You are on page 1of 8

a Ovarium

1. Pengertian
Kanker indung telur adalah terjadinya pertumbuhan sel-sel yang tidak lazim (kanker) pada satu atau dua bagian indung telur (Conectique.com,
2008, diakses tanggal 28 Mei 2009).
Kanker indung telur atau kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50
– 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar ke bagian lain, panggul, dan perut melalui sistem getah bening dan melalui sistem pembuluh darah
menyebar ke hati dan paru-paru. Kanker ovarium sangat sulit di diagnosa dan kemungkinan kanker ovarium ini merupakan awal dari banyak kanker
primer. (Wingo, 1995).
2. Klasifikasi
Jenis kanker ovarium meliputi:
a. Epithelial (65% dari semua kanker ovarium).
Tumor epiteal ovarium berkembang dari permukaan luar ovarium,

LAPORAN PENDAHULUAN Ca. OVARIUM


DENGAN POST OPERASI

A. DEFENISI
Kanker Ovarium atau Kanker Indung Telur adalah kanker tersering kedua dari seluruh tumor ganas ginekologi dan merupakan penyebab
kematian nomor satu dari seluruh kematian akibat kanker ginekologi. Penderita umumnya di diagnosis terlambat, karena belum adanya metode
deteksi dini yang akurat untuk kanker ovarium ini, sehingga hanya 25 – 30% saja yang terdiagnosis pada stadium awal.
Kanker ovarium merupakan kumpulan tumor dengan histiogenesis yang beranekaragam, dapat berasal dari ketiga dermoblast (ektodermal,
entodermal, mesodermal) dengan sifat-sifat histologis maupun biologis yang beraneka ragam. Oleh karena itu histiogenesis maupun klasifikasinya
masih sering menjadi perdebatan. Kira-kira 60% terdapat pada usia perimenopausal, 30% dalam masa reproduksi, dan 10% pada usia jauh lebih
muda. Tumor ini dapat jinak (benigna), tidak jelas jinak tapi juga tidak pasti ganas (borderline malignancy atau carcinoma of low malignant
potential) dan yang jelas ganas (malignant).
Kanker ovarium adalah kista ovarium yang bersifat ganas.

B. ETIOLOGI
Studi epidemiologik menyatakan beberapa faktor resiko yang penting sebagai penyebab kanker ovarium adalah wanita nullipara,
melahirkan pertama kali pada usia diatas 35 tahun dan wanita yang mempunyai keluarga dengan riwayat ovarium, kanker payudara atau kanker
kolon. Sedangkan wanita dengan riwayat kehamilan pertama terjadi pada usia dibawah 25 tahun, penggunaan pil kontrasepsi dan menyusui akan
menurunkan kanker ovarium sebanyak 30 – 60%. Faktor lingkungan seperti penggunaan talk, konsumsi galaktose dan sterilisasi ternyata tidak
mempunyai dampak terhadap perkembangan penyakit ini.

C. PATOFISIOLOGI
Setiap hari, ovarium normal akan membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus, folikel dominan
dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki
struktur 1,5-2 cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan mengalami fibrosis dan pengerutan secara
progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama kehamilan.
Kista ovari yang berasal dari proses ovulasi normal disebut kista fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folikular dan luteal yang
kadang-kadang disebut kista theca-lutein. Kista tersebut dapat distimulasi oleh gonadotropin, termasuk FSH dan HCG. Kista fungsional multiple
dapat terbentuk karena stimulasi gonadotropin atau sensitivitas terhadap gonadotropin yang berlebih. Pada neoplasia tropoblastik gestasional
(hydatidiform mole dan choriocarcinoma) dan kadang-kadang pada kehamilan multiple dengan diabetes, HCg menyebabkan kondisi yang disebut
hiperreaktif lutein. Pasien dalam terapi infertilitas, induksi ovulasi dengan menggunakan gonadotropin (FSH dan LH) atau terkadang clomiphene
citrate, dapat menyebabkan sindrom hiperstimulasi ovari, terutama bila disertai dengan pemberian HCG.
Kista neoplasia dapat tumbuh dari proliferasi sel yang berlebih dan tidak terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau jinak.
Neoplasia yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan ovarium. Sejauh ini, keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan
(mesotelium) dan sebagian besar lesi kistik parsial. Jenis kista jinak yang serupa dengan keganasan ini adalah kistadenoma serosa dan mucinous.
Tumor ovari ganas yang lain dapat terdiri dari area kistik, termasuk jenis ini adalah tumor sel granulosa dari sex cord sel dan germ cel tumor dari
germ sel primordial. Teratoma berasal dari tumor germ sel yang berisi elemen dari 3 lapisan germinal embrional; ektodermal, endodermal, dan
mesodermal.

