You are on page 1of 85

SKRIPSI

PERANAN INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN


EKONOMI DI KABUPATEN BUTON UTARA
PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Oleh

RAHMAWATI
Stb. B1 A1 11 084

JURUSAN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2016
SKRIPSI

PERANAN INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN


EKONOMI DI KABUPATEN BUTON UTARA
PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Oleh

RAHMAWATI
Stb. B1 A1 11 084

JURUSAN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2016
PERANAN INVESTASI PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI DI KABUPATEN BUTON UTARA
PROVINSI SULAWESI TENGGARA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Gelar Sarjana Pada Jurusan Ilmu Ekonomi

Oleh

RAHMAWATI
Stb. B1 A1 11 084

JURUSAN ILMU EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2016
Tanggal 29 februari 2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi

serta penulisan skripsi ini dengan judul Peranan Investasi Pemerintah

Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Buton Utara yang ditujukan

untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Haluoleo.

Penghargaan sebesar-besarnya saya persembahkan kepada kedua orang

tuaku yang kucintai dan kusayangi (Bapak Naimuddin. S dan Ibu Zauna) yang

selalu memberikan dukungan baik moril maupun materi yang tiada mampu

terbalas kecuali dengan doa dan bakti yang tulus kepada keduanya. Tak lupa pula

kepada kakak - kakakku, adikku, dan seluruh keluarga yang senantiasa

memberikan motivasi, doa dan semangat kepada saya dalam mengenyam

pendidikan sejak kecil.

Dalam menyelesaikan tugas ini, penulis banyak mendapat bantuan baik

bersifat bimbingan, petunjuk maupun kesempatan berdiskusi. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Rianse, MS selaku Rektor Universitas

Haluoleo.

2. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Haluoleo.

3. Ibu Dr. Rosnawintang,SE. M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Haluoleo,

vi
4. Ibu Heppi Millia,SE.MS selaku pembimbing pertama yang banyak

memberikan masukan yang sangat berharga kepada saya dalam menyusun

skripsi ini.

5. Bapak La Tondi,SE.M.Si selaku pembimbing Kedua yang banyak

memberikan masukan dan koreksi yang sangat berharga kepada saya dalam

penyusunan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen pengajar di Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi

Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Haluoleo Kendari

yang selalu memberikan ilmunya dengan baik dan telah membantu selama

proses perkuliahan.

7. Seluruh Staf dan Pegawai di lingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Haluoleo yang telah memberikan banyak bantuan dan pelayanan

yang baik kepada saya mulai saat pengajuan judul skripsi sampai skripsi ini

rampung, dan juga bentuan materil dan non materil.

8. Terima kasih yang sebesar- besarnya buat Sahabat Hatiku “Orang Tuaku”

Tercinta yang telah menemani saya dikala senang maupun susah, banyak

memberikan masukkan dan dorongan serta menemani saya dalam

menyelesaikan studiku, Terima kasih ayah dan ibu atas doa dan dukungannya

selama ini sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Terima kasih buat semua keluargaku yang selalu menyayangi dan memotivasi

saya untuk menjadi anak yang lebih baik.

10. Teman-teman se-angkatan 11 terutama buat Rudi, dewi, ita, una dan yang

lain-lain yang tidak sempat saya sebutkan namanya, terimakasih atas doa dan

vii
dukungannya, yang selalu menyayangi saya, memberikan motivasi dan

dukungan kepada saya selama ini.

Dengan penuh kerendahan hati, penulis menyadari masih adanya

kekurangan karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimilki

penulis. Namun dengan keterbatasan penulisan skripsi ini dapat memberikan

manfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Kendari, April 2016

Penulis

viii
ABSTRAK

RAHMAWATI, Peranan Investasi Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi


di Kabupaten Buton Utara, di Bimbing oleh Heppi Millia dan La Tondi.

Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang


oleh pemerintah pusat dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat
berharga dan investasi langsung, yang mampu mengembalikan nilai pokok
ditambah dengan manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya dalam jangka
waktu tertentu.
Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui Bagaimana perkembangan
investasi pemerintah di Kabupaten Buton Utara dan Berapa besar peranan
investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Buton Utara
selama kurun waktu 2009-2013.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka disimpulkan bahwa:
1. Perkembangan investasi pemerintah di Kabupaten Buton Utara dari
tahun 2009-2013 mengalami Fruktuasi setiap tahun yaitu sebesar Rp.
143,481.05 juta menjadi Rp. 204,430.73 juta. Walaupun sempat
mengalami penurunan di tahun 2011 yaitu sebesar Rp. 155,780.57 juta
di bandingkan tahun sebelumnya.
2. Peranan investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Buton Utara pada tahun 2009-2013 tidak cukup besar
dalam pertumbuhan yang ada di Kabupaten Buton Utara, karena tidak
signifikan.

Kata Kunci : investasi pemerintah, Pertumbuhan Ekonomi, PDRB

ix
ABSTRACT

RAHMAWATI, Role of Government Investment Against Economic Growth in


North Buton, in Guided by Heppi Millia and La Tondi.
Government investment is the placement of the funds and / or goods by
the central government in the long run to purchase investment securities and direct
investment, which is able to return the principal amount plus the related economic
benefits, social, and / or other benefits in a given time period.
This study aims to find out How government investment in the
development of North Buton and How big a role the government investment to
economic growth in North Buton during the period 2009-2013.
Based on the results of research and discussion, it was concluded that:
1.The development of government investment in North Buton from year 2009 to
2013 experienced Fruktuasi every year is Rp. 143,481.05 million to Rp.
204,430.73 million. Despite a decline in 2011 is Rp. 155,780.57 million compared
to the previous year.
2. The role of government investment to economic growth in North Buton in the
year 2009 to 2013 is not large enough in growth in North Buton, because it is not
significant.

Keywords: government investment, economic growth, the GDP

x
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL DEPAN .............................................................................i
HALAMAN SAMPUL DALAM ...........................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN ..............................................................................iii
HALAMAN PENETAPAN PENGUJI…………………………………………..iv
KATA PENGANTAR …………………………………………………………....v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN………………………...vi
ABSTRAK .............................................................................................................ix
DAFTAR ISI .....................................................................................................….xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................…xiv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................….xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teoritik.....................................................................................6
2.1.1 Pengertian Investasi ........................................................................6
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi .................................7
2.1.3 Hubungan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi…………………8
2.1.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi…………………………………….11
2.1.4.1 Teori Ekonomi Klasik……………………………………11
2.1.4.2 Teori Schumpeter………………………………………...13
2.1.4.3 Teori Harrod-Domar……………………………………..14
2.1.4.4 Teori Neo-Klasik…………………………………………15

xi
2.1.5 Peranan Pemerintah Dalam Pertumbuhan Ekonomi……….……...16
2.1.6 Investasi Pemerintah………………………………………………18
2.1.7 Peranan Pemerintah Dalam Pengembangan Investasi…………….22
2.1.8 Kebijaksanaan dan Prosedur Penanaman Modal………………….24
2.1.9 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi………………………………..26
2.1.10 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi…….27
2.1.11 Pengertian Pendapatan Regional………………………………...30
2.2 Penelitian Terdahulu .............................................................................33
2.3 Kerangka Pemikiran ..............................................................................37
2.4 Hipotesis penelitian ...............................................................................39
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................40
3.2 Rancangan Penelitian ............................................................................40
3.3 Jenis dan Sumber Data ..........................................................................40
3.3.1 Jenis Data .....................................................................................40
3.3.2 Sumber data ..................................................................................40
3.4 Definisi Operasinal Variabel .................................................................41
3.5 Analisis Data .........................................................................................41
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum …………………...……………...............................43
4.1.1 Kondisi Demografi ……………………………………………..43
4.1.2 Keadaan Tenaga…………………………………………………46
4.1.3 Perkembangan APBD …………...…………………………….....47
4.2 Hasil Penelitian ……………….............................................................49
4.2.1 Perkembangan PDRB di Kabupaten Buton Utara ......................50
4.2.2 Perkembangan Belanja Modal Kabupaten Buton Utara..........…52
4.2.3 Peranan Investasi Pemerintah Terhadap Perekonomian Daerah..55
4.3 Pembahasan…........................................................................................57
xii
4.3.1 Perkembangan Investasi Pemerintah di Kabupaten Buton Utara.58
4.3.2 Peranan Investasi Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi.59
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan ...........................................................................................61
5.2 Saran .....................................................................................................61
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiii
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
4.1 Penduduk Kabupaten Buton Utara Berdasarkan Struktur Umur....................44
4.2 PDRB Kabupaten Buton Utara AHK .............................................................50
4.3 Perkembangan Total Dana Investasi Kabupaten Buton Utara ........................54

xiv
iv
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran ........................................................................................38

xv
iv
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pembangunan ekonomi suatu daerah pada hakekatnya merupakan suatu

rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sadar dan terus menerus untuk

mewujudkan keadaan yang lebih baik secara bersama-sama dan berkesinambungan.

Dalam kerangka itu, Pembangunan ekonomi juga untuk memacu pemerataan

Pembangunan dan hasil- hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Salah satu indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur Pembangunan

ekonomi yang terjadi pada suatu daerah adalah pertumbuhan ekonomi. Walaupun

indikator ini mengukur tingkat pertumbuhan output dalam suatu perekonomian,

namun sesungguhnya juga memberikan indikasi tentang sejauh mana aktivitas

perekonomian yang terjadi pada suatu periode tertentu telah menghasilkan

peningkatan pendapatan bagi masyarakat.

Menumbuhkan kegiatan ekonomi untuk menciptakan stabilitas pembangunan

kehidupan bangsa dan pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan sumber pembiayaan tidak

hanya berasal dari pemerintah melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara

(APBN). Tetapi juga dibutuhkan pembiayaan dari sumber lain dari sektor swasta

misalnya investasi untuk membiayai dan menggerakkan program pembangunan yang

telah direncanakan dalam agenda program pembangunan nasional maupun daerah.

1
2

Dalam mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia jangka panjang yaitu

masyarakat yang adil dan makmur perlu diiringi dengan perluasan pembangunan

pada berbagai aspek. Sehubungan dengan itu, maka perlu untuk dibarengi dengan

usaha untuk mendapatkan dari berbagai sumber dalam membiayai pelaksanaan di

tingkat nasional dan daerah.

Investasi sebagai salah satu kegiatan ekonomi untuk membiayai berbagai

program pembangunan, baik untuk kepentingan kalangan dunia usaha maupun

pemerintah, sangat diperlukan untuk mewujudkan tujuan pembangunan yang

berkesinambungan dan memiliki manfaat bagi masyarakat secara umum.

Peran pemerintah daerah dapat dijalankan melalui salah satu instrumen

kebijakan, yaitu pengeluaran pemerintah (baik belanja rutin maupun pembangunan

dan atau pemeliharaan dan belanja modal), dimana pengeluaran pemerintah

mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan

kebijakan tersebut. Pengeluaran pembangunan (dan atau belanja modal dan

pemeliharaan) merupakan pengeluaran pemerintah untuk pelaksanaan proyek-proyek

terdiri dari sektor-sektor pembangunan dengan tujuan untuk melakukan investasi.

Belanja modal pemerintah Kabupaten Buton Utara pada tahun 2009 sampai

2013 mengalami peningkatan yang cukup positif , tetapi di tahun 2011 mengalami

penurunan belanja modal sebesar 155,780.57 Juta rupiah di bandingkan pada tahun

sebelumnya yaitu di tahun 2010 sebesar 161,954.23 Juta rupiah, namun dari tahun ke

tahun belanja modal pemerintah Kabupaten Buton Utara secara signifikan


3

berpengaruh terhadap peningkatan laju pertumbuhan ekonomi. (sumber: Realisasi

APBD tahun 2009-2013) (diolah).

Dari jumlah belanja modal Kabupaten Buton Utara, maka analisis

pertumbuhan ekonomi regional memberikan gambaran membaiknya perekonomian

Kabupaten Buton Utara. Hal ini di cerminkan dari Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten

Buton Utara yang ditunjukkan oleh kenaikan nilai Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) atas dasar harga konstan 2000. PDRB Kabupaten Buton Utara atas dasar

harga konstan pada tahun 2009 sebesar Rp 334.365,56 juta, pada tahun 2010

meningkat menjadi Rp 364.914,45 juta. Pada tahun 2011 dan 2012 meningkat lagi

masing-masing menjadi Rp 398.964,79 juta dan Rp 431.459,88 juta. Selanjutnya

pada tahun 2013 sebesar Rp. 472262,68 juta atau tumbuh sebesar 10,56 persen pada

tahun 2009; 9,14 persen tahun 2010, 9,33 persen tahun 2011, 8,14 tahun 2012 dan

9,46 tahun 2013.(Buton Utara dalam Angka,2014).

