You are on page 1of 6

Nama : Novia Kaisarianti

NIM : FAA 113 002

Kelompok :1

Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian korteks
kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan
oleh kelenjar hipofisis. Hormon ini berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh, misalnya
tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi,
metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku. Kelenjar
adrenal terdiri dari 2 bagian yaitu bagian korteks dan medulla, sedangkan bagian korteks terbagi
lagi menjadi 2 zona yaitu fasikulata dan glomerulosa. Zona fasikulata mempunyai peran yang
lebih besar dibandingkan zona glomerulosa. Zona fasikulata menghasilkan 2 jenis hormon yaitu
glukokortikoid dan mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek
utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan
pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip untuk
golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alam. Terdapat juga
glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan betametason.

Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap


keseimbangan air dan elektrolit menimbulkan efek retensi Na dan deplesi K, sedangkan
pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Oleh karena itu
mineralokortikoid jarang digunakan dalam terapi. Prototip dari golongan ini adalah
desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat anti-inflamasi yang
berarti, kecuali 9 α-fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini tidak pernah digunakan
sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya pada keseimbangan air dan elektrolit terlalu besar.
Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid sistemik
dan kortikosteroid topical.

Semua hormon steroid sama-sama mempunyai rumus bangun


siklopentanoperhidrofenantren 17-karbon dengan 4 buah cincin yang diberi label A – D (Gambar
1). Modifikasi dari struktur cincin dan struktur luar akan mengakibatkan perubahan pada
efektivitas dari steroid tersebut. Atom karbon tambahan dapat ditambahkan pada posisi 10 dan
13 atau sebagai rantai samping yang terikat pada C17. Semua steroid termasuk
glukokortikosteroid mempunyai struktur dasar 4 cincin kolestrol dengan 3 cincin heksana dan 1
cincin pentane. Hormon steroid adrenal disintesis dari kolestrol yang terutama berasal dari
plasma. Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolestrol, yang kemudian dengan bantuan
enzim diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 21 atom karbon dan androgen lemah
dengan 19 atom karbon. Sebagian besar kolesterol yang digunakan untuk steroidogenesis ini
berasal dari luar (eksogen), baik pada keadaan basal maupun setelah pemberian ACTH.
Dalam korteks adrenal kortikosteroid tidak disimpan sehingga harus disintesis terus
menerus. Bila biosintesis berhenti, meskipun hanya untuk beberapa menit saja, jumlah yang
tersedia dalam kelenjar adrenal tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan normal. Oleh karenanya
kecepatan biosintesisnya disesuaikan dengan kecepatan sekresinya. Berikut adalah tabel yang
menunjukkan kecepatan sekresi dan kadar plasma kortikosteroid terpenting pada manusia.

Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul


hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di jaringan target,
kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini mengalami perubahan bentuk, lalu
bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi
RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek
fisiologis steroid. Pada beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang
transkripsi dan sintesis protein spesifik; pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblas
hormon steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel-
sel limfoid, hal ini menimbulkan efek katabolic.

Gambar. Mekanisme Kerja Kortikosteroid


Metabolisme kortikosteroid sintetis sama dengan kortikosteroid alami. Kortisol (juga
disebut hydrocortison) memiliki berbagai efek fisiologis, termasuk regulasi metabolisme
perantara, fungsi kardiovaskuler, pertumbuhan dan imunitas. Sintesis dan sekresinya diregulasi
secara ketat oleh sistem saraf pusat yang sangat sensitif terhadap umpan balik negatif yang
ditimbulkan oleh kortisol dalam sirkulasi dan glukokortikoid eksogen (sintetis). Pada orang
dewasa normal, disekresi 10-20 mg kortisol setiap hari tanpa adanya stres. Pada plasma, kortisol
terikat pada protein dalam sirkulasi. Dalam kondisi normal sekitar 90% berikatan dengan
globulin-a2 (CBG/ corticosteroid-binding globulin), sedangkan sisanya sekitar 5-10% terikat
lemah atau bebas dan tersedia untuk digunakan efeknya pada sel target. Jika kadar plasma
kortisol melebihi 20-30%, CBG menjadi jenuh dan konsentrasi kortisol bebas bertambah dengan
cepat. Kortikosteroid sintetis seperti dexametason terikat dengan albumin dalam jumlah besar
dibandingkan CBG.