D. MANIFESTASI KLINIS
Kanker ovarium sebagian besar berbentuk tumor kistik ( kista ovarium ) dan sebagian kecil berbentuk tumor padat. Kebanyakan wanita
dengan kanker ovarium tidak menimbulkan gejala dalam waktu yang lama. Bila gejala umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik pada stadium
awal dapat berupa gangguan haid. Jika tumor sudah menekan rektum atau kandung kemih mungkin terjadi konstipasi atau sering berkemih. Dapat
juga terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang menyebabkan nyeri spontan atau nyeri pada saat bersenggama. Pada stadium lanjut
gejala yang terjadi berhubungan dengan adanya asites ( penimbunan cairan dalam rongga perut ) penyebaran ke omentum ( lemak perut ) dan organ-
organ didalam rongga perut lainnya seperti usus-usus dan hati seperti perut membuncit, kembung, mual, gangguan nafsu makan, gangguan buang air
besar dan buang air kecil. Penumpukan cairan bisa juga terjadi pada rongga dada akibat penyebaran penyakit ke rongga dada yang mengakibatkan
penderita sangat merasa sesak nafas.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sebagian besar dari kanker ovarium bermula dari suatu kista, maka apabila pada seorang wanita ditemukan suatu kista ovarium harus
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah kista tersebut bersifat jinak atau ganas (kanker ovarium) kewaspadaan terhadap kista
yang bersifat ganas dilakukan pada keadaan :
1.Kista cepat membesar
2.Kista pada usia remaja atau pasca menopause
3.Kista dengan dinding yang tebal dan tidak berurutan
4.Kista dengan bagian padat
5.Tumor pada ovarium
Bila ditemukan sifat kista seperti tersebut diatas, harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memperkuat dugaan kearah kanker
ovarium seperti tindakan USG dengan Doppler untuk menentukan arus darah dan bahkan mungkin diperlukan pemeriksaan CT-Scan / MRI.
Pemeriksaan laboratorium yang bisa dilakukan untuk menunjang diagnosis adalah pemeriksaan tumor marker seperti Ca-125 dan Ca 72-4, beta –
HCG dan alfafetoprotein. Semua pemeriksaan diatas belum bisa memastikan diagnosis kanker ovarium, akan tetapi hanya sebagai pegangan untuk
melakukan tindakan operasi. Prosedur operasi pada pasien yang tersangka kanker ovarium sangat berbeda dengan kista ovarium biasa. Hal terpenting
pada operasi pasien yang tersangka kanker ovarium adalah semaksimal mungkin berusaha agar kista tersebut keluar secara utuh, kemudian dilakukan
pemeriksaan ke laboratorium Patologi Anatomik (pemeriksaan potong beku). Apabila hasil pemeriksaan potong beku bukan suatu kanker, maka
operasi selesai. Sebaliknya bila hasil pemeriksaan potong beku adalah kanker ovarium maka operasi dilanjutkan dengan mengangkat rahim, ovarium
sisi lain, usus buntu, omentum, melakukan biopsi pada tempat yang dicurigai adanya penjalaran kanker di rongga perut dan melakukan pengambilan
kelenjar getah bening di panggul. Tindakan yang komplek ini disebut sebagai ”Staging lapstotomy” yang bertujuan untuk menentukan stadium
penyakit sehingga dapat ditentukan rencana pengobatan selanjutnya setelah operasi. Pada pasien yang belum mempunyai keturunan atau masih
menginginkan keturunan masih bisa dipertimbangkan untuk tidak mengangkat rahim dan ovarium sisi lain. Perlu juga diketahui bahwa akurasi dari
hasil pemeriksaan potong beku tersebut hanya berkisar anatar 90-95%, sehingga diagnosis dari kanker ovarium baru diketahui setelah pemeriksaan
Patologi Anatomik yang definitif. Hal ini menyebabkan pada beberapa pasien dengan hasil potong beku menyatakan bukan kanker ovarium, terpaksa
dilakukan operasi ” Staging laparotomy ”

F. PENATALAKSANAAN
Pengobatan ovarium tergantung dari stadiumnya dan stadium kanker ovarium baru bisa ditentukan setelah dilakukan operasi ( ”Staging
Laparotomy” ). Sebagian besar kanker ovarium memerlukan pengobatan dengan kemoterapi. Hanya kanker ovarium stadium awal saja ( stadium 1-
A dan I-B dengan derajat diferensiasi sel yang baik/ sedang ) yang tidak memerlukan lebih dari satu jenis kemoterapi (kombinasi) untuk
mendapatkan hasil pengobatan yang baik. Kemoterapi umumnya diberikan sebanyak 6 seri dengan interval 3 – 4 minggu sekali dengan melakukan
pemantauan terhadap efek samping kemoterapi secara berkala terhdap sumsum tulang, fungsi hati, fungsi ginjal, sistem saluran cerna, sistem saraf
dan sistem kardiovaskuler.

