You are on page 1of 7

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Susu

Susu merupakan cairan hasil sekresi mamalia betina dengan fungsi utama

memberi nutrisi lengkap yang dibutuhkan bagi mamalia yang baru lahir (Fox dan

McSweeney, 1998). Kandungan gizi pada susu antara lain; protein, lemak, laktosa,

vitamin, dan komponen lain yang mempunyai peranan penting (Jensen, 1995). Susu

merupakan cairan biologis yang kerap berubah-ubah, tergantung pada spesies,

peranakan, kesehatan individu, status gizi, tahap pemerahan, umur ternak, jarak

pemerahan dan lain-lain (Fox et al., 2000).

Laktosa atau gula susu merupakan karbohidrat khusus terdapat pada susu,

termasuk golongan disakarida yang terdiri dari glukosa dan galaktosa, serta

merupakan gula pereduksi (Walstra et al., 2006). Laktosa memiliki banyak peran

penting bagi tubuh khususnya pada organ pencernaan, seperti bertindak sebagai

prebiotik untuk pertumbuhan mikroflora usus yang menguntungkan dan mencegah

mikroba patogen menempel pada membran epitel kolon (Kanekarian, 2014).

Lemak susu tersimpan dalam bentuk globula yang dilapisi membran.

Sebagian besar lemak susu terdiri dari trigliserida, fosfolipid, kolesterol, asam

lemak bebas, monogliserida dan digliserida. Membran pada globula lemak tersusun

dari fosfolipida dan protein, dan beberapa ikatan molekul air yang menjaga dan

mencegah globula lemak untuk menyatu pada saat penanganan dan pemrosesan

susu. Membran globula lemak berfungsi mencegah enzim lipase memecah

komponen lemak menjadi asam lemak (Pritchard dan Kailasapathy, 2011).

5
6

Protein pada susu terdiri dari kasein (80%) dan whey atau protein serum

(20%). Kasein tersusun atas αs1-kasein (38%), αs2-kasein (10%) , β-kasein (36%)

dan kappa-kasein (13%), dan jika pH susu turun dibawah 4,6 kasein akan

mengendap (Pritchard dan Kailasapathy, 2011). Pada whey terdapat protein yang

tersisa, termasuk serum albumin, immunoblogulin, α-laktalbumin, dan lain-lain.

Secara keseluruhan, komposisi kimia dari susu sapi membuatnya menjadi media

pertumbuhan ideal untuk mikroorganisme, terutama bakteri asam laktat (Jay et al.,

2005).

2.2 Keju

Keju merupakan produk olahan susu yang diperoleh dengan cara

menggumpalkan susu penuh (whole milk), susu skim atau campurannya

menggunakan rennet, yang mengandung enzim rennin yang dihasilkan dari ekstrak

abomasum hewan ruminansia muda. Umur simpan yang relatif lama membuat

pengolahan susu menjadi keju menjadi pilihan untuk meningkatkan konsumsi susu.

Keju sudah diterima secara luas dalam masyarakat sehingga pemasaran produk ini

tidak sulit (Usmiati dan Abubakar, 2009).

Terdapat berbagai macam keju yang telah dibuat. Menurut Evette dalam

Murti (2014), di Perancis terdapat lebih dari 600 jenis keju. Keragaman jenis keju

ini dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya jenis susu, proses pembuatan dan

komponen gizi di dalamnya. Keju dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat

kekerasannya, seperti pada Tabel 1.


7

Tabel 1. Klasifikasi Keju Berdasarkan Tingkat Kekerasannya.


Keju Sangat Keras Keju Keras Keju Semi Lunak Keju Lunak
(Kadar Air (Kadar Air (Kadar Air (Kadar Air
13 - 34 %) 34 - 45 %) 45 - 55 %) 55 - 80 %)
Romano Edam Mozzarella Cottage
Parmesan Brick Cammembert Ricotta
Dry Ricotta Swiss Brie Impasta
Gjetost Cheddar Pizza Neufchatel
Mysost Provolano Blue Cream
Sumber: Sugitha dan Widarta (2012).

Pada dasarnya semua jenis keju memiliki beberapa tahap pembuatan yang

sama (Walstra et al., 2006), yaitu:

1. Penggumpalan susu dengan menggunakan enzim atau asam atau kombinasi

keduanya.

