You are on page 1of 38

MAKALAH

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL


PENATALAKSANAAN PENYULIT PERSALINAN KALA II, KALA III, KALA IV,
MASA NIFAS, BBL DAN PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN DI
KOMUNITAS

DOSEN PEMBIMBING
VISTI DELVINA, S.ST

DISUSUN OLEH

ADELA RESA PUTRI


NIM. 1715301357

KELAS 14 D

STIKES FORT DE KOCK BUKIT TINGGI


PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan

Neonatal yang berjudul “PENATALAKSANAAN PENYULIT PERSALINAN KALA II,

KALA III, KALA IV, MASA NIFAS, BBL DAN PENATALAKSANAAN

KEGAWATDARURATAN DI KOMUNITAS”.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan

bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah

ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang

telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami

menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan

kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami

menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki

makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat

maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bukittinggi , 13 April 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

B. Rumusan Masalah ............................................................................. 1

C. Tujuan ............................................................................................... 2

BAB II KAJIAN TEORI

A. Plasenta Previa .................................................................................. 3

B. Solusio Plasenta ............................... Error! Bookmark not defined.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................... 33

B. Saran ................................................................................................ 33

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semua wanita hamil berisiko komplikasi obstetri. Komplikasi yang

mengancam jiwa kebanyakan terjadi selama persalinan, dan ini semua tidak

dapat diprediksi. Prenatal screening tidak mengidentifikasi semua wanita yang

akan mengembangkan komplikasi.

Perempuan tidak diidentifikasi sebagai “berisiko tinggi” dapat dan

melakukan mengembangkan komplikasi obstetrik. Kebanyakan komplikasi

obstetrik terjadi pada wanita tanpa faktor risiko.

Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi,

kemampuan kinerja petugas kesehatan berdampak langsung pada peningkatan

kualitas pelayanan kesehatan maternal dan neonatal terutama kemampuan

dalam mengatasi masalah yang bersifat kegawatdaruratan. Semua penyulit

atau komplikasi dapat dihindari apabila kehamilan dan persalinan

direncanakan, diasuh dan dikelola secara benar. Untuk dapat memberikan

asuhan kehamilan dan persalinan yang cepat, tepat dan benar diperlukan

tenaga kesehatan yang terampil dan profesional dalam menangani kondisi

kegawatdaruratan.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana penatalaksanaan penyulit persalinan kala II?

2. Bagaimana penatalaksanaan penyulit persalinan kala III?

3. Bagaimana penatalaksanaan penyulit persalinan kala IV?

1
2

4. Bagaimana penatalaksanaan komplikasi penyulit pada masa nifas?

5. Bagaimana penatalaksanaan komplikasi penyulit Bayi Baru Lahir?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyulit persalinan kala II?

2. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyulit persalinan kala III?

3. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyulit persalinan kala IV?

4. Untuk mengetahui penatalaksanaan komplikasi penyulit pada masa nifas?

5. Untuk mengetahui penatalaksanaan komplikasi penyulit Bayi Baru Lahir?


BAB II
KAJIAN TEORI

A. Penatalaksanaan Penyulit Persalinan Kala II

1. Distosia Bahu

a. Pengertian

Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang

menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang

belakang. Bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring

(oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan saat ibu meneran akan

menyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis. Bila bahu

gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu mirig

panggul dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi besar

akn terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis.

Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul,

kagagalan bahu untuk “melipat” ke dalam panggul (misal: pada

makrosemia) disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang

pendek pada multipara sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat

menyebabkan bahu tidak melipat pada saat melalui jalan lahir atau

kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah mengalami

pemanjangan kala II sebelum bahu erhasil melipat masuk ke dalam

panggul.

3
4

b. Penatalaksanaan

Syarat:

1) Kondisi vital ibu cukup memadai sehingga dapat bekerjasama untuk

menyelesaikan persalinan

2) Masih memiliki kemampuan untuk meneran

3) Jalan lahir dan pintu bawah panggul memadai untuk akomodasi

tubuh bayi

4) Bayi masih hidup atau diharapkan masih bertahan hidup

5) Bukan monstrum atau kelainan kongenital yang menghalangi

keluarnya bayi.

Cara Untuk Mengeluarkan Distosia Bahu

1) Membuat episiotomi yang cukup luas untuk mengurangi obstruksi

jaringan lunak dan memberi ruangan yang cukup untuk tindakan.

2) Manuver McRobert

Meminta ibu untuk menekuk kedua tungkainya dan mendekatkan

lututnya sejauh mungkin ke arah dadanya dalam posisi ibu

berbaring terlentang. Meminta bantuan 2 asisten untuk menekan

fleksi kedua lutut ibu ke arah dada.

3) Manuver Hibbard & Resnick

Dengan memakai sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat

tinggi:

a) Melakukan tarikan yang kuat dan terus-menerus ke arah bawah

pada kepala janin untuk menggerakkan bahu depan dibawah

simfisis pubis.
5

b) Catatan: hindari tarikan yang berlebihan pada kepala yang

dapat mengakibatkan trauma pada fleksus brakhialis.

c) Meminta seorang asisten untuk melakukan tekanan secara

simultan ke arah bawah pada daerah suprapubis untuk

membantu persalinan bahu.

d) Catatan: jangan menekan fundus karena dapat mempengaruhi

bahu lebih lanjut dan dapat mengakibatkan ruptur uteri.

