mempunyai peluang 4 kali
lebih beresiko untuk mengalami preeklampsia dibandingkan
dengan ibu hamil yang jarak kehamilan ≤5 tahun.
5. Wanita yang mempunyai riwayat preeklampsia dan eklampsia
pada kehamilan sebelumnya
Wanita dengan preeklampsia pada kehamilan pertama
memiliki risiko lebih besar pada kehamilan kedua
dibandingkan dengan wanita yang normotensif selama
kehamilan pertama. Sebaliknya, pada wanita yang normotensif
selama kehamilan pertamanya, kejadian preeklampsia pada
kehamilan berikutnya jauh lebih rendah daripada kehamilan
pertama (Cunningham, F.G. et.al. 2014).
6. Obesitas
Obesitas selain menyebabkan kolesterol tinggi dalam darah
juga menyebabkan kerja jantung lebih berat, oleh karena
jumlah darah yang berada dalam badan sekitar 15% dari berat
badan, maka semakin obesitas seseorang semakin banyak
jumlah darah yang terdapat dalam tubuh yang artinya semakin
berat fungsi pemompaan jantung (Suhardiyanto, 2012).
7. Kehamilan ganda
Preeklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda
dari 105 kasus kehamilan ganda didapat 28,6% preeklampsia
(Rozikhan, 2007).
8. Hiperhomosisteinemia
Peningkatan plasma homosistein terjadinya pada 20-30%
wanita dengan preeklampsia. Peningkatan konsentrasi

Universitas Muhammadiyah Palembang


19

homosistein berhubungan dengan disfungsi endotel yang


menjadi pusat patofisiologi preeklampsia (Malahayati, 2017).
9. Sindrom metabolik
Sindrom metabolik berkaitan dengan resistensi insulin yang
dapat menyebabkan terjadinya stress oksidatif dan terjadinya
disfungsi endotel sehingga meningkatkan risiko terjadinya
preeklampsia (Rini, 2015).

C. Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum
diketahui dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang
terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak satupun teori
tersebut yang dianggap mutlak benar. Menurut Prawirohardjo
2013, teori-teori tersebut diantaranya adalah :
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal terjadi invasi trofoblas ke dalam
lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi
lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis.
Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis,
sehingga jaringan matriks menjadi longgar dan memudahkan
lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi
dan vasodilatasi lumen arteri spiralis memberi dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskuler, dan
peningkatan aliran darah pada daerah uteroplasenta, akibatnya
aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan
meningkat sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin
dengan baik, proses ini dinamakan remodeling arteri spiralis.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-
sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan
matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap
kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Terjadi

Universitas Muhammadiyah Palembang


20

kegagalan remodeling arteri spiralis sehingga aliran darah


uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia
plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan
perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis
hipertensi dalam kehamilan selanjutnya. Diameter rata-rata
arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron,
sedangkan pada preeklampsia rata-rata 200 mikron.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel
a. Iskemia plasenta dan pembentukan radikal bebas
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan
menghasilkan radikal bebas. Salah satu radikal bebas yang
dihasilkan adalah radikal hidroksil yang sangat toksik,
khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah.
Radikal hidroksil akan merusak membran sel yang
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi
peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak
membran sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel
endotel.
b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam
kehamilan
Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang
sangat toksis ini akan beredar di seluruh tubuh dalam
aliran darah dan akan merusak membran sel endotel.
Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan
oleh peroksida lemak karena letaknya langsung
berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat
rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan
berubah menjadi peroksida lemak.
c. Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida
lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel yang

Universitas Muhammadiyah Palembang


21

kerusakannya dimulai dari membran sel endotel.


Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan
terganggunya fungsi endotel bahkan rusaknya seluruh
struktur sel endotel. Pada waktu terjadi kerusakan sel
endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka
akan terjadi :
1) Gangguan metabolisme prostaglandin karena salah satu
fungsi sel endotel adalah memproduksi prostaglandin.
2) Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang
mengalami kerusakan. Agregasi sel trombosit ini
adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel
yang mengalami kerusakan. Agregasi ini memproduksi
tromboksan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat. Pada
preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar
prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi dengan
terjadi kenaikan tekanan darah.
3) Perubahan khas pada endotel kapilar glomerulus
4) Peningkatan permeabilitas kapilar
5) Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor yaitu
endotelin
6) Peningkatan faktor koagulasi
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya
hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan
multigravida. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi
mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam
kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.
Pada kehamilan normal, respons imun tidak menolak adanya
hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya
human leukocyte antigen protein G (HLA-G) yang berperan
penting dalam modulasi respons imun, sehingga ibu tersebut
tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada

Universitas Muhammadiyah Palembang


22

plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel


natural killer ibu.
Adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas
ke dalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta hipertensi dalam
kehamilan terjadi penurunan ekspresi HLA-G. HLA-G juga
merangsang produksi sitikon sehingga memudahkan terjadinya
reaksi inflamasi. Pada awal trimester kedua kehamilan anak
perempuan mempunyai kecenderungan terjadi
preklampsia karena mempunyai proporsi sel helper yang lebih
rendah dibanding normotensif.
4. Teori adaptasi kardiovaskular
Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter
terhadap bahan-bahan vasopresor. Refrakter artinya pembuluh
darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor atau
dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk
menimbulkan respon vasokonstriksi. Pada kehamilan normal
terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor
merupakan akibat perlindungan oleh adanya sintesis
prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini
dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopresor
akan hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor.
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya
refrakter terhadap bahan vasokonstriktor, dan terjadi
peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor yang
artinya daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan
vasopresor hilang hingga pembuluh darah menjadi sangat peka
terhadap bahan vasopresor. Peningkatan kepekaan pada
kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan,
sudah dapat ditemukan pada kehamilan 20 minggu.
5. Teori genetik
Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi
dalam kehamilan jika dibandingkan dengan genotip janin.

Universitas Muhammadiyah Palembang


23

Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia,


26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia pula,
sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami preeklampsia.
6. Teori Defisiensi Gizi
Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi
minyak ikan dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak
ikan mengandung banyak asam lemak tak jenuh yang dapat
menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi
trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi
kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan risiko
terjadinya preeklampsia atau eklampsia. Penelitian dilakukan
di negara Equador Andes dengan metode uji klinik ganda
tersamar dengan membandingkan pemberian kalsium dan
plasebo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu hamil yang
diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami
preeklampsia adalah 14% sedangkan yang diberi glukosa 17%.
7. Teori stimulus inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris
trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan
utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal
plasenta juga melepaskan debris trofoblas sebagai sisa-sisa
proses apoptosis dan nekrotik trofoblas akibat reaksi stress
oksidatif. Jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar
sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal.
Berbeda dengan reaksi apoptosis pada preeklampsia di mana
pada preeklampsia terjadi peningkatan stress oksidatif
sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga
meningkat. Semakin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya
pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stress
oksidatif akan sangat meningkat sehingga jumlah sisa debris
trofoblas juga akan semakin meningkat. Keadaan ini

Universitas Muhammadiyah Palembang


24

menimbulkan reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh


lebih besar dibandingkan reaksi inflamasi pada kehamilan
normal. Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel,
dan sel-sel makrofag atau granulosit yang lebih besar sehingga
terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-
gejala preeklampsia.