Waktu paruh kortisol dalam sirkulasi, normalnya sekitar 60-90 menit, waktu paruh dapat
meningkat apabila hydrocortisone (prefarat farmasi kortisol) diberikan dalam jumlah besar, atau
pada saat terjadi stres, hipotiroidisme atau penyakit hati. Hanya 1% kortisol diekskresi tanpa
perubahan di urin sebagai kortisol bebas, sekitar 20% kortisol diubah menjadi kortison di ginjal
dan jaringan lain dengan reseptor mineralokortikoid sebelum mencapai hati. Perubahan struktur
kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mula kerja dan lama kerja juga mempengaruhi
afinitas terhadap reseptor, dan ikatan protein. Prednison adalah prodrug yang dengan cepat
diubah menjadi prednisolon bentuk aktifnya dalam tubuh.

Kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan timbulnya gejala inflamasi
akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik, atau alergen. Secara mikroskopik obat ini
menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema, deposit fibrin, dilatasi kapiler, migrasi
leukosit ke tempat radang dan aktivitas fagositosis. Selain itu juga dapat menghambat
manifestasi inflamasi yang telah lanjut yaitu proliferasi kapiler dan fibroblast, pengumpulan
kolagen dan pembentukan sikatriks. Hal ini karena efeknya yang besar terhadap konsentrasi,
distribusi dan fungsi leukosit perifer dan juga disebabkan oleh efek supresinya terhadap cytokyne
dan chemokyne imflamasi serta mediator inflamasi lipid dan glukolipid lainnya. Inflamasi, tanpa
memperhatikan penyebabnya, ditandai dengan ekstravasasi dan infiltrasi leukosit kedalam
jaringan yang mengalami inflamasi. Peristiwa tersebut diperantarai oleh serangkaian interaksi
yang komplek dengan molekul adhesi sel, khususnya yang berada pada sel endotel dan dihambat
oleh glukokortikoid. Sesudah pemberian dosis tunggal glukokortikoid dengan masa kerja
pendek, konsentrasi neutrofil meningkat , sedangkan limfosit, monosit dan eosinofil dan basofil
dalam sirkulasi tersebut berkurang jumlahnya. Perubahan tersebut menjadi maksimal dalam 6
jam dan menghilang setelah 24 jam. Peningkatan neutrofil tersebut disebabkan oleh peningkatan
aliran masuk ke dalam darah dari sum-sum tulang dan penurunan migrasi dari pembuluh darah,
sehingga menyebabkan penurunan jumlah sel pada tempat inflamasi.
Penggolongan Kortikosteroid:

 Golongan 1: (super poten)


o Diprolene ointment
o Diprolene AF cream
o Psorcon ointment
o Temovate ointment
o Temovate cream
o Olux foam
o Ultravate ointment
o Ultravate cream

 Golongan II: (potensi tinggi)


o Cyclocort ointment
o Diprosone ointment
o Elocon ointment
o Florone ointment
o Halog ointment
o Halog cream
o Halog solution
o Lidex ointment
o Lidex cream
o Lidex gel
o Lidex solution
o Maxiflor ointment
o Maxivate ointment
o Maxivate cream
o Topicort ointment
o Topicort cream
o Topicort gel

 Golongan III: (potensi tinggi)


o Cultivate ointment
o Cyclocort cream
o Cyclocort lotion
o Diprosone cream
o Flurone cream
o Lidex E cream
o Maxiflor cream
o Maxivate lotion
o Topicort LP cream
o Valisone ointment
 Golongan IV: (potensi medium)
o Aristocort ointment
o Cordran ointment
o Elocon cream
o Elocon lotion
o Kenalog ointment
o Kenalog cream
o Synalar ointment
o Westcort ointment

 Golongan V: (potensi medium)


o Cordran cream
o Cutivate cream
o Dermatop cream
o Diprosone lotion
o Kenalog lotion
o Locoid ointment
o Locoid cream
o Synalar cream
o Tridesilon ointment
o Valisone cream
o Westcort cream

 Golongan VI: (potensi medium)


o Aclovate cream
o Aristocort cream
o Desowen cream
o Kenalog cream
o Kenalog lotion
o Locoid solution
o Synalar cream
o Synalar solution
o Tridesilon cream
o Valisone lotion

 Golongan VII: (potensi lemah)


o Obat topical dengan hidrokortison, dekametason, glumetalone, prednisolone, dan
metilprednisolone
DAFTAR PUTAKA

1. Agusni Indropo. Mekanisme Kerja Kortikosteroid Topikal. Bagian Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Soetomo. Surabaya; 2001.

2. Sularsito Adi Sri Dr, dkk. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Erupsi Obat Alergik.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 1995.

3. Freeberg. M. Irwin, Eisen. Z. Atrhur, Wolff. Klaus, dkk. Fitzpatrick’s Dermatology in


General Medicine. Volume II B. Sixth Edition. Newyork; Mc Graw-Hill Medical Publishing
Division.

You might also like