4) Jika bahu masih belum dapat dilahirkan, Lakukan Manuver Wods

Cork Screw:

a) Pakailah sarung tangan yang telah didisinfeksi tingkat tinggi,

masukkan tangan ke dalam vagina.

b) Lakukan penekanan pada bahu yang terletak di depan dengan

arah sternum bayi untuk memutar bahu dan mengecilkan

diameter bahu.

c) Jika diperlukan, lakukan penekanan pada bahu belakang sesuai

dengan arah sternum.

5) Jika bahu masih belum dapat dilahirkan, Lakukan Manuver

Schwartz Dixon:

a) Masukkan tangan ke dalam vagina.

b) Raih humerus dari lengan belakang dan dengan menjaga lengan

tetap fleksi pada siku, gerakkan lengan ke arah dada. Ini akan

memberikan ruangan untuk bahu depan agar dapat bergerak

dibawah simfisis pubis.


6

6) Jika semua tindakan di atas tetap tidak dapat melahirkan bahu,

pilihan lain:

a) Patahkan klavikula untuk mengurangi lebar bahu dan bebaskan

bahu depan.

b) Lakukan tarikan dengan mengait ketiak untuk mengeluarkan

lengan belakang.

B. Penatalaksanaan Penyulit Persalinan Kala III

1. Atonia Uteri

a. Pengertian

Atonia uteri merupakan kondisi rahim tidak dapt berkontraksi

dengan baik setelah persalinan. Faktor risiko adalah gravid multipara,

uterus yang sebelumnya mengalami overditensi akibat kehamilan

ganda dan hidroamnion, makrosemia janin, distensi rongga rahim

akibat bekuan, partus presipitatus atau partus lama, stimulasi

uterotonika, anastesi berhalogen atau anasthesia konduksi, amnionitis,

dan riwayat perdarahan pasca salin.

b. Penatalaksanaan

1) Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.

2) Teruskan pemijatan uterus. Masase uterus akan menstimulasi

kontraksi uterus yang menghentikan perdarahan.

3) Jika uterus berkontraksi. Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi

perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina

dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.


7

4) Jika uterus tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan darah

atau selaput ketuban dari vagina & ostium serviks. Pastikan bahwa

kandung kemih telah kosong. Antisipasi dini akan kebutuhan

darah dan lakukan transfusi sesuai kebutuhan.

5) Jika perdarahan terus berlangsung:

6) Pastikan plasenta plasenta lahir lengkap; Jika terdapat tanda-tanda

sisa plasenta (tidak adanya bagian permukaan maternal atau

robeknya membran dengan pembuluh darahnya), keluarkan sisa

plasenta tersebut. Lakukan uji pembekuan darah sederhana.

Kegagalan terbentuknya pembekuan setelah 7 menit atau adanya

bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan

adanya koagulopati.

7) Jika perdarahan terus berlangsung dan semua tindakan di atas

telah dilakukan, lakukan:

Kompresi bimanual internal atau Kompresi aorta abdominalis

Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.

8) Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan

tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat. Jika

uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai

melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan

perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg IM (jangan diberikan

jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau

18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml


8

pertama secepat mungkin; Ulangi KBI, Jika uterus berkontraksi,

pantau ibu dengan seksama selama kala empat.

9) Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera dengan IV

terpasang pada 500 cc/jam hingga tiba di tempat rujukan atau

sebanyak 1,5 L seluruhnya diinfuskan kemudian teruskan dengan

laju infus 125 cc/jam.

2. Retensio Plasenta

a. Pengertian

Retensio Plasenta adalah plasenta yang belum lepas setelah bayi

lahir, melebihi waktu setengah jam (Manuaba, 2001).

b. Penatalaksanaan

1) Memberikan informasi kepada ibu tentang tindakan yang akan

dilakukan

2) Mencuci tangan secara efektif

3) Melaksanakan pemeriksaan umum

4) Mengukur vital sign,suhu,nadi,tensi,pernafasan

5) Melaksanakan pemeriksaan kebidanan: inspeksi, palpasi, periksa

dalam

6) Memakai sarung tangan steril

7) Melakukan vulva hygiene

8) Mengamati adanya gejala dan tanda retensio plasenta

9) Bila placenta tidak lahir dalam 30 menit sesudah lahir,atau terjadi

perdarahan sementara placenta belum lahir,maka berikan oxytocin

10 IU IM.
9

10) pastikan bahwa kandung kencing kosong dan tunggu terjadi

kontraksi,kemudian coba melahirkan plasenta dengan menggunakan

peregangan tali pusat terkendali

11) Bila dengan tindakan tersebut placenta belum lahir dan terjadi

perdarahan banyak,maka placenta harus dilahirkan secara manual

12) Berikan cairan infus NACL atau RL secara guyur untuk mengganti

cairan

Manual plasenta :

1) Memasang infus cairan dekstrose 5%.

