You are on page 1of 2

Pokok-Pokok Gerilya

"Pokok-Pokok Gerilya" oleh A.H. Nasution

Ketika ia bukan lagi sebagai Kepala Staf Angkatan Darat, Nasution menulis sebuah buku
berjudul Pokok-Pokok Gerilya. Buku ini ditulis berdasarkan pengalaman Nasution sendiri
yang berjuang dan mengorganisir perang gerilya selama Perang Kemerdekaan Indonesia.
Awalnya buku ini dirilis pada tahun 1953, dan menjadi salah satu buku yang paling banyak
dipelajari pada perang gerilya bersama dengan karya-karya Mao Zedong pada subjek yang
sama.

Divisi Siliwangi

Setelah Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945,


Nasution bergabung dengan militer Indonesia yang kemudian dikenal sebagai Tentara
Keamanan Rakyat (TKR). Pada bulan Mei 1946, ia diangkat menjadi Panglima Regional
Divisi Siliwangi, yang memelihara keamanan Jawa Barat. Dalam posisi ini, Nasution
mengembangkan teori perang teritorial yang akan menjadi doktrin pertahanan Tentara
Nasional Indonesia (TNI) pada masa depan.[9][10]

Pada bulan Januari 1948, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda menandatangani
Perjanjian Renville, membagi Jawa antara daerah yang dikuasai Belanda dan Indonesia.
Karena wilayah yang diduduki oleh Belanda termasuk Jawa Barat, Nasution dipaksa untuk
memimpin Divisi Siliwangi menyeberang ke Jawa Tengah.[11][12]
"Fundamentals of Guerrilla Warfare" by A.H. Nasution

During the time in which he was not the army chief of staff, Nasution wrote a book called the
Fundamentals of Guerrilla Warfare. This book was based on Nasution's own experiences
fighting and organising guerrilla warfare during the Indonesian War of Independence.
Originally released in 1953, it would become one of the most studied books on guerrilla
warfare along with Mao Zedong's works on the same subject matter.

Siliwangi Division

After Sukarno declared Indonesia's independence on 17 August 1945, Nasution joined the
fledgling Indonesian Army which was then known as the People's Security Army (TKR). In
May 1946, he was appointed Regional Commander of the Siliwangi Division, which looked
after the security of West Java. In this position, Nasution developed the theory of territorial
warfare which would become the defence doctrine of the Indonesian Army in the future.[6][7]

In January 1948, the Indonesian Government and the Dutch Government signed the Renville
Agreement, dividing Java between areas under Dutch and Indonesian control. Because the
territories occupied by the Dutch included West Java, Nasution was forced to lead the
Siliwangi Division across to Central Java.[8][9]

You might also like