G. PENATALAKSANAAN POST OPERASI


a. Perawatan Post Operasi Seksio Sesarea.
1. Analgesia
Wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntik 75 mg Meperidin (intra muskuler) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit
atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10 mg morfin.
a. Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis Meperidin yang diberikan adalah 50mg.
b. Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg Meperidin.
c. Obat-obatan antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya diberikan bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik.
2. Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan darah, nadi jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan
fundus harus diperiksa.
3. Terapi cairan dan Diet
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya,
meskipun demikian, jika output urine jauh di bawah 30 ml / jam, pasien harus segera di evaluasi kembali paling lambat pada hari kedua.
4. Vesika Urinarius dan Usus
Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada keesokan paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum terdengar
pada hari pertama setelah pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan usus baru aktif kembali pada hari ketiga.
5. Ambulasi
Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan perawatan dapat bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang-kurang 2 kali
pada hari kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan.
6. Perawatan Luka
Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang alternatif ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara normal
jahitan kulit dapat diangkat setelah hari ke empat setelah pembedahan. Paling lambat hari ke tiga post partum, pasien dapat mandi tanpa
membahayakan luka insisi.
7. Laboratorium
Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi hematokrit tersebut harus segera di cek kembali bila terdapat kehilangan darah yang
tidak biasa atau keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia.
8. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
9. Memulangkan Pasien Dari Rumah Sakit
Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada hari ke empat dan ke lima post
operasi, aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan orang lain (Cunningham, 1995).

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data pasien :Identitas pasien, usia, status perkawinan, pekerjaan jumlah anak, agama, alamat jenis kelamin dan pendidikan terakhir.
b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit sekarang : Biasanya klien pada stsdium awal tidak merasakan keluhan yang mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu
stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti : perdarahan, keputihan dan rasa nyeri intra servikal.
d. Riwayat penyakit sebelumnya :Riwayat abortus, infeksi pasca abortus, infeksi masa nifas, riwayat ooperasi kandungan, serta adanya tumor.
Riwayat keluarga yang menderita kanker.
e. Keadaan Psiko-sosial-ekonomi dan budaya:
f. Riwayat kebidanan: paritas, kelainan menstruasi, lama,jumlah dan warna darah, adakah hubungan perdarahan dengan aktifitas, apakah
darah keluar setelah koitus, pekerjaan yang dilakukan sekarang
g. Pemeriksaan penunjang: Sitologi dengan cara pemeriksaan Pap Smear, kolposkopi, servikografi, pemeriksaan visual langsung, gineskopi.

2. Diagnosa keperawatan

a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d luka post operasi


b. Resiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anorexia, mual muntah
c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian, ancaman atau perubahan pada status kesehatan / sosioekonomi, fungsi
peran, pola interaksi, kuranganya informasi mengenai penyakitnya dan prosedur pemeriksaan
d. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam penampilan.