2) Ibu posisi litotomi dengan narkosa dengan segala sesuatunya dalam

keadaan suci hama.

3) Teknik : tangan kiri diletakkan di fundus uteri, tangan kanan

dimasukkan dalam rongga rahim dengan menyusuri tali pusat

sebagai penuntun.

4) Tepi plasenta dilepas – disisihkan dengan tepi jari-jari tangan – bila

sudah lepas ditarik keluar. Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka

atau sisa-sisa plasenta dan bersihkanlah.

3. Robekan Jalan Lahir

a. Pengertian

Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap

dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut

berasal dari perlukaan jalan lahir.


10

Derajat luka perineum:

1) Derajat 1 : robeknya bagian mukosa vagina, komisura posterior, dan

kulit perineum

2) Derajat 2 : robeknya bagian mukosa vagina, komisura posterior,

kulit perineum, dan otot perineum

3) Derajat 3 : robeknya bagian mukosa vagina, komisura posterior,

kulit perineum, otot perineum, dan otot sfingter ani.

4) Derajat 4 : robeknya bagian mukosa vagina, komisura posterior,

kulit perineum, otot perineum, otot sfingter ani, dan dinding depan

(anus).

b. Penatalaksanaan

1) Persiapkan alat:

a) Wadah DTT berisi : sarung tangan, Nalpuder hecting, nald

hecting, cutgut

b) Betadhine

c) Lidokain 1%

2) Atur posisi ibu litotomi, pasang kain bersih dibawah bokong, atur

lampu kearah vulva atau perineum bersihkan dengan cairan anti

septik.

3) Cuci tangan, pasang handscoon

4) Injeksikan oksitosin pada bagian yang akan dijahit

5) Lakukan penjahitan robekan perineum

a) Derajat 1 : jahit secara jelujur (continous sutare) atau dengan

cara angka delapan (figure of eight).


11

b) Derajat 2 : jika ditemukan pinggir robekan yang tidak rata,

rapikan terlebih dahulu, jahit selaput lendir vagina dengan cutgut

secara terputus atau jelujur. Penjahitan dimulai dari puncak

robekan. Terakhir jahit kulit perineum secara terputus.

c) Derajat 3 : RUJUK

d) Derajat 4 : RUJUK

4. Inversio Uteri

a. Pengertian

Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk

kedalam kavumuteri, dapat secara mendadak atau perlahan.

b. Penatalaksanaan

1) Atasi syok dengan pemberian infus ringer taktat dan bila perlu

transfusi darah

2) Reposisi manual dalam anestesi umur sesudah syok teratasi (secara

Johnson). Jika plasenta belum lepas, baiknya plasenta jangan

dilepaskan dulu sebelum uteri di reposisi berhasil, diberi drip

oksitosin dan dapat juga dilakukan kompresi bimanual.

Pemasangan tampon rahim dilakukan supaya tidak terjadi lagi

insersio.

3) Jika reposisi manual tidak berhasil, dilakukan reposisi operatif.

4) Uterus dikatakan inversi jika uterus terbalik selama pelahiran

plasenta. Reposisi uterus harus dilakukan segera. Semakin lama

cincin konstriksi di sekitar uterus yang inversi semakin kaku dan

uterus lebih membengkak karena terisi darah.


12

5) Jika ibu mengalami nyeri hebat, berikan petidin 1mg/kg berat

badan (tetapi tidak lebih dari 100mg) melalui IM atau IV secara

perlahan atau berikan morfin 0,1mg/kg berat badan melalui IM.

6) Jika perdarahan berlanjut, kaji status pembekuan darah dengan

menggunakan uji pembekuan darah di sisi tempat tidur. Kegagalan

darah untuk membeku setelah tujuh menit atau terbentuk bekuan

darah lunak yang mudah pecah menunjukan koagulopati.

7) Berikan dosis tunggal antibiotik profilaksi setelah memperbaiki

inversi uterus.

8) Ampisilin 2g melalui IV DITAMBAH metronidazol 500mg

melalui IV

9) Atau sefazolin 1g melalui IV DITAMBAH metrinidazol 500mg

melalui IV

10) Jika terdapat tanda tanda infeksi (demam,rabas vagina berbau

busuk),berikan antibiotik sebagaimana untuk mengobati metritis

11) Jika dicurigai terjadi nekrosis, lakukan histerektomi per vagina.

Histerektomi per vagina dapat memerlukan rujukan ke pusat

perawatan tersier. (buku saku manajemen komplikasi kehamilan

dan persalinan, 2006)

C. Penatalaksanaan Penyulit Persalinan Kala IV

1. Syok

a. Pengertian

Syok adalah suatu kondisi gawatdarurat yang memerlukan

penanganan segera dan intensif untuk menyelamatkan jiwa pasien.


13

Tujuan utama dalam mengatasi syok adalah stabilisasi pasien

yaitu mengembalikan cairan tubuh yang hilang dan memperbaiki

system sirkulasi, yang terlihat dari naiknya tekanan darah dan

turunnya frekuensi nadi dan pernafasan.

