You are on page 1of 11

PENDAHULUAN

Irigasi adalah suatu usaha manusia untuk menambah kekurangan air dari
pasokan hujan untuk pertumbuhan tanaman yang optimum. Peranan irigasi dalam
meningkatkan dan menstabilkan produksi pertanian tidak hanya bersandar pada
produktifitas saja tetapi juga pada kemampuannya untuk meningkatkan faktor-
faktor pertumbuhan lainnya yang berhubungan dengan input produksi.
Irigasi mengurangi resiko kegagalan panen karena ketidak-pastian hujan dan
kekeringan, membuat unsur hara yang tersedia menjadi lebih efektif, menciptakan
kondisi kelembaban tanah optimum untuk pertumbuhan tanaman, serta hasil dan
kualitas tanaman yang lebih baik.
Metode penggunaan air irigasi untuk tanaman dapat digolongkan ke dalam:
(a) irigasi permukaan (surface irrigation), (b) irigasi bawah-permukaan tanah
(sub-surface irrigation), (c) irigasi curah (sprinkler), dan (d) irigasi tetes (drip atau
trickle irrigation). Irigasi curah dan tetes disebut juga irigasi
bertekanan (pressurized irrigation). Pemilihan metode irigasi tersebut tergantung
pada: (a) air yang tersedia, (b) iklim, (c) tanah, (d) topografi, (e) kebiasaan, dan (f)
jenis dan nilai ekonomi tanaman.
Irigasi bertekanan sprinkler dan tetes banyak digunakan di perusahaan agro-
industri. Irigasi curah pada perkebunan tebu, kopi, nenas, bawang, dan
jagung. Irigasi tetes pada pertanian rumah kaca untuk melon, cabai, bunga
krisyan, dan sayuran.
IRIGASI TETES (DRIP IRIGATION)
Pemberian air pada irigasi tetes dilakukan dengan menggunakan alat
aplikasi (applicator, emission device) yang dapat memberikan air dengan debit
yang rendah dan frekuensi yang tinggi (hampir terus-menerus) disekitar perakaran
tanaman. Tekanan air yang masuk ke alat aplikasi sekitar 1.0 bar dan dikeluarkan
dengan tekanan mendekati nol untuk mendapatkan tetesan yang terus menerus dan
debit yang rendah. Sehingga irigasi tetes diklasifikasikan sebagai irigasi
bertekanan rendah. Pada irigasi tetes, tingkat kelembaban tanah pada tingkat yang
optimum dapat dipertahankan. Sistem irigasi tetes sering didesain untuk
dioperasikan secara harian (minimal 12 jam per hari). Gambar 1 berikut
memperlihatkan tanaman anggur dan tanaman pisang yang diberi air menurut
irigasi tetes.

Gambar 1. Penerapan irigasi tetes pada tanaman anggur dan tanaman pisang

Irigasi tetes dapat diterapkan pada daerah dimana:


a) Air tersedia sangat terbatas atau sangat mahal
b) Tanah berpasir, berbatu atau sukar didatarkan
c) Tanaman dengan nilai ekonomis tinggi

