You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pengujian endobronkial dilaksanakan pertama sekali diakhir dekade tahun 90-an untuk
mengambil benda asing pada saluran pernapasan.Selang waktu berlalu tepatnya tahun 1904
bronkoskopi kaku dengan alat penglihat,pemotongan ditambah penerangan mulai digunakan. 60
tahun kemudian sebelum alat fiberoptik diperkenalkan dalam pelaksanaan klinikal.Pada Rigid
broncoskopy berperan sebagai nasopharingeal airway untuk pemeriksaan hidung.Realisasi alat
ini dapat digunakan tampa bantuan dari anastesi yang sangat berperan penting membantu dokter
ahli paru berguna dalam mencari diagnosis perkembangan penyakit serta terapi.

Sejak tahun 1980 oleh IKEDA bersama koleganya di jepang fleksibel fiberoptic
bronchoscopy (FFB) telah menjadi berkembang dan sangat populer.Kemampuannya
memvisualisasi jalan napas telah membuatnnya berperan dalam pelaksanaan diagnostik yang tak
ternilai harganya .Keamanaan pelaksanaan tindakan FFB ini telah dibuktikan kepada beberapa
pasien sejak tahun 1980, dan tehnik ini dapat dilakukan tanpa seorang ahli anestesi. Biasanya
tindakan ini dilakukan melalui nasofaring walaupun demikian melalui oral route pun sering
dilaksanakan.Walaupun pelaksanan prosedur ini relatif aman ,beberapa komplikasi yang terjadi
telah dilaporkan bekisar 0,1- 11% Komplikasi yang mungkin terjadi seperti obstruksi jalan
napas,aritmia,Reaksi toksis oleh karena anastesi lokal,pneumotoraks,dan haemoptysis,Tetapi
dengan keahlian dan pengetahuan ahli yang lebih baik, beberapa komplikasi ini dapat dikurangi.

Kenyamanan pasien dalam tindakan FFB adalah sangat penting. Ketidak nyamanan seperti
batuk,muntah sering terjadi,untungnya pelaksanaan ini dapat dikurangi bila dilaksanakan
persiapan yang tepat dan sebelumnya pasien diterangkan segala tujuan dan komplikasi yang
dapat terjadi dari segala ketidakyamanan tersebut.

1
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dapat membuat rumusan masalah yaitu
sebagai berikut :
1. Apa defenisi dari bronkoskopi?
2. Apa saja indikasi, kontra indikasi dan komplikasi dari pemeriksaan bronkoskopi?
3. Apa saja yang di perlukakan dalam pemeriksaan bronkoskopi serta bagaimana prosedur
kerjanya?
4. Perawatan seperti apa yang dapat di lakukan pada klien yang telah melakukan
pemeriksaan bronkoskopi?

1.3 Tujuan penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagau berikut:
Tujuan umum :
1. Mampu melakukan prosedur-prosedur bronkoskopi dengan benar.
Tujuan khusus :
1. Mampu melakukan tindakan dalam melakukan bronkoskopi.
2. Mampu melakukan persiapan-persiapan sebelum melakukan tindakan bronkoskopi.
3. Mengetahui indikasi dan kotnraindikasi bronkoskopi.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Defenisi
Kata bronkoskopi berasal dari bahasa Yunani; broncho yang berarti batang tenggorokan
dan scopos yang berarti melihat atau menonton. Jadi, bronkoskopi adalah pemeriksaan visual
jalan nafas atau saluran pernafasan paru yang disebut bronkus. Lebih khusus lagi, bronkoskopi
merupakan prosedur medis, yang dilakukan oleh dokter yang mempunyai kompetensi di
bidangnya dengan memeriksa bronkus atau percabangan paru-paru untuk tujuan diagnostik dan
terapeutik (pengobatan). Untuk prosedur ini dokter menggunakan bronkoskop, sejenis
endoskop, yang merupakan instrumen untuk pemeriksaan organ dalam tubuh. Tergantung pada
alasan medis atau indikasi klinis untuk bronkoskopi, dokter dapat menggunakan bronkoskopi
kaku (rigid) atau Fiber Optic Bronchoscopy (FOB).