Syok hipovolemik akibat perdarahan hebat disebabkan oleh

kegagalan kontraksi uterus, sisa plasenta, robekan dinding uterus atau

jalan lahir, maka menghentikan sumber perdarahan dari organ-organ

tersebut merupakan terapi kausatif yang definitif.

b. Penatalaksanaan

1) Kolaborasi dengan dr SPOG untuk pemberian terapi dan

tindakan:

a) Atur posisi ibu tinggikan tungkai (Posisi tendelenberg)

b) Bebaskan jalan nafas

c) Berikan oksigen dengan kecepatan 6-8 liter/menit

d) Pasang infus NaCl isotonic atau RL dengan menggunakan

abocath no 16-18 melalui infus 1000 ml dalam 15-20 menit,

kemudian lanjutkan hingga mencapai 3 liter (lihat kondisi

pasien) dalam 2-3 jam. Lakukan upaya stabilisasi atau

mengembalikan cairan tubuh yang hilang. Jangan berikan

sesuatu dari mulut.

e) Bila konsentrasi Hb < 6gr% atau hematokrit <20 lakukan

transfusi.

f) Bila terdapat tanda-tanda infeksi (demam, menggigil, darah

bercampur secret berbau, hasil periksa apusan atau biakan


14

darah) segera berikan antibiotic. Bila terdapat tanda-tanda

trauma alat genetalia/abortus buatan berikan serum anti

tetatus.

g) Periksa hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit dan leukosit,

trombosit, golongan darah, crossmatch, bila tersedia periksa

gas dan nitrogen-urea darah. Ukur jumlah dan produksi urine,

produksi urine dibawah 50 ml/jam menunjukkan hipovolemia.

h) Apabila setelah penanganan awal kondisi pasien stabil, cari

penyebab perdarahan.

(1) Bila terdapat tanda-tanda trauma penetrans intrabdomen,

adanya cairan bebas di dalam rongga abdomen atau

terjadi ruptura uteri (perut kembung, bising usus

melemah, nyeri ulang-lepas, mual-muntah, nyeri perut

atau bahu, demam, teraba bagian-bagian bayi dibawah

dinding perut) siapkan untuk tindakan bedah akut.

(2) Bila pada pemeriksaan inspekulo, ditemukan robekan

pada vagina atau serviks, harus dilakukan penjahitan pada

bagian-bagian yang robek tersebut.

(3) Lakukan penanganan untuk menghentikan perdarahan

dengan mengenali secara cepat dan tepat sumber

perdarahan yang ada dan lakukan prosedur klinik yang

sesuai dengan hasil temuan atau diagnosis kerja.

i) Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan

darah.
15

j) Memasang DC

k) Memotivasi keluarga untuk mencari darah untuk transfusi

(bila Hb < 8 gr% atau hematokrit dibawah 20%)

l) Kolaborasi dengan bank darah dan PMI

m) Memberikan terapi sesuai advis dokter

n) Mencari dan melakukan penangan penyebab perdarahan bila

kondisi pasien sudah stabil sesuai advis dokter

o) Mengobservasi keadaan umum, tanda vital

p) Mengobservasi intake dan output

q) Bila perlu konsultasi dengan dokter anastesi.

D. Penatalaksanaan Komplikasi Penyulit Pada Masa Nifas

1. Infeksi Nifas

a. Laesi Perineum, Vulva dan vagina

Suatu laesi puerperalis yang biasa terjadi pada genetalia eksterna

adalah infeksi pada laserasi atau luka episiotomi yang telah dijahit

kembali. Pada luka yang telah dijahit berubah menjadi merah,

kecoklatan dan bengkak.

Penanganan:

1) Bila terdapat pus dan cairan pada luka, terbuka, lakukan

pengeluaran.

2) Daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan lakukan bridemen

3) Bila infeksi sedikit tidak perlu antibiotika.


16

4) Bila infeksi relatif superfisial, berikan ampisilin 500mg peroral

setiap 6 jam dan metronidazol 500 mg peroral 3 kali/hari selama 5

hari.

5) Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan

nekrosis, beri penisilin G 2 juta U IV setiap 4 jam (atau ampisilin

1 gram 4 kali/hari) ditambah dengan gentamisin 5mg/kg BB

perhari IV sekali ditambah dengan metronidazol 500 mg IV setiap

8 ja, sampai bebas panas selama 24 jam. Bila ada jaringan

nekrotik harus dibuang lakukan penjahitan sekunder 2-4 minggu

setelah infeksi membaik.

6) Berikan nasehat kebersihan dan pemakaian pembalut yang bersih

dan sering diganti.

b. Metritis

Infeksi pada endometrium, atau lebih tepat desidua dan miometrium

yang berdekatan. Biasanya pada tempat implantasi plasenta.

Penanganan:

1) Berikan transfusi bila diperlukan

2) Berikan antibiotika dalam dosis yang tinggi. Ampisilin 2 gram IV

kemudian 1 gram setiap 6 jam ditambah gentamisin 5mg/kg BB

IV tiap 8 jam. Lanjutkan antibiotik ini sampai ibu tidak panas

selama 24 jam.