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Buton Utara pada tahun 2013 didukung

oleh pertumbuhan sektornya yang seluruhnya mengalami pertumbuhan positif.

Adapun sektor yang tumbuh positif secara berurutan dari yang tertinggi sebagai

berikut: sektor pertambangan dan penggalian 22,1 persen; sektor konstruksi/

bangunan 19,59 persen; sektor listrik, gas dan air bersih 18,62 persen; sektor

pengangkutan dan komunikasi 17,92 persen; sektor industri pengolahan 13,36 persen;

sektor perdagangan, hotel dan restoran 12,67 persen; sektor keuangan, persewaan dan
4

jasa perusahaan 10,81 persen; sektor jasa-jasa 6,2 persen; sektor pertanian 5,31

persen.

Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik mengadakan penelitian dengan

judul “Peranan Investasi Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di

Kabupatan Buton Utara”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang yang menjadi rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perkembangan investasi pemerintah di Kabupaten Buton Utara

selama kurun waktu 2009-2013?

2. Berapa besar peranan investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di

Kabupaten Buton Utara selama kurun waktu 2009-2013?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perkembangan investasi pemerintah di Kabupaten Buton

Utara selama kurun waktu 2009-2013

2. Untuk mengetahui Berapa besar peranan investasi pemerintah terhadap

pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Buton Utara selama kurun waktu 2009-

2013
5

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah dapat menjadi bahan masukan dalam merumuskan kebijakan

pemerintah dan menetapkan berbagai program pembangunan di kabupaten

Buton Utara, khususnya yang berkaitan dengan permasalahan investasi

pemerintah.

2. Bagi sektor swata dapat menjadi bahan informasi untuk mengetahui berbagai

investasi yang telah dilakukan serta peluang-peluang investasi di masa yang

akan datang.

3. Bagi perguruan tinggi dapat menjadi bahan perbandingan dan rujukan dalam

melakukan penulisan/penelitian selanjutnya yang relevan.

1.5 Ruang lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini ruang lingkup penelitian di batasi pada:

1. Peranan investasi pemerintah terhadap pertumbuhan dimana peranan tersebut

dilihat dari investasi pemerintah terhadap Belanja Modal Kabupaten Buton

Utara periode 2009-2013

2. Perkembangan investasi pemerintah yang dilihat dari APBD ( Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah) Kabupaten Buton Utara periode 2009-2013


6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teoritik

2.1.1 Pengertian Investasi

Investasi merupakan penanaman modal pada suatu perusahaan dalam rangka

untuk menambah barang-barang modal dan perlengkapan produksi yang sudah ada

supaya menambah jumlah produksi. Penanaman modal dalam bentuk investasi ini

dapat berasal dari dua sumber, yaitu penanaman modal dalam negeri dan penanaman

modal luar negeri. Investasi yang naik dari tahun ketahun akan menyebabkan

penyerapan angkatan kerja yang bekerja akan semakin besar karena dengan tingginya

investasi maka proses produksi naik dan semakin banyak membutuhkan angkatan

kerja yang bekerja (Sukirno,2000).

Sebagian ahli ekonomi memandang bahwa pembentukan investasi merupakan

faktor penting yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan pembangunan

ekonomi suatu negara. Ketika pengusaha atau individu atau pemerintah melakukan

investasi, maka ada sejumlah modal yang ditanam atau dikeluarkan, atau ada

sejumlah pembelian barang-barang yang tidak dikonsumsi, tetapi digunakan untuk

produksi, sehingga menghasilkan barang dan jasa di masa akan datang.

Investasi dalam peralatan modal atau pembentukan modal tidak saja dapat

meningkatkan faktor produksi atau pertumbuhan ekonomi, namun juga dapat

memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat. Dalam hal ini, jumlah pengangguran

tentunya akan turun.


6
7

Suatu negara akan berkembang secara dinamis jika investasi yang dikeluarkan

jauh lebih besar daripada nilai penyusutan faktor-faktor produksinya. Negara yang

memiliki Investasi yang lebih kecil daripada penyusutan faktor produksinya akan

cenderung mengalami perekonomian yang stagnasi. Dimana Stagnation merupakan

suatu kondisi perekonomian dengan laju pertumbuhan yang lambat dan bahkan bisa

nol. Kondisi ini dapat menimbulkan terjadinya pengangguran dalam jumlah yang

relatif besar. Kondisi yang sangat tidak diinginkan adalah kondisi stagnasi yang

diikuti dengan adanya inflasi yang tinggi pula, sehingga perekonomian negara

menjadi stagflasi.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat investasi yaitu:

1). Pengaruh Tingkat Suku Bunga

Apabila tingkat bunga naik, maka investor saham akan menjual seluruh atau

sebagian sahamnya untuk dialihkan ke dalam investasi lainnya yang relatif lebih

menguntungkan dan bebas resiko, akibatnya indeks akan turun. Sebaliknya bila

tingkat bunga turun, maka masyarakat akan mengalihkan investasinya pada saham

yang relatif lebih profitable dan akibatnya indeks akan naik. Dengan demikian tingkat

bunga akan memberikan pengaruh negatif terhadap indeks saham.

2).Pengaruh Tingkat Inflasi

Tingkat inflasi berpengaruh negatif pada tingkat investasi hal ini disebabkan

karena tingkat inflasi yang tinggi akan meningkatkan resiko proyek-proyek investasi
8

dan dalam jangka panjang inflasi yang tinggi dapat mengurangi rata-rata masa jatuh

pinjam modal serta menimbulkan distrosi informasi tentang harga-harga relatif.

3). Tingkat Pendapatan Nasional

Dengan adanya tingkat pendapatan yang tinggi maka akan mendorong

permintaan terhadap barang dan jasa, sehingga keuntungan perusahaan akan

bertambah dan akan mendorong kegiatan investasi yang lebih banyak, jika

pendapatan nasional bertambah maka nilai pasar investasi akan bertambah pula.

4).Pengaruh Infrastruktur

Pembangunan kembali infrastruktur tampaknya menjadi satu alternatif pilihan

yang dapat diambil oleh pemerintah dalam rangka menanggulangi krisis.

Pembangunan infrastruktur akan menyerap banyak tenaga kerja yang selanjutnya

akan berpengaruh pada meningkatnya gairah ekonomi masyarakat. Dengan

infrastruktur yang memadai, efisiensi yang dicapai oleh dunia usaha akan makin

besar dan investasi yang didapat semakin meningkat.

5). Keuntungan yang Akan Diperoleh

Dengan berinvestasi, maka masyarakat akan mendapatka keuntungan yang

lebih banyak daripada menabung biasa.Selain itu juga dapat meningkatkan modal dan

keuntungan bagi perusahaan.

2.1.3. Hubungan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan proses berkelanjutan merupakan

kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. Untuk mencapai


9

pertumbuhan ekonomi tersebut sangat dibutuhkan sumber pembiayaan guna

mendorong dunia usaha, salah satunya melalui realisasi investasi. Pertumbuhan

ekonomi yang tinggi akan mempengaruhi investasi, khususnya penanaman modal

asing karena pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu indikator makroekonomi yang

menjadi dasar penilaian investor. Investasi penanaman modal asing, jika dikelolah

dengan baik maka akan mendapat kontribusi yang positif. Pesatnya aliran modal

merupakan kesempatan baik guna memperoleh pembiayaan pembangunan ekonomi

yang berkelanjutan.

Dalam teori ekonomi pembangunan diketahui bahwa tingkat pertumbuhan

ekonomi dan investasi mempunyai hubungan timbal balik yang positif. Hubungan

timbal balik tersebut terjadi oleh karena di satu pihak, semakin tinggi pertumbuhan

ekonomi suatu negara, berarti semakin besar bagian dari pendapatan yang bisa

ditabung, sehingga investasi yang tercipta akan semakin besar pula. Dalam kasus ini,

investasi merupakan fungsi dari pertumbuhan ekonomi. Di lain pihak, semakin besar

investasi suatu negara, akan semakin besar pula tingkat pertumbuhan ekonomi yang

bisa dicapai. Dengan demikian, pertumbuhan merupakan fungsi Investasi.

Secara teori, PMA berpengaruh positif terhadap pembangunan ekonomi atau

pertumbuhan ekonomi pada khususnya di negara tuan rumah lewat beberapa jalur.

Pertama, lewat pembangunan pabrik-pabrik baru (PP) yang berarti juga penambahan

output atau produk domestic bruto (PDB), total ekspor (X) dan kesempatan kerja

(KK). Ini adalah suatu dampak langsung. Pertumbuhan X berarti penambahan


10

cadangan devisa (CD) yang selanjutnya peningkatan kemampuan dari negara

penerima untuk membayar utang luar negeri (ULN) dan impor (M). Kedua, masih

dari sisi suplai, namun sifatnya tidak langsung, adalah sebagai berikut: adanya PP

baru berarti ada penambahan permintaan di dalam negeri terhadap barang-barang

modal, barang-barang setengah jadi, bahan baku dan input-input lainnya. Jika

permintaan antara ini sepenuhnya dipenuhi oleh sektor-sektor lain (SSL) di dalam

negeri (tidak ada yang diimpor), maka dengan sendirinya efek positif dari keberadaan

atau kegiatan produksi di pabrik-pabrik baru tersebut sepenuhnya dinikmati oleh

sektor-sektor domestik lainnya; jadi output di SSL tersebut mengalami pertumbuhan.

Ini berarti telah terjadi suatu efek penggandaan dari keberadaan PMA terhadap output

agregat di negara penerima. Dalam kata lain, semakin besar komponen M dari sebuah

proyek PMA.

Ketiga, peningkatan kesempatan kerja akibat adanya pabrik-pabrik baru

tersebut berdampak positif terhadap ekonomi domestik lewat sisi permintaan:

peningkatan kesempatan kerja menambah kemampuan belanja masyarakat dan

selanjutnya meningkatkan permintaan di pasar dalam negeri. Sama seperti kasus

sebelumnya, jika penambahan permintaan konsumsi tersebut tidak serta merta

menambah impor, maka efek positifnya terhadap pertumbuhan output di sektor-sektor

domestik sepenuhnya terserap.

Sebaliknya, jika ekstra permintaan konsumsi tersebut adalah dalam bentuk

peningkatan impor, maka efeknya nihil. Bahkan jika pertumbuhan impor lebih pesat
11

daripada pertumbuhan ekspor yang disebabkan oleh adanya PMA, maka terjadi

defisit neraca perdagangan. Ini berarti kehadiran PMA memberi lebih banyak dampak

negatif daripada dampak positif terhadap negara tuan rumah.

Implikasi kebijakan dari adanya hubungan timbal balik antara tingkat

investasi dan tingkat pendapatan tersebut adalah pada pembuatan proyeksi/per-kiraan

kebutuhan investasi tahunan dan target pertumbuhan ekonomi. Dengan memegang

asumsi bahwa hubungan timbal balik tersebut terjadi, maka dalam membuat proyeksi

investasi harus mem-perhitungkan variabel pertumbuhan ekonomi; dan sebaliknya

dalam mempro-yeksikan angka pertumbuhan ekonomi, variabel investasi harus

dijadikan salah satu faktor penentu.

2.1.4. Teori Pertumbuhan Ekonomi

2.1.4.1 Teori Ekonomi Klasik

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik ada empat faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu : jumlah penduduk, jumlah stok barang-

barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi yang digunakan.

Walaupun menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi tergantung pada banyak faktor,

ahli-ahli ekonomi klasik terutama menitikberatkan perhatiaannya kepada pengaruh

pertambahan penduduk pada pertumbuhan ekonomi.