e. Kurang pengetahuan : mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurangnya informasi
3. Intervensi keperawatan
No. Dx. Kep Tujuan Intervensi Rasional
1 Gangguan rasa nyama Setelah dilakukan tindakan 1 X 
Kaji derajat nyeri yang dirasakan klien dan nilai Untuk mengetahui sejauh mana
(nyeri) b.d luka post 24 jam diharapka klien tahu dengan skala nyeri nyeri dan merupakan indiaktor se
operasi cara-cara mengatasi nyeri yang untuk dapat memberikan tindakan
timbul akibat kanker yang selanjutnya.
dialami  Observasi TTV  Mengetahui efek dari nyeri
Kriteria hasil :  Ajarkan teknik relasasi dan distraksi  Pernapasan yang dalam dapat m
 Klien dapat menyebutkan O2 secara adekuat sehingga otot-
cara-cara menguangi nyeri relaksasi sehingga dapat mengura
yang dirasakan nyeri.
 Intensitas nyeri berkurangnya  Mengurangi nyeri
 Ekpresi muka dan tubuh  Berikan posisi yang nyaman  Menghindari stimulus eksternal
rileks  Ciptakan lingkungan yang nyaman  Memberikan dukugan emosiona
 Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien mengurangi nyeri
2  Kolaborasi dengan tim paliatif nyeri  Sebagai profilaksis untuk dapat
menghilangkan rasa nyeri (apabil
Setelah dilakukan tindakan mengetahui gejala pasti).
perawatan kebutuhan nutrisi
klien akan terpenuhi  Jelaskan tentang pentingnya nutrisi untuk
Kriteria hasil : penyembuhan  Memberikan informasi tentang
Resiko terhadap  Tidak terjadi penurunan berat meningkatkan keinginan untuk m
perubahan nutrisi kurang badan  Berikan makan TKTP  Mengatasi kekurangan energi p
dari kebutuhan tubuh b.d  Porsi makan yang disediakan  Mengawasi keefektifan secara d
anorexia, mual muntah habis.  Timbang BB sesuai indikasi
 Keluhan mual dan muntah  Tidak memberi rasa bosan dan p
kurang  Anjurkan makan sedikit tapi sering nutrisi dapat ditingkatkan.
 Melibatkan pasien dalam perenc
memampukan pasien memiliki ra
3  Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien dan mendorong untuk makan.
yang menyebabkan distres  Makanan yang bervariasi dapat
meningkatkan nafsu makan klien.
 Memberi makanan yang bervariasi  Obat antiemetik menurunkan re
muntah
 Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obat antiemetik
Setelah dilakukan tindakan 1 X  Hubungan terapeutik membantu
24 jam diharapka klien tahu mengungkapkan perasaan cemasn
cara-cara mengatasi nyeri yang Ciptakan hubungan saling percaya antara  Pengungkapan perasaan akan m
Ansietas berhubungan timbul akibat kanker yang perawat dan pasien cemasnya
dengan krisis situasi, dialami dan cemas berkurang  Pengetahuan yang cukup dapat
ancaman kematian, Kriteria hasil :  Berikan kesempatan pada klien dan klien kecemasan akibat kurang informa
ancaman atau perubahan  Klien dapat menyebutkan mengungkapkan persaannya.  Lingkungan yang nyaman meng
pada status kesehatan / cara-cara menguangi nyeri  Dorong diskusi terbuka tentang kanker, kecemasan
sosioekonomi, fungsi yang dirasakan 
pengalaman orang lain, serta tata cara mengentrol Peran keluarga sangat menduku
peran, pola interaksi,  Intensitas nyeri berkurangnya dirinya. psikologis untuk mengurangi kec
kuranganya informasi  Ekpresi muka dan tubuh  Ciptakan suasana lingklungan yang aman,
mengenai penyakitnya dan rileks nyaman dan tenang
prosedur pemeriksaan  Anjurkan keluarga untuk terus mendampingi
dan memberi motivasi pada pasien

Diposkan oleh Kumpulan Asuhan Keperawatan di 11.56


Reaksi:
Tidak ada komentar: Link ke posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: ASKEP

Kanker Colon

http://yandrifauzan.blogspot.com/

Kanker Colon
A. Defenisi Kanker usus besar (kolon) dan rektum (kanker kolorektal) adalah
jenis kanker no 2 yang paling sering terjadi dan kanker penyebab kematian no 2. Angka kejadian kanker kolorektal mulai meningkat pada umur 40 tahun dan
puncaknya pada umur 60-75 tahun. Kanker usus besar (kanker kolon) lebih sering terjadi pada wanita, kanker rektum lebih sering ditemukan pada pria. Sekitar 5 %
penderita kanker kolon atau kanker rektum memiliki lebih dari satu kanker kolorektum pada saat yang bersamaan. Gejala kanker kolon adalah perubahan pada
buang air besar, terdapat darah pada buang air besar, nyeri perut, penurunan berat badan dan disertai rasa badan lemah.
B. Etiologi
Penyebab nyata dari kanker kolorectal belum diketahui secara pasti, namun faktor resiko & faktor predisposisi telah diidentifikasi. Faktor resiko yang mungkin
adalah adanya riwayat kanker payudara dan tumor uterus atau kanker kolon atau polip dalam keluarga ; riwayat penyakit usus inflamasi kronis.
Faktor predisposisi :
- Kebiasaan makan, banyak makan karbihidrat dan rendah serat, konsumsi makanan ini mengakibatkan perubahan pada flora feses dan perubahan degradasi
garam – garam empedu atau hasil pemecahan protein & lemak, dimana sebagian dari zat – zat ini bersifat karsinogenik.
- Minuman beralkohol
- Obesitas

