You are on page 1of 5

4.

FASE
Terjadinya Halusinasi dimulai dari beberapa fase.Hal ini dipengaruhi oleh intensitas
keparahan dan respon individu dalam menanggapi adanya rangsangan dari luar.Menurut
(Stuart, 2007) tahapan halusinasi ada empat tahap. Semakin berat tahap yang diderita
klien, maka akan semakin berat klien mengalami ansietas. Berikut ini merupakan tingkat
intensitas halusinasi yang dibagi dalam empat fase.
a) Fase I :
Comforting : Ansietas tingkat sedang, secara umum halusinasi bersifat
menyenangkan.
 Karakteristik:
Orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas,
kesepian, merasa bersalah, dan takut serta mencoba untuk memusatkan pada
penenangan pikiran untuk mengurani ansietas, individu mengetahui bahwa
pikiran dan sensori yang dialaminya tersebut dapat dikendalikan jika
ansietasnya bisa diatasi (Nonpsikotik).
 Perilaku klien:
o Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
o Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
o Gerakan mata yang cepat.
o Respons verbal yang lamban.
o Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
b) Fase II :
Complementing : Ansietas tingkat berat, Secara umum halusinasi bersifat
menjijikan.
 Karakteristik :
Pengalaman sensori yang bersifat menjijikan dan menakutkan. Orang yang
berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan mungkin berusaha untuk
menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, individu mungkin
merasa malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain
(Nonpsikotik).
 Perilaku klien
o Peningkatan syaraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya,
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
o Penyempitan kemampuan konsentrasi.
o Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
c) Fase III :
Controling : Ansietas tingkat berat, pengalaman sensori menjadi penguasa.
 Karakteristik :
Orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman halusinasi
dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya.Isi halusinasi dapat berupa
permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori
tersebut berakhir (Psikotik).
 Perilaku klien
o Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh
halusinasinya daripada menolaknya.
o Kesulitan berhubungan dengan orang lain.
o Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
o Gejala fisik dari ansietas berat, seperti berkeringat, tremor,
ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
d) Fase IV :
Conquering panic : Ansietas tingkat panic, Secara umum halusinasi menjadi lebih
rumit dan saling terkait dengan delusi.
 Karakteristik:
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti
perintah. Halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila
tidak ada intervensi terapeutik (Psikotik).
 Perilaku klien
o Perilaku menyerang seperti panik.
o Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
o Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi,
menarik diri, atau katatonik.
o Tidak mampu berespons terhadap petunjuk yang kompleks.
5. PROSES TERJADINYA MASALAH

Proses terjadinya halusinasi menurut Yosep (2011) diawali dengan seseorang yang menderta
halusinasi akan menganggap sumber dari halusinasinya berasal dari lingkungannya atau
stimulus eksternal. Padahal sumber itu berasal dari stimulus internal yang berasala dari
dirinya tanpa ada stimulus dari luar yang nyata. Stimulus internal itu merupakan suatu bentuk
perlindungan diri dari psikologi yang mengalami trauma sehubungan dengan penolakan,
stres, kehilangan, kesepian, serta tuntuta ekonomi yang dapat meningkatkan kecemasan. Pada
fase awal masalah itu menimbulkan peningkatan kecemasan yang terus menerus dan
kemudian membuat persepsi untuk membedakan apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri
menurun, sehingga klien akan sulit membedakan stimulus nyata dan stimulus yang
dipikirkan. Klien akan mengalami kesulitan tidur sehingga terbiasa menghayal dan klien
terbiasa menganggap lamunan itu seagai pemecah masalah.Meningkat pada fase comforting,
dimana klien mengalami emosi yang berkelanjutan seperti adanya cemas, kesepian, perasaan
berdosan dan sensorinya dapat diatur, pada fase ini klien cenderung nyaman pada
halusinasinya. Halusinasi akan menjadi sering datang, klien tidak mampu lagi mengontrolnya
dan berupaya menjaga jarak dengan objek lin yang dipersepsikan. Pada fase condemning
klien akan mulai menarik diri dari orang lain. Pada fase controlling dimulai, klien akan
mencoba melawan suara-suara atau bunyi yang datang dan klien akan merasa kesepian jika
halusinasinya berhenti, maka dari sinilah dimulai fase gangguan psikotik. Pada fase
conquerting panic of level anxiety, klien lama-kelamaan pengalaman sensorinya akan
terganggu, klien akan merasa terancam dengan halusinasinya terutama bila tidak menuruti
perintah yang berasal dari halusinasinya.

6. PEMERIKSAAN DAN PENGKAJIAN

Menurut (Stuart, 2007) data pengkajian keperawatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi
pengkajian perilaku, faktor predisposisi, faktor presipitasi , penilaian terhadap stressor,
sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki klien. Pengkajian tersebut dapat
diuraikan menjadi:
a) Pengkajian perilaku
Perilaku yang berhubungan dengan persepsi mengacu pada identifikasi dan
interpretasi awal dari suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui
panca indra perilaku tersebut digambarkan dalam rentang respon neurobiologis dari
respon adaptif, respon transisi dan respon maladaptif.
b) Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang berpengaruh pada pasien halusinasi dapat mencakup:
 Dimensi biologis
Meliputi abnormalitas perkembangan sistem syaraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis maladaptif yang ditunjukkan melalui hasil penelitian
pencitraan otak, zat kimia otak dan penelitian pada keluarga yang melibatkan
anak kembar dan anak yang diadopsi yang menunjukkan peran genetik pada
skizofrenia.
 Psikologis
Teori psikodinamika untuk terjadinya respons neurobiologis yang maladaptif
belum didukung oleh penelitian.
 Sosial budaya
Stres yang menumpuk dapat menunjang awitan skizofrenia dan gangguan
psikotik lain, tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan.
c) Faktor presipitasi
Stresor pencetus terjadinya halusinasi diantaranya:
 Stresor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologis maladaptif
meliputi gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak yang mengatu
proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi
stimulus.
 Stresor lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan secara biologis berinteraksi
dengan stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
 Pemicu gejala
Pemicu merupakan perkusor dan stimuli yang menimbulkan episode baru
suatu penyakit.Pemicu biasanya terdapat pada respons neurobiologis
maladaptif yang berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan
perilaku individu.
d) Penilaian stresor
Tidak terdapat riset ilmiah yang menunjukkan bahwa stres menyebabkan skizofrenia.
Namun, studi mengenai relaps dan eksaserbasi gejala membuktikan bahwa stres,
penilaian individu terhadap stresor, dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan gejala.
e) Sumber koping
Sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman tentang pengaruh
gangguan otak pada perilaku.Kekuatan dapat meliputi modal, seperti intelegensi atau
kreativitas yang tinggi.
f) Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien dari pengalaman yang
menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologis maladaptif meliputi:
 Regresi, berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit energi untuk aktivitas hidup
seharihari.
 Proyeksi, sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
 Menarik diri.

Menurut (Keliat, 2006) tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan
kebutuhan, atau masalah klien.Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis,
sosial, dan spiritual. Cara pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) aspek, yaitu fisik,
emosional, intelektual, sosial dan spiritual. Untuk dapat menjaring data yang diperlukan,
umumnya dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar
memudahkan dalam pengkajian.

SUMBER :

Stuart, Gail W. 2002. Buku Saku Keperawatn Jiwa Edisi 5. Jakarta : EGC

Stuart, Gail W dan Sandra J. Sundeen. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edis . Jakarta :
EGC

You might also like