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik hukum hasil tambahan yang

semakin berkurang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Ini berarti

pertumbuhan ekonomi tidak akan terus menerus berlangsung. Pada permulaannya,


12

apabila penduduk sedikit dan kekayaan alam relatif berlebihan, tingkat pengembalian

modal dari investasi yang dibuat adalah tinggi. Maka pengusaha akan mendapat

keuntungan yang besar. Ini akan menimbulkan investasi baru, dan pertumbuhan

ekonomi terwujud. Keadaan seperti ini tidak akan terus menerus berlangsung.

Apabila penduduk sudah terlalu banyak, pertambahannya akan menurunkan tingkat

kegiatan ekonomi karena produktivitas setiap penduduk telah menjadi negatif. Maka

kemakmuran masyarakat menurun kembali. Ekonomi akan mencapai tingkat

kemakmuran yang sangat rendah. Apabila keadaan ini dicapai, ekonomi dikatakan

telah mencapai keadaan tidak berkembang (Stasionary State). Pada keadaan ini

pendapatan pekerja hanya mencapai tingkat cukup hidup (subsistence). Menurut

pandangan ahli-ahli ekonomi klasik setiap masyarakat tidak akan mampu

menghalangi terjadinya keadaan tidak berkembang tersebut.

Teori pertumbuhan ekonomi klasik melihat bahwa apabila terdapat

kekurangan penduduk, produksi marginal adalah lebih tinggi daripada pendapatan

perkapita. Maka pertambahan penduduk akan menaikkan pendapatan perkapita. Akan

tetapi apabila pemduduk sudah semakin banyak, hukum hasil tambahan yang

semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi, yaitu produksi marginal

akan mulai mengalami penurunan. Oleh karenanya pendapatan nasional dan

pendapatan perkapita menjadi semakin lambat pertumbuhannya.

Penduduk yang terus bertambah akan menyebabkan pada suatu jumlah

penduduk yang tertentu produksi marginal telah sama dengan pendapatan perkapita.
13

Pada keadaan ini pendapatan perkapita mencapai nilai yang maksimum. Jumlah

penduduk pada waktu itu dinamakan penduduk optimum.

2.1.4.2 Teori Schumpeter

Teori Schumpeter menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha di

dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Dalam teori itu ditunjukkan bahwa para

pengusaha merupakan golongna yang akan terus menerus membuat pembaharuan

atau inovasi dalam kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut meliputi: memperkenalkan

barang-barang baru, mempertinggi efisiensi dalam memproduksikan suatu barang,

memperluas pasar suatu barang ke pasaran-pasaran yang baru, mengembangkan

sumber bahan mentah yang baru dan mengadakan perubahan-perubahan dalam

organisasi perusahaan dengan tujuan mempertinggi keefisienan kegiatan perusahaan.

Berbagai kegiatan inovasi ini akan memerlukan investasi baru.

Di dalam mengemukakan teori pertumbuhannya Schumpeter memulai

analisanya dengan memisahkan bahwa perekonomian sedang dalam keadaan tidak

berkembang. Tetapi keadaan ini tidak akan berlangsung lama. Pada waktu keadaan

tersebut berlaku, segolongan pengusaha menyadari tentang berbagai kemungkinan

untuk mengadakan inovasi yang menguntungkan. Didorong oleh keinginan

memperoleh keuntungan dari mengadakan pembaharuan tersebut, merekan akan

meminjam modal dan akan melakukan peminjaman modal. Investasi yang baru ini

akan meninggikan tingkat kegiatan ekonomi negara. Maka pendapatan masyarakat

akan bertambah dan tingkat konsumsi menjadi bertambah tinggi. Kenaikan tersebut
14

akan mendorong perusahaan-perusahaan lain untuk menghasilkan lebih banyak

barang dan melakukan penanaman modal baru.

Menurut Schumpeter makin tinggi tingkat kemajuan suatu ekonomi semakin

terbatas kemungkinan untuk mengadakan inovasi. Maka pertumbuhan ekonomi akan

menjadi bertambah lambat jalannya. Pada akhirnya akan mencapai tingkat “keadaan

tidak berkembang” atau “stationary state”. Akan tetapi berbeda dengan pandangan

klasik, dalam pandangan Schumpeter keadaan tidak berkembang itu dicapai pada

tingkat pertumbuhan yang tinggi. Seperti telah diterangkan, menurut pandangan

klasik tingkat tersebut dicapai pada waktu perekonomian telah berada kembali pada

tingkat pendapatan subsisten, yaitu pada tingkat pendapatan yang sangat rendah.

2.1.4.3 Teori Harrod-Domar

Teori pertumbuhan Harrod-Domar ini dikembangkan oleh dua ekonom

sesudah Keynes yaitu Evsey Domar dan Sir Roy F. Harrod. Teori Harrod-Domar ini

mempunyai asumsi yaitu:

1. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan

barang-barang modal yang terdiri dalam masyarakat digunakan secara

penuh.

2. Perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga dan sektor

perusahaan.

3. Besarnya tabungan proporsional dengan besarnya pendapatan nasional.


15

4. Kecenderungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save = MPS)

besarnya tetap, demikian juga ratio antara modal-output (Capital-Output

Ratio atau COR) dan rasio pertambahan modal-output (Incremental Capital-

Output Rratio atau ICOR).

Menurut Harrod-Domar, setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu

proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya jika hanya untuk mengganti barang-

barang modal yang rusak. Namun demikian untuk menumbuhkan perekonomian

tersebut, diperlukan investasi-investasi baru sebagai tambahan stok modal. Hubungan

tersebut telah kita kenal dengan istilah rasio modal-output (COR). Dalam teori ini

disebutkan bahwa, jika ingin tumbuh, perekonomian harus menabung dan

menginvestasikan suatu proporsi tertentu dari output totalnya. Semakin banyak

tabungan dan kemudian di investasikan, maka semakin cepat perekonomian itu akan

tumbuh.

2.1.4.4 Teori Neo-Klasik

Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Solow (1970) dari

Amerika Serikat dan Swan (1956) dari Australia. Model Solow-Swan menggunakan

unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya

output yang saling berinteraksi. Selain itu, Solow-Swan menggunakan model fungsi

produksi yang memungkinkan adanya substitusi antar kapital (K) dan tenaga kerja

(L). Dengan demikian, syarat-syarat adanya pertumbuhan yang mantap dalam model

Solow-Swan kurang restriktif disebabkan kemungkinan substitusi antara modal dan


16

tenaga kerja. Hal ini berarti adanya fleksibilitas dalam rasio modal output dalam rasio

modal tenaga kerja.

Teori Solow-Swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar dapat

menciptakan keseimbangan sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak

mencampuri atau mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas

kebijaksanaan fiskal dan kebijaksanaan moneter. Hal ini membuat teori mereka dan

pandangan para ahli lainnya yang sejalan dengan pemikiran mereka dinamakan teori

neo-klasik.

Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber, yaitu akumulasi modal,

bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan peningkatan teknologi. Teknologi ini

terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik sehingga produktivitas perkapita

meningkat.

Teori neo-klasik sebagai penerus dari teori klasik menunjukkan agar kondisi

selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna,

perekonomian bisa tumbuh maksimal. Sama seperti dalam model ekonomi klasik,

kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan hambatan dalam perdagangan

termasuk perpindahan orang, barang dan modal. Harus dijamin kelancaran arus

barang, modal, tenaga kerja dan perlunya penyebaran luas informasi pasar.

2.1.5. Peranan Pemerintah Dalam Pertumbuhan Ekonomi

Beberapa Peranan penting pemerintah dalam pertumbuhan ekonomi di

antaranya sebagai berikut :


17

1. Beberapa negara sedang berkembang mengalami ketidak stabilan sosial,

politik, dan ekonomi. Ini merupakan sumber yang menghalangi pertumbuhan

ekonomi. Adanya pemerintah yang kuat dan berwibawa menjamin terciptanya

keamanan dan ketertiban hukum serta persatuan dan perdamaian di dalam

negeri. Ini sangat diperlukan bagi terciptanya iklim bekerja dan berusaha yang

merupakan motor pertumbuhan ekonomi.

2. Ketidakmampuan atau kelemahan sektor swasta melaksanakan fungsi

entreprenurial yang bersedia dan mampu mengadakan akumulasi kapital dan

mengambil inisiatif mengadakan investasi yang diperlukan untuk memonitori

proses pertumbuhan.

3. Pertumbuhan ekonomi merupakan hasil akumulasi kapital dan investasi yang

dilakukan terutama oleh sektor swasta yang dapat menaikkan produktivitas

perekonomian. Hal ini tidak dapat dicapai atau terwujud bila tidak didukung

oleh adanya barang-barang dan pelayanan jasa sosial seperti sanitasi dan

program pelayanan kesehatan dasr masyarakat, pendidikan, irigasi,

penyediaan jalan dan jembatan serta fasilitas komunikasi, program-program

latihan dan keterampilan, dan program lainnya yang memberikan manfaat

kepada masyarakat.

4. Rendahnya tabungan-investasi masyarakat (sektor swasta) merupakan pusat

atau faktor penyebab timbulnya dilema kemiskinan yang menghambat

pertumbuhan ekonomi. Seperti telah diketahui, hal ini karena rendahnya


18

tingkat pendapatan dan karena adanya efek demonstrasi meniru tingkat

konsumsi di negara-negara maju olah kelompok kaya yang sesungguhnya bias

menabung.

5. Hambatan sosial utama dalam menaikkan taraf hidup masyarakat adalah

jumlah penduduk yang sangat besar dan laju pertumbuhannya yang sangat

cepat. Program pemerintahlah yang mampu secara intensif menurunkan laju

pertambahan penduduk yang cepat lewat program keluarga berencana dan

melaksanakan program-program pembangunan pertanian atau daerah

pedesaan yang bisa mengerem atau memperlambat arus urbanisasi penduduk

pedesaan menuju ke kota-kota besar dan mengakibatkan masalah-masalah

sosial, politis, dan ekonomi

6. Pemerintah dapat menciptakan semangat atau spirit untuk mendorong

pencapaian pertumbuhan ekonomi yang cepat dan tidak hanya memerlukan

pengembangan faktor penawaran saja, yang menaikkan kapasitas produksi

masyarakat, yaitu sumber-sumber alam dan manusia, kapital, dan

teknologi;tetapi juga faktor permintaan luar negeri. Tanpa kenaikkan potensi

produksi tidak dapat direalisasikan.

2.1.6. Investasi Pemerintah

Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang oleh

pemerintah pusat dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan
19

investasi langsung, yang mampu mengembalikan nilai pokok ditambah dengan

manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya dalam jangka waktu tertentu.

 Bentuk investasi:

Investasi Langsung adalah penyertaan pemerintah pusat berupa dana dan/atau

barang untuk membiayai kegiatan usaha. ketentuan investasi:

(1) Investasi yang dilaksanakan oleh pemerintah dimaksudkan untuk

memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya.

(2) Investasi pemerintah sebagaimana bertujuan untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi dalam rangka memajukan kesejahteraan umum.

 Bentuk investasi pemerintah

(1) Investasi pemerintah dilakukan dalam bentuk:

a.investasi surat berharga; dan/atau

b. investasi langsung.

(2) Investasi sebagaimana dimaksud meliputi:

a. investasi dengan can pembelian saham; dan/atau

b. investasi dengan cara pembelian surat utang.

 Sumber Dana Investasi Pemerintah

Sumber dana investasi dapat berasal dari:

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

b. keuntungan investasi terdahulu;


20

c. dana/barang amanat pihak lain yang dikelola pemerintah; dan/atau

d. sumber-sumber lainnya yang sah.

Menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), pengertian belanja modal

adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya

menambah aset tetap/ inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode

akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang

sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, serta meningkatkan

kapasitas dan kualitas aset. Dalam SAP, belanja modal dapat diaktegorikan ke dalam

5 (lima) kategori utama, yaitu:

1. Belanja Modal Tanah

Belanja modal tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk

pengadaan/ pembelian/pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa tanah,

pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan

pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah

dimaksud dalam kondisi siap pakai.

2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin

Belanja modal peralatan dan mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan

untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan

mesin, serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas)

bulan, dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.
21

3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan

Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran/biaya yang

digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran

untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan

bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam

kondisi siap pakai.

4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/biaya yang

digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/

pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan,

pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas

sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

5. Belanja Modal Fisik Lainnya

Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk

pengadaan/ penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta

perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam kriteria

belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan

jaringan. Termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli,

pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum,

hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.