3) Pertimbangkan untuk pemberian antitetanus profilasis.

4) Bila dicurigai sisa plasenta, lakukan pengeluaran (digital kuretase)


17

5) Bila ada pus lakukan drainase (kalau perlu lakukan kolpotomi) ibu

dalam posisi fowler.

6) Bila ada tanda perbaikan dengan pengobatan konservatif dan ada

tanda peritonis lakukan laparatomi dan keluarkan pus. Bila ada

evaluasi uterus nekrotik dan septik lakukan histerektomi sub total.

c. Abses pelvik

Tanda : nyeri perut bagian bawah, pembesaran perut bagian bawah,

demam yang terus menerus.

Penanganan:

1) Bila pelvis abses ada tanda cairan fluktuasi pada daerah cul-desac,

lakukan kalpotomi atau dengan laparatomi posisi ibu fowler.

2) Berikan antibiotika dalam dosis yang tinggi. Ampisilin 2 gram IV

kemudian 1 gram setiap 6 jam ditambah gentamisin 5mg/kg BB

IV dosis tunggal/hari dan metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam,

lanjutkan antibiotik ini sampai ibu tidak panas selama 24 jam.

d. Tromboflebitis

a) Pelvis Tromboflebitis

Tanda:

1) Nyeri perut bagian bawah, timbul pada hari ke 2-3 masa nifas

dengan tanpa panas.

2) Menggigil berulang kali

3) Suhu badan naik turun secara tajam

4) Penyakit dapat berlangsung 1-3 bulan


18

5) Cenderung terbentuk pus yang menjalar kemana-mana

terutama paru-paru.

6) Terdapat leukositosis

Penanganan:

1) Rawat inap

2) Terapi medik : pemberian antibiotika

3) Terapi operatif: pengikatan vena kafa inferior dan vena ovarika

jika embolik septik terus berlangsung sampai mencapai paru-

paru, meskipun sedang dilakukan heparinisasi.

b) Tromboflebitis Femoralis

Tanda:

Ku tetap baik, suhu badan sub febris 7-10 hari kemudian suhu

mendadak naik kira-kira pada hari 10-20 yang disertai menggigil

dan nyeri sekali. Pada salah satu kaki yang terkena biasanya kaki

kiri akan memberikan tanda-tanda seperti berikut:

1) Bergerak lebih panas dibanding kaki lainnya

2) Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang

dan keras pada paha bagian atas

3) Nyeri hebat padalipat paha dan daerah paha

4) Edema

Penanganan:

1) Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema, lakukan kompresi

pada kaki, setelah mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut


19

elastik atau memakai kaos kaki panjang yang elastik selama

mungkin.

2) Mengingat kondisi ibu yang sangat jelek sebaiknya jangan

menyusui.

3) Terapi medik, pemberian antibiotik dan analgetik.

2. Bendungan Asi

a. Pengertian

Pembendungan ASI karena penyempitan duktus laktiferi atau

karena pengosongan yang tidak sempurna atau karena kelainan

putting.( Mochtar, 1998).

b. Penatalaksanaan

1) Memberitahu ibu bahwa keluhan yang dirasakan ibu sekarang ini

adalah pengaruh dari sumbatan ASI tersebut.

2) Memmberitahu ibu cara mengatasi rasa nyeri tersebut, yaitu:

a) Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari

luar kemudian perlahan-lahan bergerak kearah puting susu dan

lebih berhati-hati pada area yang mengeras.

b) Menyusui sesering mungkin dengan jangka waktu selama

mungkin, susui bayi dengan payudara yang sakit jika ibu kuat

menahannya, karena bayi akan menyusui dengan penuh

semangat pada awal sesi menyusui, sehingga bisa

meringankannya dengan efektif.


20

c) Lanjutkan dengan mengeluarkan ASI dari payudara itu setiap

kali selesai menyusui jika bayi belum benar-benar menghabiskan

isi payudara yang sakit tersebut.

d) Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangat

pada payudara yang sakit beberapa kali dalam sehari ( atau

mandi dengan air hangat beberapa kali ), lakukan pemijatan

dengan lembut disekitar area yang mengalami penyumbatan

kelenjar susu dan secara perlahan-lahan turun kearah puting susu

e) Kompres dingin pada payudara diantara waktu menyusi

f) Pakai bra yang dapat menyangga payudara

3) Mengajarkan ibu cara perawatan/masase payudara:

a) Mintalah bantuan suami atau keluarga ibu yang lain untuk

melakukan masase pada punggung ibu post partum

b) Lakukan pemijatan dengan menggunakan kedua ibu jari dimulai

dari punggung atas bagian tengah, kemudian dimasase hingga

batas payudara belakang lalu kearah samping tubuh

c) Kemudian lakukan tepukan-tepukan kecil menggunakan ruas

kelingking belakang pada bahu ibu.

d) Masase ini boleh dilakukan sebanyak mungkin sesuai keinginan

ibu. Masase ini berguna untuk merelaksasi ibu.

