Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Kelas :E
FAKULTAS HUKUM
2017
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penulisan............................................................................................................. 3
1.3 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 4
1. Pandangan tentang pelayanan publik berdasarkan UU No. 25 tahun 2009 .................. 4
2. Objek dan jenis pelayanan di kantor Kelurahan Sondakan .......................................... 5
3. Standarisasi pelayanan di Kelurahan Sondakan ............................................................ 5
4. Struktur Organisasi ....................................................................................................... 6
5. Frekuensi palayanan per bulan...................................................................................... 6
6. Kendala dalam melayani masyarakat ............................................................................ 6
7. Pengetahuan tentang UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa ........................................... 7
8. Data Demografi ............................................................................................................. 9
9. Pengertian Sekitar UU No.30 tahun 2015 tentang Administrasi Negara .................... 10
10. Tanggapan Dengan diUndangkannya UU No.30 tahun 2014 ................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 12
LAMPIRAN............................................................................................................................ 13
ii
iii
................................................................................................................................................ 14
iv
BAB I PENDAHULUAN
1
setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi
mencapai kemajuan bersama.
2
1.2 Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Mengetahui tentang peranan dan kebijakan pelayanan publik di Kelurahan
Sondakan kepada masyarakat.
2. Mengaetahui tentang Administrasi Pemerintahan di Kelurahan Sondakan.
3
BAB II PEMBAHASAN
4
2. Objek dan jenis pelayanan di kantor Kelurahan Sondakan
Objek dan jenis pelayananan yang terdapat di Kantor Kelurahan Sondakan
yang dapat di manfaatkan oleh masyarakat Kelurahan Sondakan ada berupa :
a. Pembuatan Surat Keterangan / Pengantar
b. Permohonan KTP, baru/perpanjangan/penggantian
c. Permohonan KK, baru/perubahan
d. NTCR Nikah, KUA/non KUA
5
Pengantar permohonan ijin gangguan
Pengantar permohonon ijin mendirikan bangunan
Pengantar permohonan ijin usaha perdagangan
Untuk lebih detail bagaimana standarisasi tersebut bias melihat gambar
yang kami lampirkan.
4. Struktur Organisasi
Kelurahan Sondakan, Kota Surakarta dipimpin oleh seorang Lurah atas nama
bapak Marsono, SH. Lurah membawahi seorang Sekretaris Kelurahan, Dibawah
komando Lurah dan Sekretaris Kelurahan terdapat 3 Seksi yaitu, Seksi Pemerintah
dan Ketentraman Ketertiban, Seksi Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Seksi
Pemberdayaan Masyrakat. Menurut kedudukannya semua yang terdapat di struktur
organisasi Kelurahan Sondakan berada di Eselon IV.
6
dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Kemampuan dan kerampilan
aparat dalam menjalankan pekerjaan menurut bidang dan tingkatan masing-masing
belum dapat dijalankan secara maksimal. Hal tersebut disebabkan oleh tidak
adanya kesesuaian antara tingkat pengetahuan dan dasar latar belakang pendidikan
dengan beban kerja yang menjadi tanggung jawabnya.
Sementara itu, faktor penghambat dari lingkungan ekternal berupa situasi dan
kondisi disekeliling organisasi yang berpengaruh terhadap kelancaran pelaksanaan
kinerja aparat di Kecamatan Kalitengah. Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Masalah data, seringnya masyarakat dalam mengajukan permohonan
kurang melengkapi data dan berkas-berkas sebagai persyaratan proses
layanan yang diinginkan. Dalam hal ini masyarakat masih kurang sadar arti
pentingnya kelengkapan berkas untuk sebuah kelancaran pengurusan.
2. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik
yang diberikan oleh kantor kecamatan.
3. Sosial budaya masyarakat, selama ini masyarakat yang tempat tinggalnya
jauh dari kantor kecamatan lebih banyak yang membuat KTP secara
kolektif, sehingga hal tersebut memacu keinginan dari aparat khususnya
aparat desa untuk membebani pemohon dengan biaya yang lebih tinggi.