2.2 Indikasi
Indikasi dari bronkoskopi adalah untuk membantu dalam menegakkan diagnosis, sebagai
terapeutik serta evaluasi pre operatif / post operasi.
1. Indikasi Diagnostik
Yang termasuk indikasi diagnostik bronkoskopi antara lain:
1) Batuk
2) Batuk darah yang tidak diketahui penyebabnya
3) Wheezing lokal dan stridor
4) Gambaran foto toraks yang abnormal
5) Obstruksi dan atelektasis
6) Adanya benda asing dalam saluran napas
7) Pemeriksaan Bronchoalveolar lavage (BAL)
8) Lymphadenopathy atau massa intrabronkial pada intra toraks
9) Karsinoma bronkhus
10) Ada bukti sitologi atau masih tersangka
11) Penentuan derajat karsinoma bronkus
12) Follow up karsinoma bronkus

3
2. Indikasi Terapi
Yang termasuk indikasi terapeutik bronkoskopi antara lain:
1) Mengeluarkan sekret/gumpalan mukus yang tertahan penyebab atelektasis,
pneumonia dan abses paru
2) Mengeluarkan benda asing pada trakeobronkial
3) Pemasangan stent pada trakeobronkial
4) Dilatasi bronkus dengan menggunakan balon
5) Kista pada mediastinum
6) Kista pada bronkus
7) Mengeluarkan sesuatu dengan bronkoskopi
8) Brachytherapy
9) Laser therapy
10) Abses paru
11) Trauma dada
12) Therapeutic lavage (pulmonary alveolar proteinosis)

2.3 Kontraindikasi
1. Kontra indikasi absolut antara lain :
1) Penderita kurang kooperatif
2) Keterampilan operator kurang
3) Fasilitas kurang memadai
4) Angina yang tidak stabil
5) Aritmia yang tidak terkontrol
6) Hipoksia yang tidak respon dengan pemberian oksigen
2. Kontra indikasi relatif antara lain :
1) Asma berat
2) Hiperkarbia berat
3) Koagulopati yang serius
4) Bulla emfisema berat
5) Obstruksi trakea
6) High Positive end-expiratory pressure

4
2.4 Komplikasi
1. Komplikasi akibat premedikasi
1) Depresi pernapasan
2) Hypotensi
3) Sinkope
4) Henti napas
2. Komplikasi akibat anestesi local
1) Spasme laring
2) Methemoglobinemia
3. Komplikasi akibat tindakan bronkhoskopi
1) Spasme laring
2) Gagal napas
3) Pneumonia
4) Pneumothorax
5) Perdarahan
6) Henti jantung (cardiac arrest)
7) Takikardi

2.5 Alat dan bahan


1. 1 set peralatan bronkoskopi
2. Sumber oksigen dengan aparatusnya
3. Sulfas atropin ( SA) 0,25 mg (1 ampul )
4. Diazepam 5 mg
5. Semprit 5 cc, 3 buah
6. Kain penutup mata penderita
7. Mouth piece
8. Betadin yang diencerkan (untuk mencuci bronkoskopi)
9. Kasa
10. Cairan NACL 0,9 %
11. 1 Set kedaruratan (Adrenalin deksametason, sulfas atropin (SA), bikarbonat,
bronkodilator) dan alat-alat infus/ iv (venocath, cairan infus dan ditambah semprit)

5
12. Formulir status bronkoskopi
13. Fomulir tindakan bronkoskopi

2.6 Persiapan pasien


1. Codein 10 mg dengan ekstra beladona 2 tablet/kali yang diminum 12 jam dan 6 jam
sebelum tindakan.
2. Foto toraks PA dan lateral terbaru,CT scan toraks bila ada.
3. Puasa sekurang-kurangya 4 jam sebelum tindakan.