C. Manifestasi Klinis
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen usus tempat kanker berlokasi. Adanya perubahan dalam defekasi, darah pada
feses, konstipasi, perubahan dalam penampilan feses, tenesmus, anemia dan perdarahan rectal merupakan keluhan yang umum terjadi.
- Kanker kolon kanan, dimana isi kolon berupa cairan, cenderung tetap tersamar hingga stadium lanjut. Sedikit kecenderungan menimbulkan obstruksi, karena lumen
usus lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan sering terjadi, dan darah bersifat samara dan hanya dapat dideteksi dengan tes Guaiak ( suatu
tes sederhana yang dapat dilakukan di klinik ). Mucus jarang terlihat, karena tercampur dalam feses. Pada orang yang kurus, tumor kolon kanan mungkin dapat
teraba, tetapi jarang pada stadium awal. Penderita mungkin mengalami perasaan tidak enak pada abdomen, dan kadang – kadang pada epigastrium.
- Kanker kolon kiri dan rectum cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering
terjadi. Karena lesi kolon kiri cenderung melingkar, sering timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita. Baik mucus maupun darah segar
sering terlihat pada feses. Dapat terjadi anemia akibat kehilangan darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh
limfe atau vena, menimbulkan gejala – gejala pada tungakai atau perineum. Hemoroid, nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat
timbul sebagai akibat tekanan pada alat – alat tersebut. Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi rectal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah
defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah.

D. Kanker kolorektal digolongkan berdasarkan metastasenya :


1. Stadium A : tumor dibatasi pada mukosa dan submukosa saja
2. Stadium B : kanker yang sudah menembus usus ke jaringan di luar rectal
3. tanpa keterlibatan nodus limfe.
4. Stadium C : invasi ke dalam system limfe yang mengalir regional
5. Stadium D : metastase regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas
E. Pemeriksaan Diagostik - Fecal occult blood test
(FOBT), kanker maupun polyp dapat menyebabkan pendarahan dan FOBT dapat mendeteksi adanya darah pada tinja. FOBT ini adalah tes untuk memeriksa
tinja.Bila tes ini mendeteksi adanya darah, harus dicari darimana sumber darah tersebut, apakah dari rektum, kolon atau bagian usus lainnya dengan pemeriksaan
yang lain. Penyakit wasir juga dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja.
- Sigmoidoscopy, adalah suatu pemeriksaan dengan suatu alat berupa kabel seperti kabel kopling yang diujungnya ada alat petunjuk yang ada cahaya dan bisa
diteropong. Alatnya disebut sigmoidoscope, sedangkan pemeriksaannya disebut sigmoidoscopy. Alat ini dimasukkan melalui lubang dubur kedalam rektum sampai
kolon sigmoid, sehingga dinding dalam rektum dan kolon sigmoid dapat dilihat.Bila ditemukan adanya polyp, dapat sekalian diangkat. Bila ada masa tumor yang
dicurigai kanker, dilakukan biopsi, kemudian diperiksakan ke bagian patologi anatomi untuk menentukan ganas tidaknya dan jenis keganasannya.
- Colonoscopy, sama seperti sigmoidoscopy, namun menggunakan kabel yang lebih panjang,sehingga seluruh rektum dan usus besar dapat diteropong dan
diperiksa. Alat yang digunakan adalah colonoscope.
- Double-contrast barium enema, adalah pemeriksaan radiologi dengan sinar rontgen (sinar X ) pada kolon dan rektum. Penderita diberikan enema dengan
larutan barium dan udara yang dipompakan ke dalam rektum. Kemudian difoto. Seluruh lapisan dinding dalam kolon dapat dilihat apakah normal atau ada kelainan.
- Colok dubur, adalah pemeriksaan yang sangat sederhana dan dapat dilakukan oleh semua dokter, yaitu dengan memasukkan jari yang sudah dilapisi sarung