22

2.1.7. Peranan Pemerintah Dalam Pengembangan Investasi

Pemerintah mempunyai peranan penting dalam pengembangan investasi

nasional, baik yang dilakukan oleh negara melalui APBD berupa investasi publik,

maupun investasi yang dilakukan oleh swasta (private), domestik, maupun asing.

Maka peran ini tidak boleh hilang, dibatasi atau tidak bisa dihalangi aau dihilangkan

oleh alasan globalisasi, atau perdagangan bebas, ataupun alasan lainnya karena

hakikat bernegara ada tiga hal yaitu:

a. Adanya wilayah

b. Adanya rakyat yang diperjuangkan kepentingannya

c. Adanya pemerintah yang berdaulat, baik ke dalam maupun ke luar

Setiap kebijakan negara yang dibuat oleh pemerintah tidak terlepas dari

kepentingan nasional negara tersebut yang terdiri dari :

a. Kepentingan ekonomi

b. Kepentingan pertahanan dan keamanan

c. Kepentingan politik

Peranan pemerintah dalam pengembangan investasi nasional sangat luas,

secara umum peran tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :


23

1. Peran Pengatur

Peran pengatur adalah peran pemerintah sebagai penyelenggara negara di

bidang investasi. Karena strategisnya fungsi pemerintah sebagai penyelenggara

negara, pemerintah perlu menetapkan

a. Investasi apa yang diperbolehkan;

b. Investasi apa yang dianjurkan;

c. Investasi apa yang dilarang;

d. Investasi apa yang dapat dilakukan oleh asing;

e. Investasi apa yang hanya boleh untuk UKM dan Koperasi;

f. Investasi apa yang hanya boleh untuk BUMN;

g. Investasi apa yang harus ada kemitraan dengan usaha lokal atau negara, dan

seterusnya.

2. Peran Pengarah

Peran pengarah adalah peran dan tugas pemerintah dalam mengalokasikan atau

mengarahkan pemanfaatan sumber daya nasional secara efisien dan efektif. Bila

peran ini dapat berjalan dengan baik, maka investasi nasional dapat memberikan

kesejahteraan yang optimal bagi masyarakat. Peran pengarah ini diwujudkan dalam

bentuk pengarahan untuk :

a. Investasi mana saja yang perlu dilindungi (protected) oleh negara

b. Investasi mana saja yang perlu dibantu (assisted) oleh negara

c. Investasi mana saja yang perlu didorong (promoted) pengembangannya


24

3. Peran Pengawas

Peran pengarah adalah peran dan tugas pemerintah dalam mengawasi

penggunaan sumber daya investasi nasional secara efisien dan efektif. Dalam

mengawasi penggunaan sumber daya nasional ini, khususnya untuk sumber daya

investasi berupa sumber daya alam dan sumber daya buatan (SDB), perlu dijaga dan

dirawat dengan baik, agar dapat dimanfaatka oleh generasi berikutnya.

2.1.8. Kebijaksanaan dan Prosedur Penanaman Modal ( Investasi ) di Daerah

Dalam rangka pengembangan investasi maka pemerintah telah berupaya

menciptakan iklim investasi yang kondusif dengan melakukan deregulasi dan

debirokratisasi secara terus menerus. Deregulasi tersebut menyentuh aspek-aspek

yang berkaitan dengan penanaman modal seperti bidang usaha (sektoral), perizinan di

pusat dan daerah dan Kabupaten.

Sesuai dengan strategi dasar penananman modal dalam pembangunan jangka

panjang kedua, maka pedoman kebijaksanaan penanaman modal dalam Repelita VI

adalah:

1. Penanaman modal agar menyebar ke daerah-daerah dengan memberikan

perhatian khusus terhadap kawasan timur Indonesia dan daerah tertinngal

lainnya.

2. Penanaman modal diharapkan untuk terciptanya keterkaitan usaha antar

sektor dan antar sub sektor, antara usaha skala besar, menengah dan kecil
25

berdasarkan kemitraan usaha yang saling menunjang saling

menguntungkan.

3. Penanaman modal diharapkan untuk dapat menciptakan kesempatan

berusaha dan kesempatan kerja serta meningkatkan kemampuan

berwirausaha

4. Penanaman modal didorong untuk menghasilkan barang modal, barang

jadi dan setengah jadi serta untuk meningkatkan ekspor.

5. Penanaman modal diarahkan menjadi wahana pengembangan

sumberdaya manusia, penelitian dan pengembangan serta penguasaan

teknologi.

6. Penanaman modal diarahkan pasa kegiatan yang memanfaatkan secara

optimal sumberdaya manusia dan sumberdaya alam terutama di bidang

perkebunan, perikanan, peternakan, pertambangan dan kelautan serta

kegiatan pengadaan prasarana penunjang seperti jalan, pembangkit tenaga

listrik, transportasi laut maupun udara, air bersih, serta sarana dan

prasarana lainnya dengan tetap berwawasan lingkungan.

Berdasarkan pedoman kebijaksanaan penanaman modal tersebut, maka

pemerintah daerah dalam upayanya memacu perkembangan investasi di daerah telah

mengambil langkah-langkah kebijaksanaan melalui penyederhanaan perizinan daerah

dan pemberian kemudahan kepada pengusaha swasta.


26

2.1.9. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai peningkatan output agregat

atau pendapatan riil. Kedua peningkatan tersebut biasanya dapat dihitung perkapita

atau selama jangka waktu yang cukup panjang sebagai akibat peningkatan

penggunaan input. Berbeda pengertiannya dengan pembangunan ekonomi yang

memiliki pengertian pertumbuhan ekonomi yang lebih luas baik dari segi struktur

output, input, perubahan dalam teknik produksi, sikap dan perilaku sosial serta

kerangka kelembagaan menuju kepada keadaan dan taraf hidup yang secara

menyeluruh lebih baik. Dengan demikian jelas terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi

hanya merupakan salah satu aspek saja dari pembangunan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang digunakan untuk

mengukur prestasi ekonomi suatu negara. Dalam kegiatan ekonomi sebenarnya,

pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan ekonomi fisik. Beberapa perkembangan

ekonomi fisik yang terjadi disuatu Negara adalah pertambahan produksi barang dan

jasa dan perkembangan infrastruktur. Semua hal tersebut biasanya diukur dari

perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara dalan periode

tertentu. (Sumber: www.wikipedia.org)

Pengukuran pertumbuhan ekonomi secara konvensional biasanya dengan

menghitung peningkatan presentase dari Produk Domestik Bruto (PDB). PDB

mengukur pengeluaran total dari suatu perekonomian terhadap berbagai barang dan

jasa yang baru diproduksi pada suatu saat atau tahun serta pendapatan total yang
27

diterima dari adanya seluruh produksi barang dan jasa tersebut atau secara lebih rinci,

PDB adalah nilai pasar dari semua diproduksi di suatu negara dalam kurun waktu

tertentu (Mankiw, 2003)

Pertumbuhan biasanya dihitung dalam nilai riil dengan tujuan untuk

menghilangkan adanya inflasi dalam harga dan jasa yang diproduksi sehingga PDB

riil mencerminkan perubahan kuantitas produksi. Untuk mengetahui pertumbuhan

ekonomi regional, digunakanlah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

dimana PDRB dapat didefinisikan sebagai nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan

oleh sistem perekonomian di suatu wilayah atau daerah dalam kurun waktu tertentu.

Sehingga PDRB merupakan suatu ukuran untuk melihat aktivitas perekonomian suatu

daerah.

2.1.10. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi,

Adam Smith dalam Boediono, (1982: 7). Secara sistematis memberikan penekanan

pada dua aspek yang utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu:

1. Pertumbuhan output total (GDP)

Sistem produksi suatu Negara terdiri dari tiga unsure pokok yaitu :

a. Sumber- Sumber alam yang tersedia atau faktor produksi tanah.

b. Sumber- Sumber manusiawi atau jumlah penduduk, dan

c. Stok kapital yang ada.

Menurutnya bahwa sumber- sumber alam yang tersedia merupakan wadah yang

paling mendasar dari kegiatan produksi suatu masyarakat. Jumlah sumber- sumber
28

alam yang tersedia merupakan batas maksimum bagi pertumbuhan perekonomian

tersebut, artinya selama sumber- sumber ini belum sepenuhnya dimanfaatkan, yang

memegang peranan dalam proses produksi adalah dua unsur produksi lainnya inilah

yang menentukan besar output masyarakat dari tahun ke tahun.

Selanjutnya unsur kedua yang dilihat adalah sumber- sumber manusiawi atau

jumlah penduduk dalam proses pertumbuhan output. Unsur ini dianggap mempunyai

peranan yang pasif, dalam arti bahwa jumlah penduduk akan menyesuaikan diri

dengan kebutuhan akan tenaga kerja dari masyarakat tersebut. Apabila stok kapital

yang tersedia membutuhkan, misalnya 1 juta orang untuk memggunakannya

sedangkan jumlah tenaga kerja yang tersedia adalah 900 ribu orang, maka jumlah

penduduk akan cenderung meningkat sehingga tenaga kerja menjadi 1 juta orang.

Dalam model yang ketiga stok barang kapital yang secara aktif menentukan

tingkat output, yang memberikan peranan sentral kepada pertumbuhan stok kapital

atau akumulasi kapital dalam proses pertumbuhan output. Apa yang terjadi dengan

tingkat output tergantung pada laju pertumbuhan stok kapital (tentu saja sampai tahap

pertumbuhan dimana sumber- sumber alam mulai membatasi). Peran akumulasi

kapital terhadap proses pertumbuhan oleh Adam Smith adalah bahwa stok kapital

mempunyai dua pengaruh terhadap tingkat output total yaitu pengaruh langsung

karena pertambahan stok kapital yang diikuti oleh penambahan tenaga kerja akan

meningkatkan output. Makin banyak input makin banyak output adalah berupa
29

peningkatan produktivitas perkapita lewat dimungkinkannya tingkat spesialisasi dan

pembagian kerja yang lebih tinggi.

2. Pertumbuhan Penduduk

Aspek kedua dari pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan penduduk

disebutkan bahwa penduduk bersifat pasif dalam proses pertumbuhan output. Dalam

arti bahwa jangka panjang, berapapun jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan oleh

proses produksi akan tersedia melalui pertumbuhan penduduk.

Menurut Adam Smith, penduduk meningkat apabila upah yang berlaku lebih

tinggi dari pada tingkat upah substansi, yaitu tingkat upah yang pas untuk seseorang

dalam mempertahankan hidup. Apabila tingkat upah berada diatas tingkat substansi

dalam keadaan ini kematian anak-anak akan meningkat dan banyak perkawinan

tertunda. Terlihat jelas disini peran sentral tingkat upah mengatur pertumbuhan

penduduk. Menurut Adam Smith, upah ditentukan oleh tarik menarik kekuatan

permintaan dan penawarannya. Ia menyatakan bahwa tingkat upah tinggi akan

meningkat apabila permintaan tenaga kerja tumbuh lebih cepat dari pada penawaran

tenaga kerja atau pertumbuhan penduduk sehingga terakhir dikatakan oleh Adam

Smith “ permintaan akan tenaga manusia, seperti juga permintaan akan barang-

barang lain, mengatur produksi tenaga kerja, ia akan mempercepat produksi tersebut

apabila terlalu lambat, dan menyerapnya apabila terlalu cepat”.


30

2.1.11. Pengertian Pendapatan Regional

Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu

wilayah/regional dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan.

PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh

unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa

akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa

yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun. Sedangkan PDRB

atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung

menggunakan harga yang pada suatu tahun tertentu sebagai dasar. PDRB atas dasar

harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran serta struktur ekonomi.

Terdapat tiga pendekatan yang biasanya digunakan dalam menghitung angka-

angka PDRB, yaitu:

a. Menurut Pendekatan Produksi

Menurut pendekatan ini, PDRB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan

jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam

jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam

penyajiannya dikelompokkan menjadi 17 kategori lapangan usaha yaitu: 1. Pertanian,

Kehutanan dan Perikanan, 2. Pertambangan dan Penggalian, 3. Industri Pengolahan,

4. Pengadaan Listrik dan Gas, 5. Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah dan
31

Daur Ulang, 6. Konstruksi, 7. Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan

Sepeda Motor, 8. Transportasi dan Pergudangan, 9. Penyediaan Akomodasi dan

Makan Minum, 10. Informasi dan Komunikasi, 11. Jasa Keuangan dan Asuransi 12.