2.7 Prosedur pelaksanaan


1. Permintaan tindakan dokter yang merawat
2. Buat status bronkoskopi
3. Pasien dipersiapkan di ruang pemeriksaan dengan memeriksa tanda tanda vital,status
paru dan jantung
4. Premedikasi dengan SA 0,25 mg IM dan atau diazepam 5 mg. Dosis tergantung umur
dan kondisi pasien
5. Anestesi lokal dengan kumur tenggorokan menggunakan lidokain 2 % Sebanyak 5 ml
selama 5 menit dalam posisi duduk
6. Anestesi lokal lanjutan didaerah laring dan faring serta pita suara demgan bantuan kaca
laring menggunakan xylocain spray (5-7 semprot ) dilanjutkan dengan instilasi lidokain
2 % sebanyak 5ml kedalam trakea melalui pita suara
7. Pasien siap diperiksa dalam posisi telentang dengan kepala ekstensi maksimal (posisi
duduk bila tidak bisa telentang) dengan operator berdiri di belakang kepala pasien
8. Oksimeter ditempelkan pada jari telunjuk [pasien,kanul hidung di pasang dan oksigen di
berikan sebesar 3-4 x / menit dan kedua mata ditutup dengan kain penutup untuk
mencegah terkena larutan lidokain/pembilasan
9. Mouth piece diletakan di antara gigi atas dan bawah untuk mencegah tergigitnya
bronkoskop (jika bronkoskopi melalui mulut)
10. Bila telah sampai pita suara dan pasien terbatuk selama melakukan tindakan, dapat
diberi instilasi lidokain 1-2 ml bronkoskop (dosis aksimal lidocain 400mg)

6
11. Nilai keadaan pita suara,trakea dan kanina,bronkus kanan dan kiri beserta cabang
cabangnya sampai bronkus subsegmen
12. Membuat laporan bronkoskopi

2.8 Perawatan post bronkoskopi


1. Observasi gejala cardinal
Tekanan darah/nadi, apakah ada tanda-tanda :
a. Aritmia
b. Bradikardi
c. Takikardi
Tanda-tanda lain :
Pusing, mual, muntah, keringat dingin dan adanya bronkhospasme, catat semua tanda
tersebut pada lembar observasi. Observasi dilakukan diruang tindakan paru dan
selanjutnya dilaksanakan diruang penderita dirawat. Bagi penderita yang rawat jalan
apabila tidak terdapat kelainan-kelainan tersebut diatas, maka penderita diperbolehkan
pulang dengan catatan : bila timbul keluhan-keluhan diharapkan penderita dibawa
kembali atau langsung dibawa ke IRD
2. Observasi pernapasan dan perdarahan
a. Bila terjadi sesak napas, diberikan oksigen 3 lpm atau dengan masker oksigen
6 lpm, pemberian bisa ditambah sesuai petunjuk dokter.
b. Perdarahan bisa terjadi setelah dilakukan biopsi, dan bila terjadi perdarahan :
catat warna dan jumlahnya. Perlu dijelaskan pada penderita bahwa perdarahan
tersebut adalah sisa-sisa dari tindakan bronkhoskopi dan penderita tidak perlu
takut, nanti akan berhenti sendiri karena sudah diberi obat. Sebaiknya kalau
penderita merasa ingin batuk jangan ditahan, agar sisa-sisa perdarahan keluar
semua, dan tidur penderita dengan posisi trendelenberg.
3. Penderita puasa minimal 2 jam sesudah tindakan bronkhoskopi.
Dengan tujuan : agar sisa-sisa efek obat anestesi hilang dan fungsi menelan kembali
normal.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

8
DAFTAR PUSTAKA

Sudiyasa K. 2011. Bagaimana Menyiapkan Bronkhoskopi dan Membantu Pelaksanaanya


Swidarmoko B, Susanto A.D. 2010. Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat Napas.
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta
Prasenohadi. 2010. Manajemen Jalan Napas. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Pernapasan,
Jakarta. Salemba Medika. Hal 4-31
Supartin & Sudiyasa K, 2003. Asuhan Keperawatan Penderita Tumor Paru yang Dilakukan
Tindakan Bronkhoskopi
Hood Alsagaff, 1997. Pelayanan Tindakan Medis dan Kegiatan Non Medis UPF Paru. UPF/Lab
Ilmu Penyakit Paru RSUD Dr. Soetomo-Surabaya
Moch Amin, Hood Alsagaff, WBM Taib Saleh, 1993. Pengantar Ilmu Penyakit Paru
WBM taib Saleh, 1990. Menentukan Diagnosis Bronkologi dengan Fiber Optik Bronkhoskopi

You might also like