D. Manifestasi klinis
Penyebab preeklampsia masih belum diketahui, manifestasi
klinis preeklampsia mulai tampak sejak awal kehamilan berupa
perubahan patofisiologi yang timbul sepanjang kehamilan dan
akhirnya menjadi nyata secara klinis. Tanda klinis ini merupakan
akibat vasospasme, disfungsi endotel dan iskemia. Sejumlah besar
dampak sindrom preeklampsia pada ibu biasanya diuraikan
persistem organ, manifestasi klinis ini sering kali multipel dan
bertumpang tindih secara klinis.
1. Sistem kardiovaskular
Gangguan berat pada fungsi kardiovaskular normal lazim
terjadi pada preeklampsia atau eklampsia. Gangguan ini
berkaitan dengan peningkatan afterload jantung yang
disebabkan hipertensi, preload jantung, dan aktivasi endotel
disertai ekstravasasi cairan intravaskular kedalam ruang
ekstrasel dan yang paling penting kedalam paru-paru.
2. Darah dan koagulasi
Kelainan hematologis timbul pada beberapa perempuan
dengan preeklampsia. Salah satu kelainan yang lazim dijumpai
adalah trombositopenia. Selain itu, kadar beberapa faktor
pembekuan darah dalam plasma dapat berkurang dan eritrosit
dapat memperlihatkan bentuk yang aneh serta mengalami
hemolisis cepat.

Universitas Muhammadiyah Palembang


25

3. Homeostasis volume
a. Perubahan endokrin
Kadar renin, angiotensin II, angiotensin 1-7, dan aldosteron
dalam plasma meningkat secara nyata selama kehamilan
normal. Pada kasus preeklampsia, meskipun volume darah
berkurang, nilai-nilai ini berkurang secara nyata tetapi tetap
diatas nilai saat tidak hamil.
b. Perubahan cairan dan elektrolit
Pada perempuan dengan preeklampsia berat, volume cairan
ekstrasel yang bermanifestasi sebagai edema biasanya jauh
lebih besar dibandingkan pada perempuan dengan
kehamilan normal.
4. Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus meningkat secara bermakna, dengan memburuknya
preeklampsia akan timbul sejumlah perubahan anatomis dan
patofisiologis yang reversibel. Secara klinis perfusi ginjal dan
filtrasi glomerulus berkurang akibat penurunan volume
plasma, sebagian besar penurunan ini terjadi akibat
meningkatnya resistensi arteriol aferen. Penurunan filtrasi
menyebabkan nilai kreatinin serum meningkat yaitu 1 mg/mL
atau dapat lebih tinggi. Pada preeklampsia kadar natrium urin
dan kadar asam urat plasma biasanya meningkat sedangkan
ekskresi kalsium dalam urin berkurang akibat peningkatan
reabsorpsi kalsium ditubulus. Adanya proteinuria dalam
derajat apapun akan menegakkan diagnosis preeklampsia-
eklampsia. Nekrosis tubular akut jarang disebabkan oleh
preeklampsia saja. Meskipun derajat ringan penyakit ini dapat
ditemukan pada kasus yang tidak ditatalaksana, gagal ginjal
secara klinis selalu disebabkan oleh hipotensi akibat
perdarahan yang bersamaan.

Universitas Muhammadiyah Palembang


26

5. Hepar
Perubahan pada hepar perempuan yang mengalami eklampsia
berat digambarkan oleh lesi khas yang lazim ditemukan adalah
daerah-daerah perdarahan periportal pada tepi hepar.
Keterlibatan simtomatik, biasanya bermanifestasi sebagai
nyeri tekan derajat sedang hingga berat pada kuadran kanan
atas atau pertengahan epigastrium. Pada beberapa kasus terjadi
peningkatan kadar amino transferase serum-aspartat
transferase (AST) atau alanin transferase (ALT).
6. Otak
Edema otak menyeluruh dapat timbul pada sindrom
preeklampsia dan biasanya bermanifestasi sebagai perubahan
status mental yang bervariasi dari kebingungan hingga koma.
Nyeri kepala dan skotomata diduga timbul akibat hiperperfusi
serebrovaskular yang memiliki predileksi pada lobus
oksipitalis.
7. Perfusi uteroplasenta
Terganggunya perfusi uteroplasenta akibat vasospasme hampir
pasti merupakan penyebab utama meningkatnya angka
kesakitan dan kematian perinatal (Cunningham, FG., et al.
2014).