7
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
memberikan sinyal yang positif dalam pemerataan pembangunan. Di dalam Pasal
71 sampai dengan 75 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
mengatur sumber-sumber pembiayaan di Desa, sumber-sumber pendapatatan di
Desa seperti Pendapatan Asli Desa, Alokasi dari APBN, Bagi Hasil dari Pajak dan
Retribusi Kabupaten/Kota, Bantuan Keuangan dari Provinsi dan Kabupaten/Kota,
Hibah atau sumbangan Pihak Ketiga yang tidak mengikat serta Lain-lain
Pendapatan Desa yang sah. Pendapatan Desa yang tersebut diatas ada beberapa
rincian yang menjadi kewajiban dari Pemerintah di transfer dari Rekening Kas
Umum Daerah (RKUD) ke Rekening Kas Desa.
Dengan kepastian pembiayaan tentu ini menjadikan rangsangan bagi Desa
untuk membangun dan menjadikan Desa lebih mandiri. Tentu semuanya
tergantung dari sumber daya manusia di Desa apakah sanggup melaksanakannya
ataupun tidak. Diperlukan kerjasama yang harus bersinergi dari seluruh komponen
baik itu Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten,
Pemerintah Desa dan seluruh masyarakat agar dana ke Desa yang besar tidak
diselewengkan sehingga dapat digunakan sepenuhnya untuk pembangunan di
Desa. Hal penting yang harus diperhatikan adalah kemampuan para aparatur di
Desa dan seluruh stekholder menginterpretasikan regulasi dan
mengimplementasikan maksud dari regulasi yang dibentuk. Kekhawatiran terjadi
penyelewengan Dana Desa juga disoroti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) dalam beberapa kesempatan dan juga hal ini menjadi konsentrasi bagi
aparat hukum seperti Kejaksaan dan Kepolisian. Sebenarnya kita harus berbangga
dengan perhatian yang begitu besar terhadap berlakunya Undang-Undang Desa,
seharusnya ini menjadi motivasi bagi Pemerintah Desa, masyarakat dan
Pemerintah Daerah itu sendiri lebih intensif dalam mengawal penggunaan dana
tersebut sesuai dengan peruntukkannya. Pemerintah Daerah sendiri harus
memberikan pembinaan yang kontinue sehingga Aparatur di Desa benar-benar
dapat menggunakan dana tersebut secara akuntabel. Pemerintah Daerah harus
berani memberikan terobosan diantaranya pelatihan-pelatihan dan membuat suatu
8
sistem secara komputerisasi dan dibuat secara terpusat baik dari proses
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pertanggungjawaban dan pelaporan
tanpa mengesampingkan fleksibelitas dan kemampuan dari Aparatus Desa itu
sendiri. Jika ini bisa berjalan dengan baik, maka tidak ada suatu hal yang
dikhawatirkan tentang berlakunya Undang-Undang Desa sehingga cita-cita Bangsa
Indonesia yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 yaitu terciptanya
kesejahteraan umum dan berkeadilan sosial.
8. Data Demografi
a. Jumlah Penduduk : 11.906
Laki-laki : 5.829
Perempuan : 6.077
Kepala Keluarga : 3.830
b. Agama
Islam : 10.620
Kristen : 808
Katholik : 32
Budha :11
c. Mata Pencaharian
Belum/Tidak Bekerja : 263
Buruh : 271
Guru/Dosen : 164
Karyawan : 4.077
Mengurus Rmh Tangga : 1.050
Pelajar/Mahasiswa : 1.656
PNS : 167
TNI :9
POLRI :8
Pensiunan/Purnawirawan : 185
Wiraswasta : 885
Lain-lain : 325
9
9. Pengertian Sekitar UU No.30 tahun 2015 tentang Administrasi Negara
Setelah disahkan dan telah diberlakukan Undang-Undang Nomor 30 Tahun
Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan ternyata terrdapat permasalahan
yang urgen yang akan dikritis yaitu mengenai hak diskresi pejabat pemerintahan
dalam mengambil suatu tindakan atau keputusan.