4) Mengajarkan ibu teknik dan posisi menyusui yang baik

5) Jika tidak menyusui, untuk mengurangi rasa sakit dapat diberi

kompres dingin, perawatan pembengkakan dengan memberikan

sandaran pada payudara, payudara dikosongkan sebelum dipompa


21

masase dulu, kalau perlu berikan lynoral tablet 3 kali sehari selama

2-3 hari, berikan paracetamol 500 mg.

3. Infeksi Payudara

a. Mastitis

1) Pengertian

Mastitis adalah suatu infeksi pada jaringan payudara. Pada infeksi

yang berat atau tidak diobati akan terbentuk abses.

2) Penatalaksanaan

a) Berikan antibiotik seperti: kloksasilin 500 mg per oral 4 kali

sehari selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali

sehari selama 10 hari

b) Bantulah agar ibu tetap menyusui, kompres dingin selama 15-20

menit, 4 kali/hari sebelum menyusui untuk mengurangi bengkak

dan nyeri.

c) Berikan paracetamol 500 mg per oral

d) Evaluasi 3 hari

b. Abses Payudara

1) Pengertian

Abses payudara merupakan komplikasi yang terjadi akibat

peradangan payudara kronis yang mengakibatkan penimbunan

nanah.
22

2) Penataklasanaan

a) Berikan antibiotik seperti: kloksasilin 500 mg per oral 4 kali

sehari selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali

sehari selama 10 hari

b) Drain abses :

(1) Anestesi umum dianjurkan

(2) Lakukan insisi radial dari batas puting ke lateral untuk

menghindari cidera atau duktus

(3) Gunakan sarung tangan steril

(4) Tampon longgar dengan kasa

(5) Lepaskan tampon 24 jam ganti dengan tampon kecil

c) Jika masih banyak pus tetap berikan tampon dalam lubang dan

buka tepinya

d) Yakinkan ibu untuk tetap menyusui meskipun masih keluar

nanah,

e) Berikan paracetamol 500 mg bila perlu

f) Evaluasi 3 hari

4. Gangguan Psikologis

a. Post partum blues

1) Pengertian

Post partum blues adalah kesedihan pasca persalinan yang bersifat

sementara.
23

2) Penatalaksanaan

a) Memberikan informasi tentang keadaan umum ibu dan

perubahan fisiologis nifas.

b) Menganjurkan keluarga dan teman dekat memberikan dukungan

psikologis.

c) Melakukan kolaborasi dengan dr obgin dan psikolog untuk

tindakan dan pemberian terapi.

d) Menganjurkan klien untuk istirahat.

b. Depresi post partum

1) Pengertian

Kesedihan pasca persalinan yang bersifat terus menerus

yang mengakibatkan ibu sulit atau susah untuk tidur. Dapat terjadi 2

minggu bahkan sampai setahun setelah melahirkan.

2) Penatalaksanaan

a) Terapi bicara

Adalah sesi bicara dengan terapi, psikologis, atau pekerja sosial

untuk mengubah apa yang dipikirkan, dirasa dan dilakukan oleh

penderita akibat depresi.

b) Obat medis

Obat anti depseran yang diresepkan oleh dokter.

c) Dukungan dari suami dan keluarga sangat berpengaruh pada

kondisi psikis ibu

d) Atur konseling selanjutnya jika klien memperlihatkan depresi

berlanjut.
24

E. Penatalaksanaan Komplikasi Penyulit Bayi Baru Lahir

1. Asfiksia Neonatorum

a. Pengertian

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernafas secara spontan

dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang

ditandai dengan keadaan PaO2 didalam darah rendah (Hipoksemia),

hiperkarbia (PaCO2 meningkat) dan asidosis.

b. Penatalaksanaan

Atur posisi bayi

1) Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong.

2) Ganjal bahu agar kepala bayi sedikit ekstensi.

3) Isap lendir. Gunakan alat penghisap DeLee dengan cara :

4) Isap lender mulai dari mulut dulu, kemudian dari hidung.

5) Lakukan penghisapan saat alat penghisap ditarik keluar, tidak pada

waktu memasukkan.

6) Jangan lakukan penghisapan terlalu dalam ( jangan lebih dari 5 cm

kedalam mulut, dan jangan lebih dari 3 cm kedalam hidung). Hal

itu dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat dan

bayi tiba-tiba barhenti bernafas.

7) Keringkan dan rangsang bayi.

8) Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh

lainnya.dengan sedikit tekanan. Rangsang ini dapat membantu bayi

mulai bernafas.
25

9) Lakukan rangsang taktil dengan cara menepuk atau menyentil

telapak kaki atau menggosok punggung, perut,dada,tungkaibayi

dan telapak tangan.

10) Atur kembali posisi kepala bayi dan selimuti bayi.

11) Ganti kain yang telah basah dengan kain kering dibawahnya.

12) Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi

muka,dan dada agar bisa memantau pernafasan bayi.

13) Atur kembali posisi bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.

14) Lakukan penilaian bayi

15) Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas

atau megap-megap.

16) Bila bayi bernafas normal lakukan asuhan pasca resusitasi.

17) Bila bayi megap-megap atau tidak bernafas lakukan ventilasi bayi.