Tabel 2.1 Kriteria diagnostik kehamilan terkait hipertensi


Kondisi Kriteria
Hipertensi TD > 140/90 mmHg yang timbul setelah 20 minggu
gestasional kehamilan pada wanita yang sebelumnya
normotensif
Preeklampsia
Proteinuria  ≥ 300 mg/24 jam, atau
 Protein : rasio kreatinin ≥ 0,3 atau
 Dipstick +1 yang persisten
Trombositopenia platelet < 100.000 /µL
Insufisiensi kreatinin > 1,1 mg/dL atau penggandaan baseline

Universitas Muhammadiyah Palembang


27

renal
Hepar peningkatan kadar AST dan ALT
Serebral sakit kepala, gangguan penglihatan, kejang
Edema paru
Sumber : Cunningham, FG., et al. 2014

E. Komplikasi
Terdapat berbagai komplikasi preeklampsia diantaranya
adalah :
1. Sindrom HELLP
Sindrom HELLP ialah preeklampsia-eklampsia disertai
timbulnya hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi
hepar, dan trombositopenia. Diagnosis sindrom HELLP antara
lain : didahului tanda dan gejala yang tidak khas (malaise,
lemah, nyeri kepala, mual, muntah), tanda-tanda hemolisis
intravaskular (khususnya kenaikan LDH, AST dan bilirubin
indirek), tanda kerusakan atau disfungsi sel hepatosit hepar
(kenaikan ALT, AST, LDH), dan trombositopenia ≤
150.000/ml (Prawirohardjo, S. 2013).
Berdasarkan kadar trombosit darah, klasifikasi sindrom
HELLP menurut Misissippi, yaitu :
1) Klas 1 : kadar trombosit ≤ 50.000/ml, LDH ≥ 600 IU/l,
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l.
2) Klas 2 : Kadar trombosit 50.000 s.d 100.000/ml, LDH ≥
600 IU/l, AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l.
3) Klas 3 : Kadar trombosit > 100.000/ml, LDH ≥ 600 IU/l,
AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l (Prawirohardjo, S. 2013).
Klasifikasi sindrom HELLP menurut Tennesse, yaitu :
1) Sindrom HELLP komplit jika disertai seluruh kriteria
tersebut (hemolisis, peningkatan enzim hepar, dan
trombositopenia).
2) Sindrom HELLP parsial jika hanya terdapat satu atau dua
dari kriteria tersebut (Haq, A.N., 2014).

Universitas Muhammadiyah Palembang


28

2. Gagal ginjal akut


Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila
sebagian besar kedua korteks ginjal mengalami nekrosis, maka
terjadi nekrosis korteks ginjal yang bersifat irreversibel
(Prawirohardjo, S. 2013).
3. Gangguan penglihatan
Skotomata, penglihatan kabur, atau diplopia merupakan gejala
yang sering didapatkan pada preeklampsia berat dan
eklampsia. Kebutaan lebih jarang ditemukan, biasanya
reversibel dan dapat timbul dari tiga daerah potensial. Ketiga
daerah ini adalah korteks visual pada lobus oksipitalis, nukleus
genikulatum lateral, dan retina. Di retina, lesi dapat mencakup
iskemia, infark, dan ablasio (Cunningham, FG., et al. 2014).
4. Edema serebri
Gejala-gejala edema serebri bervariasi dari letargi,
kebingungan, dan penglihatan kabur hingga obtundasi dan
koma. Perempuan preeklampsia sangat rentan terhadap
peningkatan tekanan darah yang hebat dan mendadak, yang
akan memperburuk edema vasogenik menyeluruh secara akut
(Cunningham, FG., et al. 2014).
5. Perdarahan intrakranial
Perdarahan intrakranial meskipun jarang, dapat terjadi pada
preeklampsia berat dan eklampsia (Prawirohardjo, S. 2013).
6. Edema paru
Penderita preeklampsia mempunyai risiko besar terjadinya
edema paru. Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung
kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapilar paru,
dan menurunnya diuresis (Prawirohardjo, S. 2013).
7. Eklampsia
Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia,
yang disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Pada
penderita preeklampsia yang akan kejang, umunya memberi