Pengertian diskresi berdasarkan Pasal 1 Angka 9 menyebutkan bahwa
diskresi adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan
oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi
dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundangundangan
yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau
adanya stagnasi pemerintahan. Kemudian alas hak untuk menggunakan diskresi
tertuang jelas dalam Pasal 6 ayat (2) huruf e yang menyebutkan bahwa
menggunakan diskresi sesuai dengan tujuannya. Pada Pasal 7 ayat (2) huruf d
disebutkan pula kewajiban pejabat pemerintahan adalah untuk mematuhi Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan dalam
menggunakan diskresinya.
Diskresi atau yang dapat disebut dengan istilah freis ermessen menurut
Nana Saputra yakni suatu kebebasan yang diberikan kepada alat administrasi,
yaitu suatu kebebasan yang pada asasnya memperkenankan alat administrasi
negara mengutamaan keefektifan tercapainya suatu tujuan daripada berpegang
teguh kepada ketentuan hukum, atau kewenangan yang sah untuk turut campur
dalam kegiatan sosial guna melaksanakan tugas-tugas menyelenggarakan
kepentingan umum.
10
tersebut mendapatkan persetujuan dan dilaporkan kepada atasan pejabat makan
diperbolehkan. Ini berarti penggunaan diskresi tanpa adanya batasan.
Seperti yang telah diuraikan diatas, bahwa tanggung jawab pribadi tidak
disebutkan, karena pada dasarnya tanggung jawab yg diberikan adalah tanggung
jawab jabatan. Tanggung jawab jabatan hanya tanggung jawab ketika terjadi
penyalahgunaan wewenang dan fungsi yang melekat pada jabatannya dan
menimbulkan akibat hukum yang hanya menyatakan suatu diskresi tidak sah
sesuai dengan ketentuan Pasal 30, atau dibatalkan menurut Pasal 31.
Setiap tindakan yang melanggar Pasal 25 hanya diberikan sanksi sedang,
sedangkan Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 28 hanya sanksi ringan. ketentuan yang
hanya berupa sanksi administratif bertabrakan dengan ketentuan hukum positif
yang mengatur mengenai kesalahan penggunaan diskresi. Karena sesuai dengan
ketentuan Pasal 7 bahwa untuk semua penyalahgunaan wewenang yang sifatnya
berasal dari diskresi hanya dapat diberikan sanksi administratif dan tunduk pada
undang-undang ini. Ketika diskresi ini berkaitan dengan masalah kerugian negara
tentu saja terdapat dualisme norma hukum karena pengaturan diskresi yang lebih
eksplisit dalam undang-undang ini tidak memberikan keleluasaan kepada
undang-undang positif lainnya untuk menjerat permasalahan diskresi.
Tentu saja hal negatif yang dimunculkan adalah ketentuan diskresi yang
dapat menimbulkan tindak korupsi dan membatasi kewenangan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) juga Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi untuk
mendeterminasi diskresi tersebut ketika diskresi tersebut melampaui batasannya.
Seharusnya permasalahan mengenai penyalahgunaan diskresi yang
melampaui batasanya harus juga diberikan rumusan mengenai sanksi pidana
sebagai pengikatnya agar tidak terjadi kesewenang-wenangan penggunaan
diskresi oleh pejabat pemerintahan yang berwenang yang telah berkoalisi dengan
atasan pejabatnya untuk melaksanakan atau menggunakan diskresi.
11
DAFTAR PUSTAKA
http://munasyaroh.blogspot.co.id/2011/06/b-hambatan-hambatan-dalam-
melaksanakan.html
https://www.researchgate.net/publication/311614334_Implementasi_Undang-
undang_No_6_Tahun_2014_tentang_Desa
http://yantoabel.com/2015/07/01/desa-dan-implementasi-undang-undang-nomor-6-
tahun-2014/
Ibid.
https://soundoflaw.wordpress.com/2015/06/29/catatan-kritis-terhadap-undang-
undang-nomor-30-tahun-2014-tentang-administrasi-pemerintahan/
12
LAMPIRAN
13
14