2. Pemisahan curd dan whey dengan cara memperluas permukaan curd melalui

pemotongan dan pengadukan.

3. Penambahan garam, berkisar 1-4%, bertujuan meningkatkan umur simpan,

flavor dan konsistensi keju.

4. Pemadatan curd, menyebabkan keju memiliki kulit yang akan melindungi

bagian dalam keju. Proses ini dilanjutkan dengan pengepresan yang bertujuan

meningkatkan kepadatan curd.

5. Curing, memastikan kondisi selama penyimpanan & penanganan keju sesuai

yang diinginkan, seperti pada proses ripening/pematangan.

Pembuatan keju secara proses merupakan hal yang sederhana, tetapi

memiliki proses kimiawi dan fisika yang kompleks. Pada dasarnya, pembuatan keju

merupakan proses yang terkonsentrasi, dimulai dengan koagulasi protein susu

(kasein) dan diproses melalui tahap-tahap yang didesain untuk mengontrol

perubahan kimia dari molekul kasein. Faktor yang mempengaruhi antara lain pH,
8

pemisahan koloid kalsium fosfat, proteolisis, suhu, kadar kasein dan distribusi air

dan lemak (Law dan Tamime, 2010).

Keju dapat menjadi sumber kalsium bagi orang yang alergi terhadap laktosa

(lactose intolerant). Jumlah laktosa dalam keju sedikit, karena kebanyakan laktosa

terbuang bersamaan dengan whey ketika proses pemisahan curd dan whey terjadi

(Anonim, 2011).

2.3 Bakteri Asam Laktat (BAL)

Bakteri asam laktat adalah istilah umum untuk menyebut bakteri yang

memfermentasikan laktosa (gula susu) dan menghasilkan asam laktat sebagai

produk utamanya (Widodo, 2003). Terdapat dua kelompok bakteri asam laktat yaitu

homofermentatif yang hanya menghasilkan asam laktat sebagai hasil metabolisme

gula dan heterofermentatif yang menghasilkan asam laktat, asam asetat, etanol,

ester, keton, dan CO2 (Buckle et al., 1987). Pada dasarnya, bakteri asam laktat

mempunyai kesamaan sifat sebagai berikut:

1. Bersifat gram positif, bentuk bulat atau batang dan tidak membentuk spora.

2. Hampir semua BAL (kecuali pediococci) tidak mampu menghasilkan enzim

katalase atau mempunyai katalase negatif.

3. Umumnya tidak bergerak.

4. Kebanyakan bersifat anaerob fakultatif.

5. Mampu memfermentasikan laktosa dengan produk utama asam laktat dan pada

beberapa spesies memproduksi asam volatil dan CO2.

Selama fase pembuatan keju dan proses pematangan keju, bakteri asam

laktat memainkan peran penting. Sebagai bakteri yang tumbuh dalam susu, BAL
9

mengubah laktosa menjadi asam laktat. Proses ini menurunkan pH sehingga terjadi

koagulasi dan terbentuk curd keju. BAL juga berperan menentukan kelembaban

akhir keju. Ketika proses pematangan, BAL akan menentukan flavor, aroma,

tekstur dan banyaknya eye formation pada keju (Law dan Tamime, 2010).

Genus Lactobacillus meliputi kelompok bakteri gram positif, berbentuk

batang, biasanya non-motil, tidak membentuk spora dan fakultatif anaerobik.

Pertumbuhan bakteri ini dalam glukosa dapat menghasilkan asam laktat, atau

campuran asam laktat, etanol, asam asetat dan CO2 bergantung pada spesies.

Banyak dari spesies bakteri ini memanfaatkan laktosa, sukrosa, fruktosa, atau

galaktosa, dari beberapa spesies dapat memfermentasi pentosa (Sopandi dan

Wardah, 2014). Suhu pertumbuhan dapat beragam antara 1-50°C, akan tetapi kultur

starter yang digunakan pada fermentasi terkontrol tumbuh baik pada suhu 25-41°C.

Ketika tumbuh pada karbohidrat, dapat menurunkan pH antara 3,5 dan 5. Beberapa

spesies Lactobacillus dapat dikonsumsi langsung untuk mendapatkan efek

menguntungkan bagi organ pencernaan (Ray dan Bhunia, 2008).