Universitas Muhammadiyah Palembang


29

gejala-gejala atau tanda-tanda yang khas, yang dapat dianggap


sebagai tanda prodoma akan terjadinya kejang. Preeklampsia
yang disertai dengan tanda-tanda prodoma ini disebut sebagai
impending eclampsia atau imminent eclampsia (Prawirohardjo,
S. 2013).
8. Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin
Preeklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin
yang disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenta,
hipovolemi, vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh
darah plasenta. Dampak preeklampsia pada janin adalah Intra
Uterine Growth Retardation (IUGR), oligohidramnion,
prematuritas, dan solusio plasenta (Prawirohardjo, S. 2013).

2.1.4 Plasenta
Pada kehamilan aterm berat plasenta kurang lebih seperenam
berat janin. Diameter rata-rata plasenta saat aterm adalah 185 mm dan
ketebalan rata-ratanya 23 mm, dengan volume 497 mL dan berat 508 g.
Nilai-nilai pengukuran ini sangat bervariasi, dan terdapat berbagai
varian bentuk plasenta serta beberapa tipe insersi tali pusat. Bila dilihat
dari permukaan maternal, jumlah area yang sedikit meninggi disebut
lobus, bervariasi antara 10 dan 38. Lobus ini dipisahkan secara tidak
sempurna oleh celah dengan kedalaman bervariasi. Lobulus atau
kotiledon merupakan unit fungsional yang diperdarahi oleh satu vilus
primer (Cunningham, FG., et al. 2014).
Luas kotiledon pada plasenta aterm siperkirakan 11 m2. Janin dan
plasenta dihubungkan dengan tali pusat yang berisi 2 arteri dan satu
vena. Vena berisi darah penuh oksigen, sedangkan arteri yang kembali
dari janin berisi darah kotor. Panjang tali pusat bervariasi yaitu 30-90
cm. Pada kehamilan aterm arus darah pada tali pusat berkisar 350
ml/menit. Pada bagian ibu dimana arteri spiralis mengalirkan darah,
tekanan relatif rendah yaitu 10 mmHg. Arus darah uteroplasenta pada

Universitas Muhammadiyah Palembang


30

kehamilan aterm diperkirakan 500-750 ml/menit (Prawirohardjo, S.


2013).
Menurunnya aliran darah ke ruang intervili menyebabkan berat
plasenta pada preeklampsia menjadi lebih rendah dari berat plasenta
kehamilan non preeklampsia. Plasenta yang kecil dapat berpengaruh
terhadap pertumbuhan, outcome bahkan sampai kematian janin. Hal ini
dikarenakan plasenta yang kecil secara fungsional tidak adekuat
menyuplai kebutuhan janin akan nutrisi dan oksigen. Infark yang kecil
pada kehamilan non preeklampsia umumnya tidak mempunyai arti
klinis yang bermakna, tetapi bila luas infark lebih dari 10 % dari luas
plasenta maka akan berhubungan dengan hipoksia janin, pertumbuhan
janin terhambat dan bahkan sampai kematian janin. Pada tahap awal,
infark berupa daerah kemerahan pada permukaan plasenta, makin lama
berubah menjadi coklat, abu-abu dan akhirnya pada infark yang lama
akan menjadi putih. Secara mikroskopis, infark pada tahap awal berupa
hilangnya daerah intervili sehingga tampak saling berdekatan,
sedangkan pada tahap lanjut nukleus dari sinsitiotrofoblas sudah tidak
tampak lagi (Hadiyanto, L. 2012)
Pada preeklampsia, tingginya tekanan darah dan adanya kelainan
pada dinding arteria spiralis menyebabkan mudahnya terbentuk
hematom. Hematom yang terjadi yaitu adanya kumpulan gumpalan
darah yang mengisi rongga sentral lobulus dan dikelilingi oleh vili yang
mengalami infark. Kelainan ini terjadi karena dilatasi dan ruptur daerah
proksimal dari arteri spiralis yang mengalami oklusi. Pada preeklampsia
menurunnya aliran darah pada ruang intervili akibat stenosis dan oklusi
arteria spiralis akan menyebabkan perubahan gambaran histologis
plasenta. Perubahan gambaran histologis ini berupa proliferasi sel-sel
trofoblas, syncytial knots, penebalan membran basalis trofoblas,
nekrosis fibrinoid, arterosis akut, pengurangan jumlah
(hipovaskular/avaskular) dan penebalan dinding arteri serta fibrosis vili
korialis. (Hadiyanto, L. 2012).