tangan dan zat lubrikasi kedalam dubur kemudian memeriksa bagian dalam rektum. Merupakan pemeriksaan yang rutin dilakukan. Bila ada tumor di rektum akan
teraba dan diketahui dengan pemeriksaan ini.
F. Penatalaksanaan Medis
Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira – kira 75 % pasien dengan kanker kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau palliative.
Kanker yang terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan polipektomi, suatu
prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam membuat
keputusan di kolon ; massa tumor kemudian dieksisi. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi Kelas A dan semua Kelas B serta lesi C. pembedahan
kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon D. tujuan pembedahan dalam situasi ini adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar dan mencakup struktur
vital sekitarnya, maka operasi tidak dapat dilakukan.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor.
Prosedur pembedahan pilihan adalah sebagai berikut ( Doughty & Jackson, 1993 ) :
- Reseksi segmental dengan anastomosis
- Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanent
- Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis lanjut dari kolostomi
- Kolostomi permanent atau ileostomi.
Berkenaan dengan teknik perbaikan melalui pembedahan, kolostomi dilakukan pada kurang dari sepertiga pasien kanker kolorektal. Kolostomi adalah pembuatan
lubang (stoma) pada kolon secara bedah. Stoma ini dapat berfungsi sebagai diversi sementara atau permanent. Ini memungkinkan drainase atau evakuasi isi kolon
keluar tubuh. Konsistensi drainase dihubungkan dengan penempatan kolostomi, yang ditentukan oleh lokasi tumor dan luasnya invasi pada jaringan sekitar.
Pengobatan medis untuk kanker kolorektal paling sering dalam bentuk pendukung atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain pengobatan bedah.
Pilihan mencakup kemoterapi, terapi radiasi dan atau imunoterapi.
Terapi ajufan standar yang diberikan untuk pasien dengan kanker kolon kelas C adalah program 5-FU/Levamesole. Pasien dengan kanker rectal Kelas B dan C
diberikan 5-FU dan metil CCNU dan dosis tinggi radiasi pelvis
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN KANKER KOLOREKTAL
1. Pengkajian
Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang :
- Perasaan lelah
- Nyeri abdomen atau rectal dan karakternya ( lokasi, frekuensi, durasi, berhubungan dengan makan atau defekasi )
- Pola eliminasi terdahulu dan saat ini
- Deskripsi tentang warna, bau dan konsistensi feses, mencakup adanya darah atau mucus.
- Riwayat penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolorektal
- Riwayat keluarga dari penyakit kolorektal dan terapi obat saat ini
- Kebiasaan diet ( masukan lemak, serat & konsumsi alcohol ) juga riwayat penurunan BB. Pengkajian objekif meliputi :
- Auskultasi abdomen terhadap bising usus
- Palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi, dan massa padat
- Inspeksi specimen terhadap karakter dan adanya darah
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama yang mencakup, adalah sebagai berikut :
1.Konstipasi b/d lesi obstruksi
2.Nyeri b/d kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi
3.Keletihan b/d anemia dan anoreksia
4.Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan anoreksia
5.Resiko kekurangan volume cairan b/d muntah dan dehidrasi
6.Ansietas b/d rencana pembedahan dan diagnosis kanker
7.Kurang pengetahuan mengenai diagnosa, prosedur pembedahan, dan perawatan diri setelah pulang
8.Kerusakan integritas kulit b/d insisi bedah ( abdominoperineal ), pembentukan stoma, dan kontaminasi fekal terhadap kulit periostomal
9.Gangguan citra rubuh b/d kolostomi.