Real Estat, 13. Jasa Perusahaan, 14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan

Jaminan Sosial Wajib, 15. Jasa Pendidikan, 16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial,

17. Jasa lainnya. Setiap kategori lapangan usaha tersebut dirinci lagi menjadi sub-sub

kategori lapangan usaha.

b. Menurut Pendekatan Pendapatan

PDRB menurut pendekatan ini merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh

faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu negara dalam

jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang

dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan; semuanya

sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam definisi ini,

PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung neto (pajak tak langsung

dikurangi subsidi).

c. Menurut Pendekatan Pengeluaran,

PDRB adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari: (1)

pengeluaran konsumsi rumah tangga (2) lembaga non profit yang melayani rumah

tangga (3) pengeluaran konsumsi pemerintah, (4) pembentukan modal tetap domestik

bruto, (5) perubahan inventori, dan (6) ekspor neto (ekspor dikurangi impor).
32

Secara konsep ketiga pendekatan tersebut akan menghasilkan angka yang

sama. Jadi, jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang

dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor

produksi. PDRB yang dihasilkan dengan cara ini disebut sebagai PDRB atas dasar

harga pasar, karena di dalamnya sudah dicakup pajak tak langsung neto.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah seluruh nilai produk

barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi yang beroperasi pada suatu

daerah dalam jangka waktu tertentu. Atau apabila ditinjau dari segi pendapatan

merupakan jumlah dari pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang

dimiliki oleh penduduk di wilayah tersebut yang ikut serta dalam proses produksi

dalam jangka waktu tertentu. (sumber: www.wordpress.com)

Produk Domestik Regional Bruto disusun dalam dua bentuk, yaitu :

1. Produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan. Menurut BPS

pengertian Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan yaitu

jumlah nilai produksi atau pengeluaran atau pendapatan yang dihitung

menurut harga tetap. Dengan cara menilai kembali atau mendefinisikan

berdasarkan harga-harga pada tingkat dasar dengan menggunakan indeks

harga konsumen. Dari perhitungan ini tercermin tingkat kegiatan ekonomi

yang sebenarnya melalui produk domestik regional bruto riilnya.

2. Produk domestik regional bruto atas dasar harga berlaku Pengertian Produk

domestik regional bruto atas dasar harga berlaku menurut BPS adalah jumlah
33

nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu

wilayah. Yang dimaksud nilai tambah yaitu merupakan nilai yang

ditambahkan kepada barang dan jasa yang dipakai oleh unit produksi.

2.2 Penelitian Terdahulu

1. Penelitian yang dilakukan oleh Budiono (2009) dengan judul “Investasi dan

Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia (Penekanan pada Investasi Pendidikan)”.

Tujuan penelitian ini adalah sejauh mana investasi-investasi sumber daya

manusia, investasi modal fisik dan faktor-faktor demografi mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi Indonesia. Metode yang digunakan adalah OLS

(Ordinat Least Square) dengan analisis regresi sederhana selain itu juga

menggunakan Rata-rata RoR (Rate of Return), Marginal Rate of Return

(RoR) Pendidikan. Penelitian dilakukan pada 26 provinsi di Indonesia pada

tahun 2002 (cross section). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua model

menyatakan pentingnya sumberdaya manusia dan modal fisik bagi

pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, baik Average maupun Marginal

Rate of Return sumber daya manusia lebih tinggi dibandingkan dengan

investasi fisik.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Ma’aruf dan Wihastuti (2008) dengan judul

“Pertumbuhan Ekonomi Indonesia : Determinan dan Prospeknya”. Tujuan

dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah dan

beberapa variabel lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi jangka


34

panjang pada tingkat provinsi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan

analisis data panel yang terdiri dari 26 provinsi selama kurun waktu 1980-

2006. Adapun variabel – variabel yang digunakan yaitu PPDRB Rill,

pengeluaran pemerintah, defisit anggaran pemerintah, derajat keterbukaan

ekonomi, inflasi dan populasi penduduk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

koefisien pengeluaran pemerintah rill adalah positif dan signifikan. Artinya

pengeluaran pemerintah memiliki peranan penting dalam meningkatkan

pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sedangkan pengaruh variabel-variabel

lain dalam persamaan tersebut antara lain : pertumbuhan ekonomi tahun

sebelumnya, pengeluaran pemerintah riil, defisit anggaran pemerintah riil,

derajat keterbukaan perekonomian riil, binary lokasi, binary sumber daya

alam dan dummy desentralisasi fiskal berpengaruh positif dan signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi sedangkan inflasi dan populasi penduduk

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

3 Novia Hadji Ali, Deasy Engka dan Steeva Tumangkeng (2014), dengan judul

Pengaruh Pengeluaran Konsumsi Dan Investasi Pemerintah Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Di Kota Manado Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa Pengeluaran konsumsi pemerintah memiliki pengaruh yang tidak

signifikan terhadap Pertumbuhan ekonomi di Kota Manado. Karena di lihat

dari turun naiknya pengeluaran konsumsi pemerintah dari tahun ke tahun di

Kota Manado. pengeluaran konsumsi pemerintah berupa belanja langsung dan


35

belanja Pengeluaran pemerintah Indonesia secara garis besar dikelompokkan

atas pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin pada

dasarnya berunsurkan pos-pos pengeluaran lancar dan pos pengeluaran

kapital. Pengeluaran rutin pada dasarnya di keluarkan untuk membiayai

pelaksanaan roda pemerintahan sehari-hari , meliputi belanja pegawai; belanja

barang; berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga barang);

angsuran dan bunga utang pemerintah; serta pengeluaran lainnya. Sedangkan

pengekuaran pembangunan adalah pengeluaran yang sifatnya menambah

modal masyarakat dalam bentuk prasarana fisik, yang dibedakan lagi menjadi

pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan

proyek. Pengeluaran investasi pemerintah memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap Pertumbuhan ekonomi di Kota Manado karena

pengeluaran investasi pemerintah dari tahun ke tahun meningkat secara terus

menerus. Itu di lihat karena fakta dan data. Dengan demikian semakin besar

jumlah investasi yang ada di Kota Manado, maka Pertumbuhan ekonomi di

Kota Manado akan semakin meningkat seiring dengan penambahan jumlah

investasi pemerintah terhadap sumber pendapatan Kota Manado.

4. Kurnia Maharani dan Sri Isnowati (2014) yang berjudul Kajian Investasi,

Pengeluaran Pemerintah, Tenaga Kerja Dan Keterbukaan Ekonomi Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Di Propinsi Jawa Tengah. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa Secara parsial variabel yang digunakan dalam penelitian,


36

yaitu investasi swasta, investasi pemerintah, pengeluaran pemerintah, tenaga

kerja adalah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi di Jawa Tengah. Sedangkan variabel keterbukaan ekonomi

signifikan secara statistik, tetapi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan

ekonomi di Jawa Tengah. Secara bersama-sama variabel yaitu investasi

swasta, investasi pemerintah, pengeluaran pemerintah, tenaga kerja dan

keterbukaan ekonomi berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa

Tengah Dalam penelitian ini variabel investasi swasta, investasi pemerintah,

pengeluaran pemerintah, tenaga kerja sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Kormendi , tetapi untuk variabel keterbukaan ekonomi tidak sesuai

dengan penelitian Kormendi Nilai Koefisien Determinasi (R squared) nilainya

sebesar 0,9709, artinya bahwa variasi variabel dependen (pertumbuhan

ekonomi) mampu dijelaskan oleh variabel investasi swasta daerah, investasi

pemerintah, pengeluaran pemerintah ,tenaga kerja daerah dan keterbukaan

ekonomi sebesar 97,09 persen dan sisanya sebesar 2,91 persen disebabkan

oleh variabel yang tidak dimasukkan dalam model.

5. Mohammad Rizal Mubaroq (2013) dalam penelitiannya membahas tentang

Pengaruh Investasi Pemerintah, Tenaga Kerja, Dan Desentralisasi Fiskal

Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Di Indonesia Tahun 2007 –

2010. Menghasilkan kesimpulan yaitu Investasi pemerintah, jumlah tenaga

kerja dan desentralisasi fiskal kabupaten di Indonesia pada periode 2007-2010


37

memiliki pengaruh positif dan signifikan dengan pertumbuhan ekonomi pada

taraf α=1%, Untuk setiap kenaikan 1% ratio belanja modal

terhadap PDRB berlaku akan memberikan kenaikan pertumbuhan

ekonomi sebesar 0,035% dan Untuk setiap kenaikan 1000 orang

tenaga kerja di kabupaten di Indonesia akan memberikan

kenaikan pertumbuhan ekonomi.sebesar 0,004% dan Desentralisasi

fiskal yang diproksi dengan tingkat kemandirian daerah berupa

rasio antar Pendapatan Asli Daerah terhadap Pendapatan Daerah

juga akan memberikan kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar

0,069% untuk kenaikan setiap 1% tingkat kemandirian daerah.

2.3 Kerangka Pikir

Pembangunan suatu daerah yang dilakukan oleh tiga komponen yang terkait

yaitu Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat yakni melalui investasi. Peranan investasi

ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang cukup besar dalam meningkatkan

pendapatan daerah untuk menunjang pembangunan ekonomi.

Untuk melihat besarnya peranan investasi pemerintah dan besarnya

perkembangan investasi, digunakan alat analisis pertumbuhan, sehingga dapat

mendorong peningkatan pendapatan daerah di Kabupaten Buton Utara. Hal ini dapat

dilihat pada kerangka pikir dibawah ini:


38

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian

Anggaran Pendapatan dan


Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten Buton Utara

Belanja Modal Pertumbuhan Ekonomi

- Tanah
- Peralatan dan Mesin
- Gedung dan Bangunan
- Jalanan, Irigasi, dan Jaringan
- Aset Tetap Lainnya
- Kontruksi dalam Pengerjaan
- Aset Lainnya

Pertumbuhan Investasi

Kesimpulan dan Rekomendasi


39

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan masalah yang dikaji dalam penelitian ini, maka penulis

mengajukan hipotesis yaitu :

1. Diduga bahwa perkembangan investasi pemerintah mengalami Fruktuasi di

Kabupaten Buton Utara kurun waktu 2009-2013.

2. Diduga bahwa investasi pemerintah berperan cukup besar terhadap

pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Buton Utara dalam kurun waktu 2009-

2013.
40

BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini di lakukan di Kabupaten Buton Utara Propinsi Sulawesi

Tenggara. Waktu penelitian ini dilaksanakan kurang lebih 1 bulan setelah proposal

ini di buat.

3.2 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini bersifat Deskriptif kuantitatif time series (runtun

waktu) variabel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah investasi pemerintah

dan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto).

3.3 Jenis dan Sumber data

3.3.1 Jenis Data

Jenis data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

meliputi:

1. Data Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Buton Utara

2. Data PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan Belanja modal di

Kabupaten Buton Utara

3. Data-data lain yang Relevan

3.3.2 Sumber Data

Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Tenggara dan BPS

Kabupaten Buton Uatara.

40
41

2. Kantor Bappeda Kabupaten Buton Uatara.

3. Media Internet dan Berbagai Literatur Yang Berkaitan Dengan Penelitian

Ini.

3.4 Definisi Operasional Variabel

1. Investasi Pemerintah yang di maksud dalam penelitian ini yaitu Belanja Modal

yang bersumber dari APBD Kabupaten Buton Utara periode 2009-2013.

2. Pertumbuhan Ekonomi yang di maksud dalam penelitian ini yaitu menggunakan

data tentang pertumbuhan PDRB Kabupaten Buton Utara atas dasar harga

konstan tahun 2000. Data yang digunakan adalah data tahun 2009-2013,

dinyatakan dalam persen (%).

3. Belanja Modal adalah pengeluaran pemerintah yang berasal dari realisasi dalam

anggaran belanja APBD yang meliputi Belanja Modal atau Pengeluaran

Pembangunan di Kabupaten Buton Utara dari tahun 2009 – 2013 yang dihitung

dalam juta rupiah.

3.5 Metode Analisis Data

Pada penelitian ini akan di jelaskan melalui analisis deskriptif kuantitatif dan

analisis statistik yaitu persamaan Regresi linear sederhana.

