You are on page 1of 2

AQAL ADALAH

Menurut Ibnu Rusyd, _Akal/logika harus dipergunakan sebagai dasar semua penilaian
terhadap kebenaran. Dalam mempelajari agama, orang harus belajar memikirkannya secara
logika_.

Di sinilah peran akal, terutama dalam memahami wahyu Allah setelah meninggalnya
Rasulullah menjadi sangat urgen. Berkenaan dengan hal ini ada sebuah hadis yang sangat
terkenal.

Diceritakan pada pada saat Nabi Muhammad SAW hendak mengirim Mu’adz ke Yaman,
Rasulullah bertanya:

_Dengan apakah engkau hendak menjalankan hukum?_

Mu’adz menjawab, _“Dengan kitab Allah”_.

Lalu Nabi bertanya lagi, _“Bagaimana jika engkau tak mendapat keterangan dalam kitab
Allah?”_

Mu’adz menjawab, _“Dengan sunah Rasul.”_

Nabi bertanya lagi, _”Bagaimana jika dalam sunahku juga tak kau dapati?”_

Mu’adz menjawab,” _Saya berijtihad dengan akal saya, dan saya tak pernah berputus asa.”_

Hadits ini sering dijadikan dalil berkenaan dengan peranan ijtihad dalam hukum Islam.
Akal dalam deskripsi di atas menempati posisi yang signifikan dalam berijtihad. Namun
demikian, di sana kita juga melihat isyarat bahwa posisi akal secara hierarkis jatuh setelah al-
Quran dan Sunah. Akal menempati posisi ketiga.

Berkenaan dengan akal,

Nabi Muhammad SAW bersabda;

_Agama adalah pengunaan akal, tiada agama bagi orang yang tak berakal._

Kemudian dalam sebuah hadis qudsi juga disebutkan:

_Demi kekuasaan dan keagunganku, tidaklah kuciptakan makhluk yang lebih mulia daripada
engkau, kerna engkaulah aku mengambil dan member dan kerna engkaulah aku menurunkan
pahala dan menjatuhkan hukuman_.
Urgensi kehadiran akal yang dianalogikan regulator juga dapat dilihat dalam hadis Nabi
yang memerintahkan umat Islam untuk menuntut ilmu. Nabi SAW bersabda:

_Mencari ilmu wajib hukumnya bagi muslimin dan muslimat (HR. Muslim)._

Perintah untuk mencari ilmu dapat dipahami bahwa manusia harus memaksimalkan potensi
akalnya. Mengutip Syeikh az-Zarnuji dalam kitab _Talimul Mutaalim_, ilmu inilah yang
membedakan antara manusia dan makhluk lain.

Ilmu bertitik tolak dari akal, sedang iman bersumber dari kalbu.

Ilmu memberi kekuatan yang menerangi jalan, sedang iman menumbuhkan harapan dan
dorongan.

Ilmu menciptakan alat-alat menuju arah, sedang iman menetapkan arah yang dituju.

Ilmu adalah revolusi ekternal, sedang iman adalah revolusi internal.

Ilmu memelihara manusia dari penyakit jasmani dan petaka duniawi, sedang iman
memeliharanya dari kompleks kejiwaan serta petaka ukhrawi.

Ilmu menyesuaikan manusia dengan diri dan lingkungannya, sedang iman menyesuaikannya
dengan jati dirinya.

Ilmu tanpa iman bagaikan lentera di tangan bayi dan iman tanpa ilmu bagaikan kompas di
tangan pencuri.

Wa Allahu a’lam.

You might also like