2.3.1 Lactobacillus paracasei spp. paracasei 1 SKG44

Lactobacillus paracasei spp. paracasei 1 SKG44 merupakan isolat bakteri

asam laktat, yang diisolasi dari susu kuda liar Sumbawa. Lactobacillus paracasei

spp. paracasei 1 berbentuk batang pendek berantai, gram positif, memberikan

reaksi negatif terhadap uji katalase dan uji gas. Berdasarkan penelitian Sugitha et

al. (2008), Lactobacillus paracasei spp. paracasei 1 SKG44 memiliki kemampuan

menghambat bakteri patogen, yaitu E.coli ATCC 25922, Staphylococcus aureus,

dan Salmonella thyphi dengan rata-rata diameter zona hambatan secara berurutan

sebesar 12, 13 dan 11 mm, sehingga berpotensi menjadi bakteri probiotik.


10

Lactobacillus paracasei spp. paracasei 1 SKG44 telah diuji coba untuk dijadikan

starter dadih, baik dalam bentuk starter kering maupun starter basah.

2.4 Tanaman Rampelas (Ficus ampelas Burm F.)

Tanaman rampelas (Ficus ampelas Burm F.) merupakan tumbuhan dari

keluarga Moraceae yang tingginya mencapai 10-20 meter, berbatang tegak, bulat,

berkayu, percabangan simpodial, permukaan kasar, dan berwarna hijau kecoklatan.

Memiliki daun tunggal, berseling, lonjong, tepi bergerigi, ujung runcing, pangkal

meruncing, panjang 15-18 cm dan lebar 4-6 cm, permukaan kasar, pertulangan

menyirip, dan berwarna hijau. Bunga berwarna putih, tunggal, di ketiak daun,

tangkai (silindris, panjang 5-7 mm, dan berwarna hijau kecoklatan), benangsari

berwarna putih dengan panjang 1 cm, kepala sari berwarna coklat muda dan

berbentuk tabung, kepala putik berwarna putih dan berbentuk bulat, mahkota

lonjong dan berwarna putih. Buah bulat, berdiameter 3 mm, dan berwarna coklat.

Biji bulat dan berwarna putih. Akar tunggang dan berwarna putih (Zuhud et al.,

2013).

Rampelas tumbuh liar di hutan primer dan sekunder, di dataran rendah

sampai daerah pegunungan pada ketinggian tempat hingga 1.300 m dpl. Tanaman

ini memiliki nama berbeda di tiap daerah seperti dalam bahasa Sunda dan Melayu

tanaman ini dikenal dengan nama Hampelas sedangkan dalam bahasa Jawa dikenal

dengan nama Rampelas (Zuhud et al., 2013).

Menurut Santini (2014), terdapat beberapa senyawa aktif yang terkandung

dalam kulit kayu tanaman rampelas yaitu antara lain fenol, flavonoid, saponin dan

tanin.
11

a. Fenol, senyawa fenolik merupakan senyawa turunan fenol yang mempunyai

aktivitas sebagai antioksidan. Fungsi polifenol sebagai penangkap radikal

bebas. Kelompok senyawa polifenol terdiri atas asam-asam fenolat dan

flavonoid.

b. Flavonoid adalah kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam

dan terkandung pada tumbuhan, baik di daun, batang, buah maupun bunga.

c. Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada

tumbuhan tingkat tinggi. Senyawa ini merupakan senyawa aktif permukaan

yang bersifat seperti sabun dan dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya

membentuk busa yang stabil dan dapat menghemolisis sel darah.

d. Tanin adalah suatu senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit

dan kelat, yang bereaksi dengan protein dan menggumpalkan protein, atau

berbagai senyawa organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid (Robert

dan Parren, 1997 dalam Santini, 2014). Senyawa tanin inilah yang diduga dapat

berfungsi sebagai penjendal protein dalam susu sehingga dapat dimanfaatkan

sebagai koagulan alami pengganti rennet dalam proses pembuatan keju lunak.

Tanaman rampelas, terutama bagian kulit kayunya telah lama dimanfaatkan

oleh masyarakat Timor Leste sebagai penggumpal susu, hingga menjadi makanan

tradisional yang disebut Ami Maka-Ana (Silva, 2010). Berdasarkan penelitian

Suardika (2015), kulit kayu rampelas yang diekstrak dapat digunakan sebagai

koagulan dalam pembuatan keju lunak, dengan konsentrasi terbaik sebesar 25%.

You might also like