Universitas Muhammadiyah Palembang


31

2.1.5 Berat badan lahir bayi


A. Definisi
Berat badan adalah suatu indikator kesehatan bayi baru lahir.
Berat badan lahir bayi adalah berat badan bayi yang di timbang
dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir. Pengukuran ini dilakukan
di tempat fasilitas (Rumah sakit, Puskesmas dan Polindes), sedang
bayi yang lahir di rumah waktu pengukuran berat badan dapat
dilakukan dalam waktu 24 jam. (Kosim dkk, 2014).

B. Klasifikasi
Menurut Kosim dkk 2014, Berat badan lahir bayi dapat
dikelompokkan menjadi :
1. Berat Badan Lahir Rendah
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah berat badan
lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi
(Kosim dkk, 2014). Ada beberapa cara dalam mengelompokkan
BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010) :
1) Menurut harapan hidupnya
a. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dengan berat lahir
1500-2500 gram.
b. Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR) dengan berat
lahir 1000-1500 gram.
c. Berat Badan Lahir Ekstrim Rendah (BBLER) dengan
berat lahir kurang dari 1000 gram.
2) Menurut masa gestasinya
a. Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37
minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan
untuk masa gestasi atau biasa disebut neonatus kurang
bulan sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK).
b. Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang
dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi. Bayi

Universitas Muhammadiyah Palembang


32

mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan bayi


kecil untuk masa kehamilannya (KMK).

Beberapa penyebab dari bayi dengan berat badan lahir


rendah menurut Proverawati dan Ismawati 2010 :
1. Faktor ibu
a. Penyakit
1) Mengalami komplikasi kehamilan seperti anemia,
perdarahan antepartum, preeklampsia berat, eklamsia,
dan infeksi kandung kemih
2) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular
seksual, hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, dan penyakit
jantung
3) Penyalahgunaan obat, merokok, dan konsumsi
alkohol
b. Ibu
1) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah
kehamilan pada usia < 20 tahun atau lebih dari 35
tahun
2) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek
(kurang dari 1 tahun)
3) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya
c. Keadaan sosial ekonomi
1) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi
rendah. Hal ini dikarenakan keadaan gizi dan
pengawasan antenatal yang kurang
2) Aktivitas fisik yang berlebihan
2. Faktor janin
Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin
kronik (inklusi sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan
kehamilan kembar.

Universitas Muhammadiyah Palembang


33

3. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta
previa, solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar
(sindrom parabiotik), dan ketuban pecah dini.
4. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat
tinggal di dataran tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat
beracun.

Masalah pada bayi lebih sering dijumpai pada bayi kurang


bulan dan BBLR dibanding dengan bayi cukup bulan dan berat
badan lahir normal. Bayi kurang bulan dan BBLR sering
mempunyai masalah sebagai berikut:
1) Ketidakstabilan suhu
Ketidakstabilan suhu terjadi akibat peningkatan hilangnya
panas, kurangnya lemak subkutan, rasio luas permukaan
terhadap berat badan yang besar serta produksi panas
berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai dan
ketidakmampuan untuk menggigil.
2) Kesulitan pernafasan
Kesulitan pernafasan terjadi akibat defisiensi surfaktan paru,
risiko aspirasi akibat belum terkoordinasinya refleks batuk,
refleks menghisap dan refleks menelan, dan otot pembantu
pernafasan yang lemah.
3) Kelainan gastrointestinal dan nutrisi
Kelainan gastrointestinal dan nutrisi terjadi akibat motilitas
usus yang menurun, refleks hisap yang buruk, pengosongan
lambung tertunda, pencernaan dan absorpsi vitamin yang
larut dalam lemak berkurang, defisiensi enzim laktase pada
brush border usus, menurunnya cadangan kalsium, fosfor,
protein dan zat besi dalam tubuh, dan meningkatnya risiko
enterokolitis nekritikans.