LnY = a + b LnX

Dimana : Y = Dependent variabel (PDRB)

X= Independent variabel (investasi pemerintah)


42

a = Kostanta

b = Perubahan PDRB yang diakibatkan oleh setiap perubahan yang

dipengaruhi oleh investasi pemerintah di Kabupaten Buton

Utara
43

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum

4.1.1. Kondisi Demografi

Kondisi kesejahteraan suatu wilayah juga berkaitan dengan masalah

kependudukan. Semakin besar jumlah penduduk di suatu wilayah maka semakin

besar pula beban dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam mengelola

keberadaan dan kebutuhan penduduk tersebut. Sumber utama data kependudukan

adalah Sensus Penduduk yang dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali. Sensus

Penduduk telah dilaksanakan sebanyak enam kali sejak Indonesia merdeka yaitu

tahun 1961, 1971, 1980, 1990, 2000 dan 2010.

Di dalam Sensus Penduduk, pencacahan dilakukan terhadap seluruh penduduk

yang berdomisili di wilayah teritorial Indonesia termasuk warga negara asing kecuali

anggota Korps Diplomatik negara sahabat beserta keluarganya. Penduduk adalah

semua orang yang berdomisili di wilayah teritorial Republik Indonesia selama 6

bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi

bertujuan menetap.

Berdasarkan Data Proyeksi Penduduk 2012, Penduduk Kabupaten Buton

Utara berjumlah 56.631 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki 28.484 jiwa dan

penduduk perempuan sebesar 28.147 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebesar

12.643 rumah tangga.

43
44

Di Kabupaten Buton Utara terdiri dari 6 kecamatan yaitu Kecamatan

Bonegunu, Kecamatan Kambowa, Kecamatan Wakorumba, Kecamatan Kulisusu,

Kecamatan Kulisusu Barat, dan Kecamatan Kulisusu Utara. Kecamatan Kulisusu

adalah kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar mencapai 21.367 jiwa atau

sekitar 37,73 persen dari total penduduk Kabupaten Buton Utara. Diikuti oleh

Kecamatan Kulisusu Utara sebesar 8.067 jiwa dan Kecamatan Bonegunu sebagai

kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar ketiga dengan jumlah 7.995 jiwa,

sedangkan Kecamatan Kulisusu Barat merupakan kecamatan yang paling sedikit

julah penduduknya yaitu 6.025 jiwa. Untuk lebh jelasnya dapat dilihat pada tabel 2

dibawah ini:

Tabel 4.1
Penduduk Kabupaten Buton Utara Berdasarkan Struktur Umur,
Tahun 2013

No. Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Jiwa)


1 0-4 7.386
2 5-9 7.394
3 10-14 7.114
4 15-19 5.565
5 20-24 4.388
6 25-29 4.564
7 30-34 4.072
8 35-39 4.228
9 40-44 3.292
10 45-49 2.389
11 50-54 2.061
12 55-59 1.436
13 60-64 1.190
14 65-69 804
15 70-74 687
16 75+ 852
Jumlah 57.422
Sumber: BPS Kabupaten Buton Utara
45

Berdasarkan Tabel di atas bahwa jumlah penduduk Kabupaten Buton Utara

sebesar 57.422 jiwa. Jika di klasifikasi jumlah tersebut berdasarkan kelompok umur

maka jumlah penduduk Kabupaten Buton Utara yang berusia tidak produktif

sebanyak 21.894 jiwa yakni penduduk yang berumur 0-14 tahun dan penduduk yang

berumur 65 tahun keatas. Sedangkan penduduk yang berusia produktif 15-64 tahun

sebanyak 33.185 jiwa. Dengan demikian jumlah penduduk Kabupaten Buton Utara

yang berusia produktif sebesar 57,79 persen dan penduduk yang tidak berusia

produktif sebesar 38,13 persen dari keseluruhan jumlah penduduk Kabupaten Buton

Utara.

Dengan berdasarkan hal tersebut maka laju pertumbuhan penduduk

Kabupaten Buton Utara pada kurun waktu tahun 2009-2013 rata-rata sebesar 1,6

persen. pertumbuhan penduduk sebesar 1,6 persen adalah angka yang cukup besar. Di

satu sisi merupakan sebuah kekuatan sumber daya manusia. Tetapi apabila tidak

berkualitas akan menjadi suatu masalah yang besar seperti misalnya pengangguran

akibat ketidakmampuan untuk bersaing dalam bekerja dan tidak mampu membuka

lapangan kerja untuk diri sendiri, tingkat kriminal yang tinggi akibat dari kemiskinan

yang timbul, tingkat kebudayaan yang rendah karena ketidakmampuan untuk

menyerap informasi dan teknologi.

jumlah penduduk sangat penting dalam suatu perencanaan, karena

kependudukan merupakan salah satu penentu dalam mengkondisikan perkembangan

suatu wilayah baik dari segi fisik maupun non fisik. Dengan mengetahui
46

perkembangan suatu penduduk di suatu wilayah maka akan dapat diketahui prediksi

dari kebutuhan akan fasilitas dan utilitas penunjang serta perkiraan kebutuhan

ruangnya. Dengan mengetahui prediksi akan kebutuhan fasilitas, utilitas dan

ruangnya maka akan relatif lebih mudah untuk memberikan arahan perkembangan

sehingga akan didapat keteraturan secara fisik dan non fisik.

4.1.2 Keadaan Tenaga Kerja

Tenaga Kerja merupakan modal bagi usaha pembangunan, sementara tenaga

kerja semakin bertambah seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Namun

perkembangan angkatan kerja yang cepat tersebut ternyata belum mampu diimbangi

dengan perkembangan kesempatan kerja yang tersedia.

Dari total penduduk usia kerja (15 tahun keatas), lebih dari 71 persen

penduduk atau sebanyak 25.421 orang di Kabupaten Buton Utara termasuk dalam

angkatan kerja. Kesempatan kerja yang ada di Kabupaten Buton Utara menunjukkan

nilai persentase yang tinggi, artinya Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan di

Kabupaten Buton Utara sangat terbuka lebar bagi para pencari kerja. Pada tahun

2013, dari 25.421 angkatan kerja diketahui bahwa 96,91 persen adalah angkatan kerja

yang berstatus telah bekerja.

Ditinjau dari lapangan usahanya penduduk Kabupaten Buton Utara, terlihat

bahwa 58,53 persen bekerja di sektor pertanian, 12,25 persen bekerja di sektor

perdagangan, 11,58 persen bekerja di sektor jasa/lainnya. Dan sektor pertanian

sebagai sektor yang paling banyak di minati penduduk dalam bekerja.


47

Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting dalam mendukung

percepatan pertumbuhan dan perluasan pembangunan ekonomi daerah. Semakin

tinggi kualitas sumber daya manusia di suatu daerah, semakin produktif angkatan

kerja, dan semakin tinggi peluang melahirkan inovasi yang menjadi kunci

pertumbuhan secara berkelanjutan.

4.1.3 Perkembangan APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah)

Membangun suatu wilayah, bukan hanya karena pejabat ingin sukses, tapi

yang terutama adalah membangun daerah yang mengarah pada kemandirian

masyarakat. Caranya adalah bagaimana mengelolah dan memanfaatkan potensi

daerah dengan mencari dana untuk anggaran pembangunan. Terpenting lagi adalah

meningkatkan APBD dengan cara membangun sumber- sumber pertumbuhan sesuai

potensi wilayah.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrument

kebijakan fiskal yang utama bagi pemerintah daerah. Dalam APBD termuat prioritas-

prioritas pembangunan, terutama prioritas kebijakan dan target yang akan dicapai

melalui pelaksanaan belanja daerah sesuai sumber daya yang tersedia baik yang

didapatkan melalui skema transfer maupun perpajakan daerah dan retribusi daerah.

Untuk anggaran tahun 2009 APBD Buton Utara yang terealisasi sebesar Rp.

258,606.804 juta dengan empat sektor yang mendapat alokasi dana terbesar yakni

pekerjaan umum dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 72,943.375 juta, pendidikan
48

sebesar Rp. 51,789.051 juta, pemerintahan umum Rp. 49,587.716 juta dan kesehatan

Rp. 22,536.540 juta.

Anggaran tahun 2010 sebesar Rp. 308,966.012 juta dengan tiga sektor yang

mendapat alokasi dana terbesar yakni pemerintahan umum Rp. 154,468.512 juta,

pendidikan sebesar Rp. 58,800.173 juta, dan kesehatan dengan alokasi dana sebesar

Rp. 31,829.492 juta.

Anggaran tahun 2011 sebesar Rp. 365,762.348 juta dengan lima sektor yang

mendapat alokasi dana terbesar yakni pekerjaan umum dengan alokasi anggaran

sebesar Rp. 93,089.558 juta, pemerintahan umum Rp. 78,756.101 juta, pendidikan

sebesar Rp. 77,915.531 juta, kesehatan Rp. 25,848.835 juta, dan sektor perhubungan

sebesar Rp. 12,038.749 juta.

Anggaran tahun 2012 sebesar Rp. 521,525.585 juta dengan alokasi dana

terbesar yakni pada lima sektor yakni pemerintahan umum Rp. 92,728.691 juta,

pendidikan sebesar Rp. 92,053.258 juta, pekerjaan umum sebesar Rp. 87,045.319

juta, kesehatan Rp. 33,864.550 juta, dan perhubungan sebesar Rp. 11,648.830 juta.

Dan untuk anggaran tahun 2013 sebesar Rp. 524,698.424 juta dengan

pengalokasian dana terbesar yakni sebanyak lima sektor yakni pendidikan dengan

alokasi dana sebesar Rp. 112,502.044 juta, pekerjaan umum sebesar Rp. 105,175.773

juta, pemerintahan umum Rp. 87,951.871 juta, kesehatan Rp. 38,349.889 juta dan

perhubungan sebesar Rp. 16,550.915 juta.


49

Dari kelima periode ini bukan berarti sektor lainnya tidak mendapatkan

perhatian, namun secara skala prioritas, diakui bahwa kelima sektor di atas adalah

dominan untuk menjadi perhatian pemerintah Kabupaten Buton utara.

Perwujudan pelayanan publik di daerah tentunya berkorelasi erat dengan

kebijakan Belanja Daerah. Belanja Daerah merupakan seluruh pengeluaran yang

dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mendanai seluruh program/kegiatan yang

berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap pelayanan publik di daerah.

Dalam hal penganggaran tentunya bisa terjadi selisih antara pendapatan dan belanja

daerah, penyebabnya bisa sangat beragam, akan tetapi surplus atau defisit daerah

yang timbul tersebut tentunya perlu disikapi oleh daerah dengan kebijakan

Pembiayaan Daerah. Bila terjadi surplus maka daerah harus menganggarkan untuk

pengeluaran pembiayaan tertentu semisal untuk investasi atau dapat juga dengan

mengoptimalisasi dana tersebut untuk mendanai belanja kegiatan yang telah

direncanakan. Akan tetapi bila terjadi defisit maka daerah perlu mencari alternatif

pembiayaan yang bisa berupa pinjaman daerah, penggunaan SiLPA atau melakukan

penghematan anggaran dengan melakukan penyisiran kegiatan yang tidak perlu

dilaksanakan atau ditunda pelaksanannya.

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1 Perkembangan PDRB di Kabupaten Buton Utara

Salah satu indikator yang sering dipergunakan untuk mengukur

perkembangan perekonomian suatu daerah adalah Produk Domestik Regional Bruto


50

(PDRB), karena PDRB merupakan gambaran tentang produk yang dihasilkan oleh

unit-unit ekonomi yang ada pada suatu daerah dalam periode waktu tertentu.

Untuk lebih jelasnya tentang perkembangan PDRB Kabupaten Buton utara

dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 4.2
PDRB Kabupaten Buton Utara Atas Harga Konstan
Tahun 2009-2013

Tahun PDRB (Rp) Pertumbuhan (%)


2009 334,365.65 -
2010 364,914.45 9,14
2011 398,964.79 9,33
2012 431,459.88 8,14
2013 472,226.68 9,46
Rata-rata - 9,02
Sumber: Data Badan Pusat Statistik (diolah)

Berdasarkan tabel di atas, hasil perhitungan produk domestik regional bruto

Kabupaten Buton utara sebagaimana terlihat pada tabel. Ternyata bahwa

pertumbuhan produk domestik regional bruto Kabupaten Buton utara atas dasar harga

konstan selama kurun waktu 2009-2013 mengalami kenaikkan rata-rata sebesar 9,02

pertahun yaitu dari nilai sebesar Rp. 334,365.56 juta pada tahun 2009 menjadi Rp.