Tahap II Ventilasi

Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan

sejumlah volume udara kedalam paru-paru dengan tekanan positif

untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernafas spontan dan

teratur. Langkah-langkahnya :

1) Pasang sunkup

2) Pasang dan pegang sunkup agar menutupi mulut, hidung dan dagu

bayi.

3) Ventilasi 2 kali.

4) Lakukan tiupan atau pemompaan dengan tekanan 30 cm air.


26

5) Tiupan awal tabung dan sunkup atau pemompaan awal balon

sunkup sangat penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa

mulai bernafas dan menguji apakah jalan nafas bayi terbuka.

6) Lihat apakah dada bayi mengembang.

Saat melakukan pemompaan perhatikan apakah dada bayi

mengembang. Bila tidak mengembang, periksa posisi sunkup

pastikan tidak ada udara yang bocor, periksa posisi kepala pastikan

posisi sudah sedikit ekstensi, periksa cairan atau lender dimulut

bila masih terdapat lender lakukan penghisapan. Lakukan

pemompaan 2 kali, jika dada mengembang lakukan tahap

berikutnya.

7) Ventilasi 20 kali dalam 30 detik.

Lakukan tiupan dengan tabung dan sunkup sebanyak 20 kali dalam

30 detik dengan tekanan 20cm air.

8) Pastikan dada mengembang saat dilakukan pemompaan, setelah 30

detik lakukan penilaian ulang nafas.

9) Jika bayi mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan

lakukan asuhan pasca resusitasi.

10) Jika bayi megap-megao atau tidak bernafas lakukan ventilasi.

11) Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang

nafas.

12) Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik.

13) Hentikan ventilasi setiap 30 detik.


27

14) Lakukan penilaian bayi apakah bernafas, tidak bernafas atau

megap-megap.

15) Jika bayi sudah mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap

dan lakukan asuhan pasca resusitasi.

16) Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, teruskan ventilasi 20

kali dalam 30 detik kemudian lakukan penilaian ulang nafas setiap

30 detik.Siapkan rujukan jika bayi belum bernafas selama 2 menit

resusitasi.

17) Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan.

18) Teruskan resusitasi sambil menyiapkan untuk rujukan.

19) Lakukan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi.

20) Bila dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar lanjitkan

ventilasi selama 10 menit.

21) Hentikan resusitasi bila denyut jantung tetap tidak terdengar,

jelaskan kepada ibu dan berilah dukungan kepadanya serta lakukan

pencatatan.

22) Bayi yang mengalami asitol 10 menit kemungkinan besar

mengalami kerusakan otak yang permanen.

2. Hipoglikemia

c. Pengertian

Hipoglikemia adalah suatu keadaan yang memberikan gambaran

keseimbangan antara pembentukan glukosa dengan glukosa perifer.

Hipoglikemia terjadi karena substrat pembentukan glukosa dalam


28

tubuh tidak memadai, gangguan sintesis dan penimbunan glukosa, atau

pemakaian glukosa yang meningkat akibat pengaruh hormon.

d. Penatalaksanaan

Manajemen Hipoglikemia menurut soemadji (2006); Rush dan Loise

(2004); Smeltzer dan Bare (2003) sebagai berikut:

3) Terapi hipoglikemi ringan

a) Diberikan 150-200 ml teh manis atau jus buah atau 6-10 butir

permen atau 2-3 sendok teh sirup atau madu

b) Bila gejala tidak berkurang dalam 15 menit → ulangi

pemberiannya

c) Tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori,

seperti coklat, kue donat, ice cream, cake, dll

d) Bila klien dalam keadaan tidak sadar jangan memberikan

makanan atau minuman → ASPIRASI

4) Terapi hipoglikemi berat

KADAR GLUKOSA TERAPI HIPOGLIKEMI


(mg/dl) (DENGAN RUMUS 3-2-1)
< 30 mg/dl Injeksi IV Dex.40% (25cc) bolus 3 flakon
30-60 mg/dl Injeksi IV Dex.40% (25cc) bolus 2 flakon
60-100 mg/dl Injeksi IV Dex.40% (25cc) bolus 1 flakon
Follow UP:
1) Periksa kadar gula darah lagi, 30 menit sesudah injeksi IV
2) Sesudah bolus 3 atau 2 atau 1 flakon setelah 3 menit dapat
diberikan 1 flakon lagi sampai 2-3 kali untuk mencapai kadar ≥
120 mg/dl
29

3. Hipotermi

e. Pengertian

Hipotermi adalah suhu bayi di bawah normal sehingga

menyebabkan bayi kedinginan. Suhu normal pada bayi baru lahir

berkisar 36,5°C-37,2°C. Gejala awal hipotermi adalah suhu<36°C atau

kedua kaki dan tangan teraba dingin. Hipotermi pada bayi dapat

berakhir dengan kematian. Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu

tubuh dibawah normal (kurang dari 36,50 C). Hipotermi merupakan

salah satu penyebab tersering dari kematian bayi baru lahir, terutama

dengan berat badan kurang dari 2,5 Kg.

f. Penatalaksanaan

1) Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali

meninggal.Tindakan yang harus dilakukan adalah segera

menghangatkan bayi di dalam inkubator atau melalui penyinaran

lampu.