Perencanaan & Implementasi


Tujuan
Tujuan utama dapat mencakup eliminasi produk sisa tubuh yang adekuat; reduksi / penghilangan nyeri; peningkatan toleransi aktivitas; mendapatkan tingkat
nutrisi optimal; mempertahankan keseimbangan cairan & elektrolit; penurunan ansietas; memahami tentang diagnosis, prosedur pembedahan dan perawatan diri
setelah pulang; mempertahankan penyembuhan jaringan optimal; perlindungan kulit periostomal yang adekuat; penggalian dan pengungkapan perasaan dan
masalah tentang kolostomi dan pengaruhnya pada diri sendiri;
Intervensi Keperawatan PraOperatif
1.Mempertahankan eliminasi
- Frekuensi dan konsistensi defekasi dipantau
- Laksatif dan enema diberikan sesuai resep
- Pasien yang menunjukkan tanda perkembangan ke arah obstruksi total disiapkan untuk mejalani pembedahan.
2.Menghilangkan Nyeri
- Analgesic diberikan sesuai resep
- Lingkungan dibuat kondusif untuk relaksasi dengan meredupkan lampu, mematikan TV atau radio, dan membatasi pengunjung dan telepon bila diinginkan oleh
pasien
- Tindakan kenyamanan tambahan ditawarkan : perubahan posisi, gosokan punggung, dan teknik relaksasi.
3.Meningkatkan Toleransi Aktivitas
- Kaji tingkat toleransi aktivitas pasien
- Ubah dan jadwalkan aktivitas untuk memungkinkan periode tirah baring yang adekuat dalam upaya untuk menurunkan keletihn pasien.
- Terapi komponendarah diberikan sesuai resep bila pasien menderita anemia berat.
Aktivitas post op ditingkatkan dan toleransi dipantau.
4.Memberikan Tindakan Nutrisional
- Bila kondisi pasien memungkinkan, diet tinggi kalori, protein, karbohidrat serta rendah residu diberikan pada pra op selama bEberapa hari untuk memberikan
nutrisi adekuat dan meminimalkan kram dengan menurunkan peristaltic berlebih.
- Diet cair penuh 24 jam pra op, untuk menggantikan penipisan nutrient, vitamin dan mineral.
- Penimbangan BB harian dicatat, dan dokter diberitahu bila terdapat penurunan BB pada saat menerima nutrisi parenteral.
5.Mempertahankan Keseimbangan Cairan & Elektrolit
- Catat masukan dan haluaran, mencakup muntah, yang akan menyediakan data akurat tentang keseimbangan cairan
- Batasi masukan maknan oral dan cairan untuk mencegah muntah.
- Berikan antiemetik sesuai indikasi
- Pasang selang nasogastrik pada periode pra op untuk mengalirkan akumulasi cairan dan mencegah distensi abdomen
- Pasang kateter indwelling untuk memantau haluaran urin setiap jam. Haluaran kurang dari 30 ml / jam dilaporkan sehingga terapi cairan intravena dapat
disesuaikan.
- Pantau pemberian cairan IV dan elktrolit, terutama kadar serum untuk mendeteksi hipokalemia dan hiponatremia, yang terjadi akibat kehilangan cairan
gastrointestinal.
- Kaji TTV untuk mendeteksi hipovolemia : takikardi, hipotensi dan penurunan jumlah denyut.
- Kaji status hidrasi, penurunan turgor kulit, membrane mukosa kering, urine pekat, serta peningkatan berat jenis urine dilaporakan.
6.Menurunkan Ansietas
- Kaji tingkat ansietas pasien serta mekanisme koping yang digunakan
- Upaya pemberian dukungan, mencakup pemberian privasi bila diinginkan dan menginstruksikan pasien untuk latihan relaksasi.
- Luangkan waktu untuk mendengarkan ungkapan, kesedihan atau pertanyaan yang diajukan oleh pasien.
- Atur pertemuan dengan rohaniawan bila pasien menginginkannya, dengan dokter bila pasien mengharapkan diskusi pengobatan atau prognosis.
- Penderita stoma lain dapat diminta untuk berkunjung bila pasien mengungkapkan minat untuk berbicara dengan mereka.
- Untuk meningkatkan kenyamanan pasien, perawat harus mengutamakan relaksasi dan perilaku empati.
7.Mencegah Infeksi
- Berikan antibiotic seperti kanamisin sulfat ( Kantrex ), eritromisin (Erythromycin), dan Neomisin Sulfat sesuai resep, untuk mengurangi bakteri usus dalam rangka
persiapan pembedahan usus. Preparat diberikan per oral untuk mengurangi kandungan bakteri kolon dan melunakkan serta menurunkan bulk dari isi kolon.
- Selian itu, usus juga dapat dibersihkan dengan enema, atau irigasi kolon.
8.Pendidikan Pasien Pra Operatif
- Kaji tingkat kebutuhan pasien tentang diagnosis, prognosis, prosedur bedah, dan tingkat fungsi yang diinginkan pasca op.
- Informasi yang diperlukan pasien tentang persiapan fisik untuk pembedahan, penampilan dan perawatan yang diharapkan dari luka pasca op, teknik perawatan
kolostomi, pembatasan diet, control nyeri, dan penatalaksanaan obat dimsukkan ke dalam materi penyuluhan.
Intervensi Keperawatan Pasca Operatif
1.Perawatan Luka
- Luka abdomen diperiksa dngan sering dalam 24 jam pertama, untuk meyakinkan bahwa luka akan sembuh tanpa komplikasi ( infeksi, dehidens, emoragik,
edema berlebihan ).
- Ganti balutan sesuai kebutuhan untuk mencegah infeksi.
- Pantau adanya peningkatan TTV yang mengindikasikan adanya proses infeksi.
- Periksa stoma terhadap edema ( edema ringan akibat manipulasi bedah adalah normal ), warna ( stoma sehat adalah mera jambu ), rabas ( rembesan berjumlah
sedikit adalah normal ), dan perdarahan ( tanda abnormal ).
- Bersihkan kulit peristoma dengan perlahan serta keringkan untuk mencegah iritasi, berikan pelindung kulit sebelum meletakkan kantung drainase.
- Dokumentasikan kondisi luka perineal, adanya perdarahan, infeksi atau nekrosis.
2.Citra Tubuh Positif
- Dorong pasien untuk mengungkapkan masalah yang dialami serta mendiskusikan tentang pembedahan dan stoma ( bila telah dibuat ).
- Ajarkan pasien mengenai perawatan kolostomi dan pasien sudah harus ulai untuk memasukkan perawatan stoma dalam kehidupan sehari – hari.
- Berikan lingkungan yang kondusif bagi pasien serta berikan dukungan dalam meningkatkan adaptasi pasien terhadap perubahan yang terjadi akibat pembedahan.