473,226.68 juta pada tahun 2013.

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Buton Utara ditunjukkan oleh kenaikan

nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000. PDRB

Kabupaten Buton Utara atas dasar harga konstan pada tahun 2009 sebesar Rp

334.365,56 juta, pada tahun 2010 meningkat menjadi Rp 364.914,45 juta. Pada tahun
51

2011 dan 2012 meningkat lagi masing-masing menjadi Rp 398.964,79 juta dan Rp

431.459,88 juta. Selanjutnya pada tahun 2013 sebesar Rp. 472262,68 juta atau

tumbuh sebesar 9,15 persen tahun 2010, 9,32 persen tahun 2011, 8,14 persen tahun

2012 dan 9,46 tahun 2013. Dan Sektor pertanian masih mempunyai peranan tertinggi

terhadap total PDRB Kabupaten Buton Utara yaitu sebesar 46,27 persen disusul

sektor jasa-jasa sebesar 13,87 persen, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran

sebesar 13,69 persen. Sementara pendapatan perkapita yang mencerminkan tingkat

produktivitas tiap penduduk menunjukkan bahwa pendapatan perkapita penduduk

Kabupaten Buton Utara pada tahun 2012 sebesar Rp. 19,02 juta dan pada tahun 2013

meningkat menjadi Rp. 21,29 juta perkapita.

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Buton Utara dari tahun 2009-2013

mengalami pertumbuhan yang fluktuatif. setelah pada tahun 2012 perekonomian

Kabupaten Buton Utara sedikit menurun menjadi 8,14 persen, pada tahun 2013

kembali naik menjadi 9,46 persen. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Buton Utara

tahun 2013 lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi

Tenggara sebesar 7,28 persen.

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Buton Utara pada tahun 2013 didukung

oleh pertumbuhan sektornya yang seluruhnya mengalami pertumbuhan positif.

Adapun sektor yang tumbuh positif secara berurutan dari yang tertinggi sebagai

berikut: sektor pertambangan dan penggalian 22,1 persen; sektor konstruksi/

bangunan 19,59 persen; sektor listrik, gas dan air bersih 18,62 persen; sektor
52

pengangkutan dan komunikasi 17,92 persen; sektor industri pengolahan 13,36 persen;

sektor perdagangan, hotel dan restoran 12,67 persen; sektor keuangan, persewaan dan

jasa perusahaan 10,81 persen; sektor jasa-jasa 6,2 persen; sektor pertanian 5,31

persen.

4.2.2 Perkembangan Belanja Modal Kabupaten Buton Utara

Belanja modal didefinisikan sebagai pengeluaran yang digunakan untuk

pembelian/ pengadaan/ pembangunan asset tetap berwujud yang nilai manfaatnya

lebih dari setahun dan atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan

kegiatan pemerintah daerah, yang meliputi pengadaan tanah, alat-alat berat, alat-alat

angkutan, alat-alat ukur, alat-alat kedokteran, konstruksi jalan, jembatan, jaringan air,

penerangan jalan, taman dan hutan kota, instalasi listrik dan telepon, bangunan,

kepustakaan, barang seni, pengadaan ternak dan tanaman serta persenjataan/

keamanan. Melalui adanya belanja modal tersebut pemerintah memilki kemampuan

untuk meningkatkan sarana dan prasarana yang ada didaerahnya, dengan adanya

sarana dan prasarana kesehatan, keamanan, transportasi yang baik tentu menjadi

modal bagus untuk menarik investor serta mempercepat mobilitas setiap individu

yang tentunya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi didaerah tersebut.

Untuk belanja modal tahun 2009, Kabupaten Buton Utara yang terealisasi

sebesar Rp. 143,481.056 Juta, dengan tujuh sektor belanja modal yang terdiri dari

belanja tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan,irigasi, dan jaringan,

aset tetap lainnya, konstruksi dalam pengerjaan dan aset lainnya.


53

Belanja modal tahun 2010 dengan total belanja sebesar Rp. 161,954.236 juta

yang di alokasikan untuk tujuh sektor belanja yaitu Tanah sebesar Rp. 3,654 juta,

peralatan dan mesin sebesar Rp. 28,481 juta, gedung dan bangunan sebesar Rp. 28,65

juta, jalan,irigasi, dan jaringan sebesar Rp. 89,684 juta, aset tetap lainnya sebesar Rp.

11,243 juta, dan konstruksi dalam pengerjaan sebesar Rp. 198 juta. Dimana dari tujuh

sektor belanja modal ada tiga sektor yang paling besar yaitu jalan,irigasi, dan

jaringan, gedung dan bangunan dan peralatan dan mesin.

Belanja modal tahun 2011 dengan total belanja sebesar Rp. 155,780.573 juta

dengan tiga sektor belanja terbesar yaitu jalan,irigasi, dan jaringan sebesar Rp. 73,877

juta, gedung dan bangunan sebesar Rp. 45,729 juta, dan peralatan dan mesin sebesar

Rp. 31,367 juta.

Belanja modal tahun 2012 dengan total belanja sebesar Rp. 162,513.621 juta

dengan empat sektor belanja terbesar yaitu jalan,irigasi, dan jaringan sebesar

Rp.74,748 juta, gedung dan bangunan sebesar Rp. 52,891 juta, peralatan dan mesin

sebesar Rp. 24,056 juta, dan asset tetap lainnya sebesar Rp. 11,428 juta.

Dan untuk Belanja modal tahun 2013 dengan total belanja sebesar Rp.

204,430.739 juta dengan tiga sektor belanja terbesar yaitu jalan,irigasi, dan jaringan

sebesar Rp. 81,561 juta, gedung dan bangunan sebesar Rp. 78,180 juta, dan peralatan

dan mesin Rp. 39,084 juta.

Dari semua sektor belanja, yang lebih besar digunakan untuk belanja modal

Kabupaten Buton Utara yaitu jalan,irigasi, dan jaringan, gedung dan bangunan dan
54

peralatan dan mesin. Tapi bukan berarti sektor belanja yang lain tidak mendapatkan

perhatian, namun secara skala prioritas, diakui bahwa tiga sektor belanja di atas

adalah dominan untuk menjadi perhatian Kabupaten Buton Utara.

Tabel 4.3
Perkembangan Total Dana nvestasi
Kabupaten Buton Utara periode 2009-2013
Investasi Perkembangan total
Tahun
(Juta Rupiah) dana Investasi (%)
2009 143,481.05 -
2010 161,954.23 12,87
2011 155,780.57 -3,81
2012 162,513.62 4,32
2013 204,430.73 25,79
Rata-rata - 9,79
Sumber: Badan Pusat Statistik (di olah)

Dari tabel di atas terlihat bahwa dari total dana investasi yang di salurkan oleh

pemerintah setiap tahunnya selama periode 2009-2013 mengalami kenaikkan rata-

rata sebesar 9,79 persen berkisar antara Rp. 143,481.05 sampai Rp. 204,430.73 juta.

Dari dana investasi yang disalurkan tersebut menunjukkan angka pertumbuhan yang

besar walaupun pertumbuhannya mengalami Fruktuasi dimana pertumbuhan tersebut

berkisar antara 12,87 dan 25,79 persen. Dan mengalami satu kali angka pertumbuhan

negatif yakni pada tahun 2011 yakni sebesar -3,81 persen, yang lebih disebabkan

pengalihan alokasi belanja daerah yang lebih ditujukan pada belanja pegawai negeri

yang semakin melonjak.


55

4.2.3 Peranan Investasi Pemerintah Terhadap Perekonomian Daerah

Kabupaten Buton Utara

Dalam berbagai teori ekonomi, baik teori ekonomi makro maupun ekonomi

pembangunan disebutkan bahwa penanaman modal atau investasi merupakan salah

satu variabel yang berperan besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

daerah. Ini dimaksudkan, karena peningkatan investasi akan mendorong peningkatan

pendapatan para pengusaha atau pekerja yang kesemuanya itu akan mengacu pada

peningkatan perekonomian suatu daerah atau masyarakat.

Tabel 4.4
Peranan Investasi Terhadap Perkembangan Ekonomi
Kabupaten Buton Utara Periode 2009-2013

Pertumbuhan Investasi Pertumbuhan PDRB


Tahun
(%) (%)
2009 - -

2010 12,87 9,14

2011 -3,81 9,33

2012 4,32 8,14

2013 25,79 9,46


Sumber: Badan Pusat Statistik (di olah)

Berdasarkan data tabel di atas dapat dijelaskan bahwa perkembangan investasi

cukup tinggi begitu juga pertumbuhan PDRB. Walaupun pertumbuhan investasi pada

tahun 2011 mengalami penurunan menjadi -3,81 persen, pada tahun 2012 mengalami
56

peningkatan pertumbuhan investasi menjadi 4,32 persen, dan pada tahun 2013

pertumbuhan investasi terus mengalami kenaikan yaitu 25,79 persen.

Penyebab defisit bisa muncul dalam kondisi krisis ekonomi, karena keadaan

ini akan berimbas kepada anggaran negara. Dalam keadaan krisis akan memaksa

pemerintah untuk mengadakan pengeluaran ekstra untuk memperbaiki keadaan

ekonomi (pemulihan ekonomi). Oleh karena itu, ekspansi anggaran akan memacu

pertumbuhan ekonomi, dengan demikian dapat dikatakan penyerapan dan

efektivitasnya merupakan masalah krusial.

Untuk pertumbuhan PDRB juga kadang- kadang berlawanan arah dengan

pertumbuhan investasi. Pada tahun 2010 pertumbuhan PDRB sebesar 9,14 persen,

pada tahun 2011 pertumbuhan PDRB sebesar 9,33 persen berlawanan arah dengan

pertumbuhan investasi. Pada tahun 2012 pertumbuhan PDRB mengalami penurunan

menjadi 8,14 persen, dan pada tahun 2013 pertumbuhan PDRB naik menjadi 9,46

persen lebih tinggi di bandingkan tahun- tahun sebelumnya.

Dari tahun 2009-2013 pertumbuhan PDRB terus mengalami peningkatan yang

disebabkan oleh semakin membaiknya perekonomian Indonesia khususnya

perekonomian Kabupaten Buton Utara. Walaupun pertumbuhan investasi kadang-

kadang berlawanan arah dengan pertumbuhan PDRB.

Untuk itu Indonesia berada dalam posisi yang baik untuk merespon. Indonesia

dapat menaikkan defisit belanja namun tetap dalam batasan aturan fiskal sebesar 3%

dari PDB, agar bisa meningkatkan belanja proyek-proyek infrastruktur yang menjadi
57

prioritas. Pada sisi pendapatan, pemerintah telah memberlakukan beberapa kebijakan

penting, seperti sistem pengajuan pengembalian pajak elektronik dan perbaikan

strategi audit pajak penghasilan.

4.3. Pembahasan

Investasi merupakan unsur utama dalam rangka menopang pertumbuhan

ekonomi dan perluasan lapangan pekerjaan. Dengan meningkatnya jumlah investor

yang menanamkan modalnya di kabupaten Buton Utara, diharapkan akan menambah

jumlah investasi yang nantinya akan menambah kesempatan kerja dan mengurangi

jumlah pengangguran, sehingga perekonomian dapat semakin membaik.

Investasi memegang peranan penting dalam menggerakkan pertumbuhan

ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Investasi dapat dilakukan oleh pemerintah

melalui Anggaran Pembiayaan Pembangunan dan investasi swasta/masyarakat.

Investasi yang dilaksanakan pemerintah terutama untuk mendorong penciptaan iklim

usaha yang kondusif, penyediaan sarana dan prasarana, serta pemberdayaan ekonomi

rakyat. Sedangkan investasi swasta/masyarakat baik yang berupa penanaman modal

asing maupun penanaman modal dalan negeri, dilaksanakan terutama untuk

meningkatkan pemanfaatan sumber daya lokal menjadi kekuatan ekonomi riil yang

mampu menopang pertumbuhan ekonomi, membuka kesempatan kerja, serta

menunjang pendapatan daerah.