2) Melaksanakan metode kanguru, yaitu bayi baru lahir dipakaikan

popok dan tutup kepala diletakkan di dada ibu agar tubuh bayi

menjadi hangat karena terjadi kontak kulit langsung.Bila tubuh

bayi masih teraba dingin bisa ditambahkan selimut.

3) Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia, sehingga bayi

harus diberi ASI sedikit – sedikit sesering mungkin . Bila bayi

tidak menghisap, beri infuse glukosa / dektrose 10% sebanyak 60 –

80 ml /kg per hari.

4) Meminta pertolongan kepada petugas kesehatan terdekat.


30

5) Dirujuk ke rumah sakit.

4. Tetanus Neonatorum

g. Pengertian

Tetanus Neonatorum adalah penyakit yang diderita oleh bayi

baru lahir (neonatus) yang disebabkan infeksi selama masa neonatal,

yang antara lain terjadi akibat pemotongan tali pusat atau perawatan

tidak aseptic.

h. Penatalaksanaan

5) Mengatasi kejang dengan memberikan suntikan anti kejang

6) Menjaga jalan nafas tetap bebas dengan membersihkan jalan nafas.

Pemasangan spatel lidah atau sendok yang dibungkus kain ke dalam

mulut bayi agar lidah tidak tergigit dan untuk mencegah agar lidah

tak jatuh ke belakang menutupi saluran pernafasan.

7) Mecari tempat masuknya spora tetatus umumnya di tali pusat atau

telinga

8) Mengobati penyebab tetanus dengan anti tetanus serum (ATS) dan

antibiotik

9) Perawatan yang adekuat, kebutuhan oksigen, makanan,

keseimbangan cairan dan elektrolit

10) Bayi ditempatkan di kamar atau ruangan yang tenang dengan sedikit

sinar, mengingat bayi sangat peka terhadap suara atau cahaya yang

dapat meransang kejang

11) Bila tidak dalam keadaan kejang berikas ASI sedikit demi sedikit

dengan menggunakan sendok.


31

12) Perawatan tali pusat dengan aseptik dan anti septik

13) Rujuk kerumah sakit

Penanganan dirumah sakit

1) Berikan cairan IV dengan larutan glukosa 5% dan NaCL fisiologis

(4:1) selama 48-72 jam selanjutnya IVFD hanya untuk memasukkan

obat. Jika pasien telah dirawat lebih dari 24 jam atau pasien sering

kejang atau apnea, diberikan larutan glukosa 10% dan natrium

bikarbonat 1,5% dalam perbandingan 4:1.

2) Diazepam dosis awal 2,5 mg IV perlahan-lahan selama 2-3 menit,

kemudian berikan dosis rumat 8-10 mg/kgBB/hari melalui IVFD

(diazepam dimasukkan ke dalam cairan infus dan diganti setiap 6

jam). Bila kejang masih sering timbul, berikan diazepam 2,5 mg

secara IV perlahan-lahan dan dalam 24 jam berikutnya boleh

diberikan tambahan diazepam 5 mg/kgBB/hari sehingga dosis

diazepam keseluruhannya menjadio 15 mg/kgBB/hari. Setelah

keadaan klinis membaik, diazepam diberikan peroral dan

diturunkan secara bertahap. Pada pasien dengan hiperbilirubinemia

berat, diazepam diberikan per oral dan setelah bilirubin turun

diberikan secra IV.

3) ATS 10.000 U/hari, diberikan selama 2 hari berturut-turut secara

IM. Perinfus diberikan 20.000 U sekaligus.

4) Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis IV selama 10

hari.

5) Tali pusat dibersihkan atau dikompres dengan betadin 10%


32

6) Perhatikan jalan nafas dan tanda-tanda vital lainnya, bila perlu

berikan oksigen
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kegawatdaruratan dapat didefenisikan sebagai situasi serius dan

kadang kala berbahaya yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga dan

membutuhkan tindakan segera guna menyelamatkan jiwa/ nyawa.

Penanganan kegawatdaruratan obstetrik tidak hanya membutuhkan

sebuah tim medis yang menangani kegawatdaruratan tetapi lebih pada

membutuhkan petugas kesehatan yang terlatih untuk setiap kasus-kasus

kegawatdaruratan.

Prinsip umum penanganan kasus kegawatdaruratan

1. Pastikan jalan nafas bebas

2. Pemberian oksigen

3. Pemberian cairan intravena

4. Pemberian transfusi darah

5. Pemberian antibiotika

6. Obat pengurang rasa nyeri

7. Penanganan masalah utama

8. Rujukan

B. Saran

Dengan penyusunan makalah ini diharapkan para pembaca khususnya

para petugas kesehatan terutama bidan dapat berperan serta dalam pertolongan

33
34

pertama kegawatdaruratan obstetrik dan neonatus. Sehingga pada akhirnya

dapat menurunkan angka kesakitan dan angka kematian pada ibu dan bayi.
DAFTAR PUSTAKA

Lisnawati, Lilis. 2013


Asuhan Kebidanan Terkini Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: CV.Trans Info Media.

You might also like