Diposkan oleh Kumpulan Asuhan Keperawatan di 11.54


Reaksi:
Tidak ada komentar: Link ke posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: ASKEP

BLIGHTED OVUM (KEHAMILAN KOSONG)

http://yandrifauzan.blogspot.com/

BLIGHTED OVUM (KEHAMILAN KOSONG)


1. Definisi
Blighted Ovum (BO) adalah kehamilan tanpa janin (anembryonic pregancy), jadi cuma ada kantong gestasi (kantong kehamilan) dan air ketuban
saja.
2. Etiologi
 Kelainan kromosom pada saat proses pembuahan sel telur dan sel sperma (kualitas sel telur yang tidak bagus.)
 Infeksi dari torch, kelainan imunologi dan penyakit diabetes dapat ikut menyebabkan terjadinya blighted ovum
 Faktor usia
Semakain tinggi usia suami atau istri, semakin tinggi pula peluang terjadinya blighted ovum.
3. Patogenesis
Pada saat pembuahan, sel telur yang matang dan siap dibuahi bertemu sperma. Namun dengan berbagai penyebab (diantaranya kualitas telur/sperma
yang buruk atau terdapat infeksi torch), maka unsur janin tidak berkembang sama sekali. Hasil konsepsi ini akan tetap tertanam didalam rahim lalu
rahim yang berisi hasil konsepsi tersebut akan mengirimkan sinyal pada indung telur dan otak sebagai pemberitahuan bahawa sudah terdapat hasil
konsepsi didalam rahim. Hormon yang dikirimkan oleh hasil konsepsi tersebut akan menimbulkan gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah dan
lainya yang lazim dialami ibu hamil pada umumnya.
4. Manifestasi Klinis
 Pada awal kehamilan berjalan baik dan normal tanpa ada tanda-tanda kelainan
 Kantung kehamilan terlihat jalas, tes kehamilan urin positif
 Blighted ovum terdeteksi saat ibu melakukan USG pada usia kehamilan memasuki 6-7 minggu.

5. Pencegahan
 Menghindari masuknya virus rubella ke dalam tubuh. Selain imunisasi, ibu hamil pun harus selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan tempat
tinggalnya.
 Sembuhkan dahulu penyakit yang diderita oleh calon ibu. Setelah itu pastikan bahwa calon ibu benar-benar sehat saat akan merencanakan kehamilan.
 Melakukan pemeriksaan kromosom
 Tak hanya pada calon ibu, calon ayah pun disarankan untuk menghentikan kebiasaan merokok dan memulai hidup sehat saat prakonsepsi.
 Periksakan kehamilan secara rutin. Sebab biasanya kehamilan kosong jarang terdekteksi saat usia kandungan masih di bawah delapan bulan.
6. Pemeriksaan Penunjang
 Tes kehamilan: Positif
 Pemeriksaan DJJ
 Pemeriksaan USG abdominal atau transvaginal akan mengungkapkan ada tidaknya janin yang berkembang dalam rahim
7. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
 Identitas klien meliputi : nama, uumr, agama, pekerjaan, pendidikan, alamat, status perkawinan
 Data umum kesehatan meliputi: tinggi badab, berat badan, masalah kesehatan khusus, obat-obatan.
 Perdarahan, haid terakhir dan pola siklus haid
b. Pemeriksaan fisik umum
Keadaan umum, TTV, jika keadaan umum buruk lakukan resusitasi dan stabilisasi segera.

c. Pemeriksaan genikologi
Ada tidaknya tanda akut abdomen jika memungkinkan, cari sumber perdarahan, apakan dari dinding vagina atau dari jaringan servik.
d. Jika diperlukan ambil darah untuk pemeriksaan penunjang
e. Pemeriksaan vaginal touche: bimanual tentukan besat dan letak uterus, tantukan juga apakah satu jari pemeriksa dapat dimasukkan kedalam ostium
dengan mudah atau tidak.
8. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
2. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
3. Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase

DAFTAR PUSTAKA
Doenges M. E. (2001). Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta: EGC.
Hanifa W. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Mochtar R. (1998). Sinopsis Obstetri Fisiologi dan Patologi. Ed 2. Jakarta: EGC
Bobak. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta:EGC

Diposkan oleh Kumpulan Asuhan Keperawatan di 11.53


Reaksi:

You might also like