Irigasi tetes (drip irrigation) merupakan salah satu teknologi mutakhir


dalam bidang irigasi yang telah berkembang hampir di seluruh dunia. Pada
hakekatnya teknologi ini sangat cocok diterapkan pada kondisi lahan berpasir, air
yang sangat terbatas, dan iklim yang relatif kering (Buckman, 1982).
Irigasi curah disebut juga irigasi tetesan, terdiri dari jalur pipa yang dapat
dihubungkan, yang memberikan air langsung ke tanah dekat tanaman. Alat
pengeluaran air pada pipa disebut emiter yang meneteskan air beberapa liter per
jam. Daerah yang terbasahi tergantung pada jenis tanah, kelembaban tanah, dan
permeabilitas tanah. Aliran dapat diatur secara manual atau dipasang secara
otomatis untuk menyalurkan (1) volume yang diinginkan, (2) air untuk waktu
yang telah ditetapkan, dan (3) air apabila kelembaban tanah menurun untuk satu
jumlah tertentu (Hansen,dkk, 1986).
Banyaknya pemberian air yang ideal adalah sejumlah air yang dapat
membasahi tanah di seluruh daerah perakaran sampai keadaan kapasitas lapang.
Menurut James (1982) debit yang terlalu kecil kemungkinan tidak dapat diserap
oleh tanah dan tanaman, dan debit yang terlalu besar menimbulkan aliran
permukaan sehingga air yang digunakan tidak efisien. Debit yang sesuai dengan
kondisi tanah dan tanaman akan menghasilkan efisiensi penyebaran air irigasi
yang tinggi.
Irigasi tetes pertama kali diterapkan di Jerman pada tahun 1869 dengan
menggunakan pipa tanah liat. Di Amerika, metode irigasi ini berkembang mulai
tahun 1913 dengan menggunakan pipa berperforasi. Pada tahun 1940-an irigasi
tetes banyak digunakan di rumah-rumah kaca di Inggris. Penerapan irigasi tetes di
lapangan kemudian berkembang di Israel pada tahun 1960-an.
Irigasi tetes mempunyai kelebihan dibandingkan dengan metode irigasi
lainnya, yaitu:
1. Meningkatkan nilai guna air
Secara umum, air yang digunakan pada irigasi tetes lebih sedikit
dibandingkan dengan metode lainnya. Penghematan air dapat terjadi karena
pemberian air yang bersifat lokal dan jumlah yang sedikit sehingga akan
menekan evaporasi, aliran permukaan dan perkolasi. Transpirasi dari gulma
juga diperkecil karena daerah yang dibasahi hanya terbatas disekitar
tanaman.

2. Meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil


Fluktuasi kelembaban tanah yang tinggi dapat dihindari dengan irigasi
tetes ini dan kelembaban tanah dipertahankan pada tingkat yang optimal
bagi pertumbuhan tanaman.
3. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemberian
Pemberian pupuk atau bahan kimia pada metode ini dicampur dengan air
irigasi, sehingga pupuk atau bahan kimia yang digunakan menjadi lebih
sedikit, frekuensi pemberian lebih tinggi dan distribusinya hanya di sekitar
daerah perakaran.
4. Menekan resiko penumpukan garam
Pemberian air yang terus menerus akan melarutkan dan menjauhkan garam
dari daerah perakaran.
5. Menekan pertumbuhan gulma
Pemberian air pada irigasi tetes hanya terbatas di daerah sekitar tanaman,
sehingga pertumbuhan gulma dapat ditekan.
6. Menghemat tenaga kerja
Sistem irigasi tetes dapat dengan mudah dioperasikan secara otomatis,
sehingga tenaga kerja yang diperlukan menjadi lebih sedikit. Penghematan
tenaga kerja padapekerjaan pemupukan, pemberantasan hama dan
penyiangan juga dapat dikurangi.

Sedangkan kelemahan atau kekurangan dari metode irigasi tetes adalah


sebagai berikut:
a) Memerlukan perawatan yang intensif
Penyumbatan pada penetes merupakan masalah yang sering terjadi pada
irigasi tetes, karena akan mempengaruhi debit dan keseragaman pemberian
air. Untuk itu diperlukan perawatan yang intesif dari jaringan irigasi
tetes agar resiko penyumbatan dapat diperkecil.
b) Penumpukan garam
Bila air yang digunakan mengandung garam yang tinggi dan pada derah
yang kering, resiko penumpukan garam menjadi tinggi.

c) Membatasi pertumbuhan tanaman


Pemberian air yang terbatas pada irigasi tetes menimbulkan resiko
kekurangan air bila perhitungan kebutuhan air kurang cermat.
d) Keterbatasan biaya dan teknik
Sistem irigasi tetes memerlukan investasi yang tinggi dalam
pembangunannya. Selain itu, diperlukan teknik yang tinggi untuk
merancang, mengoperasikan dan memeliharanya.
PERANCANGAN IRIGASI TETES (DRIP IRIGATION)

Pada perancangan irigasi tetes (Drip Irigation) ini kami mengambil contoh
(1) kondisi tanahnya berpasir atau bertekstur kasar, dan (2) sumber irigasinya
sendiri berasal dari sumur (3) tanaman yang digunakan adalah tanaman tomat.