Universitas Muhammadiyah Palembang


34

4) Imaturitas hati
Konjugasi dan ekskresi bilirubin terganggu dan terjadi
defisiensi faktor pembekuan yang tergantung pada vitamin K.
5) Imaturitas ginjal
Ketidakmampuan untuk mengekskresi solute load besar,
akumulasi asam anorganik dengan asidosis metabolik dan
ketidakseimbangan elektrolit.
6) Imaturitas imunologis
Tidak banyak transfer IgG maternal melalui plasenta selama
trimester ketiga, fagositosis terganggu, dan penurunan faktor
komplemen.
7) Kelainan neurologis
Refleks isap dan telan yang imatur, penurunan motilitas usus,
upnea dan bradikardia berulang, perdarahan intraventrikel
dan leukomalasia periventrikel, pengaturan fungsi cerebral
yang buruk, Hypoxic ischemia encephalopaty (HIE),
retinopati, kejang, dan hipotonia.
8) Kelainan kardiovaskular
Kelainan kardiovaskular berupa Patent ductus arteriosus
(PDA), hipotensi atau hipertensi.
9) Kelainan hematologis
Kelainan hematologis berupa anemia, hiperbilirubinemia,
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), dan
Hemorrhagic Disease Of The Newborn (HDN).
10) Metabolisme
Kelainan metabolisme berupa hipokalsemia dan hipoglikemia
atau hiperglikemia (Kosim dkk, 2014).

2. Berat Badan Lahir Normal


Berat badan lahir normal adalah 2.500-4.000 gram dengan
usia gestasi 37-42 minggu (Kosim dkk, 2014).

Universitas Muhammadiyah Palembang


35

3. Berat Badan Lahir Lebih


Bayi berat lahir lebih adalah Bayi yang dilahirkan dengan
berat badan lahir lebih > 4000 gram (Kosim dkk, 2014). Bayi
dengan berat badan lahir lebih bisa disebabkan karena adanya
pengaruh dari kehamilan posterm, bila terjadi perubahan
anatomik pada plasenta maka terjadi penurunan berat janin,
setelah umur kehamilan 36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan
janin mendatar dan tampak adanya penurunan sesudah 42
minggu. Namun, seringkali plasenta masih dapat berfungsi
dengan baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai dengan
bertambahnya umur kehamilan. Risiko persalinan bayi dengan
berat >4000 gram pada kehamilan posterm meningkat 2-4 kali
lebih besar dari kehamilan aterm (Prawirohardjo, 2013).

C. Faktor yang mempengaruhi berat badan lahir bayi


Berat badan lahir bayi merupakan hasil interaksi dari
berbagai faktor melalui suatu proses yang berlangsung selama
dalam kandungan. Menurut Rusida 2012, faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi berat badan lahir bayi adalah sebagai berikut:
1. Faktor lingkungan internal mempengaruhi berat badan lahir
bayi antara lain sebagai berikut :
a) Umur ibu
Semakin muda dan semakin tua umur seorang ibu yang
sedang hamil, akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi
yang diperlukan. Umur muda perlu tambahan gizi yang
banyak karena selain digunakan untuk pertumbuhan dan
perkembangan dirinya sendiri juga harus berbagi dengan
janin yang sedang dikandung. Umur yang tua perlu energi
yang besar juga karena fungsi organ yang makin melemah
dan diharuskan untuk bekerja maksimal maka memerlukan
tambahan energi yang cukup guna mendukung kehamilan
yang sedang berlangsung.