58

4.3.1 Perkembangan Investasi Pemerintah di Kabupaten Buton Utara

Dilihat dari pengujian statistik variabel Investasi pemerintah menunjukkan

besarnya koefisien β adalah 2,031 dengan tingkat signifikansi 0,030. Artinya bahwa

apabila Investasi pemerintah (X) meningkat sebesar 1 persen, maka pertumbuhan

ekonomi akan meningkat sebesar 0,098 persen dengan pengaruh yang signifikan,

dengan asumsi variabel lain tetap. Dapat dikatakan dalam penelitian ini bahwa

hubungan keduanya bersifat inelastis karena nilai elastisitas Investasi pemerintah

yang bertanda positif dan lebih kecil dari 1(satu) yang berarti bahwa setiap

peningkatan Investasi pemerintah hanya sedikit meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Investasi pemerintah (Belanja modal) memilki peran yang sangat penting

dalam menunjang pertumbuhan ekonomi khususnya di Kabupaten Buton Utara. Jika

pemerintah bisa meningkatkan alokasi belanja modal dibanding meningkatkan

alokasi untuk belanja pegawai yang sudah semakin besar yang tidak dibarengi dengan

kinerja yang semakin baik, tentu pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Buton Utara

bisa lebih baik. Sebab Alokasi belanja modal yang penggunaannya memang untuk

pengembangan infrastruktur penunjang perekonomian akan mendorong produktivitas

penduduk yang pada gilirannya hal tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan

penduduk pada khususnya dan pertumbuhan ekonomi daerah pada umumnya, begitu

juga yang terjadi di Kabupaten Buton Utara bahwa belanja modal berpengaruh positif

terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Buton Utara.


59

4.3.2 Peranan Investasi Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di

Kabupaten Buton Utara

Coefficientsa

Standardized

Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 64059.769 115106.162 .557 .617

I.P 2.031 .690 .862 2.944 .060

a. Dependent Variable: PDRB

peranan investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten

Buton Utara dari hasil perhitungan regresi sederhana, di mana persamaan regresi

tersebut adalah:

LnY = 64059,769 + 2,031 LnX

R2 = 0,74

t = (0,557) (2,944)

F = 8,669

Dari persamaan di atas, dapat di artikan sebagai berikut:

Berdasarkan persamaan di atas terlihat bahwa nilai Koefisien determinasi (R2)

yaitu sebesar 0,74 menjelaskan bahwa variasi perubahan PDRB (Y) Kabupaten Buton

Utara yang dijelaskan oleh investasi pemerintah (X) adalah sebesar 74 persen sisanya

dijelaskan oleh variabel yang belum masuk dalam model yaitu 26 persen.
60

Berdasarkan uji-t dan uji-F sebagaimana terlampir untuk α = 0,05, dimana

nilai signifikannya yaitu 0,06 maka variabel investasi pemerintah (X) tidak

signifikan mempengaruhi pertumbuhan PDRB (Y) Kabupaten Buton Utara.

Dengan demikian peranan investasi pemerintah terhadap pertumbuhan

ekonomi di Kabupaten Buton Utara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di

Kabupaten Buton Utara.

Dilihat dari pengujian statistik variabel Investasi pemerintah menunjukkan bahwa

peranan investasi pemerintah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan PDRB

Kabupaten Buton Utara.

Penurunan investasi hanya terjadi di tahun 1998 yang lebih disebabkan krisis

ekonomi yang terjadi sehingga banyak investor yang menarik diri dari Pemerintah.

Investasi pemerintah di Kabupaten Buton Utara memberikan dampak yang positif

terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Buton Utara, namun pengaruhnya tidak

terlalu besar. Jika pemerintah mampu meningkatkan investasi di semua sektor sektor

perekonomian di Kabupaten Buton Utara tentu akan lebih bias dalam meningkatkan

pertumbuhan ekonomi Di Kabupaten Buton Utara, terutama pada sektor yang

memang banyak menyerap jumlah angkatan kerja di Kabupaten Buton Utara.


61

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka dapat di simpulkan sebagai

berikut:

1. Perkembangan investasi pemerintah di Kabupaten Buton Utara dari tahun

2009-2013 mengalami Fruktuasi setiap tahun yaitu sebesar Rp. 143,481.05

juta menjadi Rp. 204,430.73 juta. Walaupun sempat mengalami

penurunan di tahun 2011 yaitu sebesar Rp. 155,780.57 juta di bandingkan

tahun sebelumnya.

2. Peranan investasi pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di

Kabupaten Buton Utara pada tahun 2009-2013 tidak cukup besar dalam

pertumbuhan yang ada di Kabupaten Buton Utara, karena tidak signifikan.

5.2. Saran

Berdasarkan pada pembahasan dan kesimpulan di atas maka di

sarankan kepada:

1. Pemerintah Kabupaten Buton Utara di harapkan dapat terus lebih

meningkatkan perkembangan investasi pemerintah yaitu belanja modal agar

lebih meningkatkan yang ada di Kabupaten Buton Utara.

2. Pemerintah Kabupaten Buton Utara di harapkan terus meningkatkan PDRB

terutama sektor-sektor yang menunjang untuk pertumbuhan dan

perekonomian pemerintah Kabupaten Buton Utara.

61
62
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Novia Hadji, 2014. Pengaruh Pengeluaran Konsumsi dan Investasi Pemerintah
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kota Manado. Skripsi .pdf

Alkadri, 1999. Sumber-Sumber Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Jurnal Pusat


Studi Indonesia, Universitas Terbuka

Anto Dajan, Pengantar Metode Statistik, Jakarta; LP3ES; 1986.

Badan Pusat Statistik, 2014, Kabupaten Buton Utara Dalam Angka

Boediono, 1999, Teori Pertumbuhan Ekonomi.Yogyakarta: BPFE

Budiono.2009. Investasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Skripsi .pdf

Darma indriani, 2011. Pengaruh pengeluaran konsumsi dan investasi pemerintah

terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Dessus,S., dan R.Herrera, 2000. Public Capital and Growth Revisited: A Panel Data

Assessment. Economic Development and Cultural Change 48 (2) 407-418.

Djojohadikusumo, Sumitro, 1995, Perkembangan Pemikiran Ekonomi Dasar Teori

Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembanguna,Jakarta: LP3ES.

Faizal Noor, Henry, 2008, Ekonomi Manajerial, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Imam Muklis, 2009, Eksternalitas, Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan

Berkelanjutan dalam Perspektif Teoritis, Jurnal Ekonomi Bisnis, Tahun 14,

Universitas Negeri Malang.

Jamzani Sodik, 2007, Pengeluaran Pemerintah dan pertumbuhan Ekonomi Regional,

Study Kasus Data Panel di Indonesia, Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol 12

No 1, UII, Yogyakarta.
Jhingan, M.L, 1996, Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta: PT Rajawali

Pers.

Jhingan, M. L, 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, (terjemahan oleh D.

Guritno), Edisi ke-1, Cetakan ke-10, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Ma’aruf, dan Wihastuti. 2008. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: Determinan dan

Prospeknya. Jurnal Ekonomi.Pdf

Maharani, Kurnia dan Isnowati, Sri. 2014. Kajian Investasi, Pengeluaran

Pemerintah, Tenaga Kerja dan Keterbukaan Ekonomi Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi di Propinsi Jawa Tengah. Skripsi.Pdf.

Mankiw,Gregory N,2003, Teori Makroekonomi, Penerbit Erlangga, Jakarta

Mubaroq, Rizal Mohammad. 2013. Pengaruh Investasi Pemerintah, Tenaga Kerja,

dan Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Di

Indonesia.Jurnal Ekonomi.

Raharjo, A. 2006. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta dan

Angkatan Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahun 1982-2003 (Studi

Kasus di Kota Semarang), Tesis S2 MIESP Undip Semarang.

Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung.2008.Teori Ekonomi Makro: Suatu

Pengantar, Edisi Keempat. Jakarta: Lembaga penerbit fakultas ekonomi

Universitas Ekonomi.

Rustiono, Dedy. Tesis Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, dan Pengeluaran

Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Di Provinsi Jawa Tengah.

Samsir, 2004, Analisis Pengaruh Investasi Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi

Kabupaten Buton. Skripsi Fekon Unhalu, Kendari.


Sukirno, S. 2000, Makroekonomi Modern. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Sukirno, S. 2006. Pembangunan ekonomi dan Pertumbuhan ekonomi.

Susetyo, Didiek. 2001. Pengaruh Defisit Anggaran Terhadap Pertumbuhan Ekonomi;

Kajian Ekonomi dan Bisnis Vol.3 No.1 Tahun 2001, Universitas Sriwijaya.

Todaro.M. P, 1983. Pembangunan Ekonomi di Dunia ketiga. PT. Ghalia Jakarta.

Pambudi, Eko, 2013. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi (Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa

Tengah). Skripsi. Program Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Diponegoro.

Wibisono, Yusuf. 2005. Sumber-Sumber Pertumbuhan Ekonomi Regional : Studi

Empiris Antar Propinsi di Indonesia, 1984- 2000. Jurnal Ekonomi dan Bisnis

Indonesia Vol.02, Universitas Gajah Mada, 2005.

http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_klasik

http://id.wikipedia.org/wiki/Pertumbuhan_ekonomi

http://www.bimbie.com/ekonomi-klasik.htm

http://invisblehand.blogspot.com/2011/11/ekonomi-makro.html

http://www.wordpress.com
REGRESSION
/DESCRIPTIVES MEAN STDDEV CORR SIG N
/MISSING LISTWISE
/STATISTICS COEFF OUTS CI R ANOVA ZPP
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)
/NOORIGIN
/DEPENDENT PDRB
/METHOD=ENTER I.P
/SCATTERPLOT=(*SDRESID ,*ZPRED)

/CASEWISE PLOT(ZRESID) ALL.

Regression
[DataSet0]

Descriptive Statistics

Mean Std. Deviation N

PDRB 4.0039E5 54188.57498 5

I.P 1.6563E5 23001.66839 5

Correlations

PDRB I.P

Pearson Correlation PDRB 1.000 .862

I.P .862 1.000

Sig. (1-tailed) PDRB . .030

I.P .030 .

N PDRB 5 5

I.P 5 5

Variables Entered/Removedb

Variables
Model Variables Entered Removed Method

1 I.Pa . Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: PDRB

Model Summaryb

Std. Error of the

Model R R Square Adjusted R Square Estimate

1 .862a .743 .657 31726.26238

a. Predictors: (Constant), I.P


Model Summaryb

Std. Error of the


Model R R Square Adjusted R Square Estimate

1 .862a .743 .657 31726.26238

b. Dependent Variable: PDRB

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 8.726E9 1 8.726E9 8.669 .060a

Residual 3.020E9 3 1.007E9

Total 1.175E10 4

a. Predictors: (Constant), I.P

b. Dependent Variable: PDRB

Coefficientsa

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 64059.769 115106.162 .557 .617

I.P 2.031 .690 .862 2.944 .060

a. Dependent Variable: PDRB

Casewise Diagnosticsa

Case
Number Std. Residual PDRB Predicted Value Residual

1 -.663 3.34E5 355407.2787 -2.10416E4

2 -.883 3.65E5 392918.2600 -2.80038E4

3 .586 3.99E5 380382.2459 1.85825E4

4 1.179 4.31E5 394054.1374 3.74057E4

5 -.219 4.72E5 479169.5280 -6.94285E3

a. Dependent Variable: PDRB


Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 3.5541E5 4.7917E5 4.0039E5 46706.36857 5

Std. Predicted Value -.963 1.687 .000 1.000 5

Standard Error of Predicted


1.435E4 3.029E4 1.913E4 6783.570 5
Value

Adjusted Predicted Value 3.7140E5 5.5050E5 4.1617E5 75932.86479 5

Residual -2.80038E4 3.74057E4 .00000 27475.74919 5

Std. Residual -.883 1.179 .000 .866 5

Stud. Residual -.991 1.322 -.122 1.052 5

Deleted Residual -7.82772E4 4.70273E4 -1.57863E4 50785.79391 5

Stud. Deleted Residual -.986 1.671 -.043 1.145 5

Mahal. Distance .018 2.845 .800 1.203 5

Cook's Distance .074 2.774 .699 1.163 5

Centered Leverage Value .005 .711 .200 .301 5

a. Dependent Variable: PDRB

Charts

You might also like