Kondisi Tanah
Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tanah yang
bertekstur kasar mempunyai daya menahan air yang lebih kecil daripada tanah
bertekstur halus. Tanah yang digunakan adalah tanah berpasir atau bertekstur
kasar. Tanah yang bertekstur kasar mempunyai luas permukaan yang kecil
sehingga sulit menahan air. Persentase volume yang diisi oleh pori-pori kecil pada
tanah berpasir adalah rendah, yang menjadi penyebab rendahnya kapasitas
penahan air. Ruang pori tanah total pada tanah berpasir mungkin rendah, tetapi
sebagian besar tersusun dari pori-pori besar yang sangat efisien untuk pergerakan
air dan udara. Persentase volume yang diisi oleh pori-pori kecil pada tanah
berpasir adalah rendah, yang menjadi penyebabnya adalah rendahnya kapasitas
penahan air.
Sumber irigasi
Faktor ketersediaan air, ketersediaan air yang dimiliki untuk irigasi di lahan
tidak cukup banyak untuk mengairi lahan. Air diperoleh dari sumur, sehingga
penggunaan pemakaian air harus dilakukan dengan seefisien mungkin. Air dihisap
dengan menggunakan pompa air listrik.
Jenis Tanaman Yang Digunakan
Jenis tanaman yang ditanam adalah tomat. Tanaman tomat termasuk
kelompok tanaman berhari netral yang memerlukan penyinaran matahahari
minimal selama delapan jam per hari. Selain itu, tanaman ini akan tumbuh dengan
baik di daerah yang memperoleh internsitas cahaya tinggi, baik di daerah
subtropis maupun tropis. Selama masa pertumbuhannya, tanaman tomat
menghendaki suhu udara siang hari 24oC. Kisaran suhu udara yang ideal dan
berpengaruh baik terhadap warna buah tomat adalah 24oC – 28oC.
Perancangan Layout Jaringan
a. Menghitung besarnya keperluan air dengan menggunakan rumus :
WR = (ETm x a.t) + (s x a) (1)
ETm = Kc x ETo (2)

dimana : WR : keperluan air ETm : maximum


a : fraksi area t : fraksi waktu
s : suplai air. Kc : faktor tanaman
ETo : evapotranspirasi

b. Suplai air secara alamiah yaitu yang berasal dari curah hujan dan
kandungan air tanah. Karena suplai air dari curah hujan relatif
jauh lebih besar dari pada kandungan air tanah, maka perhitungan
suplai air hanya didapatkan dari curah hujan. Rumus yang digunakan
adalah :
WS = R.eff.pot. x a.t (3)
R.eff.pot. = R. x Pot.Eff. (4)
WS : suplai air alamiah
R.eff.pot. : potensial curah hujan efektif
Potensial efektif : presentase jumlah curah hujan yang diserap tanah

c. Besarnya keperluan air irigasi (IR) yang dihitung berdasarkan selisih


dari besarnya keperluan air dengan suplai air secara alamiah.
IR = WR - WS

d. Modulus irigasi (qo) dimana ini merupakan jumlah keperluan air


irigasi pada
tingkat tanaman .
(6)

Analisis interval pemberian air irigasi memerlukan data jenis tanah dari
lahan yang dibudidayakan. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kadar air
tanah setiap horizon tanah yang ditempati oleh akar tanaman. Setiap jenis
tanah mempunyai karakteristik sendiri seperti kadar air tanah pada titik
layu dan kapasitas lapang
e. Analisis interval pemberian air irigasi memerlukan tahapan perhitungan
Menghitung rata-rata laju deplesi kandungan air tanah

Menghitung total ketersediaan kandungan air tanah yang siap digunakan.

Maximum interval irigasi ( ni max. )


ni max. = TRAM : qd

Modulus dan Interval Irigasi

Kebutuhan air pada tahap tanaman ( modulus irigasi) dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Kebutuhan air (Qo) tanaman (Modulus Irigasi)

Bulan Jun Jul Ags Sep Okt Nov


Qo Melon l/det/ha 0.34 0.56 1.23 0.90 0.61 -
Qo Semangka l/det/ha 0.34 0.56 1.23 0.90 0.61 -
Qo Tomat l/det/ha 0.34 0.44 1.11 0.90 0.61 -
Qo Cabai rawit l/det/ha 0.34 0.44 0.89 1.25 1.02 0.92
Qo Cabai keriting l/det/ha 0.34 0.44 0.89 1.25 0.92 0.72
Qo Kacang panjang l/det/ha 0.34 0.56 0.89 1.14 1.02 0.61
Qo Jagung l/det/ha 0.34 0.56 1.23 0.90 - -

Interval irigasi setiap perioda disajikan pada Tabel 2.