Universitas Muhammadiyah Palembang


36

b) Jarak kehamilan/kelahiran
Kehamilan yang perlu diwaspadai adalah jarak persalinan
terakhir dengan awal kehamilan sekarang kurang dari 2
tahun, bila jarak terlalu dekat, maka rahim dan kesehatan
ibu belum pulih dengan baik. Keadaan ini perlu
diwaspadai kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik,
persalinan lama atau perdarahan.
c) Paritas
Paritas merupakan faktor yang sangat berpengaruh
terhadap hasil konsepsi karena ibu yang pernah hamil atau
melahirkan anak 4 kali atau lebih, selain mukosa-mukosa
dalam rahimnya sudah tidak bagus, kondisi kandungannya
belum terlalu baik dan sempurna untuk janin.
d) Kadar Hemoglobin (Hb)
Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat
meningkatkan risiko morbiditas maupun mortalitas ibu
dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan
prematur juga lebih besar.
e) Status Gizi Ibu Hamil
Status gizi ibu hamil menentukan berat badan lahir bayi
sehingga pemantauan gizi ibu hamil sangatlah penting
dilakukan.
f) Penyakit Saat Kehamilan
Penyakit pada saat kehamilan yang dapat mempengaruhi
berat bayi lahir diantaranya adalah Diabetes Melitus
Gestasional (DMG), cacar air, hipertensi, penyakit infeksi
TORCH dll.
2. Faktor lingkungan eksternal meliputi kondisi lingkungan,
pekerjaan ibu hamil, tingkat pendidikan, pengetahuan gizi, dan
sosial ekonomi.

Universitas Muhammadiyah Palembang


37

a) Kondisi lingkungan
Salah satu faktor penyebab berat bayi lahir tidak normal
adalah tempat tinggal didataran tinggi.
b) Pekerjaan ibu hamil
Pekerjaan pada ibu hamil dengan beban atau aktivitas
yang terlalu berat dan berisiko akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim karena
adanya hubungan aksis fetoplasenta dan sirkulasi
retroplasenta yang merupakan satu kesatuan. Bila terjadi
gangguan atau kegagalan salah satu 20 akan menimbulkan
risiko pada ibu (gizi kurang dan anemia) atau pada janin
(BBLR).
c) Tingkat pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga
perilaku seseorang akan pola hidup, terutama dalam
memotivasi sikap berperan serta dalam perkembangan
kesehatan.
d) Pengetahuan gizi
Pengetahuan yang dimiliki seorang ibu akan
mempengaruhi dalam pengambilan keputusan dan juga
akan berpengaruh pada perilakunya. Ibu dengan
pengetahuan gizi yang baik, kemungkinan akan
memberikan gizi yang cukup bagi bayinya.
e) Sosial ekonomi
Seseorang dengan ekonomi yang tinggi kemudian hamil
maka kemungkinan besar sekali gizi yang dibutuhkan
tercukupi ditambah lagi adanya pemeriksaan membuat gizi
ibu semakin terpantau.

Universitas Muhammadiyah Palembang


38

2.2 Kerangka Teori

Faktor predisposisi preeklampsia

Invasi trofoblas Disfungsi Intoleransi Stres


abnormal endotel imunologik oksidatif

Kegagalan ↓ Prostaglandin ↓ HLA G Apopotosis


remodeling arteri ↑ Tromboksan dan nekrotik
spiralis A2 trofoblas
Trofoblas
lisis oleh sel
Hipoksia dan Lepasnya
NK ibu
iskemia plasenta debris
trofoblas

Radikal Respon
bebas inflamasi

Vasokontriksi arteriola

Preeklampsia

Penurunan aliran utero


plasenta

Hambatan nutrisi dan


oksigenasi

Berat Badan Lahir Rendah


(BBLR)

Universitas Muhammadiyah Palembang


39

2.3 Hipotesis
Ho: Tidak ada perbedaan berat badan lahir bayi pada ibu dengan preeklampsia
dan non preeklampsia di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
H1: Ada perbedaan berat badan lahir bayi pada ibu dengan preeklampsia dan
non preeklampsia di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang

Universitas Muhammadiyah Palembang

You might also like