Tabel 2. Interval irigasi
Bulan Jun Jul Ags Sep Okt Nov
Ni max Paprika hari 1.5 3.6 2.0 1.5 2.5 4.0
Ni max Melon hari 2.0 3.4 1.5 3.7 6.8 -
Ni max Semangka hari 2.0 3.4 1.5 3.7 6.8 -
Ni max Tomat hari 1.6 4.0 1.5 2.7 5.4 -
Ni max Cabai Rawit hari 1.2 3.0 1.6 0.9 1.5 1.8
Ni max Cabai Keriting hari 1.2 3.0 1.6 0.9 1.8 3.0
Ni max Kacang Panjang hari 2.0 3.4 3.0 2.3 3.0 6.8
Ni max Jagung hari 2.2 4.0 2.2 4.3 - -

Dari hasil (Tabel 2) dapat dilihat bahwa interval untuk tanaman tomat
dapat mencapai 2-6 kali. Dengan demikian operasional jaringan irigasi tetes
akan berdasarkan kepada interval enam kali sehari diberi air irigasi.
Layout jaringan irigasi tetes dapat dilihat pada Gambar 3. Sumber air
berasal dari sumur bor yang dihisap dengan pompa listrik. Dari lahan seluas 1000

m2, dibuat 36 guludan dengan tinggi 40 cm , lebar 100 cm dan panjang 2000 cm.
Untuk pengendalian gulma dan pengurangan evaporasi dari permukaan tanah,
maka setiap guludan diberi penutup mulsa plastik perak hitam.
Setiap guludan dipasang satu pipa lateral. Sepanjang pipa lateral, setiap 25
cm terdapat slang distribusi beserta penetes tipe ulir plastik. Penetes/emiter tipe
ulir plastik ( Gambar 3) memiliki pengatur debit tetesan, dimana ulir plastik yang
dipasang beserta kawat lapis seng berdiameter 3 mm berfungsi sebagai drip
regulator. Penetes ulir plastik dibuat dari bahan slang level/waterpas
berdiameter 3/18 inchi dengan dinding slang “tebal” yang dibuat/digulung dan
dimasukkan ke dalam slang distribusi seperti pada Gambar 2. Rata-rata debit
setiap penetes adalah 8 liter/jam.

Bak penampung air terbuat dari fiberglas berkapasitas 1000 liter yang
diletakkan satu meter di atas permukaan tanah.
Dari lahan seluas 1000 m2, dibuat 36 guludan dengan tinggi 40 cm, lebar
100 cm dan panjang 2000 cm. Setiap guludan dipasang satu pipa lateral.
Sepanjang pipa lateral, setiap 25 cm terdapat slang distribusi beserta
penetes/emiter tipe ulir plastik. Rata-rata debit setiap penetes adalah 8 liter/jam.
Sumber air berasal dari sumur bor yang dihisap dengan pompa listrik.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim., 2001, Kabupaten Indramayu dalam Angka Tahun 2001, Kerjasama


Badan Pusat Statistik dan Bapeda Kabupaten Indramayu, Indramayu, Hal.
1-2 .

Anonim, 1983, Drainage Principles and Application, Vol. II Theories of Field


Drainasge and Watershed Runoff, International Institute for Land
Reclamation and Improvement/ ILRI, Wageningen, The Netherlands, 374
pp.

Meijer, T.K.E., 1989. Sprinkler & Trickler Irrigation, Department of Irrigation


and Civil Engineering, Agricultural University, Wageningen, The
Netherlands, 98 pp,

Roscher, K., 1988, Irrigation Delivery Schedulling, Department of


Irrigation and Civil Engineering, Agriculture University, Wageningen, The
Netherlands, p 4.5.

Tribowo, R.I., 2008, Pemanfaatan Irigasi Sprinkler dengan Mesin Pompa Air
Sumur Dangkal dan Berapa Jauh Jarak Optimal Antara Mesin Pompa,
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia, Teknologi Tepat Guna Ramah
Lingkungan, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri,
Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, F-03.

You might also like